19
B. Hasil Belajar
Hasil belajar diperoleh pada akhir proses pembelajaran dan berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang
telah diajarkan. Menurut Dimyati dan Mudjiono 2006, hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari
sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dari sisi siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar. Kemampuan siswa
dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang telah diajarkan dapat diketahui berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh guru. Salah satu upaya
mengukur hasil belajar siswa dilihat dari hasil belajar siswa itu sendiri. Bukti dari usaha yang dilakukan dalam proses belajar adalah hasil belajar yang
diukur melalui tes. Hasil belajar dalam penelitian ini ditentukan dengan nilai tes berupa
angka yang terdiri dari tes materi prasyarat dan tes prestasi belajar. Tes materi prasyarat diberikan sebelum materi disampaikan kepada siswa untuk
mengetahui kemampuan awal siswa, sedangkan tes prestasi belajar diberikan setelah secara keseluruhan materi dalam penelitian ini telah disampaikan.
Selain itu, dalam penelitian ini peneliti pun juga meneliti hasil belajar psikomotoris yaitu keaktifan siswa.
C. Keaktifan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, aktif adalah giat bekerja, berusaha, sedangkan keaktifan adalah suatu keadaan atau hal di
20 mana siswa dapat aktif. Dalam penelitian ini, keaktifan yang dimaksud adalah
keaktifan belajar siswa. Jadi yang dimaksud dengan keaktifan belajar siswa adalah suatu keadaan yang memungkinkan siswa aktif secara jasmani dan
rohani dalam suatu pembelajaran. Menurut Sriyono, dkk. 1992, keaktifan jasmani dan rohani tersebut
meliputi:
1. Keaktifan indera
Murid harus dirangsang agar dapat menggunakan alat inderanya sebaik mungkin.
2. Keaktifan akal
Akal anak-anak aktif atau diaktifkan untuk memecahkan masalah.
3. Keaktifan ingatan
Pada waktu mengajar anak harus aktif menerima bahan pengajaran yang disampaikan oleh guru dan menyimpannya dalam otak.
4. Keaktifan emosi
Anak hendaklah senantiasa mencintai pelajarannya. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran menurut Gagne dan Briggs dalam Martinis, 2007 adalah:
1. Memberikan dorongan atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka dapat berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
2. Menjelaskan tujuan instruksional kemampuan dasar kepada siswa. 3. Mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa.
21 4. Memberikan stimulus masalah, topik dan konsep yang akan dipelajari.
5. Memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya. 6. Memunculkan aktivitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
7. Memberi umpan balik feed back. 8. Melakukan tagihan-tagihan kepada siswa berupa tes, sehingga kemampuan
siswa selalu terpantau dan terukur. 9. Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pelajaran.
Dalam penelitian ini tingkat keaktifan siswa ditentukan dengan skor keaktifan berdasarkan pengamatan peneliti dan observer. Peneliti dan observer
menggunakan lembar pengamatan siswa.
D. Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Winataputra 2001, dalam Sugiyanto: 2010, model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi
para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang
berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai
22 pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi dan
memberi petunjuk kepada guru di kelas Agus Suprijono, 2009. Menurut Arends dalam Agus Suprijono, 2009, model pembelajaran
mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran,
lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Merujuk pemikiran Joyce dalam Agus Suprijono, 2009,
fungsi model adalah “each model guides us as we design instruction to help students achieve various objectives
”. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara
berpikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan sebagai suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran. Jadi, sebenarnya model pembelajaran memiliki arti yang hampir sama dengan pendekatan, strategi atau metode pembelajaran. Saat ini,
telah banyak dikembangkan berbagai macam model pembelajaran. Guru atau pendidik harus bisa menyesuaikan model pembelajaran yang cocok untuk
diterapkan pada proses belajar mengajar. Model yang dipilih diharapkan dapat mendukung pemahaman siswa, sehingga pemahaman mereka akan suatu
materi pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
23 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Pembelajaran kooperatif Cooperative Learning adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan
kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar Sugiyanto, 2010.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari
ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat Sugiyanto, 2010. Menurut Lie 2004,
dalam Sugiyanto : 2010, elemen-elemen pembelajaran kooperatif yang terkait adalah saling ketergantungan posistif, interaksi tatap muka, akuntabilitas
individual, dan keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau ketrampilan sosial yang secara sengaja diajarkan.
Sedangkan menurut Agus Suprijono 2009, pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar
pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran
kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Roger dan David Johnson dalam Agus Suprijono,2009 mengatakan
bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam pembelajaran
kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah Agus Suprijono, 2009:
24
1. Positive interdependence saling ketergantungan positif
Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang
ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.
2. Personal responsibility tanggung jawab perseorangan
Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan
kelompok. Tujuan
pembelajaran kooperatif
adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat.
Tanggungjawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya, setelah
mengikuti kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama.
3. Face to face promotive interaction interaksi promotif
Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri-ciri interaksi promotif adalah:
a. Saling membantu secara efektif dan efisien b. Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan
c. Memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien d. Saling mengingatkan
e. Saling membantu
dalam merumuskan
dan mengembangkan
argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi
25 f. Saling percaya
g. Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.
4. Interpersonal skill komunikasi antar anggota
Untuk mengkoordinasi kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan peserta didik harus:
a. Saling mengenal dan mempercayai b. Mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius
c. Saling menerima dan saling mendukung d. Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif
5. Group processing pemrosesan kelompok
Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan, kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan
kegiatan dari anggota kelompok. Siapa di antara anggota kelompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan pemrosesan
kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.
Adapun keuntungan penggunaan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut Sugiyanto, 2010.
1. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial. 2. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan,
informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan. 3. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
26 4. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan
komitmen. 5. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.
6. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa. 7. Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan
saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan. 8. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.
9. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif.
10. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasa lebih baik.
11. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama
dan orientasi tugas. Secara umum, model pembelajaran kooperatif mempunyai banyak
tipe. Berikut ini merupakan beberapa macam tipe dari model pembelajaran kooperatif.
1. Two Stay Two Stray TSTS
Model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray TSTS menekankan pada diskusi kelompok, diskusi antar kelompok dan diskusi kelas.
Langkah-langkah pembelajarannya adalah Tukiran, 2011: a. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok heterogen. Setiap
kelompok terdiri atas 4-5 siswa
27 b. Siswa mendiskusikan masalah dalam kelompok
c. Dua orang anggota kelompok berkunjung ke kelompok lain untuk mengetahui hasil diskusi kelompok lain, sedangkan sisanya tetap
tinggal di dalam kelompok untuk menerima kunjungan dari kelompok lain
d. Siswa yang bertamu kembali ke kelompok masing-masing untuk menyampaikan hasil kunjungannya kepada teman yang tetap berada
dalam kelompok e. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya di
depan kelas
2. Team Assisted Individualization TAI
Tipe pembelajaran TAI merupakan kolaborasi antara model pembelajaran individual dengan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran
kooperatif tipe TAI memiliki 8 delapan komponen Agus Suprijono, 2009, yaitu:
a. Teams yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 sampai 6 siswa.
b. Placement test yakni pemberian pre-tes kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa
dalam bidang tertentu. c. Student creative yaitu melaksanakan tugas dalam suatu kelompok
dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.
28 d. Team study yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan
oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkannya.
e. Team scores and team recognition yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap
kelompok yang berhasil secara cemerang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.
f. Teaching group yakni pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok.
g. Facts test yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.
h. Whole class units yaitu pemberian materi oleh guru kembali di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.
3. TGT Team Game Tournament
Kinerja siswa dalam pembelajaran dengan tipe ini tidak dinilai dengan kuis individual, tetapi dengan turnamen perbaikan akademik. Siswa
mewakili timnya berlomba dengan anggota tim lain yang setara kinerja akademiknya berdasarkan hasil penelitian yang lalu. Siswa dari seluruh
tingkat kinerja pada tiap kelompok mempunyai peluang yang sama untuk menyumbang poin bagi timnya jika mereka berbuat yang terbaik. Ada 5
komponen utama dalam TGT Huda, 2011, yaitu:
29 a. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas.
b. Kelompok team Kelompok biasanya terdiri atas 4-5 orang.
c. Game Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk
menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-
pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa
yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapatkan skor. d. Turnamen
Untuk memulai turnamen masing-masing peserta mengambil nomor undian. Siswa yang mendapatkan nomor terbesar sebagai reader 1,
terbesar kedua sebagai chalennger 1, terbesar ketiga sebagai chalenger 2, terbesar keempat sebagai chalenger 3. Dan kalau jumlah peserta
dalam kelompok itu lima orang maka yang mendapatkan nomor terendah sebagai reader 2. Reader 1 tugasnya membaca soal dan
menjawab soal pada kesempatan yang pertama. Chalenger 1 tugasnya menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 apabila menurut
chalenger 1 jawaban reader 1 salah. Chalenger 2 tugasnya adalah menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 tadi apabila jawaban
30 reader 1 dan chalenger 1 menurut chalenger 2 salah. Chalenger 3
tugasnya adalah menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 apabila jawaban reader 1, chalenger 1, chalenger 2 menurut chalenger 3
salah. Reader 2 tugasnya adalah membacakan kunci jawaban . Permainan dilanjutkan pada soal nomor dua. Posisi peserta berubah
searah jarum jam. Yang tadi menjadi chalenger 1 sekarang menjadi reader 1, chalenger 2 menjadi chalenger 1, challenger 3 menjadi
chalenger 2, reader 2 menjadi chalenger 3 dan reader 1 menjadi reader 2. Hal itu terus dilakukan sebanyak jumlah soal yang
disediakan guru.
4. Student Team Achievement Division STAD
STAD merupakan metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. STAD menekankan pada tanggung jawab kelompok untuk meyakinkan
bahwa anggotanya telah memahami 100 pembelajaran yang telah disampaikan oleh guru secara klasikal pada waktu awal. Langkah-langkah
yang dilakukan pada tipe pembelajaran kooperatif STAD antara lain Huda, 2011:
a. Penyampaian materi Pada awal pembelajaran STAD, guru menerangkan materi secara
klasikal kepada seluruh siswa. Hal ini untuk menyamakan persepsi di antara siswa. Setelah penyampaian materi guru dapat memberikan soal
pre tes kepada masing-masing siswa.
31 b. Membagi kelompok
Setelah penyampaian materi dilakukan, langkah selanjutnya adalah membagi kelompok. Kelompok yang dibentuk diusahakan heterogen
dengan latar belakang sosial, prestasi serta kemampuan belajar yang berbeda dalam setiap kelompoknya.
c. Belajar kelompok Setelah kelompok terbentuk maka selanjutnya setiap kelompok
kembali membahas apa yang telah disampaikan oleh guru di awal kelas. Guru menekankan kepada siswa untuk tidak menghentikan
diskusi di dalam kelompok sebelum para anggotanya yakin dapat mampu menjawab seluruh pertanyaan atau kuis yang nanti akan
diajukan. d. Kuis
Guru memberikan kuis secara individual kepada para siswa. Materi kuis merupakan materi yang telah disampaikan oleh guru pada awal
pembelajaran. Dalam kuis ini siswa tidak diperkenankan untuk bekerja sama dengan anggota kelompoknya. Tujuan dari kuis ini antara lain
untuk meningkatkan rasa tanggung jawab serta kepedulian para siswa terhadap anggota kelompok yang lain. Siswa juga akan menyadari
pentingnya kontribusi dari setiap anggota dalam kelompok dalam keberhasilan menyerap materi pelajaran.
e. Pemberian skor peningkatan inividu
32 Hasil dari kuis tersebut dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan
pembelajaran kooperatif melalui model STAD. Hasil yang optimal adalah ketika suatu kelompok mendapatkan skor yang lebih baik
daripada skor pre tes. f. Penghargaan kelompok
Kelompok dengan kerjasama yang baik akan memiliki skor nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan skor sebelumnya. Penghargaan
diberikan oleh guru kepada masing-masing siswa dalam kelempok tersebut untuk menunjukan bahwa pentingnya kerja sama di antara
siswa untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Masih banyak lagi macam-macam tipe yang lain, namun dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray TSTS.
E. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray TSTS
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray TSTS dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992. Teknik ini bisa digunakan dalam
semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Model yang sering disebut Dua Tinggal Dua Bertamu ini merupakan pembelajaran yang
memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya. Hal ini dilakukan dengan cara saling
mengunjungi bertamu antar kelompok untuk berbagi informasi Anita Lie, 2008.
33 Pembelajaran model Two Stay Two Stray adalah dengan cara siswa
berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok lain. Sintaknya adalah kerja kelompok, dua siswa bertamu ke kelompok lain dan dua siswa
lainnya tetap di kelompoknya untuk menerima dua orang dari kelompok lain, kerja kelompok, kembali ke kelompok asal, kerja kelompok, dan laporan
kelompok Suyatno, 2009. Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut Tukiran,
2011. 1. Guru menyampaikan materi pelajaran atau permasalahan kepada siswa
sesuai dengan kompetensi dasar yang akan dicapai. 2. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5
orang siswa secara heterogen dengan kemampuan berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah maupun jenis kelamin.
3. Guru memberikan Lembar Kerja Siswa LKS atau tugas untuk dibahas dalam kelompok.
4. Siswa 2-3 orang dari tiap kelompok berkunjung ke kelompok lain untuk mengetahui hasil pembahasan LKS atau tugas dari kelompok lain, dan sisa
kelompok tetap di kelompoknya untuk menerima siswa yang bertamu ke kelompoknya.
5. Siswa yang bertamu kembali ke kelompoknya masing-masing dan menyampaikan hasil kunjungannya kepada teman yang tetap berada dalam
kelompok. Hasil kunjungan dibahas bersama dan dicatat.
34 6. Hasil diskusi kelompok dikumpulkan dan masing-masing kelompok
mempresentasikan jawaban mereka, kelompok lain memberikan tanggapan atau pertanyaan.
7. Guru memberikan klarifikasi terhadap jawaban yang benar. 8. Guru membimbing siswa merangkum pelajaran.
Seperti kita ketahui, setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari model pembelajaran Two Stay Two Stray
Susanti, 2009 adalah: 1. Dapat diterapkan pada semua kelas tingkatan
2. Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna 3. Lebih berorientasi pada keaktifan
4. Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran ini Susanti, 2009
adalah: 1. Membutuhkan waktu yang lama.
2. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok. 3. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan materi, dana dan tenaga.
4. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas. Perbandingan model pembelajaran kooperatif TSTS dengan model
pembelajaran kooperatif lain seperti Team Assited Individualizatiori TAI, Team Games Tournament TGT dan Students Team Achievement Division
STAD dapat dilihat dari berbagai sisi.
35
Tabel 2.1 Perbandingan model pembelajaran kooperatif TSTS dengan beberapa model pembelajaran kooperatif lain TSTS
TAI TGT
STAD
Siswa ditempatkan dalam tim- tim belajar beranggotakan 4
siswa yang heterogen. Siswa ditempatkan dalam tim-tim
belajar beranggotakan 4-5 siswa yang
heterogen. Adanya
penghargaan dari hasil penilaian. Siswa ditempatkan dalam
tim-tim belajar
beranggotakan 4-5 siswa. Siswa melakukan permainan
dengan tim
lain untuk
memperoleh skor tambahan bagi timnya.
Tim-tim belajar heterogen beranggota 4-5 orang
Komponen-komponen TSTS
yaitu: materi, kelompok teams, pembagian
permasalahan, mendiskusikan
permasalahan kerja
kelompok, presentasi
kelas, penghargaan kelompok. Komponen-komponen TAI yaitu:
kelompok teams, tes penempatan placement test, materi, kurikulum,
kelompok belajar, penilaian dan pengakuan tim, mengajar kelompok,
tes fakta, mengajar seluruh kelas. Komponen-komponen TGT
yaitu: materi,
kelompok teams, game, turnamen,
penghargaan kelompok. Komponen-komponen
STAD yaitu: presentasi
kelas, kelompok teams, kuis,
skor kemajuan
individual, penghargaan
kelompok.
Kelebihan: mudah
dipecah menjadi
berpasangan, lebih
Kelebihan: meminimalisir
keterlibatan guru
dalam Kelebihan:
memotivasi siswa
karena belajar
Kelebihan: mendorong
siswa berdiskusi, saling
36 banyak ide muncul, lebih banyak
tugas yang bisa dilakukan dan guru mudah memonitor.
pemeriksaan dan pengelolaan tim. Siswa
akan termotivasi
untuk mempelajari materi dengan cepat
dan akurat,
dapat mengecek
pekerjaan satu
sama lain,
mengurangi perilaku mengganggu, konflik
antar pribadi
dan menimbulkan sikap positif, siswa
yang berkemampuan lemah akan terbantu.
dikombinasikan dengan
game menggunakan
permainan dan siswa dilatih untuk bekerjasama.
bantu menyelesaikan tugas, menguasai
dan pada
akhirnya menerapkan
keterampilan yang
diberikan.
Kekurangan: Membutuhkan
lebih banyak waktu, kurang kesempatan
untuk kontribusi
individu, dan siswa mudah melepaskan diri dari keterlibatan
dan tidak
memperhatikan permasalahannya.
Kekurangan: dalam penerapannya membutuhkan manajemen waktu
yang baik. Kesempatan individu mendominasi.
Kekurangan: dalam
penerapannya membutuhkan manajemen
waktu yang
baik. Kekurangan:
dalam penerapannya
membutuhkan manajemen waktu yang baik. Mengacu
pada belajar
kelompok sehingga
kurangnya kesempatan untuk individu
Sugiyanto, 2010
37
A. Relasi dan Fungsi