Pertumbuhan ekonomi dan kerentanan terhadap bahaya
Kotak 7 Pertumbuhan ekonomi dan kerentanan terhadap bahaya
Hubungan antara tingkat pembangunan dari sebuah ekonomi dan kerentanannya terhadap bahaya-bahaya alam sangatlah kompleks; sesuatu yang mencerminkan fakta bahwa pembangunan bukanlah sebuah proses yang berjalan dalam satu garis lurus dengan banyak jalur yang berbeda. Kenyataan membuktikan bahwa dalam tahap-tahap awal pembangunan ekonomi kerentanan dapat meningkat baik pada tingkat ekonomi mikro maupun makro. Kelompok-kelompok miskin dan mereka yang secara sosial kurang beruntung dapat menjadi lebih rentan karena perubahan-perubahan sosial ekonomi dapat membawa pada, misalkan saja, lunturnya dukungan keluarga dan runtuhnya mekanisme bertahan hidup tradisional, meningkatnya ketergantungan pada pendapatan dalam wujud uang daripada produksi dalam bentuk barang dan perpindahan orang untuk menetap dan mencari penghidupan di daerah-daerah yang lebih rawan bahaya. Selain itu, dalam tahap-tahap awal pembangunan, biasanya terjadi urbanisasi cepat yang tidak terencana; peraturan-peraturan standar bangunan dan penggunaan lahan tidak ditegakkan dengan baik; hanya sedikit perhatian yang diberikan pada kondisi lingkungan hidup; dan eksploitasi sumber-sumber daya alam seperti hutan dan air tanah yang akan memperburuk dampak kejadian-kejadian bahaya di masa yang akan datang (lihat Catatan Panduan
7 ). Sementara itu, semakin berkembangnya integrasi sektoral, geografis dan finansial telah meningkatkan pengaruh ekonomi makro tak langsung dari kinerja buruk pada satu sektor atau daerah tertentu pada keseluruhan ekonomi negara, yang berpotensi mengubah krisis-krisis lokal menjadi krisis nasional.
Pada tingkat pembangunan yang lebih tinggi, kerugian fisik yang diakibatkan bencana biasanya jauh lebih tinggi, tetapi dampak ekonomi bencana menurun secara proporsional, yang antara lain disebabkan oleh adanya peningkatan investasi dalam program-program mitigasi dan kesiapsiagaan, perbaikan manajemen lingkungan hidup, adanya akses yang lebih besar pada sumber-sumber daya finansial dan biaya-biaya peluang yang lebih rendah serta berkurangnya skala kemiskinan absolut yang berarti juga berkurangnya kerentanan rumah tangga. Sebagian besar aset-aset ekonomis sektor swasta kemungkinan besar juga diasuransikan dengan memadai terhadap bencana dan beban yang harus ditanggung disebar kepada beberapa pihak reasuransi global.
Sumber: Benson, C. dan Clay, E.J. Understanding the Economic dan Financial Impacts of Natural Disasters. Disaster Risk Management Series, No. 4. Washington, DC: World Bank, 2004. Dapat diakses di: http://www-wds.worldbank.org/servlet/ WDS_IBank_Servlet?pcont=details& eid= 000012009_20040420135752
Tata pemerintahan. 11 Di negara-negara berisiko tinggi, upaya-upaya untuk meningkatkan tata pemerintahan harus meliputi juga mekanisme-mekanisme untuk menjamin agar:
10 Lihat, misalnya, World Bank (2002). 11 Lihat, misalnya, UNDP, ProVention, UN-HABITAT and UNV (2005) untuk diskusi lebih mendalam.
48 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
ada kerangka kebijakan yang sesuai untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana sebagai salah satu unsur pokok dalam perencanaan pembangunan; adanya pengaturan dan kapasitas kelembagaan, legislatif serta pembuatan peraturan yang kuat untuk manajemen risiko bencana; tersedia alokasi dana yang memadai untuk manajemen risiko bencana, termasuk perencanaan keuangan yang sesuai untuk bencana-bencana yang potensial terjadi (lihat di bagian bawah); semua pemangku kepentingan yang relevan, termasuk kaum miskin dan kelompok-kelompok yang rentan, ikut ambil bagian dalam penyusunan kebijakan dan pengambilan keputusan dalam manajemen risiko bencana; kelompok-kelompok kepentingan yang kuat tidak membelokkan upaya-upaya untuk mengurangi kerentanan kaum miskin terhadap bahaya; hak kepemilikan kaum miskin terjaga, demi mendorong kaum miskin agar mau mengambil langkah-langkah mitigasi yang perlu; penyediaan dukungan pascabencana mencapai mereka-mereka yang paling membutuhkan; peluang korupsi diminimalkan (misalnya, melalui pengendalian keuangan dan sistem akuntabilitas yang
dirancang dengan baik dan diterapkan dengan semestinya berkaitan dengan penggunaan dana-dana bantuan kemanusiaan dan rekonstruksi); dan
pemerintah dan aktor-aktor kelembagaan lainnya dituntut untuk bertanggung gugat atas keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan mereka dalam manajemen risiko bencana.
Desentralisasi adalah sebuah wahana yang penting untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana, membangun partisipasi lokal dan memperkuat serta meningkatkan akuntabilitas. Walaupun demikian, untuk menjamin agar pemerintah-pemerintah daerah mampu memenuhi tanggung jawab mereka dalam hal penanggulangan bencana, pengalihan tanggung jawab dari pusat harus disertai dengan pengalihan kewenangan dan sumber-sumber keuangan yang setara.
Masalah-masalah tata pemerintahan potensial yang dapat ditimbulkan bencana juga harus dikenali, dan dikaitkan, misalnya saja, dengan tekanan besar yang dapat ditimbulkan oleh bencana pada sistem administrasi pemerintah dan gangguan yang dapat ditimbulkannya pada proses-proses konsultasi dan partisipasi.
Biaya, anggaran dan keuangan. Risiko bencana harus diperhitungkan dalam pengalokasian sumber-sumber daya publik, dan harus disediakan anggaran yang sesuai untuk pengurangan risiko bencana dan bencana-bencana yang potensial terjadi (lihat Catatan Panduan 4 dan 14).
Ada kecenderungan untuk membiayai sebagian upaya bantuan kemanusiaan dan rehabilitasi pascabencana dengan merealokasikan sumber-sumber daya yang sebelumnya telah diperuntukkan bagi pembangunan. Hal ini mengganggu pencapaian tujuan-tujuan pembangunan. Masuknya bantuan kemanusiaan dan rekonstruksi dari luar dalam skala besar juga dapat menyebabkan timbulnya masalah penyerapan dana, yang akan berdampak pada semua bidang pengeluaran publik. Walaupun begitu, sistem penetapan prioritas pengeluaran, suatu aspek dari manajemen fiskal yang baik, dapat berperan penting dalam menjamin agar program-program penanggulangan kemiskinan utama terlindungi. Jika pengeluaran pascabencana terjadi rutin setiap tahun, harus diupayakan adanya dana yang khusus diperuntukkan bagi bencana.
Digunakannya kerangka pengeluaran berjangka menengah juga penting untuk membantu menjamin agar kebutuhan-kebutuhan pengurangan risiko tidak sepenuhnya terkalahkan oleh tuntutan-tuntutan jangka pendek yang lebih mendesak, tetapi pada akhirnya mungkin kurang begitu penting.
Langkah 4. Membangun prosedur-prosedur pemantauan dan evaluasi
Jika sebuah strategi penanggulangan kemiskinan diharapkan berperan dalam peningkatan manajemen risiko bencana, strategi tersebut harus memuat sasaran-sasaran dan indikator-indikator jangka pendek dan jangka panjang yang relevan serta sistem-sistem yang sesuai untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan dan pencapaian, dan khususnya dampak-dampak strategi ini pada kaum miskin (lihat Kotak 8).
Idealnya, indikator-indikator bersifat kuantitatif (dengan data dasar terkait yang akan digunakan untuk mengukur kemajuan), tepat, dapat diperoleh dengan mudah dan murah, relevan dan cukup untuk menilai kinerja. Indikator- indikator yang terpilah-pilah berdasarkan zona-zona geoklimatik atau geofisik mungkin juga relevan untuk digunakan. Indikator-indikator hasil (outcome) harus didasarkan pada turunnya tingkat kerentanan dan bukan
Catatan Panduan 3 Catatan Panduan 3
Penting pula untuk mempertimbangkan akibat-akibat potensial yang dapat ditimbulkan bencana (dan guncangan- guncangan lainnya) terhadap pelaksanaan, dampak dan hasil strategi penanggulangan kemiskinan (seperti kerusakan fisik atau terpaksa mengubah alokasi sumber-sumber daya), untuk menjamin agar indikator-indikator dan sasaran-sasaran yang ditetapkan realistis, serta untuk memeriksa lebih lanjut apakah implikasi-implikasi potensial bencana telah dipertimbangkan dan ditangani dengan memadai. Di negara-negara yang berisiko tinggi, lebih cocok digunakan indikator-indikator dan sasaran-sasaran terkait bencana yang berwujud rentang (range) daripada titik (point), atau ‘dengan’ dan ‘tanpa’ target dan indikator bencana untuk semua tujuan strategi penanggulangan kemiskinan. (lihat Catatan Panduan 13 untuk diskusi lebih lanjut)
Kotak 8 Indikator-indikator pemantauan dan evaluasi untuk pengurangan risiko bencana
Berbagai strategi penanggulangan kemiskinan yang ada saat ini memuat berbagai macam indikator masukan dan keluaran untuk pengurangan risiko bencana, misalnya, berkaitan dengan rencana belanja untuk kegiatan- kegiatan tertentu, perancangan dan persetujuan kebijakan-kebijakan yang berkaitan, penyelenggaraan pelatihan dan pembangunan infrastruktur untuk mengurangi kerentanan struktural tertentu. Beberapa strategi penanggulangan kemiskinan, termasuk yang mencoba mengintegrasikan pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana ke dalam strategi-strategi dan program-program pembangunan yang lebih luas, juga menetapkan indikator-indikator hasil dan dampak terkait bencana yang spesifik, dan dalam beberapa kasus mengukur pencapaian upaya pengurangan risiko bencana secara tidak langsung melalui indikator- indikator keluaran lain (lihat juga Catatan Panduan 4): Strategi Penanggulangan Kemiskinan Vietnam tahun 2002 yang memiliki sasaran untuk mengurangi
separuh jumlah orang yang terjatuh kembali ke dalam kemiskinan karena bencana dan risiko-risiko lainnya pada tahun 2010.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Bangladesh tahun 2005 yang dalam pelaksanaannya memiliki sebuah
program manajemen bencana menyeluruh yang diharapkan akan berkontribusi pada turunnya sampai 50 persen jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan, terciptanya lapangan kerja yang membawa penghasilan dan berkurangnya kerugian dalam hasil kerja, harta milik dan berkurangnya korban jiwa.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Kamboja tahun 2002 yang memiliki sasaran untuk mengurangi
wilayah tanah pertanian yang hancur karena banjir dan kekeringan, mengurangi nilai kerugian finansial akibat banjir dan mengurangi jumlah orang yang terkena kekeringan.
Langkah 5. Pelaksanaan, evaluasi dan umpan balik
Untuk meningkatkan efektivitas srategi-srategi penanggulangan kemiskinan di masa yang akan datang, kita perlu menilai pencapaian-pencapaian dan kelemahan-kelemahan manajemen risiko bencana sebagai bagian dari evaluasi dan penggalian pelajaran-pelajaran berharga dari pengalaman masa lalu. Evaluasi ini harus mengkaji apakah analisis risiko bencana awal sudah memadai; apakah risiko bencana telah diperhitungkan dengan semestinya dan efisiensi biaya; efektivitas dan keberlanjutan kegiatan-kegiatan terkait; apakah pencapaian-pencapaian dan hasil-hasil srategi penanggulangan kemiskinan potensial terancam oleh kejadian-kejadian bahaya di masa depan; dan bagaimana bencana yang terjadi dalam masa implementasi srategi tersebut telah mempengaruhi hasil srategi penanggulangan kemiskinan.
Isu-isu ini harus ditelaah dalam mengevaluasi srategi-strategi penanggulangan kemiskinan di semua negara yang rawan bencana, lepas dari apakah risiko bencana dibahas secara eksplisit atau tidak. (Lihat Catatan Panduan 13 untuk panduan lebih lanjut tentang evaluasi.)
Jika dalam masa pelaksanaan srategi penanggulangan kemiskinan terjadi sebuah bencana besar, strategi tersebut perlu disesuaikan. Dalam situasi semacam ini segala perubahan harus transparan dan rasional dalam kaitan dengan tujuan-tujuan utama srategi penanggulangan kemiskinan.
50 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Langkah ulangan: Konsultasi partisipatif
Konsultasi-konsultasi tentang kontribusi bencana pada masalah kemiskinan dan pilihan-pilihan yang diambil untuk memperkuat ketangguhan harus diulang beberapa kali selama persiapan sebuah srategi penanggulangan kemiskinan, misalnya, dalam memberikan informasi tambahan yang dapat digunakan dalam kerja diagnostik; dalam menentukan program-program aksi; dan dalam evaluasi serta dalam mempelajari hikmah yang dapat dipetik.
Kelompok-kelompok yang dikenal sangat rentan, baik yang miskin maupun tidak miskin, harus diikutsertakan dalam proses ini untuk mengetahui keprihatinan-keprihatinan mereka, termasuk persepsi akan risiko, perilaku dalam menanggapi bahaya dan prioritas-prioritas dalam memperkuat ketangguhan. Khususnya, pandangan-pandangan keluarga-keluarga yang dikepalai kaum perempuan, para lanjut usia, mereka yang cacat dan kelompok-kelompok lain yang secara sosial berpotensi dipinggirkan harus secara eksplisit didengarkan karena kelompok-kelompok ini seringkali sangat rentan terhadap bahaya-bahaya alam.
Seringkali kita juga perlu berkonsultasi dengan para pemangku kepentingan yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang relevan, termasuk organisasi-organisasi masyarakat sipil (yang seringkali menjadi pihak yang paling aktif mendorong agenda pengurangan risiko), para pegawai pemerintah di kementerian-kementerian dan departemen terkait (misalnya, kesejahteraan sosial, pertanian, transportasi, kesehatan) di tingkat pemerintah nasional dan daerah, lembaga-lembaga publik yang khusus bergerak dalam bidang yang berkaitan dengan bencana, sektor swasta dan para akademisi serta lembaga-lembaga penelitian.
3. Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan
Pengakuan sejak awal akan pentingnya pengurangan risiko bencana. Pengakuan sejak awal tentang kemungkinan
peran bahaya alam dan kerentanan terkait terhadap kemiskinan serta pengakuan tentang kerentanan lebih sebagai isu pembangunan dan bukannya isu kemanusiaan adalah penting untuk memastikan bahwa topik ini mendapat perhatian yang selayaknya dalam kerja analitis dan diagnostik awal untuk srategi penanggulangan kemiskinan dan proses konsultatif terkait, dan oleh karena itu juga dalam strategi yang dihasilkan.
Kemauan dan akuntabilitas politik. Baik pemerintah maupun komunitas pembangunan internasional harus bisa
menerima bahwa mereka bertanggung gugat kepada kaum miskin dalam mengurangi risiko bencana dengan menunjukkan komitmen jangka panjang pada pengurangan risiko. Dalam jangka pendek hasil dari komitmen ini mungkin tidak akan terlihat, dengan pengandaian tidak ada bencana yang terjadi, tetapi dalam jangka panjang hasilnya akan menjadi substansial.
Dukungan teknis. Perlu disusun sebuah panduan yang jelas dan mudah diakses untuk mendukung pemerintah dalam menganalisis dan menanggulangi aspek-aspek kemiskinan yang berkaitan dengan bencana. Kapasitas advokasi kelompok-kelompok rentan. Pandangan dan kebutuhan kelompok- kelompok rentan perlu
didengarkan dan dipahami. Hal ini dapat menjadi tugas yang menantang karena kelompok-kelompok semacam itu sulit didefinisikan dan biasanya tidak dapat dicapai hanya melalui satu titik masuk.
Minimalisasi biaya. Pertimbangan-pertimbangan risiko bencana harus diintegrasikan ke dalam srategi
penanggulangan kemiskinan dengan biaya seekonomis mungkin. Pengumpulan analisis kerentanan terhadap ancaman bahaya alam serta dampak bencana terhadap kaum miskin yang sudah ada dapat mengurangi biaya penyusunan srategi penanggulangan kemiskinan. Selain itu, memberi perhatian yang memadai terhadap pengurangan risiko bencana dalam rancangan program-program penanggulangan kemiskinan lainnya, alih-alih memperlakukan pengurangan risiko sebagai suatu kegiatan terpisah, juga dapat sangat mengurangi kebutuhan biaya untuk implementasi.