Bencana dan tinjauan terhadap pembelanjaan publik
Kotak 6 Bencana dan tinjauan terhadap pembelanjaan publik
Kajian belanja publik (public expenditure reviews/PERs) Bank Dunia bertujuan untuk memberi masukan bagi keputusan-keputusan menyangkut belanja publik, dengan meneliti alasan-alasan yang mendasari keputusan- keputusan belanja publik di masa lalu, termasuk implikasinya bagi kaum miskin, serta menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah-pemerintah mengenai komposisi dan, sampai tingkat tertentu, seberapa
Catatan Panduan 4 Catatan Panduan 4
Di negara-negara rawan bencana, proses penyusunan PERs harus disertai dengan analisis dampak bencana terhadap anggaran secara umum dan tanggung jawab keuangan terkait. Bencana dapat menimbulkan tekanan anggaran yang besar, mengurangi pemasukan yang diproyeksikan dan menguras sumber-sumber daya yang tersisa, dengan implikasi jangka panjang yang lebih luas bagi pembangunan maupun hambatan-hambatan jangka pendek dalam hal sumber daya. Dampak fiskal suatu bencana dapat menjadi sangat parah di negara- negara berpendapatan rendah yang menghadapi masalah-masalah tata pemerintahan dan manajemen fiskal
serta moneter yang buruk. 6 PERs harus secara eksplisit mempertimbangkan: Bagaimana kegiatan-kegiatan bantuan kemanusiaan dan rekonstruksi pascabencana terdahulu telah didanai
dan bagaimana konsekuensi-konsekuensi lebih lanjutnya terhadap sasaran-sasaran pemasukan dan belanja secara umum, peminjaman yang dilakukan masyarakat dan - karena bencana biasanya mengakibatkan realokasi sumber daya secara besar-besaran - belanja yang telah direncanakan sebelumnya.
Apakah tingkat belanja publik dalam bidang pengurangan risiko yang ada sudah layak dibandingkan
dengan tingkat risiko yang dihadapi, keuntungan ekonomis dan sosial yang akan didapat dari pengurangan risiko dan dari segi tanggung jawab serta kewajiban pemerintah yang wajar.
Apakah strategi-strategi manajemen keuangan risiko bencana sudah memadai dan efisien. Bila belanja
pascabencana terjadi setiap tahun secara rutin, pemerintah harus secara khusus mengalokasikan dana bencana. Untuk mendukung pembiayaan program-program rekonstruksi berskala besar, pemerintah perlu lebih memanfaatkan penggunaan perangkat-perangkat pengalihan risiko.
Kajian sektoral. Berbagai kajian sektoral dapat dilakukan atau pun dirujuk (misalnya dalam bidang pertanian, transportasi, pendidikan, kesehatan maupun usaha kecil dan menengah). Sekali lagi, kajian-kajian ini harus disertai penilaian risiko bencana, termasuk analisis dampak bencana di masa lalu, kerentanan infrastruktur sosial dan fisik, serta implikasi risiko bencana terhadap pembaruan dan perubahan-perubahan struktural yang tengah dijalankan. Kajian-kajian ini juga harus menjelaskan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko, termasuk penyesuaian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan lain yang direncanakan – misalnya, untuk menjamin agar rata-rata hasil produksi pertanian yang lebih tinggi tidak diikuti dengan fluktuasi lebih tinggi pada hasil panen
tahunan, yang mencerminkan meningkatnya kerentanan terhadap ketidakkonsistenan iklim. 7 Beberapa lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan juga menggunakan daftar-daftar uji untuk
memastikan bahwa kajian latar belakang yang mereka lakukan telah mencakup isu-isu khusus tertentu. Daftar uji ini sebaiknya juga mencantumkan pertimbangan-pertimbangan kebencanaan.
Setelah menyelesaikan Langkah 1, jika suatu negara diketahui menghadapi risiko bencana yang signifikan, komposisi tim penyusun program dan kelompok-kelompok penasihat internal terkait harus ditinjau untuk memastikan agar mereka memiliki tenaga-tenaga ahli bencana yang mumpuni. Langkah-langkah berikutnya dalam penyusunan program di tingkat negara juga harus memperhitungkan risiko bencana, sebagaimana dijelaskan di bawah ini.
Langkah 2. Mengkaji tantangan-tantangan utama dalam pembangunan
Pertimbangkan konteks risiko bencana suatu negara dalam menjelaskan dan menganalisis situasi negara tersebut pada saat ini dan perkiraan tingkat pembangunan jangka menengah dan jangka panjangnya. Pengkajian ini harus mempertimbangkan apakah bahaya dan kerentanan yang terkait itu sendiri akan menjadi tantangan pembangunan yang utama serta apakah kedua hal ini menjadi faktor di balik tantangan-tantangan besar lainnya (misalnya, angka kemiskinan yang tinggi, ketidakstabilan ekonomi makro atau keuangan, tata pemerintahan yang lemah, kekompetitifan yang rendah atau manajemen lingkungan yang lemah). Pengkajian ini juga harus menelaah implikasi-implikasi risiko bencana terhadap pencapaian prioritas-prioritas utama lembaga-lembaga pembangunan itu sendiri (misalnya, penanggulangan kemiskinan dan pembangunan yang berkelanjutan).
6 Untuk diskusi lebih lengkap mengenai hal ini, lihat Benson, C. and Clay, E.J., Understanding the Economic and Financial Impacts of Natural Disasters. Disaster Risk Management Series No. 4. Washington, DC: World Bank, 2004. Dapat diakses di: http://www-wds.worldbank.org/servlet/WDS_IBank_Servlet?pcont=details&eid=000012009_20040420135752
7 Lihat UNDP dan UN-ISDR (2006) untuk pembahasan lebih lanjut.
62 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Langkah 3. Mengkaji pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dari kerjasama pembangunan terda- hulu
Kaji dampak kejadian bencana di masa lalu terhadap kinerja portofolio, bagaimana dampak-dampak ini sebenarnya dapat dikurangi, apakah perhatian yang diberikan terhadap risiko bencana dalam strategi tingkat negara yang ada sudah memadai dan apakah peluang untuk memanfaatkan situasi pascabencana untuk mengurangi risiko di masa depan telah sepenuhnya digunakan, dalam ruang lingkup manuver yang diijinkan strategi. Kajian ini juga harus mempertimbangkan apakah keberlanjutan pencapaian pembangunan lembaga potensial terancam oleh kejadian bencana di masa depan (misalnya, akibat kerusakan infrastruktur atau runtuhnya penghidupan). Kajian ini harus dapat memetik pelajaran dari pengalaman lembaga-lembaga lain yang bergerak dalam bidang pembangunan dan pemerintah, serta dari pengalamannya sendiri.
Penyiapan strategi di tingkat negara Langkah 4. Menentukan tujuan-tujuan dan strategi-strategi program di tingkat negara
Pertimbangkan pengurangan risiko bencana sebagai bidang kerjasama utama yang potensial atau tema lintas bidang berdasarkan analisis terhadap tantangan-tantangan dan tujuan-tujuan pembangunan yang menjadi prioritas, pelajaran-pelajaran dari kerjasama di masa lalu, keunggulan komparatif dari lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan (termasuk keahlian teknis dan pengalaman bekerja di tingkat negara) dan rencana pemerintah sendiri sehubungan dengan pengurangan risiko bencana.
Mengingat luasnya lingkup permasalahan yang dihadapi oleh banyak negara berkembang, pengurangan risiko bencana kemungkinan besar tidak akan sering muncul sebagai bidang yang mendapat prioritas utama, kecuali di negara-negara kecil yang baru saja pulih dari kejadian-kejadian bencana yang baru saja menimpa (lihat Kotak
7) dan mendapat program dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memiliki spesialisasi, misalnya, pada ketahanan pangan dan penghidupan. Bagi lembaga yang lebih besar, bahkan kalau pun pengurangan risiko bencana dimasukkan sebagai sebagai salah satu unsur di dalam perencanaan mereka di tingkat negara, pendekatan yang digunakan akan ditentukan oleh prioritas-prioritas dan penekanan yang lain (lihat Kotak 8). Pada kasus lain, pengurangan risiko bencana dapat menjadi tema lintas bidang yang diulas di semua sektor dan proyek untuk mendukung pencapaian tujuan-tujuan pokok lainnya seperti misalnya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kehidupan serta perlindungan terhadap kelompok-kelompok rentan.