Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

mengharapkan kesempurnaan tersebut, sebenarnya telah menghancurkan dirinya sendiri karena hal-hal yang bersifat imajinasi tidak bisa diterapkan secara nyata. Pemilihan pandangan dunia tragik sebagai pendekatan untuk menganalisis legenda Danau Teluk Gelam didasari oleh banyaknya kontradiksi yang telihat dalam karya Hidden God, terutama kontradiksi yang berkaitan dengan keberadaan Tuhan dan respon manusia terhadap-Nya. Taum dalam tulisannya berjudul The Hidden God karya Lucien Goldmann dan Aplikasiny Dalam Studi Sastra Indonesia melihat bahwa, pandangan dunia tragik yang diungkap Goldmann dalam The Hidden God merupakan respon terhadap kehidupan sosial sekelompok bangsawan Prancis yang memilih jalan Tuhan, kelompok berjubah yang menamakan dirinya biarawan, dan meninggalkan kehidupan duniawi pada abad ke -17. Mereka meninggalkan kehidupan alami manusia, yakni kehidupan sebagai makhluk sosial berpasangan, berprasangka dan memelihara kehidupan lain sebagai pengganti atau generasi penerus. Respon tersebut berupa kontradiksi akan kepercayaan kelompok tersebut dengan kehidupan nyata yang seharusnya mereka jalani sebagai manusia normal, bukan untuk penyerahkan dirinya untuk melayani Tuhan dan meninggalkan segala kenikmatan yang diberikan Tuhan, demi sesuatu yang hanya bersifat imajinatif, tidak nyata, dan hanya sebuah harapan kosong untuk bersama Tuhan . Kontradiksi semacam inilah yang memunculkan ide bagi penulis untuk menganalisis legenda Danau Teluk Gelam dengan pandangan dunia tragik Goldmann. Banyaknya kontradiksi yang yang terjadi dalam kehidupan tokoh yang mengakibatkan tokoh utama dalam cerita tersebut memiliki akhir hidup yang tragis. Awal perjalanan tokoh utama yang buruk dan akhir yang tragis yang melibatkan harapan dan kenyataan menjadikan legenda ini layak untuk dianalisis menggunakan pendekatan pandangan dunia tragik Goldmann. Kontradiksi inilah yang dihubungkan dan dianggap relevan untuk menganalisis legenda Danau Teluk Gelam. Danau Teluk Gelam sebagai legenda tidak terlepas dari ciri-ciri yang mendasari cerita tersebut sebagai karya sastra. Ciri utama karya sastra adalah imajinasi, representasi emosi dalam strukturasi unsur-unsur secara fiksional, sedangkan ciri utama masyarakat adalah kenyataan, kompetensi fakta-fakta sosial dalam formasi trans-individual secara faktual. Fiksi dan kenyataan, fiksi dan fakta, jelas bertentangan secara diametral, tetapi implikasinya dalam mengantisipasi kecenderungan struktur mental masyarakat sangat besar. Dengan melihat ciri karya sastra tersebut, dapat dikatakan bahwa legenda juga mempunyai peran yang cukup besar dalam menggambarkan realitas yang dihadapi masyarakat asal legenda itu diciptakan Ratna, 2010: 365. Legenda Danau Teluk Gelam sebagai fiksi direspon masyarakat karena kaitannya dengan keberadaan Danau Teluk Gelam sendiri, sehingga semakin mudah bagi masyarakat menerima keberadaan legenda tersebut sebagai sebuah pengingat adanya ajaran yang terkandung didalamnya. Legenda Danau Teluk Gelam menceritakan kehidupan tokoh yang tragis yaitu Pangeran Tapah dan Putri Gelam. Tokoh utama, Pangeran Tapah yang merupakan satu-satunya penerus tahta Kerajaan Awang diusir karena difitnah berbuat zina oleh saudara tirinya yang iri dengan statusnya sebagai putra mahkota, begitu juga tokoh yang kemudian menjadi pasangannya, Putri Gelam. Setelah mereka menikah dan mendapatkan kebahagiaan dengan memiliki dua oarng putra dan putri, terjadi perampokan yang kemudian menyebabkan kedua anak tersebut meninggal. Kesedihan dan air mata pangeran membanjiri tempat tersebut menjadi danau, dan dia sendiri menjadi ikan penghuni danau tersebut. Sedangkan istrinya yang memanjat pohon untuk menyelamatkan diri, berubah menjadi burung yang menjaga dan tinggal di sekitar danau. Sebuah tragedi memperlihatkan kesengsaraan yang demikian hebat, sehingga tidak terjangkau oleh cakrawala pengalaman kita. Penonton yang secara intensif turut menghayati penderitaan sang pahlawan lalu merasa bahwa penderitaannya sendiri sebetulnya belum apa-apa, sehingga terasa lebih ringan Luxemburg dkk., 1984: 78. Penonton yang dimaksud adalah pembaca cerita legenda. Pembaca tersebut yang akan melakukan pemaknaan terhadap karya sastra yang dibacanya. Pemaknaan itulah yang akan menentukan fungsi dan peranan karya sastra dalam masyarakat, serta mencoba mengetahui pengaruh cerita ini apabila beredar luas di masyarakat, hal inilah terjadi pada penulis ketika membaca legenda Danau Teluk Gelam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pola aktansial dan struktur fungsional pada legenda Danau Teluk Gelam di Kab. OKI? 2. Bagaimana pandangan dunia tragik pada legenda Danau Teluk Gelam di Kab. OKI?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah berikut: 1. Mendeskripsikan skema aktansial dan struktur fungsional dengan pendekatan A.J Greimas pada legenda Danau Teluk Gelam di Kab. OKI. Hal itu akan dikemukakan dalam bab III. 2. Mendeskripsikan pandangan dunia tragik menurut Goldmann pada legenda Danau Teluk Gelamdi Kab. OKI. Hal itu akan diulas dalam bab IV.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian terbagi atas teoritis dan praktis, yaitu: 1. Secara teoritis, menambah khasanah penelitian sastra lisan berdasarkan teori struktur A.J. Greimas dan pandangan dunia tragik Goldmann. 2. Praktis, memberikan gambaran pola dan fungsi sastra lisan di Kab. OKI dan dapat dijadikan pertimbangan untuk menerbitkan sastra lisan legenda Danau Teluk Gelam yang berjudul Putri Gelam dan Asal- muasal Terjadinya Danau Teluk Gelam secara umum.

E. Tinjauan Pustaka

Sejauh ini belum pernah ada penelitian yang secara khusus mengungkap kedua cerita tersebut. Akan tetapi, objek moral kajian legenda ini dapat digunakan sebagai permulaan dalam memahami tata cara kehidupan yang baik dan sesuai nilai menurut masyarakat OKI. Penulis merunjuk dua pustaka yang secara khusus membahas tentang kedua teori yang digunakan sebagai pendekatan dalam studi ini. Taum 2011: 142-155 memberikan gambaran teori skema dan model fungsional A.J. Greimas dan menerapkannya dalam analisis sastra lisan Jaka Budug dan Putri Kemuning . Analisis ini menguatkan pemahaman terhadap teori struktural A.J. Greimas yang menggunakan analisis naratif atau penceritaan sebagai kajian. Analisis naratif ini terbagi atas pola aktansial dan struktur fungsional.

F. Landasan Teori

Ada dua teori yang akan digunakan dalam analisis legenda Danau Teluk Gelam yaitu kajian struktural A.J. Greimas dan pandangan dunia tragik Goldmann. Berikut uraian kedua teori tersebut.

1. Kajian Struktural A.J. Greimas

Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini, pertama aktansial yang terdiri dari enam aktan, yaitu pengirim, subjek, objek, pembantu, penentang, dan penerima. Kedua, struktur fungsional yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu situasi awal, transformasi yang dibedakan dalam tahap awal, tahap utama, dan tahap kegemilangan, dan situasi akhir.

a. Aktansial

Taum 2011: 144 mengatakan bahwa yang dimaksud dengan aktan adalah satuan naratif terkecil, berupa unsur sintaksis yang mempunyai fungsi tertentu. Aktan tidak identik dengan aktor. Aktan merupakan peran-peran abstrak yang dimainkan oleh seorang atau sejumlah pelaku, sedangkan aktor merupakan manifestasi konkret dari aktan. Fungsi dan kedudukan aktan adalah sebagai berikut: 1 Pengirim sender adalah aktan seseorang atau sesuatu yang menjadi sumber ide dan fungsi sebagai penggerak cerita. Pengirim memberikan karsa atau keinginan kepada subjek untuk mencapai atau mendapatkan objek. 2 Objek object adalah aktan sesuatu atau seseorang yang dituju, dicari, diburu atau diinginkan oleh subjek atas ide dari pengirim. 3 Subjek subject adalah aktan pahlawan sesuatu atau seseorang yang ditugasi pengirim untuk mencari dan mendapatkan objek. 4 Penolong helper adalah aktan sesuatu atau seseorang yang membantu atau mempermudah usaha subjek atau pahlawan untuk mendapatkan objek. 5 Penentang opponent adalah aktan seseorang atau sesuatu yang menghalangi usaha subjek atau pahlawan dalam mencapai objek. 6 Penerima receiver adalah akatan seuatu atau seseorang yang menerima objek yang diusahakan atau yang dicari oleh subjek Zaimar, 1992 :19; Suwondo, 2003: 52-54 dalam Taum 2011, 145- 146. Dari masing-masing aktan yang telah disebutkan baik fungsi maupun kedudukannya, Taum 2011: 144 menggambarkannya sebagai berikut: Bagan 1. pola Aktansial Penjelasan skema tersebut adalah sebagai berikut: pengirim meliliki hubungan langsung dengan subjek dan memberitahukan atau menunjukkan PENGIRIM sender OBJEK object PENERIMA receiver SUBJEK subject PEMBANTU helper PENENTANG opponent subjek akan keberadaan objek. Subjek melakukan sesuatu untuk mendapatkan objek berdasarkan informasi dari pengirim. Subjek memiliki pembantu sekaligus penetang dalam upayanya mendapatkan objek. Setelah objek didapatkan, barulah objek akan diserahkan kepada penerima. Dalam hal ini, subjek tidak sama dengan penerima, subjek adalah yang mengusahakan objek sedangkan penerima adalah yang menerima objek meskipun antara subjek dan penerima bisa berupa tokoh yang sama.

b. Struktur Fungsional

Taum 2011: 146 mengatakan bahwa model fungsional berfungsi untuk menguraikan peran subjek dalam melaksanakan tugas dari pengirim yang terdapat dalam fungsi aktan. Model fungsional dibagi menjadi tiga yaitu: 1 Situasi awal adalah situasi awal cerita yang menggambarkan keadaan sebelum ada suatu peristiwa yang mengganggu keseimbangan harmoni. 2 Transformasi meliputi tiga tiga tahap cobaan. Ketiga tahapan cobaan ini menunjukan usaha subjek untuk mendapatkan objek. 3 Situasi akhir berarti keseimbangan, situasi telah kembali ke keadaan semula. Konflik telah berakhir. Di sinilah cerita berakhir dengan subjek yang berhasil atau gagal mencapai objek Taum, 2011: 147. Struktur fungsional dalam Taum 2011: 147 digambarkan sebagai berikut: