Cara mengajar guru dalam Pembelajaran Sejarah Kesimpulan

139

7. Evaluasi terhadap Keterampilan Berpikir

Di bawah ini diuraikan mengenai pandangan guru mengenai cara evaluasi yang digunakan dalam mengembangkan keterampilan berpikir siswa. Selanjutnya, akan terlihat pada tabel 3.26 di bawah ini: Tabel 3.26 Evaluasi terhadap Keterampilan Berpikir Jumlah siswa a. Tidak perlu diadakan evaluasi b. Diamati secara langsung selama proses pembelajaran berlangsung c. Dilakukan secara pre test dan post test d. Dilakukan pengtamatan selama pembelajaran berlangsung, dan melaksanakan pre test dan post test - 2 1 2 Jumlah 5 Terlihat pada tabel 3.26 pandangan guru terhadap evaluasi keterampilan berpikir cukup beragam, namun secara umum menunjukkan hal yang positif, di mana evaluasi terhadap pembelajaran sejarah dalam meningkatkan keterampilan berpikir, dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan pada akhir pembelajaran. Di sisi lain, pemahaman mengenai tujuan mengajar guru, tidak disesuaikan dengan tujuan pengajaran sejarah, yaitu membekali siswa untuk menjadi warga negara yang baik dan mengembangkan keterampilan berpikir dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

8. Cara mengajar guru dalam Pembelajaran Sejarah

Untuk mengetahui cara guru mengajar, maka digambarkan pendapat siswa mengenai kinerja guru di kelas. 140 Tabel 3.27 Cara mengajar guru dalam Pembelajaran Sejarah Jumlah Siswa a. Guru jarang menjelaskan materi b. Guru menjelaskan teori dan materinya saja c. Guru terlalu banyak memberikan contoh, sehingga membingungkan siswa d. Guru memperlihatkan gambar, tabel atau bagan untuk mendorong rasa ingin tahu dan menjelaskan teori dan menghubungkannya dengan contoh yang relevan pada masa kini 9 72 8 21 Jumlah 110 Dari tabel 3.27 di atas, diperoleh suatu kenyataan bahwa pembelajaran sejarah merupakan pembelajaran yang kurang menyenangkan karena guru hanya menjelaskan teori dan materinya saja. Usaha dari guru untuk menjelaskan teori dan menghubungkannya dengan contoh yang relevan pada masa kini sudah tampak, namun hanya dilakukan oleh beberapa orang guru saja.

9. Pemanfaatan Sumber Belajar dalam Pembelajaran Sejarah

Dalam pembelajaran sejarah, yang tidak kalah penting peranannya adalah pemanfaatan sumber belajar. Tabel 3.28 Pemanfaatan Sumber Belajar dalam Pembelajaran Sejarah Jumlah Siswa a. Buku, papan tulis, dan penjelasan dari guru b. Media gambar, lukisan, peta , lingkungan sekitar c. Media cetak surat kabar, majalah, buku paket, artikel d. Media elektronik TV, OHP, infokus, CD interaktif, multimedia 50 42 - 18 Jumlah 110 Dari tabel 3.28 di atas, pada pemanfaatan media, guru juga hanya mengandalkan buku dan papan tulis. Penggunaan media cetak, media gambar dan elektronik merupakan hal yang jarang dilakukan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan sumber belajar, sarana dan prasarana juga media pembelajaran, 141 padahal penggunaan sumber dan media pembelajaran dapat menggunakan dengan sumber dan media yang sederhana sekalipun. Hal terpenting adalah, siswa dapat mengambil hikmah dan nilai-nilai positif pembelajaran sejarah berdasarkan pembelajaran yang telah dilakukannya. Dengan demikian, kinerja guru perlu ditingkatkan, sesuai dengan kebutuhan siswa.

d. Kondisi dan Pemanfaatan Sarana, Fasilitas dan Lingkungan

Dari penelitian pra survei yang telah dilakukan, kondisi SMA yang berada di Kecamatan Rangkasbitung, secara umum memenuhi syarat minimal sebagai suatu pusat pendidikan. Maksud dari pernyataan tersebut yaitu setiap sekolah memiliki ruang-ruang kelas, ruang kepala sekolah, ruang guru, kamar kecil dan halaman tempat dilakukannya aktivitas di luar kelas. Hampir semua SMA yang ada di Kecamatan Rangkasbitung memiliki fasilitas lain, seperti laboratorium, tempat ibadah dan perpustakaan yang terpisah dengan ruangan lainnya. Dilihat dari sarana yang tersedia, SMA yang dijadikan sebagai sampel penelitian merupakan lingkungan yang cukup baik, karena relatif aman, berada di lingkungan sekolah-sekolah lainnya, dan jauh dari keramaian, sehingga suasana belajar yang tenang cukup terpenuhi. Selain itu, SMA PGRI tempat dilakukan ujicoba terbatas model inkuiri adalah salah satu sekolah yang termasuk ke dalam sekolah yang memiliki syarat minimal sebagai suatu pusat pendidikan. Kelengkapan sarana sangat memadai, di mana setiap jenjang kelas menempati satu ruang kelas masing-masing. Persoalan mulai tampak pada fasilitas yang ada, yaitu ketika guru menyatakan kesulitan dalam pembelajaran di kelas. Fasilitas ini mencakup 142 fasilitas umum dan fasilitas khusus. Fasilitas umum yang tersedia pada SMA ini diantaranya adalah papan tulis dalam hal ini white board dan perlengkapan belajar untuk siswa buku, catatan dan perlengkapannya. Fasilitas umum yang menjadi kendala adalah buku pegangan siswa. Hal ini disebabkan karena terbatasnya buku sumber yang dimiliki siswa. Keterbatasan ini disebabkan karena pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, siswa tidak harus memiliki dan membeli buku pegangan siswa. Keadaan ini merupakan salah satu kendala yang ada dalam implementasi pembelajaran, sebab akan menghambat proses pembelajaran sejarah di kelas. Beberapa buku sumber sejarah kelas X seharusnya disediakan oleh pihak sekolah, tetapi buku yang tersedia di perpustakaan pun sudah tidak sesuai lagi dengan kurikulum yang diterapkan sekarang, karena standar kompetensi SK, kompetensi dasar KD dan materi pokok bahasan yang ada di dalam buku tersebut berbeda cukup jauh dengan pembahasan yang ada dalam buku sumber yang digunakan pada kurikulum KTSP. Dengan demikian, untuk mengatasi persoalan tersebut, diperlukan adanya strategi. Strategi yang digunakan guru adalah dengan cara membagi kelas ke dalam beberapa kelompok diskusi. Masing-masing kelompok, minimal memiliki satu buah buku paket pegangan siswa sebagai dasar untuk sumber belajar, sedangkan sumber lainnya dapat diperoleh dengan cara mencari informasi dari media cetak, maupun dengan mengadakan browsing di internet, sesuai dengan materi yang akan dibahas. Dilihat dari fasilitas khusus, berupa media pembelajaran, juga mengalami hambatan. Media yang tersedia di perpustakaan, seperti peta, atlas, globe, koran, majalah, dan buku sumber lainnya yang berhubungan dengan pembelajaran 143 sejarah, terlihat tidak terawat. Guru menyatakan jarang menggunakan media karena keterbatasan waktu, keadaan ini dapat diatasi dengan menggunakan media berupa bagan atau tabel materi. Media berupa tabel atau bagan materi dapat dipersiapkan oleh guru, media peta pun dapat dibuat oleh siswa untuk mempermudah pembelajaran. Tabel atau bagan model pembelajaran inkuiri dan beberapa gambar atau informasi dari berbagai media, dapat membantu guru dalam mengimplementasikan pembelajaran sejarah, dikaitkan dengan contoh-contoh yang dekat dengan lingkungan siswa, sehingga menunjang kinerja guru dan proses belajar mengajar. Untuk aspek lingkungan, cenderung kepada peranan kepala sekolah terhadap perbaikan kualitas pembelajaran di lingkungan sekolahnya. Kepedulian dan peranan kepala sekolah di SMA PGRI, tempat dilakukannya uji coba terbatas dapat berlangsung cukup baik, karena karena kepala SMA selalu memberikan dorongan dan motivasi, serta arahan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Adanya peranan kepala sekolah berupa dorongan dan motivasi kepada guru-guru, merupakan salah satu indikator yang menunjang keberhasilan implementasi dan pengembangan model pengembangan pembelajaran inkuiri.

2. Kesimpulan

Dengan mengetahui temuan dan data dari hasil angket yang telah disebarkan kepada guru maupun siswa, dapat dilihat bahwa pembelajaran sejarah di SMA dipengaruhi oleh 4 aspek, yaitu 1 perencanaan pembelajaran sejarah yang sedang berlangsung, 2 aktivitas belajar siswa, 3 kemampuan dan kinerja guru serta 4 kondisi dan pemanfaatan saran, fasilitas dan lingkungan. 144 Pada dasarnya sudah ada kemungkinan untuk dikembangkannya model inkuri dilihat dari 4 aspek tersebut. Misalnya dilihat dari pemahaman mengenai tugas mengajar dan pembelajaran sejarah. Dari 5 orang responden, 2 orang menjawab bahwa mengajar memerlukan keahlian khusus, hanya mampu dilakukan oleh orang yang memiliki latar belakang pendidikan keguruan dan memiliki sertifikat sebagai pendidik. Selain itu, melihat temuan tentang tujuan pembelajaran sejarah, dua orang guru berpandangan bukan hanya menjejali mereka dengan setumpuk materi saja, tetapi juga untuk membekali siswa agar menjadi warga negara yang baik dan mengembangkan keterampilan berpikir dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Artinya, pada dasarnya guru sudah memahami bahwa pembelajaran sejarah adalah untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Oleh karena itu, perlu pemahaman yang baik mengenai pembelajaran sejarah agar menjadi pembelajaran yang bermakna bagi kehidupan siswa. Salah satu caranya adalah dengan mendorong rasa ingin tahu dan menjelaskan teori dan menghubungkannya dengan contoh yang relevan pada masa kinilingkungan sekitar siswa. Kaitannya dengan keterampilan berpikir, dua orang guru memberikan jawaban mengenai pentingnya menanamkan keterampilan berpikir sebagai tujuan yang harus dicapai dalam pelajaran sejarah di SMA. Pada kenyataannya, pembelajaran, yang berhubungan dengan cara mengajar guru, sumber belajar dan media yang digunakan tidak sesuai dengan apa yang dikemukakan guru mengenai pentingnya menanamkan keterampilan berpikir. Ini dibuktikan dengan 51 orang siswa yang menjawab pembelajaran sejarah merupakan pembelajaran yang 145 kurang menyenangkan karena guru lebih banyak menerangkan dan siswa hanya mendengarkan. Pemanfaatan sumber dan media belajar di kelas sangat minim, dengan alasan keterbatasan alokasi waktu. Umumnya, siswa berpendapat bahwa guru hanya menggunakan model pembelajaran yang tradisional, yakni ceramah, dengan menggunakan sumber seadanya. Dengan alasan seperti itu, maka memperlihatkan kurangnya pemahaman dan aplikasi guru mengenai kinerjanya baik dalam pengembangan rencana pembelajaran, maupun dalam implementasi kurikulum pembelajaran sejarah di kelas. Pengalaman mengajar lebih dari 10 tahun, merupakan model penting dalam melakukan pembelajaran sejarah di kelas, namun pengalaman dan pelatihan yang pernah diikuti ternyata juga masih menunjukkan adanya kekurangan dalam kinerja guru. Kekurangan ini dapat diperkecil dengan adanya kemauan dan keterbukaan dari guru untuk mengadakan perubahan dalam pembelajaran ke arah yang lebih baik. Di sini, guru bersedia untuk membuka diri, menerima dan melakukan perubahan yang bersifat positif dalam pembelajaran sejarah di SMA. Hal ini mengindikasikan adanya kemungkinan untuk memperkenalkan, menerapkan dan mengembangkan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran sejarah untuk meningkatkan keterampilan berpikir. Berdasarkan temuan-temuan dari hasil pra survey kondisi pembelajaran sejarah di SMA di Kecamatan Rangkasbitung, terdapat kekuatan dan kelemahan. Kekuatan terletak pada: 1 Keadaan guru-guru IPS hampir semua berlatar belakang pendidikan Sarjana S1, di dukung oleh pengalaman mengajar yang 146 relatif lama yang rata-rata lebih dari 10 tahun. Hal tersebut ditunjang juga dengan penataran maupun pelatihan baik dalam bidang kurikulum, maupun penggunaan media dan model-model pembelajaran baik itu model pembelajaran umum maupun khusus model pembelajaran sejarah. Keadaan guru ini merupakan potensi yang cukup besar untuk dapat mengembangkan pembelajaran sejarah ke arah yang lebih baik. 2. Sarana prasarana yang cukup lengkap untuk mengembangkan pembelajaran sejarah, kondisi kelas dan perpustakaan yang rata-rata cukup memadai. 3. Kondisi sosial dan psikologi yang cukup menunjang. Menurut Sanjaya 2008:197 kondisi tersebut merupakan faktor pendukung terhadap keberhasilan pembelajaran. Kelemahannya yaitu; 1 Pembuatan rencana pembelajaran yang masih mengadopsi dari RPP yang sudah ada. Kondisi ini mengakibatkan ketidaksesuaian rencana dengan kebutuhan siswa sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai, padahal perencanaan pembelajaran merupakan proses pembuatan keputusan hasil berpikir secara rasional seorang guru tentang sasaran dan tujuan pembelajaran, yang produk akhirnya berupa dokumen yang dijadikan sebagai acuan pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran Sanjaya,2008:28. 2. Keterbatasan buku sumber mata pelajaran sejarah dan media di beberapa sekolah merupakan suatu hambatan, sehingga diperlukan kejelian dan kreativitas guru untuk membuat pelajaran sejarah menjadi menyenangkan dan bermakna bagi siswa dengan mencari buku sumber lain dan media yang mendukung bagi proses pembelajaran. 3 Alokasi waktu yang sangat terbatas, yang membutuhkan strategi guru untuk memberdayakan siswa agar memiliki pengetahuan awal sebelum 147 pembelajaran dimulai. 4 Pelaksanaan pembelajaran yang yang terjadi berdasarkan seluruh sampel yang diteliti, hampir semuanya menunjukkan pola pembelajarannya mengarah kepada pembelajaran yang dominasi metode ceramah dan berpusat kepada guru. Temuan penelitian ini sesuai dengan temuan hasil penelitian Syaodih 2007:8 bahwa implementasi materi IPS di sekolah saat ini ; 1lebih menekankan aspek pengetahuan, 2berpusat pada guru, 3 mengarahkan bahan berupa informasi yang tidak mengembangkan berpikir nilai serta 4 hanya membentuk budaya menghapal dan bukan berpikir kritis. Hasil tersebut didukung oleh pendapat Supriatna 2007:76, yang mengemukakan bahwa selama ini pengajaran di sekolah masih menggunakan pendekatan tradisional, seperti ceramah, dan lebih menekankan pada aspek-aspek kognitif tingkat rendah. Pelaksanaan pembelajaran sejarah yang tergambar di atas cenderung mengakibatkan pencapaian hasil hanya berkisar pada domain kognitif tingkat rendah atau berpikir tahap rendah, sehingga siswa tidak tertantang untuk berpikir, sehingga keterampilan berpikir siswa kurang berkembang. Kondisi ini sangat bertentangan dengan salah satu ciri KTSP yaitu berbasis kompetensi yang mengarahkan para siswa agar mampu berpikir tahap tinggi Sukmadinata 2009, dan tuntutan untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang harus dijawab dan diemban oleh pendidikan ilmu-ilmu sosial di masa mendatang Hasan,1996:13. Dengan mempertimbangkan unsur kekuatan yang dimiliki dari kondisi pembelajaran sejarah, khususnya untuk tingkat SMA di Kecamatan Rangkasbitung, maka dikembangkan model pembelajaran inkuiri namun tetap 148 memperhatikan keterbatasan pada masing-masing aspek yang berpengaruh untuk pengembangan model inkuiri ini. Model pembelajaran inkuiri ini diharapkan dapat dijadikan alternatif dalam memperbaiki kelemahan pembelajaran sejarah, sehingga dapat mengajak siswa melakukan berbagai interpretasi secara mandiri sebagai dasar pengembangan pembelajaran, atau untuk melakukan penafsiran kritis terhadap peristiwa sejarah yang beragam untuk memahami masalah sehari-hari. Ini sesuai dengan salah satu prinsip dalam KTSP, yaitu berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Artinya, sekolah tidak hanya berkewajiban untuk memelihara nilai-nilai di masyarakat, tetapi juga harus memberikan keaktifan kepada siswa secara kritis dalam menghadapi masalah-masalah sosial yang timbul.

H. Penyusunan Pengembangan Draft Awal Model Pembelajaran Inkuiri

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan pada penelitian pra survey, salah satu aspek yang kurang mendapat perhatian dalam pengembangan pembelajaran sejarah di SMA adalah pengembangan keterampilan berpikir. Proses pembelajaran pada studi pendahuluan adalah munculnya gejala kecenderungan pengelolaan pembelajaran lebih berorientasi pada proses menghapal materi pelajaran dan siswa hanya sebagai objek yang pasif. Artinya, dalam setiap kegiatan pembelajaran, guru memandang siswa sebagai objek yang harus diisi dengan berbagai informasi. Berdasarkan hasil penelitian pra survei, maka kegiatan selanjutnya adalah penyusunan draf awal model pembelajaran yang terdiri atas tiga tahapan, yaitu: