Kerangka Logis dan Kerangka Berbasis Hasil
Kerangka Logis dan Kerangka Berbasis Hasil
Catatan Panduan 6
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang disusun bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyempurnakan alat-alat perancangan program, penilaian dan evaluasi proyek mereka dalam rangka mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam program-program pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Perangkat ini juga berguna bagi para pemangku kepentingan yang bekerja dalam program-program penyesuaian terhadap perubahan iklim.
Catatan panduan ini membahas kerangka logis dan kerangka berbasis hasil. Juga memberi pedoman dalam mempertimbangkan isu-isu kebencanaan secara sistematis dalam menerapkan perangkat-perangkat ini ke dalam perancangan, pelaksanaan dan evaluasi segala macam proyek di daerah-daerah rawan bahaya. Termasuk proyek- proyek pengurangan risiko bencana maupun proyek-proyek pembangunan lainnya. Catatan ini mendorong para perencana proyek untuk mempertimbangkan risiko-risiko bencana potensial yang dihadapi proyek dan tindakan- tindakan mitigasi yang perlu diupayakan, serta dampak proyek pada kerentanan terhadap bahaya alam. Catatan panduan ini diperuntukkan bagi para anggota tim perencana dan pelaksana proyek lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan.
1. Pengantar
Analisis kerangka logis (logical framework atau logframe) adalah perangkat yang banyak digunakan dalam perancangan dan manajemen proyek. Analisis ini mula-mula dikembangkan untuk keperluan perencanaan militer, tetapi kemudian diperkenalkan untuk digunakan dalam proyek-proyek pembangunan oleh Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (United States Agency for International Development/USAID) pada tahun 1969. Saat ini, logframe telah digunakan secara luas oleh banyak lembaga bilateral dan multilateral serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak dalam bidang pembangunan. Analisis logframe menyediakan pendekatan logis terstruktur dalam penentuan prioritas, perancangan dan anggaran proyek, serta dalam mengidentifikasi hasil-hasil yang terkait dan sasaran-sasaran kinerja. Analisis ini juga menyediakan perangkat manajemen yang bisa dijadikan acuan dalam pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi proyek. Analisis logframe dimulai dengan analisis masalah yang diikuti dengan penetapan tujuan, identifikasi kegiatan-kegiatan proyek dan indikator-indikator kinerja terkait serta asumsi-asumsi dan risiko-risiko penting yang dapat memengaruhi keberhasilan proyek.
Manajemen berbasis hasil (result-based management) adalah sebuah perangkat terkait yang dikembangkan lebih belakangan oleh beberapa lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan sejak tahun 1990-an. 1 Manajemen berbasis hasil lebih berfokus pada kinerja, pencapaian dan keberlanjutan hasil daripada pengelolaan kegiatan- kegiatan proyek. Manajemen ini diawali dengan tujuan strategis suatu proyek yang selanjutnya menentukan hasil-hasil antara yang perlu dicapai dan dengan sendirinya juga kegiatan-kegiatan, proses-proses dan sumber- sumber daya apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana halnya analisis logframe, manajemen berbasis hasil didasarkan pada hubungan sebab-akibat logis antara masukan, kegiatan dan hasilnya. Manajemen berbasis hasil meliputi pengembangan suatu kerangka berbasis hasil, yang pada dasarnya terdiri dari tabel logframe sederhana yang berfokus pada tujuan dan hasil-hasil antara yang akan digunakan untuk menilai kemajuan pelaksanaan proyek serta menyesuaikan rancangan dan kegiatan-kegiatan proyek sesuai kebutuhan. Kerangka ini antara lain dihubungkan dengan analisis risiko berbagai faktor yang potensial mengancam kesuksesan suatu proyek. Manajemen berbasis hasil bisa digunakan untuk perancangan, pelaksanaan dan evaluasi berbagai proyek, program-program maupun strategi-strategi.
1 Managing for Development Results (MfDR) atau Manajemen untuk Menghasilkan Hasil-hasil Pembangunan adalah suatu perangkat sejenis yang dikembangkan lebih belakangan lagi dan masih terus dikembangkan. Menurut OECD-DAC (2006): “Meski manajemen berbasis hasil sedikit serupa dengan MfDR sebagaimana yang kita pahami sekarang, beberapa pendekatan dalam manajemen berbasis hasil hanya berfokus kepada akuntabilitas. MfDR lebih jauh bergerak, menggabungkan gagasan-gagasan baru tentang kerjasama, kemitraan, kepemilikan negara, keharmonisan dan keselarasan. MfDR menyediakan standar manajemen yang lebih tinggi karena menuntut seluruh pemangku kepentingan untuk terus-menerus memusatkan perhatian pada hasil pelaksanaan di tingkat negara daripada sekedar hasil jangka pendek.”
Catatan Panduan 6
Baik analisis logframe maupun manajemen berbasis hasil merupakan perangkat yang sangat cocok untuk digunakan dalam mempertimbangkan potensi risiko bencana yang dihadapi proyek-proyek pembangunan karena kedua perangkat ini mengandung analisis risiko dan asumsi yang terpadu. Selain itu, kedua perangkat ini juga memuat analisis atas berbagai alternatif yang ada; sesuatu yang berguna dalam menjajaki cara-cara menanggulangi risiko bencana dan meningkatkan keberlanjutan serta ketangguhan proyek terhadap bahaya, baik dalam konteks pengurangan risiko bencana maupun proyek-proyek pembangunan pada umumnya. Penekanan pada kinerja dalam manajemen berbasis hasil sangat berguna dalam menjamin agar kegiatan-kegiatan dan tujuan-tujuan proyek disesuaikan dengan memperhitungkan segala dampak bencana yang terjadi selama pelaksanaan proyek. Kerangka-kerangka logis juga merupakan dokumen yang hidup, yang memberi suatu kerangka untuk mengkaji dampak-dampak semacam itu. Akhirnya, kedua perangkat merupakan alat yang bersifat partisipatif yang memberi ruang untuk membahas dan menerima kepentingan-kepentingan dan kepedulian-kepedulian berbagai pemangku kepentingan, termasuk yang berkaitan dengan risiko bencana, dalam perancangan program.
Kondisi terkini
Pada praktiknya, nilai potensial perangkat logframe dan manajemen berbasis hasil dalam menganalisis dan menangani risiko bencana dalam konteks proyek-proyek pembangunan selama ini tampaknya telah terabaikan. Alih-alih mengadakan analisis mendalam sepanjang suatu periode tertentu, baik dalam hitungan bulan maupun tahun, penerapan perangkat ini seringkali menjadi sekadar formalitas untuk memenuhi persyaratan birokratis dalam menyusun dokumen proyek sebelum diajukan untuk mendapat persetujuan dewan pengurus lembaga atau donor luar. Dengan demikian, kesempatan awal dalam menyesuaikan perancangan proyek untuk mengurangi atau mengelola dampak bencana dan risiko potensial lainnya seringkali hilang dan analisis maupun penanganan risiko terkait seringkali hanya dibuat-buat. Sebagai contohnya, dalam proyek pertanian biasa terjadi bahwa pada berbagai tingkat matriks logframe ada asumsi mengenai akan adanya kondisi iklim yang baik, tetapi tidak ada tindakan nyata yang diambil untuk menjamin agar keberhasilan proyek tidak akan dihambat oleh perubahan iklim yang ekstrim. Risiko bencana bahkan dapat dengan sengaja diabaikan bila tidak ada cara untuk menanggulanginya dengan memadai pada tahap pengembangan proyek yang sudah sedemikian lanjut atau jika hal ini mengancam peluang pendanaan dari pihak ketiga.
Mendorong praktik yang baik
Ada tiga praktik penting yang dibutuhkan dalam menerapkan analisis logframe dan manajemen berbasis hasil untuk memastikan agar isu-isu yang berkaitan dengan bencana dikaji dan dikelola secara memadai di negara- negara yang rawan bahaya: Penggunaan kedua perangkat harus dimulai sejak sangat dini dalam persiapan proyek untuk memaksimalkan
nilai potensial perangkat-perangkat ini dalam memastikan agar isu-isu kebencanaan diidentifikasi, dianalisis dan ditangani dengan memadai.
Hal-hal menyangkut bencana harus dipertimbangkan pada setiap tahap analisis, bukan hanya pada tahap pengkajian risiko-risiko dan asumsi-asumsi saja. Matriks-matriks logframe dan kerangka kerja berbasis hasil harus ditelaah dengan cermat pada setiap kejadian bencana untuk menjajaki kemungkinan perlunya mengadakan penyesuaian-penyesuaian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan proyek untuk memastikan bahwa hasil-hasil yang ingin dicapai masih tetap realistis dan berkelanjutan.
2. Langkah-langkah dasar untuk memadukan
pertimbangan-pertimbangan risiko bencana ke dalam kerangka kerja logis dan kerangka berbasis hasil
Bagian berikut ini akan menguraikan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk memastikan agar risiko bencana dan peluang-peluang terkait untuk mengurangi dan mengelola kerentanan dipertimbangkan dengan memadai dan sistematis dalam setiap langkah penggunaan perangkat-perangkat logframe dan manajemen berbasis hasil. Ada
84 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Gambar 1 Pemaduan pertimbangan-pertimbangan risiko bencana ke dalam analisis logframe dan manajemen berbasis hasil di negara-negara rawan bahaya
1. Analisis situasi
Pertimbangkan bahaya-bahaya alam
Merujuk pada langkah
dan kerentanan terkait dalam
1 dan 2 pada kajian
Isu-isu terkait bencana yang
menelaah konteks luas proyek
dampak lingkungan
penting untuk diperhatikan?
2. Analisis para pemangku kepentingan
Sertakan kajian isu-isu kebencanaan dalam menilai kepentingan-kepentingan dan perhatian para pemangku kepentingan, terutama untuk memastikan agar kelompok-kelompok yang rentan bahaya di wilayah sasaran proyek juga dilibatkan
dalam konsultasi-konsultasi ini.
Tidak ada kebutuhan lebih lanjut untuk
3. Analisis masalah
mempertimbangkan
Pertimbangkan isu-isu kebencanaan dalam menelaah sebab-akibat dari masalah
isu-isu kebencanaan
utama yang ingin ditangani proyek
gn ti
4. Analisis tujuan
Pertimbangkan faktor-faktor kebencanaan dalam menetapkan tujuan, sasaran-
sasaran dan hasil-hasil yang ingin dicapai proyek
uk
gn
am
5. Analisis alternatif
Pertimbangkan baik kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana yang mungkin
dikembangkan maupun kemungkinan komponen-komponen proyek tertentu
ra
dapat berdampak negatif pada kerentanan terhadap bahaya alam
e 6. Pemilihan sasaran dan indikator-indikator n
Sertakan indikator-indikator terkait untuk memantau dan mengevaluasi unsur-
unsur pengurangan risiko bencana
ru
en
em
s-
7. Analisis risiko dan asumsi-asumsi
ru
Pertimbangkan faktor-faktor kebencanaan dalam mengidentifikasi risiko-risiko dan
asumsi-asumsi pokok, dan dalam mengembangkan rencana manajemen risiko
si
a lt
serta dalam menyusun indikator-indikator risiko
su no K
8. Pelaksanaan proyek
Pantau dan nilai kinerja setiap unsur pengurangan risiko bencana, dampak setiap kejadian bencana dan pengaruh segala perubahan dalam hal kerentanan terhadap bahaya alam dan modifikasi kegiatan-kegiatan sasaran-sasaran dan/atau tujuan-
tujuan proyek bila perlu
9. Evaluasi
Kaji pencapaian-pencapaian dan kegagalan-kegagalan pengurangan risiko bencana dan kelayakan kajian risiko bencana awal yang diadakan
Catatan Panduan 6 Catatan Panduan 6
Catatan panduan ini disusun untuk menjadi pelengkap bagi pedoman-pedoman penggunaan analisis logframe dan manajemen berbasis hasil yang sudah ada, dengan fokus khusus pada di mana dan bagaimana memasukkan pertimbangan-pertimbangan risiko bencana, dan bukannya untuk memberikan panduan menyeluruh tentang seluruh aspek dari perangkat-perangkat tersebut.
Daftar uji manajemen risiko bencana juga merupakan perangkat yang berguna untuk memandu analisis logframe dan manajemen berbasis hasil. Bank Pembangunan antar-Amerika (Inter American Development Bank/IDB) telah menyusun daftar uji semacam ini, yang terdiri dari serangkaian pertanyaan bercakupan luas yang perlu didiskusikan dalam persiapan proyek (lihat Catatan Panduan 5, Kotak 2).
Langkah 1. Analisis situasi
Pertimbangkan bahaya alam dan kerentanan terkait dalam melakukan penjajakan awal terhadap latar belakang konteks proyek yang lebih luas dan pengaruh-pengaruh dari semua proyek di negara-negara rawan bahaya (lihat juga Catatan Panduan 2 dan Catatan Panduan 7, Langkah 1 dan 2). Bila isu kebencanaan cenderung berkaitan langsung dengan kesuksesan dan hasil-hasil proyek pembangunan tertentu, isu-isu tersebut harus dipertimbangkan dalam setiap tahap analisis logframe atau manajemen berbasis hasil. Jika dipandang tidak berkaitan langsung, isu-isu tersebut harus ditinjau kembali pada Langkah 7 (Analisis risiko dan asumsi). Bila tidak ada isu kebencanaan potensial yang signifikan, hal ini tidak perlu dipertimbangkan lagi sampai Langkah 9 (Evaluasi).
Seluruh langkah yang dijelaskan di bawah ini relevan untuk mempersiapkan, mengelola dan mengevaluasi proyek- proyek pengurangan risiko bencana.
Langkah 2. Analisis pemangku kepentingan
Sertakan isu-isu kebencanaan dalam melaksanakan analisis awal untuk mengidentifikasi kepentingan-kepentingan dan perhatian para pemangku kepentingan. Dalam langkah ini juga mulai ditentukan sasaran-sasaran dan tujuan- tujuan proyek yang realistis, baik untuk proyek-proyek pengurangan risiko bencana maupun proyek pembangunan lain di daerah-daerah yang rawan bahaya. Pengetahuan dan keahlian teknis yang terkait juga perlu dicari.
Sangat penting bagi perencana proyek untuk secara khusus memberi kesempatan kepada masyarakat setempat guna menyampaikan sendiri dampak-dampak bencana pada kehidupan dan lingkungan mereka, persepsi mereka atas risiko, perilaku dalam menanggapi bencana dan prioritas-prioritas mereka dalam memperkuat ketangguhan terhadap bahaya. Juga untuk memberi masukan-masukan tentang implikasi-implikasi intervensi yang diusulkan pada kerentanan (misalnya, dampak proyek budi daya ikan di pesisir pada keterpaparan para petani terhadap gelombang laut). Kelompok-kelompok yang rentan bahaya di lokasi proyek harus diikutsertakan dalam proses ini, bahkan jika mereka tidak termasuk sebagai kelompok penerima manfaat sekalipun.
Satu definisi yang seksama tentang para penerima manfaat dalam kaitannya dengan kerentanan mereka terhadap bahaya alam dapat membantu menjelaskan bahkan lingkup dari proyek pembangunan yang lebih umum. Misalnya,, kelompok-kelompok penerima manfaat dapat dikategorikan sebagai sangat rawan terhadap bahaya sekaligus sangat miskin dan tidak memiliki ketahanan pangan, sehingga suatu proyek yang bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan harus jelas-jelas menangani juga risiko-risiko bencana dalam upayanya untuk meraih tujuan keseluruhannya.
Konsultasi lebih lanjut dengan para pemangku kepentingan juga harus dilakukan selama langkah-langkah berikutnya dalam menerapkan perangkat-perangkat analisis logframe maupun manajemen berbasis hasil. Konsultasi- konsultasi ini harus dibangun dari analisis awal untuk menjamin agar kepentingan-kepentingan dan perhatian para pemangku kepentingan, termasuk yang berkaitan dengan bahaya-bahaya alam, dipadukan ke dalam perancangan proyek. Sehingga, tercermin pada tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan proyek serta diperhitungkan dalam setiap penyesuaian yang diadakan dalam pelaksanaan proyek.
86 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Langkah 3. Analisis masalah (atau analisis situasi dan sebab-akibat)
Dalam melakukan analisis logframe, pertimbangkan isu-isu kebencanaan dalam mengidentifikasi masalah utama yang hendak ditangani proyek, menjajaki sebab-sebab dan akibatnya dan mengidentifikasi mereka yang terpengaruh.
Peran bencana di masa lalu dan risiko bencana yang terus berlanjut, termasuk dampak terkait terhadap perilaku (misalnya melalui pemilihan jenis tanaman pangan yang diproduksi), harus turut dipertimbangkan dalam menganalisis sebab-sebab mendasar permasalahan. Segala dampak yang ditimbulkan masalah utama terhadap kerentanan pada bahaya alam juga harus dijajaki (misalnya, pengaruh kerusakan lingkungan pada kerentanan). Dalam proyek-proyek pengurangan risiko bencana, kerentanan terhadap bahaya alam itu sendiri menjadi pusat masalah yang harus dianalisis.
Langkah 4. Analisis tujuan-tujuan
Pertimbangkan faktor-faktor kebencanaan dalam menetapkan tujuan, sasaran atau dampak strategis proyek; dan tujuan, sasaran atau hasil-hasil, tujuan-tujuan antara atau keluaran pembangunan dari proyek. Dalam analisis logframe, tujuan-tujuan ini diperoleh dengan menerjemahkan dampak-dampak yang teridentifikasi dalam analisis masalah (Langkah 3) ke dalam pernyataan-pernyataan atau tujuan-tujuan yang positif (misalnya, peningkatan hasil panen pada tahun-tahun dengan tingkat curah hujan rendah), dengan menggunakan “sebab-sebab” untuk menentukan hubungan antara cara dengan hasil (yaitu, bagaimana bergerak dari penyebab-penyebab mendasar suatu masalah menuju pencapaian tujuan-tujuan); dan, bila perlu, menyeimbangkan tujuan-tujuan tersebut. Dalam manajemen berbasis hasil, pertama-tama tujuan-tujuan strategis diidentifikasi, kemudian tujuan-tujuan yang lebih rendah serta kegiatan-kegiatan proyek, yang diturunkan dari rangkaian hubungan sebab-akibat, ditetapkan.
Tujuan-tujuan strategis proyek semakin diselaraskan dengan tujuan-tujuan program di tingkat negara (yang juga dihubungkan dengan strategi-strategi penanggulangan kemiskinan dan Tujuan-tujuan Pembangunan Milenium). Mengingat luasnya lingkup permasalahan yang dihadapi oleh banyak negara berkembang, pengurangan risiko bencana kemungkinan jarang menjadi suatu tujuan strategis kecuali di negara-negara kecil yang baru saja bangkit dari kejadian-kejadian bencana dan mendapat program dari LSM-LSM yang khusus bergerak dalam bidang tertentu, seperti ketahanan pangan dan penghidupan (lihat Catatan Panduan 4). Namun, di negara-negara yang rawan bahaya, pengurangan risiko bencana dapat berperan langsung terhadap pencapaian tujuan-tujuan strategis lain seperti pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, peningkatan taraf hidup dan perlindungan terhadap kelompok- kelompok rentan, peningkatan pendapatan para petani kecil atau terbentuknya sistem pengelolaan sumber daya alam yang terlindungi, produktif dan berkelanjutan. Dalam situasi seperti ini proyek pengurangan risiko bencana dapat dirancang untuk mendukung pencapaian tujuan-tujuan strategis ini. Proyek semacam ini akan memiliki tujuan pembangunan spesifik yang terkait bencana (lihat Kotak 1).
Dalam proyek-proyek pembangunan lain, pengurangan risiko bencana dapat dipilih sebagai tujuan antara yang berperan langsung dalam pencapaian tujuan pembangunan proyek. Di negara-negara yang lebih rawan bahaya, disertakannya komponen-komponen pengurangan risiko bencana bisa menjadi sangat penting dalam memastikan keberlanjutan manfaat dan hasil-hasil proyek. Contohnya, proyek untuk meningkatkan kondisi perumahan bisa memiliki tujuan-tujuan antara yang berhubungan dengan penguatan aturan-aturan pendirian bangunan dan penggunaan lahan untuk mendukung penguatan ketangguhan terhadap bahaya. Sebaliknya, unsur-unsur pengurangan risiko bencana dapat dimasukkan sebagai asumsi utama yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh lembaga-lembaga mitra; atau, bila termasuk penting tetapi berada di luar jangkauan langsung proyek, unsur-unsur ini dapat dirumuskan sebagai risiko-risiko proyek (lihat Langkah 7). Segala tujuan antara atau keluaran-keluaran dari upaya pengurangan risiko bencana harus diuraikan dengan tepat, dapat diverifikasi (lihat Langkah 6) dan dapat dibiayai dengan sumber daya proyek yang tersedia.
Langkah 5. Analisis berbagai alternatif
Sertakan kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana yang potensial sebagai sesuatu yang turut dipertimbangkan dalam menentukan dan mengkaji unsur-unsur proyek yang akan dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan antara atau keluaran-keluaran proyek. Termasuk juga, memilih strategi proyek yang optimal. Hubungan sebab-akibat antara kegiatan-kegiatan proyek dan tujuan-tujuan antara atau keluaran-keluaran proyek juga harus jelas.
Kemungkinan dampak positif dan negatif yang ditimbulkan unsur-unsur lain dalam proyek terhadap kerentanan pada bahaya alam (misalnya melalui dampak unsur-unsur ini terhadap lingkungan – lihat Catatan Panduan 7)
Catatan Panduan 6 Catatan Panduan 6
7, 8, 11 dan 12 tentang penilaian proyek secara lebih umum dari perspektif ekonomi, lingkungan, sosial dan teknis.)
Dalam menganalisis alternatif-alternatif juga harus dipertimbangkan implikasi proyek pada kerentanan pihak- pihak yang bukan penerima manfaat proyek terhadap bahaya alam; baik yang timbul karena suatu kegiatan yang dilakukan dengan sengaja (misalnya, pengalihan aliran banjir yang sengaja dilakukan) maupun yang tidak sengaja (misalnya, pembangunan infrastruktur telah menghalangi aliran pembuangan air – lihat Catatan Panduan 7, Kotak 1).
Langkah 6. Pemilihan sasaran-sasaran dan indikator-indikator
Tentukan indikator-indikator yang relevan untuk memantau dan mengevaluasi kinerja dan keberhasilan proyek, termasuk beberapa indikator untuk setiap tujuan pembangunan proyek dan tujuan antara yang berkaitan dengan bencana. Lalu, jelaskan nilai-nilai dasar yang ada dan nilai-nilai yang menjadi sasaran. Indikator-indikator harus jelas menunjukkan tingkat keberhasilan yang diperlukan untuk meraih pencapaian yang diharapkan pada tingkat berikutnya dalam matriks logframe atau kerangka berbasis hasil. Indikator harus spesifik dan nyata, terukur secara kuantitatif dan kualitatif, terikat waktu dan tempat tertentu; mudah diperoleh dan murah; relevan dan dapat memberi informasi untuk tujuan pengambilan keputusan; dan dapat diandalkan. Sasaran terkait juga harus realistis. Tujuan-tujuan strategis tidak membutuhkan indikator karena tujuan ini berada di luar tanggung jawab satu proyek yang berdiri sendiri dan karenanya tidak terpantau dalam konteks proyek.
Upaya mengukur kinerja dan pencapaian kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana menimbulkan tantangan tersendiri karena kejadian bahaya yang dipertimbangkan dalam rancangan proyek (design hazard event) 2 belum tentu terjadi selama masa pelaksanaan proyek dan oleh karenanya, manfaat dan dampak kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana mungkin tidak terukur secara langsung. Tantangan ini terutama berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka meningkatkan ketangguhan terhadap bahaya-bahaya geofisik seperti gempa bumi, letusan gunung berapi dan tsunami. Dalam hal ini dibutuhkan indikator-indikator antara atau indikator proses yang setidaknya akan dapat memperlihatkan adanya kemajuan dalam pencapaian tujuan- tujuan proyek (misalnya, jumlah sekolah tahan gempa yang dibangun). Indikator-indikator antara atau indikator proses juga dibutuhkan dalam situasi tempat manfaat proyek sepenuhnya baru akan menjadi jelas setelah proyek selesai (misalnya dengan mengukur kemajuan program penanaman bakau untuk memberi perlindungan terhadap gelombang laut berdasarkan tingkat pertumbuhan dan jumlah pohon yang hidup).
Kotak 1 Proyek Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) – Sektor Pengelolaan Banjir Hunan, China: Menentukan dampak, hasil dan keluaran-keluaran proyek serta indikator-indikator terkait lainnya
Dampak
Pertumbuhan sosial-ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif (dapat dinikmati oleh berbagai kalangan) di
proyek
wilayah-wilayah rawan banjir di Provinsi Hunan
Indikator
Jumlah badan usaha industri dan komersial baru di wilayah-wilayah sasaran proyek meningkat dibandingkan pada tahun 2006 Pada tahun 2012 nilai tanah untuk keperluan industri dan komersial di wilayah-wilayah sasaran proyek meningkat setidak-tidaknya 20% di atas tingkat nilai pada tahun 2005 Tingkat kemiskinan perkotaan di wilayah-wilayah sasaran proyek berkurang dari angka 6,7% pada tahun 2003
2 Tingkat besar-kecilnya suatu jenis bahaya yang akan menjadi dasar bagi kegiatan pengurangan risiko bencana untuk meningkatkan ketangguhan terhadap bahaya bersangkutan. Kegiatan ini mungkin tidak akan atau hanya sedikit memberi perlindungan terhadap kejadian bahaya yang lebih besar, dan dalam beberapa situasi bahkan dapat memperburuk tingkat kerugian (lihat Catatan Panduan 8 ).
88 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Hasil
Peningkatan perlindungan terhadap banjir di daerah-daerah rawan banjir yang strategis dan prioritas di (outcome )
hulu daerah aliran empat sungai di Provinsi Hunan
Indikator
Berkurangnya biaya-biaya tahunan yang harus dikeluarkan untuk bantuan kemanusiaan dan
perbaikan kerusakan akibat bencana di kota-kota yang berpartisipasi dalam program sebagai hasil dari peningkatan standar kerja konstruksi perlindungan banjir dan kesiapsiagaan dalam menghadapi banjir
Berkurangnya tingkat kerugian ekonomi langsung akibat banjir dan genangan air dibandingkan
dengan tingkat kerugian rata-rata pada saat ini
Keluaran
1. Sistem manajemen banjir nonstruktural: sistem-sistem manajemen dan peringatan banjir yang
(output)
operasional bagi 35 kota dan kabupaten yang terhubung dengan sistem manajemen dan peringatan banjir di tingkat provinsi
Indikator
Bertambahnya lama waktu peringatan terhadap kemungkinan banjir di wilayah-wilayah sasaran proyek (saat ini lama waktu berkisar antara beberapa jam hingga sehari sebelum kejadian) Peramalan dan data-data peringatan lebih akurat
2. Perlindungan banjir struktural, permukiman kembali dan manajemen lingkungan hidup: kerja-kerja konstruksi perlindungan terhadap banjir diselesaikan di lokasi-lokasi prioritas sebagai bagian dari Rencana Pengendalian Banjir Dataran Sungai Hunan dan Rencana Lima Tahun Provinsi Hunan dan sejalan dengan peraturan perundang-undangan Republik Rakyat China serta kebijakan-kebijakan keselamatan Bank Pembangunan Asia (ADB)
Indikator
Pada akhir proyek, tingkat kendali banjir pada kota-kota setingkat kabupaten meningkat menjadi kejadian banjir 1 kali setiap 20 tahun dari kejadian banjir 1 kali setiap di bawah 5 tahun pada saat ini Pada akhir proyek, tingkat pengendalian banjir di kota-kota setingkat kotamadya meningkat, sehingga kejadian banjir menjadi 1 kali dalam 50-100 tahun Tingkat kepuasan 20.133 warga yang direlokasi dapat pulih kembali ke tingkat sebelum pemukiman kembali dalam hal pendapatan dan penghidupan Persentase sasaran-sasaran pemantauan rencana pengelolaan lingkungan (Environment Management Plan/ EMP) tercapai
3. Manajemen proyek dan pengembangan kapasitas: sistem-sistem manajemen dan pemantauan proyek dapat berjalan dengan baik (operasional) dan lebih diperkuat
Indikator
Kantor-kantor manajemen proyek setempat menyusun laporan yang tepat waktu dan informatif yang mencerminkan pelaksanaan proyek yang akurat dan tepat waktu sesuai kesepakatan Sistem manajemen dan pemantauan proyek berbasis sistem domestik, termasuk Sistem Manajemen
Kinerja Proyek (Project Performance Management System/PPMS) dapat berjalan dengan baik 4. Perencanaan sektor pengelolaan banjir: pengkajian dan perencanaan sektor terpilih untuk
mendukung pengembangan rencana manajemen banjir terpadu (hibah yang didanai melalui bantuan bimbingan teknis)
Indikator
Kebutuhan pengembangan sistem peringatan banjir di seluruh wilayah daerah aliran sungai dikaji; asuransi banjir dikaji dengan dukungan bantuan bimbingan teknis; langkah-langkah tindak lanjut yang akan dimasukkan ke dalam rencana pengelolaan banjir di masa depan disetujui oleh para pejabat berwenang di tingkat provinsi pada tahun 2008
Sumber: kutipan dari ADB, Proposed Loan and Technical Assistance Grant People’s Republic of China: Hunan Flood Management Sector Project – Report and Recommendation of the President to the Board of Directors. Project Number 37641. Manila: Asian Development Bank, 2006.
Penggunaan indikator-indikator yang mendekati atau indikator alternatif juga dapat membantu pengukuran. Dalam sebuah proyek yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan keluarga-keluarga miskin terhadap kekeringan, misalnya, fluktuasi penjualan hewan ternak atau tingkat partisipasi dalam pendidikan formal akan lebih mudah dan lebih ekonomis untuk dipantau daripada naik-turunnya pendapatan keluarga-keluarga di daerah sasaran proyek.
Dibutuhkan perhatian yang besar dalam memikirkan dengan seksama implikasi pencapaian indikator-indikator yang mungkin digunakan dan dalam memastikan agar indikator-indikator yang dipilih benar-benar sesuai dan secara kolektif sangat informatif. Konsekuensi dari ketergantungan pada indikator-indikator tertentu juga perlu diperhitungkan dengan mendalam. Kenaikan harga tanah di wilayah banjir, misalnya,, mungkin dapat mencerminkan
Catatan Panduan 6 Catatan Panduan 6
Jika ditemukan kesulitan dalam menemukan indikator-indikator pengurangan risiko bencana yang relevan, kemungkinan tujuan antara atau keluaran proyek terkait masih bersifat terlalu umum atau terlalu ambisius dan perlu lebih dipersempit. Tingkat besar-kecilnya kejadian bahaya sendiri perlu didefinisikan dengan cermat untuk mendukung identifikasi indikator-indikator yang sesuai, misalnya, “perlindungan terhadap banjir 25-tahunan” daripada “perlindungan terhadap banjir”.
Kotak 1 dan 2 menyajikan contoh-contoh indikator kinerja. Panduan lebih lanjut tentang pemilihan indikator dan metode-metode serta teknik-teknik pengumpulan data terkait (termasuk penyusunan data dasar bilamana perlu) dijelaskan dalam Catatan Panduan 13. Catatan Panduan 9 juga memuat informasi yang berguna tentang metode- metode dan teknik-teknik pengumpulan data, sementara Catatan Panduan 4 (Kotak 2) membahas berbagai indeks risiko bencana yang telah dikembangkan untuk mengukur risiko di tingkat nasional maupun subnasional sebagai bagian dari pemantauan dan evaluasi.
Kotak 2 Memantau tujuan: Tujuan-tujuan pembangunan proyek dan indikator- indikator kinerja terkait
Proyek Kesiapsiagaan Darurat dan Bantuan Bencana Organisasi Kesehatan Pan Amerika di Negara- negara Amerika
Tujuan pembangunan proyek: Untuk mengurangi dampak bencana pada penduduk negara-negara di Amerika dengan meningkatkan kemampuan sektor kesehatan dalam mempersiapkan dan merespons segala jenis situasi darurat dan dalam mengurangi risiko bencana Indikator kinerja terkait: Departemen/Kementerian Kesehatan mengambil peran utama dalam koordinasi dan pelaksanaan program
pengurangan bencana di tingkat nasional Negara-negara (LSM-LSM, pemerintah dan dunia usaha) memperlihatkan adanya komitmen untuk
mengurangi kerentanan sektor kesehatan dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang mengembangkan ‘budaya’ pengurangan risiko bencana
Jumlah Departemen Kesehatan yang telah menginvestasikan sumber daya mereka atau sumber-sumber
daya nasional lainnya dalam manajemen dan pengurangan bencana
Proyek Pengurangan Risiko Bencana melalui Sekolah oleh ActionAid di Tujuh Negara
Tujuan pembangunan proyek: Untuk membuat sekolah-sekolah di wilayah-wilayah berisiko bencana tinggi menjadi lebih aman, sehingga mampu berfungsi sebagai tempat atau pusat pengurangan risiko bencana dengan melembagakan pelaksanaan Kerangka Aksi Hyogo ke dalam sistem pendidikan Indikator kinerja terkait:
Memperkuat kesiapsiagaan bencana demi terwujudnya respons yang efektif di semua tingkat Berkurangnya jumlah korban meninggal dan kerugian material yang diakibatkan bencana secara
substansial Kesiapsiagaan bencana dan pengurangan risiko diarusutamakan ke dalam kurikulum pendidikan Sekolah diakui sebagai tempat penting dalam hal pengurangan risiko bencana dan terlibat dalam
pendidikan dan program-program advokasi masyarakat Pengurangan faktor-faktor akar penyebab risiko
Proyek Pengarusutamaan Pendekatan Berbasis Penghidupan ke dalam Penanggulangan Bencana oleh Practical Action di Bangladesh, Peru, Zimbabwe dan Negara-negara Lain (akan ditentukan kemudian)
Tujuan pembangunan proyek: Pembangunan nasional dan daerah serta perencanaan kebencanaan menjadi lebih tanggap dan efektif dalam memberdayakan masyarakat miskin untuk mengurangi risiko-risiko bencana yang mengancam penghidupan mereka
90 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Indikator kinerja terkait: Lembaga-lembaga pendukung di tingkat daerah dan nasional memadukan rencana-rencana pengurangan
risiko bencana ke dalam praktik-praktik pembangunan di negara-negara yang menjadi sasaran proyek Berkurangnya kerugian yang ditimbulkan oleh bencana pada aset penghidupan masyarakat miskin yang
tinggal di daerah sasaran proyek Masyarakat miskin dan lembaga-lembaga setempat terwakili dalam pengambilan keputusan dan
perencanaan penanggulangan bencana.
Langkah 7. Analisis risiko dan asumsi
Pertimbangkan faktor-faktor kebencanaan dalam mengidentifikasi rangkaian asumsi kritis yang menentukan keberhasilan dan keberlanjutan tujuan-tujuan keseluruhan serta unsur-unsur individual proyek; nilai dan berilah peringkat pada risiko-risiko terkait, kembangkan rencana manajemen risiko dan tetapkan indikator-indikator
risiko. 3 Seluruh pemangku kepentingan harus terlibat dalam analisis ini. Logika internal analisis logframe maupun manajemen berbasis hasil sangat berguna dalam menjajaki implikasi
dari risiko-risiko bencana yang potensial karena logika ini dapat membantu dalam mengadakan analisis hubungan sebab-akibat yang seksama (yakni, asumsi-asumsi yang harus terjadi agar penyediaan masukan-masukan proyek dapat bermuara pada terlaksananya kegiatan, agar kegiatan-kegiatan dapat menghasilkan keluaran-keluaran dan seterusnya).
Asumsi-asumsi kritis dapat saja berkaitan dengan risiko-risiko yang mungkin ada yang telah teridentifikasi dalam Langkah 1, tetapi dianggap tidak berkaitan langsung dengan proyek; dengan tujuan-tujuan pengurangan risiko bencana yang dipertimbangkan pada Langkah 4 tetapi tidak dipilih; atau dengan keberhasilan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana yang direncanakan oleh lembaga-lembaga mitra. Bila dalam asumsi- asumsinya proyek memasukkan langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh pihak-pihak lain, kegiatan-kegiatan berbagai pihak berbeda ini perlu diselaraskan dengan hati-hati.
Asumsi-asumsi yang berkaitan dengan bahaya harus dinyatakan sejelas mungkin dengan menguraikan urutan tingkat besar-kecilnya, dan jika relevan, wilayah-wilayah yang dapat terkena (misalnya, ‘tingkat curah hujan pada bulan April-Oktober akan lebih dari 25 cm setiap tahun sepanjang masa pelaksanaan proyek di provinsi yang menjadi tempat pelaksanaan proyek’ dan bukannya ‘tidak ada kekeringan’) karena kejadian-kejadian bahaya yang kecil tidak akan menimbulkan risiko yang besar terhadap proyek. Asumsi-asumsi yang terdefinisi dengan lebih akurat juga akan lebih mudah dipantau.
Risiko bahwa asumsi-asumsi tidak terwujud harus dikaji, baik dalam hal probabilitasnya (kemungkinannya) maupun dalam hal dampaknya. Dampak-dampak langsung bencana maupun implikasi-implikasi tidak langsungnya terhadap asumsi-asumsi pokok lain juga harus dipertimbangkan (lihat Kotak 3).
Kotak 3 Risiko-risiko bencana terhadap proyek-proyek pembangunan
Kejadian bahaya alam dapat menimbulkan risiko-risiko potensial terhadap proyek pembangunan pada segala tingkat matriks logframe dari kerangka manajemen berbasis hasil. Kejadian-kejadian bahaya alam tersebut dapat menghambat: masukan-masukan proyek dalam menghasilkan kegiatan (misal, bencana telah melemahkan kapasitas
administratif pemerintah dalam mengelola proyek); kegiatan-kegiatan proyek dalam menghasilkan keluaran-keluaran maupun mencapai tujuan-tujuan antara
(misal, hancurnya infrastruktur yang dibangun atau tanaman pangan yang ditanam dalam kerangka proyek; gagalnya para relawan untuk mengikuti suatu program pelatihan karena waktu mereka tersita untuk urusan bencana; terganggunya upaya-upaya penguatan sistem manajemen karena perhatian teralihkan kepada upaya-upaya bantuan darurat dan rekonstruksi);
keluaran-keluaran proyek dalam mencapai tujuan-tujuan pembangunan proyek, maksud atau hasil
proyek (misal, hancurnya infrastruktur yang dibutuhkan untuk mengangkut dan memasarkan keluaran-
3 Dalam analisis logframe, asumsi kritis dicatat pada kolom di sebelah kanan matriks logframe dan digunakan untuk memeriksa logika vertikalnya. Dalam manajemen berbasis hasil, matriks risiko kritis dikembangkan secara terpisah.
Catatan Panduan 6 Catatan Panduan 6
pencapaian tujuan pembangunan proyek untuk berperan dalam pencapaian tujuan, sasaran atau dampak
strategis proyek (misal, kematian akibat bencana menghambat pencapaian sebuah proyek kesehatan dalam berkontribusi terhadap pengurangan angka kematian dan kesehatan yang buruk).
Masukan-masukan proyek juga dapat terkena pengaruh bencana – sebagai contoh, bila dana proyek terpaksa dialihkan untuk bantuan bencana dan upaya-upaya pemulihan atau bila biaya masukan proyek tertentu (misalnya, material bahan bangunan) meningkat tajam sesudah bencana. Prakondisi-prakondisi pelaksanaan proyek semacam itu tidak akan muncul dalam kerangka logis maupun kerangka manajemen berbasis hasil, tetapi tidak boleh diabaikan dalam mempertimbangkan perancangan, pelaksanaan dan pengevaluasian proyek-proyek di wilayah-wilayah yang rawan bahaya.
Demikian pula, asumsi-asumsi yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga mitra dapat terhambat oleh dampak langsung maupun tidak langsung yang ditimbulkan bencana. Misal, dalam kaitannya dengan pengalihan sumber-sumber daya keuangan maupun sumber daya lainnya.
Setelah menentukan tingkat risiko, kita harus menentukan pilihan-pilihan manajemen risiko bencana yang sesuai. Penentuan ini sebagiannya akan tergantung pada sumber-sumber daya proyek yang tersedia maupun tingkat keparahan risiko dan perkiraan kita akan kemampuan pihak-pihak lain dalam mengelola suatu kejadian bencana (lihat Kotak 4). Risiko-risiko dapat: diterima (bilamana risiko-risiko, atau risiko yang masih ada setelah langkah-langkah pengurangan risiko
dilakukan, terhitung rendah dan kemungkinan besar tidak akan membahayakan pencapaian tujuan-tujuan proyek);
dihindarkan (misalnya dengan tidak melanjutkan kegiatan atau komponen proyek tertentu atau bahkan merancang ulang keseluruhan proyek karena risikonya terlalu besar dan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menanganinya terlalu mahal dan sulit – hal ini disebut ‘asumsi pembunuh’);
diredam atau dikurangi tingkat kemungkinan terjadinya dengan memperbaiki rancangan proyek (misalnya dengan menggunakan rancangan bangunan alternatif atau jenis tanaman pangan lain), dengan memberikan fitur-fitur tambahan (misalnya, komponen irigasi) atau bahkan dengan memulai suatu proyek pengurangan risiko bencana yang terpisah; dan/atau
dialihkan (misalnya dengan mengasuransikan proyek terhadap risiko bencana). Tujuan-tujuan proyek terkadang juga perlu disesuaikan (misalnya dengan menetapkan target panen yang lebih
rendah). Selanjutnya, kita harus menetapkan indikator-indikator kinerja bagi risiko-risiko lain yang masih ada, terutama risiko yang besar kemungkinan kejadiannya, dan risiko-risiko harus dipantau dengan seksama selama pelaksanaan proyek.
Kotak 4 Mengelola risiko – sebuah contoh dari Bangladesh
Risiko bencana yang besar tidak selalu menyebabkan proyek harus dihentikan, seperti diperlihatkan melalui analisis risiko yang dilakukan untuk Program Penghidupan di Wilayah Gosong Sungai (Chars Livelihoods Programme) oleh Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID) di Bangladesh. Analisis ini mengidentifikasi tujuh risiko, yang pertama adalah bahwa “perubahan lingkungan atau bencana-bencana
alam dapat menghambat kemajuan program”. 4 Namun, analisis ini kemudian menyatakan bahwa:
“…meskipun tingkat kemungkinan kejadian dari risiko ini tinggi, dampak terkaitnya [terhadap Program Penghidupan Wilayah Gosong Sungai oleh DFID tersebut] dipandang rendah karena pengalaman banjir sebelumnya telah menunjukkan bahwa pemerintah, LSM dan para mitra pembangunan relatif efektif dan
4 Istilah ‘bencana alam’ di sini berasal dari DFID. Keenam risiko lain berkaitan dengan lingkungan tata pemerintahan, kemampuan menjangkau kaum miskin, kesepakatan akan peran dan pola kemitraan, pengidentifikasian mitra yang sesuai, penolakan para elite dan penerimaan para pembuat kebijakan.
92 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana 92 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Selain itu, program itu sendiri memiliki unsur kegiatan penting yang berkaitan dengan pengembangan kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana… Rencananya unsur kegiatan ini akan dimulai sejak awal pelaksanaan program, dan kegiatan tersebut akan mengembangkan efisiensi serta efektivitas operasi-operasi penanggulangan bencana bila terjadi bencana.
Walaupun faktor-faktor di atas cukup membesarkan hati, bila terjadi suatu banjir besar dalam tiga tahun pertama pelaksanaan program, hal itu tetap saja akan menjadi kemunduran besar dalam kegiatan-kegiatan program. Sehingga, keseluruhan jadwal program perlu dipertimbangkan kembali.”
Sumber: DFID. Chars Livelihoods Programme – Annex 9: Risk Analysis. London: Department for International Development (UK), 2002. Dapat diakses di: http://www.dfid.gov.uk/pubs/files/chars-livelihoods-prog.pdf
Langkah 8. Pelaksanaan proyek
Pantaulah kinerja komponen-komponen proyek pengurangan risiko bencana selama pelaksanaan proyek dengan menggunakan indikator-indikator kinerja dan risiko yang dipilih serta lakukan penyesuaian-penyesuaian yang perlu terhadap masukan-masukan, kegiatan-kegiatan, sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan proyek.
Setelah terjadi suatu bencana, semua proyek yang dilaksanakan di daerah yang terkena dampak bencana harus dikaji dengan seksama. Tujuan-tujuan, sasaran serta asumsi-asumsinya harus direvisi seperlunya dengan turut memperhitungkan dampak langsung maupun tak langsung bencana pada proyek. Hal ini juga bertujuan untuk mencerminkan segala perubahan yang dirasakan maupun perubahan nyata pada bentuk dan sifat kerentanan terhadap kejadian-kejadian bahaya di masa yang akan datang. Perubahan-perubahan besar dalam hal kerentanan terhadap bahaya alam selama masa pelaksanaan proyek (misalnya, berkaitan dengan adanya penggundulan hutan) juga harus dipantau dengan seksama dan diadakan penyesuaian-penyesuaian yang perlu untuk memastikan agar hasil-hasil proyek tetap berkelanjutan, terutama di daerah-daerah yang sangat rawan bahaya. Dampak-dampak yang tidak disengaja dari proyek sendiri pada kerentanan terhadap bahaya alam juga harus diamati dengan cermat. Pendekatan-pendekatan partisipatif yang melibatkan para pemangku kepentingan dalam proses pemantauan akan sangat berharga terutama untuk melihat segala perubahan dalam hal kerentanan dan mengupayakan penyesuaian- penyesuaian yang perlu.
Langkah 9. Evaluasi
Berdasarkan pembahasan kita sebelumnya, gunakan logframe atau kerangka manajemen berbasis hasil untuk menjajaki: apakah risiko-risiko bencana dan asumsi-asumsi yang terkait telah dikaji dengan seksama dalam perancangan
proyek; apakah risiko bencana telah ditangani dengan memadai dan efektif dari segi biaya oleh proyek; manfaat-manfaat dan pencapaian segala komponen yang terkait pengurangan risiko bencana; apakah indikator-indikator kinerja terkait risiko bencana dan indikator risiko yang dipilih sudah cukup relevan
dan informatif; bagaimana dampak langsung dan tidak langsung dari segala bencana yang terjadi selama pelaksanaan proyek telah memengaruhi hasil-hasil dan pencapaian proyek; apakah dampak bencana-bencana tersebut telah ditangani dengan selayaknya dalam konteks proyek; dan apakah keberlanjutan pencapaian proyek potensial terancam oleh bahaya-bahaya di masa depan.
Pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dari evaluasi ini harus dipadukan ke dalam proyek-proyek di masa yang akan datang.
Catatan Panduan 6
3. Faktor-faktor penentu keberhasilan
Pemahaman tentang kerentanan dan peluang-peluang pengurangan risiko bencana. Di beberapa tempat bencana masih dipandang sebagai ‘hukuman Tuhan’. Dibutuhkan upaya-upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman bahwa bencana pada dasarnya bukanlah kejadian yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya atau dihindari dan harus ditangani oleh para ahli kebencanaan. Sebaliknya, seandainya risiko bencana dapat dikenali sejak sangat dini dalam perancangan proyek, mungkin masih ada banyak peluang bagi kita untuk mengelola risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan. Pemahaman yang lebih baik akan kerentanan terutama penting mengingat bahwa program-program pembangunan dapat dengan tanpa sengaja menciptakan kerentanan baru atau memperburuk kerentanan yang sudah ada, kadang-kadang dengan akibat-akibat yang tragis.
Pengkajian tambahan tentang risiko. Analisis-analisis risiko bencana yang dilaksanakan sebagai bagian dari analisis logframe dan manajemen berbasis hasil biasanya terdiri dari penilaian kualitatif cepat untuk menggolongkan risiko ke dalam kategori rendah, menengah atau tinggi. Dalam kasus-kasus tertentu, kita mungkin membutuhkan analisis lebih lanjut, mungkin dalam konteks perangkat-perangkat penilaian tertentu (misalnya, ekonomi [lihat Catatan Panduan 8 ], lingkungan [lihat Catatan Panduan 7] atau teknik [lihat Catatan Panduan 12]). Implikasi risiko bencana pada risiko-risiko yang tingkatnya lebih tinggi, misalnya, risiko yang mengancam reputasi lembaga pembangunan (risiko reputasi) juga harus dijajaki.
Perlakuan terhadap risiko-risiko yang mempunyai tingkat kemungkinan yang rendah namun berdampak tinggi. Bahaya-bahaya yang berkaitan dengan iklim kemungkinan besar dianggap sebagai risiko potensial karena bahaya-bahaya semacam ini dapat terulang dalam jangka waktu yang singkat dan memiliki peluang yang lebih besar untuk terjadi selama proyek berjalan. Kekeringan, khususnya, cenderung diidentifikasi sebagai faktor risiko bagi proyek-proyek yang tergantung pada pasokan air di daerah-daerah rawan kekeringan. Sebaliknya, risiko-risiko yang berasal dari bahaya gempa bumi dan kegiatan gunung berapi, yang jangka waktu berulangnya lebih panjang, mungkin menjadi kurang begitu dipertimbangkan. Walau bagaimanapun, sangat penting bagi kita untuk menjaga agar risiko-risiko gempa bumi dan gunung berapi tetap dipertimbangkan dengan memadai dari segi keamanan, mengingat semua manusia memiliki hak atas keamanan dan perlindungan (lihat Catatan Panduan 12 ).
Prioritas lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan. Penekanan khusus terhadap analisis dengan menggunakan kerangka logis dan manajemen berbasis hasil antara lain akan mencerminkan kebijakan-kebijakan dan prioritas-prioritas sebuah lembaga pembangunan. Ketika petunjuk khusus untuk mempertimbangkan isu- isu kebencanaan tidak tersedia, hanya sedikit perhatian yang akan diberikan pada isu-isu kebencanaan, bahkan di daerah yang sangat rawan bahaya sekalipun.
Penyesuaian ruang lingkup dan tujuan-tujuan proyek. Keluwesan yang terkandung dalam perangkat logframe dan manajemen berbasis hasil harus dimanfaatkan sepenuhnya, dengan memperlakukan kerangka-kerangka terkait sebagai suatu dokumen yang hidup dan secara terus-menerus meninjau kembali serta, bilamana perlu, memperbaikinya bila situasi proyek berubah.
Indikator-indikator kinerja. Dibutuhkan kerja-kerja lebih lanjut untuk mendukung pengembangan indikator- indikator pemantauan dan mengukur kinerja kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana (lihat Catatan Panduan 13 ).
Kotak 5 Peristilahan dalam bidang bahaya dan kebencanaan
Mereka yang telah lama bergerak dalam bidang kebencanaan umumnya mengakui bahwa penggunaan istilah dalam bidang bahaya dan kebencanaan seringkali tidak konsisten, sesuatu yang mencerminkan bahwa bidang ini melibatkan para praktisi dan peneliti yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Rangkaian Catatan Panduan ini menggunakan istilah-istilah kunci di bawah ini:
Kerentanan adalah potensi untuk tertimpa kerusakan atau kerugian, yang berkaitan dengan kapasitas untuk mengantisipasi suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan memulihkan diri dari dampak bahaya. Baik kerentanan maupun lawannya, ketangguhan, ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan sosial, politik, budaya dan kelembagaan.
Bencana adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang luar biasa yang menimbulkan dampak pada komunitas-komunitas rentan dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan korban yang besar, serta membuat
94 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana 94 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Risiko bencana adalah gabungan dari karakteristik dan frekuensi bahaya yang dialami di suatu tempat tertentu, sifat dari unsur-unsur yang menghadapi risiko, dan tingkat kerentanan atau ketangguhan yang dimiliki unsur-
unsur tersebut. 5 Mitigasi adalah segala bentuk langkah struktural (fisik) atau nonstruktural (misalnya, perencanaan penggunaan
lahan, pendidikan publik) yang dilaksanakan untuk meminimalkan dampak merugikan dari kejadian-kejadian bahaya alam yang potensial timbul.
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahaya- bahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan adanya kejadian bahaya tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda jika mereka terancam dan untuk memastikan respons yang efektif (misalnya dengan menumpuk bahan pangan).
Bantuan kemanusiaan, rehabilitasi dan rekonstruksi adalah segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan setelah terjadinya bencana untuk, secara berurut, menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan kemanusiaan yang mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik serta pelayanan masyarakat.
Perubahan iklim adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada pengukuran keadaan rata-rata atau ketidakkonsistenan iklim di suatu tempat atau daerah selama periode waktu yang panjang, yang diakibatkan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh dampak kegiatan manusia pada komposisi atmosfer global atau oleh ketidakkonsistenan alam.
Bacaan lebih lanjut
ADB. Guidelines for Preparing a Design and Monitoring Framework. Manila: Asian Development Bank, 2006. Dapat diakses di: http://www.adb.org/Documents/Guidelines/guidelines-preparing-dmf/guidelines-preparing-dmf.pdf
AusAID. The Logical Framework Approach. AusGuideline 3.3. Australian Agency for International Development, 2005. Dapat diakses di: http://www.ausaid.gov.au/ausguide/pdf/ausguideline3.3.pdf
CIDA. Results-based Management in CIDA: An Introductory Guide to the Concepts and Principles. Ottawa: Canadian International Development Agency, 1999. Dapat diakses di: http://www.acdi-cida.gc.ca/CIDAWEB/acdicida.nsf/En/EMA-218132656-PPK
CIDA. RBM Handbook on Developing Results Chains: The Basics of RBM as Applied to 100 Project Examples. Ottawa: Canadian International Development Agency, Results-Based Management Division, 2000. Dapat diakses di: http://www.acdicida.gc.ca/ INET/IMAGES.NSF/vLUImages/Performancereview6/$file/Full_report.pdf
DFID. ‘Logical Frameworks’. In Tools for Development. London: Department for International Development (UK), 2002. Dapat diakses di: http://www.dfid.gov.uk/pubs/files/toolsfordevelopment.pdf
OECD-DAC. Managing for Development Results – Principles in Action: Sourcebook on Emerging Good Practices. Paris: Organisation for Economic Co-operation and Development, Development Assistance Committee, 2006. Dapat diakses di: http://www.mfdr. org/sourcebook/MfDRSourcebook-Feb-16-2006.pdf
Sida. The Logical Framework Approach: A Summary of the Theory Behind the Method. Stockholm: Swedish International Development Cooperation Agency, 2004. Dapat diakses di: http://www.sida.se/shared/jsp/download.jsp?f=SIDA1489en_web.pdf&a=2379
UNDP. Knowing the What and the How – RBM in UNDP: Technical Note. New York: United Nations Development Programme, undated. Dapat diakses di: http://www.undp.org/eo/documents/methodology/rbm/RBM-technical-note.doc
USAID. Performance Monitoring and Evaluation TIPS: Building a Results Framework. No 13. Washington, DC: United States Agency for International Development, 2000. Dapat diakses di: http://pdf.dec.org/pdf_docs/pnaca947.pdf
5 Rangkaian catatan panduan ini menggunakan istilah ‘risiko bencana’ sebagai pengganti istilah ‘risiko bahaya’ yang sebenarnya lebih tepat karena istilah ‘risiko bencana’ adalah istilah yang lebih umum digunakan oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pengurangan risiko.
Catatan Panduan 6
Catatan panduan ini ditulis oleh Charlotte Benson. Pengarang menyampaikan terima kasih kepada Andrea Iffland (ADB), Sergio Mora (IDB), dan Edith Paredes (IDB), Tim Penasihat Proyek dan Sekretariat Konsorsium ProVention atas nasihat dan dukungan mereka yang amat berharga dalam penyusunan rangkaian ini. Terima kasih juga dihaturkan atas dukungan pendanaan dari Badan Pembangunan Internasional Kanada (CIDA), Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID), Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia dan Badan Kerja Sama Pembangunan Internasional Swedia (Sida). Pengarang bertanggung jawab sepenuhnya atas semua pandangan yang disajikan di dalam buku ini dan pandangan-pandangan tersebut tidak dengan sendirinya mencerminkan pandangan Sekretariat ProVention, Tim Penasihat Proyek, para penilai buku atau badan-badan yang mendanai proyek.
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang diterbitkan oleh Konsorsium ProVention bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyesuaikan alat-alat penilaian dan evaluasi proyek agar dapat mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam program-program pembangunan mereka di negara-negara yang rawan bahaya. Rangkaian ini mengulas topik-topik berikut: (1) Pengantar buku panduan; (2) Mengumpulkan dan menggunakan informasi tentang bahaya alam; (3) Strategi Penanggulangan Kemiskinan; (4) Penyusunan program di tingkat negara; (5) Manajemen siklus proyek; (6) Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil; (7) Pengkajian lingkungan; (8) Analisis ekonomi; (9) Analisis kerentanan dan kapasitas; (10) Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan; (11) Pengkajian dampak sosial; (12) Perancangan konstruksi, standar bangunan dan pemilihan lokasi; (13) Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana; dan (14) Dukungan anggaran. Rangkaian catatan panduan dalam versi utuh, berikut studi pencakupan yang dilaksanakan oleh Charlotte Benson dan John Twigg, Measuring Mitigation: Methodologies for assessing natural hazard risks and the net benefits of mitigation, dapat diakses di http:// www.proventionconsortium.org/mainstreaming_tools
ProVention Consortium Secretariat
PO Box 372, 1211 Geneva 19, Switzerland E-mail: [email protected] Website: www.proventionconsortium.org
Hak Cipta © 2007 pada Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional/Konsorsium ProVention. Pandangan-pandangan yang terkandung di dalam catatan panduan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pengarang dan tidak dengan sendirinya mewakili pandangan-pandangan Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional/Konsorsium ProVention.
P E R A N G K AT U N T U K M E N G A R U S U TA M A K A N P E N G U R A N G A N R I S I KO B E N C A N A