Pengkajian Lingkungan

Pengkajian Lingkungan

Catatan Panduan 7

Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang disusun bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyempurnakan alat-alat perancangan program, penilaian dan evaluasi proyek mereka dalam rangka mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam program-program pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Perangkat ini juga berguna bagi para pemangku kepentingan yang bekerja dalam program-program penyesuaian terhadap perubahan iklim.

Catatan panduan ini menekankan pada pengkajian lingkungan, yang merupakan langkah awal yang lazim diambil dalam perancangan proyek untuk mengkaji bahaya yang ditimbulkan oleh alam dan risiko-risiko yang terkait dengan bahaya tersebut. Catatan panduan ini memberikan panduan untuk menganalisis konsekuensi yang berhubungan dengan potensi risiko bencana yang ditimbulkan oleh proyek yang dapat dilihat dari dampaknya terhadap lingkungan serta potensi ancaman yang ditimbulkan bahaya alam terhadap proyek, baik untuk proyek pembangunan di wilayah- wilayah rawan bahaya maupun bagi upaya-upaya bantuan pascabencana dan kegiatan rehabilitasi. Catatan panduan ini terutama ditujukan untuk dipakai oleh lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan. Namun, ini juga bermanfaat bagi aparat pemerintah dan lembaga-lembaga swasta yang terlibat dalam rancangan proyek-proyek individual.

Catatan panduan ini telah dipersiapkan bersama-sama oleh ProVention Consortium dan Bank Pembangunan Karibia (Carribean Development Bank/CDB). Bagian 2 dari catatan panduan ini disusun berdasarkan pada Sourcebook on the Integration of Natural Hazards into Environmental Impact Assessment/EIA): NHIA-EIA Sourcebook (2004) yang disusun oleh CDB dan Caribbean Community (CARICOM).

1. Pengantar

Pengkajian lingkungan atas proyek dan program telah diakui sebagai kebiasaan baik yang telah dianut banyak pihak. Sebagian besar lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan serta negara-negara mitra yang jumlahnya semakin bertambah saat ini mensyaratkan agar semua proyek melakukan suatu bentuk tinjauan lingkungan sebagai komponen kunci dari proses penilaian. Tujuan pokok dari pengkajian lingkungan adalah untuk menelaah konsekuensi-konsekuensi lingkungan yang mungkin terjadi, baik konsekuensi yang menguntungkan dan merugikan, yang ditimbulkan oleh proyek yang diusulkan. Di samping itu, juga untuk memastikan bahwa konsekuensi lingkungan tersebut secara memadai diperhitungkan dalam rancangan proyek.

Penting kiranya dipastikan bahwa pengkajian-pengkajian lingkungan ini mencakup bahaya alam dan risiko yang ditimbulkannya. Keadaan lingkungan adalah faktor utama yang menentukan kerentanan terhadap bahaya alam. Kerusakan lingkungan diakui secara luas sebagai salah satu dari faktor-faktor kunci yang berperan dalam meningkatnya korban jiwa manusia, kerugian harta benda dan ekonomi yang ditimbulkan bahaya. Sebagai contoh, di banyak negara penggundulan hutan telah mengganggu daerah aliran sungai dan mengakibatkan adanya pengendapan di dasar sungai, sehingga menyebabkan bahaya kekeringan dan banjir yang lebih parah. Pengendapan delta sungai, teluk dan estuaria yang semakin parah, disertai dengan kerusakan hutan bakau, terumbu karang, dan pemecah ombak alami juga telah meningkatkan keterpaparan terhadap gelombang laut yang tinggi karena amukan badai dan abrasi air laut. Pengelolaan penggunaan lahan yang tidak baik, praktik-praktik pertanian yang tidak berkelanjutan dan perusakan lahan telah berperan dalam semakin meningkatnya kejadian kekeringan dan jumlah kerugian yang ditimbulkan banjir.

Dalam rangka membantu mengubah kecenderungan meningkatnya kerugian akibat bencana, dan juga untuk membantu melawan peningkatan frekuensi dan intensitas bahaya-bahaya klimatologis yang diakibatkan oleh perubahan iklim, kerusakan lingkungan haru ditanggulangi. Selain itu, dampak-dampak yang berkaitan dengan

Catatan Panduan 7 Catatan Panduan 7

Bahaya alam sebenarnya adalah fenomena alam yang seperti telah ditunjukkan berkali-kali dapat berpotensi merusak dan menggagalkan proyek-proyek yang sedang berjalan dan membahayakan pencapaian tujuan dan sasaran proyek. Pengkajian lingkungan juga merupakan wadah yang tepat dalam proses penilaian proyek untuk mengumpulkan data tentang bahaya alam-bahaya alam di wilayah yang ditangani proyek, misalnya mengenai jenis ancaman yang dihadapi, besarnya ancaman yang ada dan kemungkinan terjadinya bahaya itu kembali untuk kemudian dimasukkan dalam bentuk-bentuk penilaian lain dan rancangan penerapan yang relevan.

Kotak 1 Mengabaikan bahaya berakibat fatal

Mengabaikan masalah-masalah yang terkait dengan bencana dalam perancangan proyek dapat meningkatkan dan tingkat keparahan kejadian banjir dan kekeringan. Misalnya:  Di kota Hue, Vietnam, perluasan pembangunan infrastruktur, termasuk jembatan, rel kereta api dan jalan

raya, telah menciptakan satu penghalang yang melintang di lembah tempat kota Hue terletak. Akibatnya, curah hujan yang berlebihan tidak mampu lagi terserap dengan cepat. Sehingga, masalah banjir telah

menjadi semakin memprihatinkan. 1 Masalah yang sama telah berlangsung di beberapa desa di Gujarat, India, segera sesudah diselesaikannya proyek pembangunan jalan raya yang dibangun dengan dana bantuan.

 Menyusul kerusakan meluas yang disebabkan oleh Badai Hugo pada 1989, sebuah rumah sakit baru

dibangun di kaki gunung berapi Montserrat di Kepulauan Karibia dengan dana bantuan. Rumah sakit ini kemudian rusak diterjang aliran awan panas (pyroclastic) setelah gunung berapi tersebut menunjukkan aktivitas vulkanik lagi pada pertengahan tahun 1995.

 Menyusul bencana tsunami tahun 2004 di Samudera Hindia yang menyebabkan kerusakan parah yang

meluas, rumah-rumah di Aceh, Indonesia, dibangun di daerah yang rawan banjir, sehingga menyebabkan warganya rentan terhadap potensi bahaya yang mungkin terjadi di masa depan.

Kondisi terkini

Pedoman pengkajian lingkungan yang saat ini dimiliki lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan saling berbeda satu sama lain dalam hal tingkat pertimbangan tentang bahaya alam dan risiko yang ditimbulkannya. Selama ini perhatian terhadap masalah ini tampaknya masih relatif kecil. Bahkan, saat ini pedoman-pedoman bagi sejumlah lembaga yang bergerak di bidang pembangunan tidak secara eksplisit menyebutkan implikasi-implikasi yang muncul akibat terjadinya bencana yang merupakan konsekuensi proyek. Sebagai contoh, implikasi dari efek-efek apa saja yang mungkin timbul terhadap kelangsungan hidup hutan dan vegetasi atau ketersediaan air permukaan dan air tanah. Lebih dari itu, pengkajian lingkungan terhadap bantuan pascabencana dan intervensi pemulihan bencana seringkali ditiadakan untuk membantu mempercepat pengucuran dana meskipun fakta menunjukkan bahwa dari hasil pengkajian wilayah itu jelas-jelas merupakan wilayah rawan bencana.

Namun demikian, sejumlah lembaga lain yang bergerak dalam bidang pembangunan menjadi semakin sadar akan pentingnya mempertimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan bahaya alam dalam mengkaji dampak-dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh proyek yang diusulkan dalam wilayah yang rawan bahaya, baik dalam kebijakan pengkajian lingkungan (lihat Kotak 2 misalnya) maupun pedomannya. Beberapa pedoman sekarang secara eksplisit mencakup pengkajian kerentanan proyek-proyek terhadap bahaya alam. Pedoman lain, khususnya pedoman Bank Pembangunan Karibia (Carribean Development Bank/CDB) dan Departemen Pembangunan Internasional Inggris (Department for International Development/DFID), telah menuju langkah penting lebih lanjut, yaitu dengan

1 IFRC. World Disasters Report: Focus on recovery. Geneva: International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, 2001.

98 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana 98 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana

Kotak 2 Kebijakan Bank Pembangunan Afrika terkait masalah lingkungan: Menempatkan manajemen bencana pada garda depan

Kebijakan Bank Pembangunan Afrika mengenai lingkungan 2 mengidentifikasi sejumlah isu lingkungan penting yang masih harus ditanggapi dalam semua kegiatan peminjaman Bank Pembangunan Afrika. Isu-isu ini berdasarkan pada temuan dari tinjauan tentang hambatan dan peluang yang dihadapi oleh pembangunan yang berkelanjutan dalam suatu wilayah. Tercakup dalam isu-isu tersebut antara lain adalah peningkatan kemampuan pengelolaan bencana, seperti misalnya pengembangan sistem peringatan dini dan mekanisme kesiapsiagaan dan kemampuan bertahan untuk mengurangi kerentanan yang baik jiwa manusia maupun ekonomi terhadap bahaya; pemutakhiran rencana kontingensi untuk pemulihan sumber daya ekologis; dan fungsi-fungsi untuk mempertahankan sumber-sumber penghidupan dan stabilitas ekologi. Isu-isu lingkungan lain yang penting dan layak untuk ditanggapi oleh semua proyek yang juga memainkan peranan kunci dalam pengelolaan risiko bencana mencakup, antara lain, perubahan lahan yang semula tidak produktif karena proses penurunan kualitas tanah dan penggurunan, perlindungan wilayah tepi pantai dan perlindungan harta milik publik (misalnya, ramalan iklim regional).

Mendorong praktik yang baik

Tiga tindakan penting perlu dilakukan sebagai bagian dari proses pengkajian lingkungan untuk memastikan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan bahaya alam telah dikaji dan dikelola dengan memadai:  Proses pengkajian lingkungan sebaiknya mencakup pengumpulan data mengenai bahaya alam dan risiko yang

menyertainya sebagai langkah pertama yang penting dalam mengkaji proyek secara menyeluruh. Temuan- temuannya digunakan untuk menentukan apakah risiko bencana sebaiknya diteliti secara lebih terperinci pada proses penilaian proyek yang selanjutnya.

 Analisis sistematik tentang potensi konsekuensi yang berkaitan dengan risiko bencana yang ditimbulkan proyek

melalui dampak-dampaknya terhadap lingkungan sebaiknya dimasukkan sebagai komponen penting dalam proses pengkajian lingkungan dalam wilayah rawan bahaya.

 Masalah-masalah lingkungan sebaiknya dipertimbangkan secara seksama dalam perancangan dan pelaksanaan kegiatan bantuan pascabencana dan rehabilitasi.

Kegiatan tersebut akan dijabarkan dalam bagian berikut ini.

2. Langkah-langkah mendasar dalam memadukan pertimbangan-pertimbangan risiko bencana ke dalam pengkajian lingkungan 3

Sangat disarankan bahwa langkah-langkah berikut diambil ketika kita melaksanakan pengkajian lingkungan terhadap proyek-proyek yang direncanakan di wilayah-wilayah rawan bahaya. Hal ini untuk membantu memastikan bahwa faktor-faktor yang berkaitan dengan bahaya ditelaah secara memadai dan apabila diperlukan akan ditindaklanjuti.

2 AfDB/ADF. African Development Bank Group’s Policy on the Environment. Abijan: African Development Bank and African Development Fund, 2004. Bisa diakses di http://www.afdb.org/pls/portal/ docs/PAGE/ADB_ADMIN_PG/DOCUMENT/ENVIRONMENTLANDSOCIALASSESSMENTS/ENVIRONMEN%20POLICY_).PDF

3 Bagian ini disusun berdasarkan pada CDB dan CARICOM, Sourcebook on the Integration of Natural Hazards into Environmental Impact Assessments(EIA): NHIA-EIA Sourcebook, Bridgetown, Barbados: Carribean Development Bank, 2004. Untuk pembahasan lebih lanjut, silakan merujuk ke dokumen ini yang secara sistematis bekerja melalui masing-masing tahapan dari proses EIA yang menyediakan pedoman generik tentang di mana dan bagaimana masalah-masalah bahaya alam dan adaptasi perubahan iklim sebaiknya dipertimbangkan. Teks yang ditunjukkan dalam tanda kutip dalam Catatan Panduan ini diambil dari halaman 3 dari versi ringkas 4 halaman yang terdapat dalam buku pedoman CDB/CARICOM, yang berjudul Integrating Natural Hazards into the Environmental Impact Assessment Process: Mainstreaming Disaster Risk Reduction into Development Project.

Catatan Panduan 7

Langkah-langkah yang juga diringkas dalam Gambar 1 ini menyisipkan beberapa persyaratan tambahan pada proses pengkajian lingkungan dan tidak mengharuskan adanya perubahan pada prosedur dasar.

Langkah 1. Mendefinisikan proyek dan alternatif

Pada definisi dan deskripsi awal proyek, minimal masukkan informasi mengenai “kriteria rancangan proyek (misalnya, atura-aturan mendirikan bangunan yang dianut), tanah, geologi, lereng dan saluran pembuangan air, lokasi yang relatif dekat terhadap tepi pantai dan sungai, sejarah bahaya dan kerusakan yang pernah terjadi” dan skenario perubahan cuaca yang berhubungan dengan proyek untuk membuat kerangka pengkajian lingkungan. Ketika hal-hal di atas ada, maka beberapa informasi ini sebaiknya sudah tercakup dalam analisis lingkungan suatu negara (Lihat Kotak 3) dan relevan dengan pengkajian lingkungan strategis (Lihat Kotak 4).

Kotak 3 Analisis Lingkungan Negara

Analisis Lingkungan Negara (Country Environmental Analysis/CEA) merupakan perangkat analisis yang relatif baru yang mulai diterapkan oleh sejumlah lembaga multilateral maupun bilateral yang bergerak di bidang pembangunan dengan tujuan khusus untuk menginformasikan pemrograman negara secara keseluruhan

(lihat Catatan Panduan 4) 4 . CEA menyediakan analisis sistematis mengenai masalah-masalah lingkungan yang paling dianggap kritis bagi pembangunan berkelanjutan suatu negara dan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (lihat Catatan Panduan 3) dan kesempatan untuk mengatasi hambatan-hambatan; mengenai implikasi lingkungan yang timbul dari kebijakan-kebijakan penting pemerintah; dan mengenai kapasitas dan kinerja pengelolaan lingkungan suatu negara. Perangkat tersebut dikembangkan untuk menanggapi adanya perhatian yang semakin besar untuk mengarusutamakan masalah-masalah lingkungan ke dalam kebijakan dan perencanaan pembangunan.

CEA juga memberikan perhatian serius untuk menyoroti risiko-risiko bencana, dan jika perlu membantu memastikan bahwa risiko-risiko tersebut ditanggapi secara memadai. CEA yang disusun Bank Pembangunan Asia untuk Tajikistan, misalnya, mengidentifikasi bahaya alam, termasuk kekeringan, tanah longsor dan gempa bumi, sebagai satu dari sekian banyak masalah lingkungan yang penting di Tajikistan. Selain itu, CEA juga menyoroti pengurangan kerentanan sebagai unsur utama dalam menggalakkan intervensi lingkungan untuk mengurangi kemiskinan. Dalam rangka meningkatkan ketahanan, CEA menganjurkan dukungan bagi kegiatan-kegiatan yang berperan besar dalam stabilitas fisik yang lebih besar (misalnya, pencegahan erosi tanah); pemanfaatan kesempatan untuk secara serentak mengurangi kerentanan dan mendukung kegiatan penghidupan (misalnya, saluran pembuangan air bagi lahan yang rawan bahaya dan penggunaan air yang dikumpulkan untuk kepentingan pengairan sawah); perhatian yang seksama terhadap pengelompokan berdasar wilayah (zonasi) kegiatan ekonomi; dan secara lebih umum kebijakan yang lebih memihak pengurangan risiko daripada tanggap darurat dan rekonstruksi. 5

Semua CEA sebaiknya memasukkan kumpulan data bahaya yang paling penting dan latar belakang informasi mengenai kerugian yang diakibatkan oleh bencana di masa lalu yang dapat diambil selama melakukan pengkajian lingkungan dari sebuah proyek maupun dalam pemrograman negara. Pedoman Lingkungan dari Program Pembangunan PBB (United Nations Development Programme/UNDP), misalnya, sudah mengindikasikan bahwa tinjauan lingkungan yang dilakukan negara sebaiknya memasukkan basis data tentang curah hujan,

iklim, suhu, rekahan seismik, puting beliung dan kekeringan 6 .

4 Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan menggunakan istilah pengkajian lingkungan strategis (Strategic Environmental Assessment/SEA) bukannya CEA untuk menggambarkan analisis lingkungan yang dilakukan untuk menginformasikan pemrograman pendampingan negara (Lihat Kotak 4).

5 ADB. Tajikistan: Country Environmental Analysis. Manila: Asian Development Bank, 2004. Terdapat di: http://www.adb.org/Documents/REports/CEA/taj-july-2004.pdf 6 UNDP (tidak terdapat tanggal)

100 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana

Kotak 4 Pengkajian Lingkungan Strategis

Pengkajian Lingkungan Strategis (Strategic Environmental Assessment/SEA) merupakan perangkat untuk memadukan pertimbangan-pertimbangan lingkungan ke dalam kebijakan, perencanaan dan pemrograman pada tahap awal proses pengambilan keputusan. SEA dimaksudkan untuk memastikan bahwa pertimbangan- pertimbangan lingkungan yang menyeluruh diintegrasikan ke dalam tingkat pengambilan keputusan yang lebih strategis dan lebih tinggi sebelum proses identifikasi dan perancangan masing-masing proyek. Proses tadi idealnya dilakukan secara partisipatif. SEA diterapkan dalam berbagai bentuk oleh organisasi-organisasi bilateral maupun multilateral dan juga oleh sejumlah negara. Pemrograman pada tingkat negara kadang- kadang disebut juga sebagai CEA (lihat Kotak 3).

Seperti halnya CEA, SEA dapat memberikan kesempatan penting untuk menyoroti masalah-masalah yang berkaitan dengan bahaya, jika dianggap relevan, dan memastikan bahwa masalah-masalah tersebut ditanggapi dengan serius. Misalnya, analisis lingkungan yang dilakukan Bank Pembangunan Asia (ADB) tentang intervensi khusus untuk mendukung pembangunan infrastruktur pengairan di Kamboja telah menemukan bahwa intervensi ini tidak dapat dipertimbangkan secara terpisah dari proyek-proyek pengairan lain yang diajukan baik oleh pemerintah maupun oleh bantuan luar negeri dan dampak-dampak lingkungan kumulatif yang potensial yang secara kolektif saling terkait dengan rencana ini. Dampak-dampak lingkungan ini termasuk dampak-dampak yang terkait dengan implikasi rencana pengembangan sistem irigasi yang besar untuk pengendalian banjir (yang digunakan untuk kepentingan ekonomi di Kamboja pada tahun-tahun biasa) dan pemanfaatan aliran air. Konsekuensinya, sangat dianjurkan apabila investasi ADB di sektor irigasi pada masa mendatang harus berdasarkan pada perencanaan pembangunan kawasan (daerah) aliran sungai secara

terpadu, yang hingga saat itu belum pernah dilakukan di Kamboja 7 .

SEA juga merupakan perangkat yang memiliki peran penting untuk memastikan bahwa perhatian yang memadai telah diberikan kepada risiko bahaya dalam perancangan kebijakan, dan khususnya sejak SEA harus memasukkan prioritas masalah lingkungan dan pengaruh yang ditimbulkannya terhadap pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Di negara-negara yang rawan bahaya, bencana dan risiko-risiko yang diakibatkannya merupakan faktor penting yang menentukan kemajuan baik dalam pembangunan ekonomi maupun dalam pengentasan kemiskinan (lihat Catatan Panduan 3 dan 8).

Langkah 2. Pengkajian tahap awal bahaya dan kerentanan

Lakukan identifikasi awal terhadap bahaya-bahaya utama dan kerentanan terkait untuk menjadi dasar informasi dalam pemilahan (screening) dan pencakupan (scoping) lingkungan, “termasuk perkiraan frekuensi atau probabilitas peristiwa bahaya (identifikasi bahaya awal) dan derajat keparahan dampak yang ditimbulkannya terhadap komponen-komponen proyek dan wilayah yang terpengaruh (pengkajian awal kerentanan)”. (lihat Catatan Panduan 2 ). Pengkajian ini harus mempertimbangkan adanya perubahan-perubahan yang mungkin terjadi baik dalam kerentanan dan frekuensi serta intensitas peristiwa bahaya yang terjadi karena perubahan iklim selama berlangsungnya proyek tersebut.

Langkah 3: Pemilahan (Screening)

Masukkan informasi yang diperoleh dari Langkah 2 untuk menentukan pemilahan tingkat lingkungan maupun tingkat pengkajian bahaya dan kerentanan yang diperlukan lebih lanjut.

Proyek-proyek harus dimasukkan dalam Kategori A (laporan lengkap pengkajian dampak lingkungan/EIA) apabila dampak-dampak lingkungan yang ditimbulkannya sangat tinggi pengaruhnya bagi kerentanan terhadap bahaya alam. Proyek-proyek lainnya dimasukkan dalam Kategori B (laporan fokus EIA) apabila dampak lingkungan yang ditimbulkannya menyebabkan kerentanan yang tinggi, tetapi dampaknya tidak lebih merugikan daripada dampak yang ditimbulkan oleh proyek-proyek Kategori A. Dampak-dampak ini sangat spesifik, tergantung pada lokasi terjadinya, biasanya dapat berubah dan seringkali langkah-langkah mitigasi yang berlawanan dapat dirancang dengan lebih siap daripada pada proyek-proyek Kategori A. Proyek-proyek lainnya adalah yang termasuk dalam Kategori C, yaitu yang mempunyai kemungkinan besar untuk menimbulkan dampak-dampak lingkungan yang minimal atau sama sekali tidak merugikan.

7 ADB, Kamboja: Country Environemental Analysis, Manila: Asian Development Bank, 2004. Terdapat di: http://www.adb.org/Documents/Reports/CEA/cam-may-2004.pdf

Catatan Panduan 7

Gambar 1 Integrasi kepedulian terhadap risiko bencana ke dalam pengkajian lingkungan (berdasar pada CDB dan CARICOM, 2004 – lihat catatan kaki 3)

1. Definisikan proyek dan alternatif

Evaluasi

Sertakan informasi tentang bahaya alam dalam wilayah proyek

ulang Ya

2. Pengkajian awal bahaya dan kerentanan

Identifikasi bahaya-bahaya penting dan kerentanan yang terkait dengannya

Lanjutkan? Tidak

ak

3. Pemilahan

Hasil

Pertimbangkan dampak potensial proyek terhadap kerentanan dan risiko

pemilahan

bencana untuk menentukan peringkat persyaratan lingkungan yang

Tidak

bisa

la

Jika isu-isuyang terkait dengan bahaya merupakan isu penting, masukkan mereka sebagai isu-isu kunci untuk ditanggapi dalam pengkajian lingkungan

Dihentikan?

5. Pengkajian dan evaluasi

Kaji dampak proyek terhadap kerentanan dan dampak potensial bahaya

Proyek

terhadap proyek, evaluasi pilihan-pilihan mitigasi, pilih yang lebih sesuai dan

laik?

tentukan kelayakan

6. Kembangkan rencana pengelolaan lingkungan

Ya

Dihentikan?

Masukkan langkah-langkah yang diperlukan untuk menanggapi masalah-

Tidak

masalah yang berkaitan dengan bahaya

7. Program pemantauan

Tentukan rencana untuk memantau pelaksanaan dan efektivitas dari komponen-komponen proyek yang terkait dengan bahaya alam

gn

8. Persiapkan laporan akhir:

Masukkan langkah-langkah yang terkait dengan bahaya alam yang dianggap

penting dan persiapan monitoring yang menyertainya

9. Penilaian proyek

Konfirmasikan bahwa semua masalah yang terkait dengan bahaya alam yang penting telah dianalisis dan ditanggapi dengan layak

an

10. Pelaksanaan dan pemantauan

Pastikan bahwa aspek-aspek yang berkaitan dengan bahaya alam telah

sa k

dilaksanakan dan dipantau secara tepat

la

102 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana

Mungkin bisa saja terjadi bahwa pengkajian lingkungan yang konvensional dalam Kategori A dan bahkan Kategori

B yang mengkaji dampak suatu proyek terhadap lingkungan sekitarnya tidak diperlukan. Sebaliknya, bisa saja pengkajian yang lebih lengkap tentang kerentanan dan bahaya perlu dilakukan untuk menyelidiki dampak lingkungan terhadap proyek tersebut karena peristiwa bahaya alam dapat mengakibatkan dampak yang merugikan bagi proyek dalam aspek sosial, ekonomi, struktural ataupun lingkungan. Sebagai contoh, pembangunan sekolah bisa menimbulkan dampak yang kecil terhadap lingkungan sementara kepedulian tentang keselamatan yang berkaitan dengan bahaya merupakan pertimbangan yang sangat penting dalam membangun gedung-gedung sekolah di wilayah yang rawan bahaya.

Langkah 4. Pencakupan (Scoping)

Dalam mengidentifikasi isu-isu penting yang akan ditanggapi dalam pengkajian lingkungan, pertimbangkan masalah-masalah yang berhubungan dengan bahaya alam (lihat Kotak 5). Jika risiko bencana bersifat penting atau proyek yang diusulkan kemungkinan memiliki dampak yang berarti pada kerentanan terhadap bahaya alam (misalnya, proyek-proyek yang masuk Kategori A dan B), topik-topik ini sebaiknya dimasukkan dalam daftar isu yang akan ditelaah dengan melibatkan ahli terkait dalam tim pengkajian. Informasi lanjutan dan analisis terkait apapun yang diperlukan untuk menginformasikan pengkajian lingkungan, atau pengkajian mandiri tentang bahaya dan kerentanan yang lebih lengkap apabila diperlukan, dan untuk memberikan basis data bagi pemantauan dan evaluasi sebaiknya segera diidentifikasi. Kebutuhan informasi mencakup basis data bahaya pada lokasi proyek, informasi mengenai bahaya yang penting dan dampak potensial yang ditimbulkan oleh proyek, perundang-undangan dan lembaga terkait serta pengkajian perubahan cuaca.

Kotak 5 Daftar Periksa Sektoral 8

Banyak pedoman pengkajian lingkungan mencakup daftar isu-isu keberlanjutan lingkungan yang mungkin relevan untuk mengkaji jenis-jenis intervensi pembangunan. Daftar berikut memberikan beberapa contoh yang berhubungan dengan risiko bencana yang sebaiknya dipertimbangkan dalam melakukan pengkajian lingkungan terhadap proyek-proyek di wilayah-wilayah rawan bahaya:  Energi. Dampak dari proyek-proyek listrik tenaga air terhadap pola aliran air dan banjir.  Transportasi. Dampak pembangunan jalan dan infrastruktur yang menyertainya terhadap sistem drainase

dan pola banjir.  Pembangunan perkotaan. Dampak pembangunan terhadap kapasitas jasa dan layanan umum seperti listrik,

gas, telepon dan air untuk mencegah risiko banjir yang semakin membesar, misalnya jika sistem selokan/ saluran air tidak memadai atau layanan pengumpulan sampah sehingga menyebabkan pembuangan sampah ke dalam selokan dan saluran air.

 Penambangan. Implikasinya terhadap kekeringan dan banjir serta terhadap kedalaman air tanah sebagai dampak kegiatan penambangan.  Pertanian. Dampak pada erosi tanah dan konsekuensi terhadap tingkat pelestarian air, pengendapan daerah hilir dan banjir. 9 Ketangguhan proyek yang diusulkan terhadap kekurangan air hujan. Dampak proyek yang diusulkan terhadap kapasitas masyarakat lokal dalam menghadapi risiko bencana dan risiko yang lain.

 Perikanan. Konsekuensi risiko bencana dari penebangan hutan bakau dan vegetasi lain.  Kehutanan. Manfaat pengurangan risiko yang dihasilkan proyek-proyek kehutanan (misalnya dalam

menyediakan perlindungan terhadap angin ribut, tanah longsor atau tsunami dan mengurangi risiko banjir bandang).

Langkah 5. Pengkajian dan Evaluasi

Pertimbangkan efek-efek yang potensial ditimbulkan oleh proyek (selama pembangunan, saat operasi kegiatan dan proses pengalihan program jika diperlukan) terhadap frekuensi, intensitas dan konsekuensi bahaya alam yang penting. Sebaliknya, pertimbangkan juga dampak bahaya-bahaya tersebut terhadap proyek. Pengkajian ini akan membantu untuk menentukan apakah masing-masing dampak ini dapat diterima, dengan memperluas kajian

8 Informasi dalam kotak ini diambil sebagian dari DFID (2003) dan Sida (2004). 9 Misalnya, penelitian tentang 1.804 petak sawah di tiga negara Amerika Tengah yang dilanda Badai Mitch menunjukkan bahwa sawah yang menggunakan metode agro-ekologi untuk mencegah

larinya air dan tanah dari lereng bukit agar tidak kehilangan lapisan tanah bagian atas sebagai akibat dari amukan badai, telah terbukti dapat menampung lebih banyak air dan tidak begitu rentan terhadap erosi bila dibandingkan dengan lahan sawah yang dikelola dengan metode yang konvensional. (Sumber: World Neighbors. Reasons for Resilience: Toward a Sustainable Recovery after Hurricane Mitch. Oklahoma: World Neighbors, 2000. Dapat diakses di: http://www.wn.org/Mitch.pdf)

Catatan Panduan 7

Pengkajian harus dimulai dengan pengkajian yang terperinci tentang bahaya dan pemetaan bahaya yang penting yang telah diidentifikasi dalam tahap pemilahan (screening) dan penentuan cakupan (scoping) (lihat Catatan Panduan 2 ). Pengkajian juga mempertimbangkan pemodelan perubahan cuaca yang terkait (misalnya, bagaimana kenaikan permukaan laut mungkin berpengaruh terhadap gelombang pasang karena angin atau bagaimana perubahan tingkat curah hujan bisa berdampak pada kekeringan dan banjir). Apabila terkait, temuan-temuan dari latihan-latihan pemodelan/simulasi bahaya berbasis komputer dan matematika di wilayah proyek sebaiknya dipergunakan (misalnya, pemodelan gempa, skenario banjir dan angin kencang). Apabila latihan tersebut tidak ada, sebaiknya dilakukan pada proyek-proyek besar di wilayah berisiko tinggi.

Pengkajian kerentanan terperinci sebaiknya segera dilakukan. Dari perspektif lingkungan, pengkajian kerentanan harus mencermati dampak proyek yang diharapkan terhadap lingkungan yang telah diidentifikasikan sebagai kunci penentu meningkatnya atau menurunnya kecenderungan bahaya dan kerentanan alam yang tersembunyi di wilayah proyek. Aspek pengkajian kerentanan khusus lainnya mungkin juga dilakukan di bawah proyek yang berbeda, misalnya, rancangan teknik (lihat Catatan Panduan 12), pengkajian dampak sosial (lihat Catatan Panduan 11 ) dan analisis ekonomis (lihat Catatan Panduan 8), yang relevan. Dalam beberapa kasus, tim EIA harus bertanggungjawab melaksanakan proses pemilahan awal untuk menentukan apakah suatu pengkajian diperlukan dan juga bertanggungjawab untuk memberikan informasi bahaya yang relevan kepada tim penilai yang lain. Dalam keadaan khusus, analisis kerentanan dari perspektif yang lainnya mungkin dipadukan dalam proses EIA.

Konsultasi dengan para pemangku kepentingan sebaiknya juga meliputi pengumpulan informasi tentang bahaya alam dan kerentanan yang terkait dengan bahaya tersebut. Bahkan, ditinjau dari perspektif lingkungan saja, kerentanan dapat dibatasi dan dengan demikian sangat penting untuk menggali pendapat masyarakat setempat. Persepsi tentang risiko juga dapat memengaruhi perilaku, yang - sekali lagi - menekankan pentingnya berkonsultasi dengan pemangku kepentingan yang berbeda.

Tindakan-tindakan penanggulangan risiko bencana sebaiknya kemudian “diseleksi untuk mengurangi risiko-risiko yang sudah teridentifikasi sampai pada tingkat yang dapat diterima dan sampai alternatif proyek yang diinginkan teridentifikasi”, dengan mempertimbangkan faktor-faktor kebijakan, hukum dan kelembagaan serta temuan- temuan dari analisis kerentanan dan tentang bentuk-bentuk penilaian proyek lain yang telah dilakukan. Langkah- langkah pengurangan risiko dapat menimbulkan konsekuensi, misalnya, perubahan pada rancangan proyek atau penambahan dari langkah-langkah perlindungan lingkungan (lihat Catatan Panduan 8 untuk bahasan selanjutnya mengenai analisis alternatif). Risiko bencana selebihnya hendaknya dipertimbangkan dalam penilaian yang lebih luas tentang risiko dan ketidakpastian yang berkaitan dengan proyek.

Apabila telah ditetapkan bahwa sebuah proyek dapat berubah sewaktu-waktu karena pengaruh dampak perubahan iklim, maka program penyesuaian terhadap perubahan iklim proyek sebaiknya juga dikembangkan untuk

menanggapi dampak-dampak penting dan mendefinisikan langkah-langkah penyesuaian. 10

Langkah 6. Mengembangkan manajemen lingkungan dan rencana monitoring.

Masukkan rencana-rencana pembangunan manajemen risiko bencana, mitigasi dan adaptasi untuk menghadapi kerentanan, bahaya-bahaya dan risiko yang ditimbulkan oleh alam sebagaimana telah diidentifikasi pada Langkah 5.

Langkah 7. Memonitor program

“Kembangkan program-program monitoring yang tepat untuk memastikan pelaksanaan dan efektifitas” dari komponen-komponen proyek yang berhubungan dengan manajemen risiko bencana dan penyesuaian terhadap perubahan iklim. Termasuk juga, memonitor dampak proyek terhadap kerentanan pada bahaya alam dan dampak dari bahaya-bahaya lainnya yang akan dihadapi oleh proyek tersebut.

10 Lihat juga Proyek CARICOM, Adapting to Climate Change in the Carribean Project (2004) untuk informasi lebih lanjut. (http://www.caricom.org/jsp/projects/macc%20project/accc.jsp).

104 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana

Langkah 8. Persiapkan laporan akhir

“Selesaikan dokumen proyek yang memadukan langkah-langkah manajemen, mitigasi dan penyesuaian yang diperlukan dalam menanggapi kerentanan dan risiko yang teridentifikasi”. Pastikan juga bahwa program untuk memantau pelaksanaan dan dampak-dampaknya meliputi pelaksanaan dan efektivitas dari langkah-langkah ini. Laporan akhir ini sebaiknya mudah diakses agar publik dapat mencermatinya.

Langkah 9. Penilaian proyek

“Dalam menentukan keberlanjutan dan penerimaan publik atas proyek terhadap kriteria yang sudah baku, tegaskan hal-hal berikut bahwa:  Semua bahaya signifikan yang mungkin terjadi - seperti telah diidentifikasi di langkah 4 (scoping) - sudah dianalisis

menggunakan metodologi yang tepat;  Manajemen, mitigasi dan/atau tindakan penyesuaian yang tepat dan memadai telah diidentifikasikan dan dipadukan ke dalam rancangan proyek dan mencakup semua dampak yang signifikan yang mungkin terjadi sebagaimana telah diidentifikasikan saat pengkajian rinci tentang bahaya dan kerentanan (Langkah 5); dan

 Secara teknis, finansial, dan administratif, sangat layak untuk melaksanakan tindakan-tindakan manajemen risiko (bencana) yang diperlukan dalam proyek yang diusulkan.”

Risiko lain yang masih ada sebaiknya diidentifikasikan dengan jelas.

Langkah 10. Pelaksanaan dan monitoring

“Pastikan bahwa langkah-langkah mitigasi/penyesuaian dan monitoring yang spesifik dilaksanakan di dalam proyek secara tepat dan memadai.

3. Pengkajian Lingkungan Pascabencana

Pengkajian lingkungan pascabencana diperlukan untuk menyelidiki apakah upaya-upaya bantuan, rekonstruksi dan rehabilitasi yang diusulkan akan menimbulkan dampak-dampak lingkungan yang dapat diterima (misalnya, pemilihan lokasi untuk mendirikan barak pengungsian yang aman secara lingkungan serta pengadaan bahan- bahan rekonstruksi). Juga, apakah dampak-dampak tersebut akan memperkuat ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bahaya alam di masa mendatang. Terlebih lagi, mereka perlu memastikan bahwa proses tanggap darurat dan pemulihan harus mengatasi permasalahan lingkungan yang timbul karena adanya bencana (misalnya, kontaminasi air dan tanah).

Sejumlah pedoman dari organisasi penyandang dana memasukkan daftar uji (checklist) mengenai pengkajian lingkungan terhadap kegiatan bantuan bencana dan bantuan kemanusiaan (misalnya, ADB, DFID dan Badan Kerjasama Pembangunan Internasional Swedia [Swedish International Development Cooperation Agency/SIDA]). Sedangkan, UNHCR sudah mengembangkan serangkaian pedoman yang ditujukan secara khusus pada penyusunan pertimbangan-pertimbangan lingkungan ke dalam kerja kemanusiaan bagi pengungsian lintas batas dan pemulangan para penyintas, termasuk di dalamnya pengkajian atas dampak-dampak lingkungan yang berpotensi merugikan pengungsi lintas batas maupun mereka yang kembali pulang ke tempat tinggal semula.

Pusat Penelitian Bahaya Benfield (The Benfield Hazard Research Centre) dan CARE International telah mengembangkan serangkaian pedoman yang lebih terperinci dan komprehensif mengenai pengkajian lingkungan kilat (Rapid

Environmental Assessment/REA) dalam situasi bencana. 11 Pedoman ini memusatkan perhatian pada pengkajian tentang konteks bencana yang umum; faktor-faktor yang berkaitan dengan bencana yang mungkin menimbulkan dampak langsung terhadap lingkungan; dampak-dampak lingkungan langsung yang mungkin terjadi dikarenakan oleh agen pembawa bencana; tidak terpenuhinya kebutuhan pokok para penyintas bencana yang dapat mengarah pada dampak yang merugikan bagi lingkungan; dan konsekuensi lingkungan dari kegiatan pemberian bantuan yang memiliki potensi negatif. Metodologi tersebut berdasarkan pada pengkajian kualitatif, yang semata-mata berdasar pada persepsi dan seringkali berdasar pada data-data yang tidak lengkap, yang membantu mempermudah pengkajian kilat dalam keadaan yang sulit (lihat Kotak 6).

11 Kelly (2005).

Catatan Panduan 7

Kotak 6 Penerapan REA

Pedoman Pengkajian Lingkungan Cepat (REA) milik Pusat Penelitian Bahaya Benfield dan CARE International telah diterapkan beberapa kali, termasuk dalam sejumlah Pengkajian Lingkungan Cepat yang dilakukan oleh badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebagai contoh adalah pengkajian lingkungan cepat yang dilakukan oleh UNEP dan Badan Koordinasi PBB Urusan Kemanusiaan (UN Office for Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA) di Sri Lanka menyusul tsunami di Samudera Hindia bulan Desember 2004. Pengkajian tersebut menyoroti keprihatinan lingkungan yang mendesak dalam hubungannya dengan pengelolaan puing- puing limbah amukan tsunami dan masalah-masalah pembuangan kotoran dan sanitasi pada lokasi-lokasi

pengungsian darurat. 12

Rekomendasi dari Pengkajian Lingkungan Cepat oleh UNEP/OCHA terhadap dampak Badai Ivan dan Jeanne di Haiti, Grenada dan Republik Dominika pada tahun 2004 mencakup kebutuhan untuk menanggapi risiko- risiko yang ditimbulkan oleh air permukaan dan air tanah di Grenada dan risiko-risiko banjir dan tanah longsor yang semakin meningkat dalam jangka waktu yang lebih panjang di ketiga negara tersebut. 13

4. Faktor-faktor penentu keberhasilan

 Informasi yang memadai. Informasi yang memadai harus tersedia untuk mempermudah pengkajian faktor-faktor yang berkaitan dengan bahaya alam yang lebih lengkap dan akurat. Perhatian khusus perlu diberikan pada fakta bahwa bisa jadi terdapat variasi yang sangat terbatas dalam kerentanan, yang mencerminkan kondisi-kondisi lingkungan dan sosial ekonomi. Namun demikian, diperlukan informasi tentang keadaan-keadaan yang hanya terjadi khusus pada satu lokasi.

 Pengkajian dini. Sangat penting kiranya bahwa proses pengkajian lingkungan dimulai pada tahap yang sangat dini dalam proses penilaian untuk memastikan bahwa temuan-temuannya dapat secara lengkap dipertimbangkan dalam rancangan proyek, termasuk di dalamnya melalui integrasi dari berbagai karakteristik pengurangan risiko bencana yang penting.

 Pengawasan yang memadai. Persiapan-persiapan pengawasan yang melekat dan efektif penting dilakukan untuk memastikan bahwa segala tindakan manajemen dan mitigasi yang diperlukan yang tercantum dalam dokumen proyek telah dilaksanakan.

 Kesadaran akan manfaat pengkajian risiko bencana sebagai bagian dari proses pengkajian lingkungan. Pengkajian lingkungan merupakan kegiatan yang mahal dan risiko bencana bisa jadi diabaikan apabila sumber daya yang ada terbatas. Pemahaman dan kesadaran yang kuat tentang potensi penting menanggapi risiko bencana kemudian diperlukan untuk menyesuaikan penilaian-penilaian terhadap kemungkinan pentingnya pemahaman dan kesadaran tersebut. CEA dan SEA menawarkan perangkat penting dalam hal ini, dan mempersingkat waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan informasi mengenai bahaya alam dan menyediakan beragam indikasi pentingnya risiko-risiko terkait (lihat Kotak 3 dan 4). Pengumpulan informasi oleh berbagai lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan juga akan membantu.

 Kebijakan Lingkungan yang Mendukung. Yang tak kalah penting, kebijakan-kebijakan lingkungan dan kebijakan- kebijakan perlindungan yang menyertainya sebaiknya dilengkapi dengan analisis pencapaian yang telah diharapkan dan juga dikaitkan dengan manajemen risiko bencana sebagai bagian dari proses pengkajian lingkungan (lihat Kotak 2). Kebijakan-kebijakan tersebut sebaiknya juga meliputi pengkajian lingkungan terhadap bantuan pascabencana dan intervensi pemulihan bencana.

12 UNEP/OCHA. Indian Ocean Tsunami Disaster of December 2004: UNDAC Rapid Environmental Assessment in the Democratic Socialist Republic of Sri Lanka. Geneva: Joint United Nations Environment Unit, 2005. Dapat dilihat di: http://www.benfieldhrc.org/disaster_studies/rea/environmental_assessment_rapid_ocha_unep_sri_lanka_indian_ocean_tsunami_disaster_december2004.pdf

13 UNEP/OCHA. Hurricanes Ivan and Jeanne in Haiti, Grenada and the Dominican Republic: A Rapid Environmental Impact Assessment. Geneva: Joint United Nations Environment Programme/Office for the Coordination of Humanitarian Affairs Environment Unit, 2004. Dapat dilihat di: http://www.benfieldhrc.org/disaster_studies/rea/Caribbean_REA.pdf

106 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana

Kotak 7 Peristilahan dalam bidang bahaya dan kebencanaan

Mereka yang telah lama bergerak dalam bidang kebencanaan umumnya mengakui bahwa penggunaan istilah dalam bidang bahaya dan kebencanaan seringkali tidak konsisten, sesuatu yang mencerminkan bahwa bidang ini melibatkan para praktisi dan peneliti yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Rangkaian Catatan Panduan ini menggunakan istilah-istilah kunci di bawah ini:

Bahaya alam adalah suatu kejadian geofisik, atmosferik (berkaitan dengan atmosfer) atau hidrologis (misalnya, gempa bumi, tanah longsor, tsunami, angin ribut, ombak atau gelombang pasang, banjir atau kekeringan) yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian.

Kerentanan adalah potensi untuk tertimpa kerusakan atau kerugian, yang berkaitan dengan kapasitas untuk mengantisipasi suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan memulihkan diri dari dampak bahaya. Baik kerentanan maupun lawannya, ketangguhan, ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan sosial, politik, budaya dan kelembagaan.

Bencana adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang luar biasa yang menimbulkan dampak pada komunitas-komunitas rentan dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan korban yang besar, serta membuat kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak dapat berjalan dengan normal tanpa bantuan dari pihak luar.

Risiko bencana adalah gabungan dari karakteristik dan frekuensi bahaya yang dialami di suatu tempat tertentu, sifat dari unsur-unsur yang menghadapi risiko, dan tingkat kerentanan atau ketangguhan yang dimiliki unsur- unsur tersebut. 14

Mitigasi adalah segala bentuk langkah struktural (fisik) atau nonstruktural (misalnya, perencanaan penggunaan lahan, pendidikan publik) yang dilaksanakan untuk meminimalkan dampak merugikan dari kejadian-kejadian bahaya alam yang potensial timbul.

Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahaya- bahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan adanya kejadian bahaya tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda jika mereka terancam dan untuk memastikan respons yang efektif (misalnya dengan menumpuk bahan pangan).

Bantuan kemanusiaan, rehabilitasi dan rekonstruksi adalah segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan setelah terjadinya bencana untuk, secara berurut, menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan kemanusiaan yang mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik serta pelayanan masyarakat.

Perubahan iklim adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada pengukuran keadaan rata-rata atau ketidakkonsistenan iklim di suatu tempat atau daerah selama periode waktu yang panjang, yang diakibatkan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh dampak kegiatan manusia pada komposisi atmosfer global atau oleh ketidakkonsistenan alam.

Bacaan lebih lanjut

Ahmed, K., Mercier, J. R. and Verheem R. ‘Strategic Environmental Assessment—Concept and Practice’, Environment Strategy No

14. Washington, DC: World Bank, 2005. Dapat diakses di: http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/TOPICS/ENVIRONMENT/ 0,,contentMDK:20687523~pagePK:210058~piPK:210062~theSitePK:244381,00.html

CDB and CARICOM Secretariat. Sourcebook on the Integration of Natural Hazards into Environmental Impact Assessment (EIA): NHIA-EIA Sourcebook. Bridgetown, Barbados: Caribbean Development Bank, 2004. Dapat diakses di: http://www.caribank.org/Projects.nsf/NHIA/$File/NHIAEIA_Newsletter.pdf?OpenElement

14 Rangkaian catatan panduan ini menggunakan istilah ‘risiko bencana’ sebagai pengganti istilah ‘risiko bahaya’ yang sebenarnya lebih tepat karena istilah ‘risiko bencana’ adalah istilah yang lebih umum digunakan oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pengurangan risiko.

Catatan Panduan 7

CARICOM. Guide to the Integration of Climate Change Adaptation into the Environmental Impact Assessment Process. Caribbean Community Secretariat, Adapting to Climate Change in the Caribbean Project, 2004.

DFID. Environment Guide: A Guide to Environmental Screening. London: Department for International Development (UK), 2003. Dapat diakses di: http://www.dfid.gov.uk/pubs/files/environment-guide-2003.pdf

International Association of Impact Assessment: http://www.iaia.org Kelly, C. Guidelines for Rapid Environmental Impact Assessment in Disasters. Version 4.04. London: Benfield Hazard Research

Centre, 2005. Dapat diakses di: http://www.benfieldhrc.org/rea_index.htm Sida. Guidelines for the Review of Environmental Impact Assessments: Sustainable Development? Stockholm: Swedish International

Development Cooperation Agency, Environment Policy Division, 2002. Dapat diakses di: http://www.sida.se/shared/jsp/download. jsp?f=SIDA1983en.pdf&a=2532

UNDP. UNDP’s Handbook and Guidelines for Environmental Management and Sustainable Development. New York: United Nations Development Programme, Sustainable Energy and Environment Division, undated.

UNHCR. UNHCR Environmental Guidelines. Geneva: Office of the United Nations High Commissioner for Refugees, 2005. Dapat diakses di: http://www.unhcr.org/cgi-bin/texis/vtx/protect/opendoc.pdf?tbl=PROTECTION&id=3b03b2a04

Catatan Panduan ini ditulis oleh Charlotte Benson. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Glenn Dolcemascolo (UNEP), Kari Keipi (Bank Pembangunan Amerika Internasional), Charles Kelly (Independent), Mike McCall (ITC, Belanda), Cassandra Rogers (Bank Pembangunan Karibia), Coutney Venton (ERM, Inggris), Tim Penasehat Proyek dan Sekretariat Konsorsium ProVention atas nasehat dan komentar mereka yang sangat berarti. Terima kasih juga dihaturkan atas dukungan pendanaan dari Lembaga Pembangunan Internasional Kanada (CIDA), Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID), Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia dan Badan Kerja Sama Pembangunan Internasional Swedia (Sida). Dukungan dana dari Fasilitas Mitigasi Bencana CDB bagi Karibia, Perwakilan Amerika Serikat bagi Badan Pembangunan Internasional Pendampingan Bencana Luar Negeri dan Masyarakat Karibia (CARICOM) juga sangat dihargai bagi pengembangan buku Sourcebook on the Integration of Natural Hazards into Environmental Impact Assessment (EIA): NHIA- EIA Sourcebook (2004), yang sebagian digunakan sebagai dasar dari catatan panduan ini. Pengarang bertanggung jawab sepenuhnya atas semua pandangan yang disajikan di dalam buku ini dan pandangan-pandangan tersebut tidak dengan sendirinya mencerminkan pandangan Sekretariat ProVention, Tim Penasihat Proyek, para penilai buku atau badan-badan yang mendanai proyek.

Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang diterbitkan oleh Konsorsium ProVention bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyesuaikan alat-alat penilaian dan evaluasi proyek agar dapat mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam program-program pembangunan mereka di negara-negara yang rawan bahaya. Rangkaian ini mengulas topik-topik berikut: (1) Pengantar buku panduan; (2) Mengumpulkan dan menggunakan informasi tentang bahaya alam; (3) Strategi Penanggulangan Kemiskinan; (4) Penyusunan program di tingkat negara; (5) Manajemen siklus proyek; (6) Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil; (7) Pengkajian lingkungan; (8) Analisis ekonomi; (9) Analisis kerentanan dan kapasitas; (10) Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan; (11) Pengkajian dampak sosial; (12) Perancangan konstruksi, standar bangunan dan pemilihan lokasi; (13) Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana; dan (14) Dukungan anggaran. Rangkaian catatan panduan dalam versi utuh, berikut studi pencakupan yang dilaksanakan oleh Charlotte Benson dan John Twigg, Measuring Mitigation: Methodologies for assessing natural hazard risks and the net benefits of mitigation, dapat diakses di http:// www.proventionconsortium.org/mainstreaming_tools

in collaboration with

ProVention Consortium Secretariat

PO Box 372, 1211 Geneva 19, Switzerland E-mail: [email protected] Website: www.proventionconsortium.org

Hak Cipta © 2007 pada Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional/Konsorsium ProVention. Pandangan-pandangan yang terkandung di dalam catatan panduan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pengarang dan tidak dengan sendirinya mewakili pandangan-pandangan Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah

Internasional/Konsorsium ProVention.

P E R A N G K AT U N T U K M E N G A R U S U TA M A K A N P E N G U R A N G A N R I S I KO B E N C A N A