Proses Keputusan Membeli Perilaku Konsumen

c. Evaluasi alternatif Tahap dari proses keputusan membeli, yaitu ketika konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek alternatif dalam perangkat pilihan. Konsep dasar tertentu membantu menjelaskan proses evaluasi konsumen. Pertama, kita menganggap bahwa setiap konsumen melihat produk sebagai kumpulan atribut produk. Kedua, konsumen akan memberikan tingkat arti penting berbeda terhadap atribut berbeda menurut kebutuhan dan keinginan unik masing-masing. Ketiga, konsumen mungkin akan mengembangkan satu himpunan keyakinan merek mengenai dimana posisi setiap merek pada setiap atribut. Keempat, harapan kepuasan produk total konsumen akan bervariasi pada tingkat atribut yang berbeda. Kelima, konsumen sampai pada sikap terhadap merek berbeda lewat beberapa prosedur evaluasi. Ada konsumen yang menggunakan lebih dari satu prosedur evaluasi, tergantung pada konsumen dan keputusan pembelian. Bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif barang yang akan dibeli tergantung pada masing-masing individu dan situasi membeli spesifik. Dalam beberapa keadaan, konsumen menggunakan perhitungan dengan cermat dan pemikiran logis. Pada waktu lain, konsumen yang sama hanya sedikit mengevaluasi atau tidak sama sekali; mereka membeli berdasarkan dorongan sesaat atau tergantung pada intuisi. Kadang-kadang konsumen mengambil keputusan membeli sendiri; kadang-kadang mereka bertanya pada teman, petunjuk bagi konsumen, atau wiraniaga untuk memberi saran pembelian. Pemasar harus mempelajari pembeli untuk mengetahui bagaimana sebenarnya mereka mengevaluasi alternatif merek. Bila mereka mengetahui proses evaluasi apa yang sedang terjadi, pemasar dapat membuat langkah-langkah untuk mempengaruhi keputusan membeli. d. Keputusan membeli Dalam tahap evaluasi, konsumen membuat peringkat merek dan membentuk niat untuk membeli. Pada umumnya, keputusan membeli konsumen adalah membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor dapat muncul antara niat untuk membeli dan keputusan untuk membeli. Faktor pertama adalah sikap orang lain, yaitu pendapat dari orang lain mengenai harga, merek yang akan dipilih konsumen. Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang diharapkan. Akan tetapi peristiwa-peristiwa yang tak diharapkan bisa menambah niat pembelian. e. Tingkah laku pasca pembelian Tahap dari proses keputusan pembeli, yaitu konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan pada rasa puas atau tidak puas. Yang menentukan pembeli merasa puas atau tidak puas dengan suatu pembelian terletak pada hubungan antara harapan konsumen dengan prestasi yang diterima dari produk. Bila produk tidak memenuhi harapan, konsumen merasa tidak puas, bila memenuhi harapan konsumen merasa puas, bila melebihi harapan konsumen akan merasa puas. Konsumen mendasarkan harapan mereka pada informasi yang mereka terima dari penjual, teman dan sumber-sumber yang lain. Bila penjual melebih-lebihkan prestasi produknya, harapan konsumen tidak akan terpenuhi dan hasilnya ketidakpuasan. Semakin besar antara kesenjangan antara harapan dan prestasi, semakin besar ketidakpuasan kosumen. Hal ini menunjukkan bahwa penjual harus membuat pernyataan yang jujur mengenai prestasi produknya sehingga pembeli akan puas.

G. Minat Beli Ulang Konsumen

Menurut Swastha dan Irawan 2005: 130-131, minat beli ulang konsumen adalah keinginan untuk membeli lagi suatu produk setelah sebelumnya konsumen tersebut pernah melakukan pembelian terhadap suatu produk di lokasitempat yang sama. Situasi kedua ini berada diantara situasi pertama dan ketiga dalam hal waktu yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan, informasi yang diperlukan, dan berbagai alternatif yang harus dipertimbangkan. Keputusan yang harus diambil dalam situasi kedua ini relatif lebih mudah daripada situasi yang pertama. Bila ada pembelian ulang produk, tantangan bagi pemasar adalah untuk mempertahankan bagian pasar. Situasi yang ideal tentu saja adalah untuk mendapatkan loyalitas konsumen dalam kadar yang tinggi. Bila suatu pembelian didasarkan kepada keterlibatan yang kuat, kemungkinan pergantian merek diminimumkan secara tajam. Ada tiga komponen yang menjadi faktor-faktor penunjang seseorang melakukan pembelian ulang, yaitu: 1. Kualitas produk dan layanan yang dihasilkan. 2. Cara memberikan layanan tersebut. 3. Hubungan antar pribadi yang terbentuk melalui layanan tersebut. Menurut Ferdinand 2002: 129 salah satu dimensi dari perilaku pembelian adalah niat membeli ulang. Berdasarkan teori-teori niat membeli ulang yang ada, beliau menyimpulkan bahwa niat beli ulang dapat dikenali atau didefinisikan melalui indikator-indikator sebagai berikut: 4. Niat tradisional : Niat ini menggambarkan perilaku seseorang yang berkeinginan untuk selalu membeli ulang produk yang telah dikonsumsi. 5. Niat Referensial : Niat ini menggambarkan perilaku seseorang yang cenderung mereferensikan produk yang sudah dibelinya agar juga dibeli orang lain. 6. Niat Preferensial : Niat ini menggambarkan perilaku seeorang yang selalu memiliki preferensi utama pada produk yang telah dikonsumsinya. Preferensi ini hanya dapat diganti apabila terjadi sesuatu dengan produk preferensinya. 7. Niat Eksploratif : Niat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk yang dilangganinya.

H. Retailing

1. Pengertian Retailing

Menurut Tjiptono 2002: 191, Retailing adalah semua kegiatan penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen ahkir untuk pemakaian pribadi dan rumah tangga, bukan untuk keperluan bisnis. Bila institusi pabrikan, wholesaler atau retail store menjual sesuatu kepada konsumen ahkir untuk pemakaian non-bisnis, maka berarti mereka telah melakukan penjualan eceran. Ada empat fungsi utama retailing, yaitu: a. Membeli dan menyimpan barang b. Memindahkan hak milik barang tersebut kepada konsumen ahkir c. Memberikan informasi mengenai sifat dasar dan pemakaian barang tersebut d. Memberikan kredit kepada konsumen dalam kasus tertentu Adapun yang dimaksud dengan retailer atau retail store adalah perusahaan yang fungsi utamanya menjual produk kepada konsumen ahkir untuk pemakaian pribadi dan rumah tangga. Penekanan pada fungsi utama tertentu ini menunjukkan bahwa retailer merupakan lembaga yang dapat berdiri sendiri. Pemanufaktur dan petani juga dapat bertindak sebagai retailer, namun fungsi utama mereka bukanlah menjual produk ke konsumen ahkir melainkan memproduksi suatu barang dan bertani. Pengecualian diberikan pada service retailing di mana retailer dalam hal ini juga adalah produsen.