Perangkat untuk Mengarusutamakan biokimia Pengura

Pengurangan Risiko Bencana:

Catatan Panduan bagi Lembaga-Lembaga yang Bergerak dalam Bidang Pembangunan

Charlotte Benson dan John Twigg dengan Tiziana Rossetto

S E P T E M B E R 2 0 07

Edisi Bahasa Inggris

Tools for Mainstreaming Disaster Risk Reduction: Guidance Notes for Development Organisations Diterbitkan oleh: ProVention Consortium Secretariat

PO Box 372 CH – 1211 Geneva 19 Switzerland E-mail: provention@ifrc.org Website: www.proventionconsortium.org

Copyright © 2007 by the International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies / the ProVention Consortium.

Segala bagian dari buku ini dapat dikutip, digandakan, diterjemahkan ke dalam bahasa lain atau diadaptasi untuk kebutuhan setempat tanpa izin sebelumnya dari Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional/Konsorsium ProVention, asalkan buku ini disebutkan sebagai sumbernya. Meskipun kami mendorong penggandaan dan penerjemahan buku ini, baik Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional maupun Konsorsium ProVention tidak bertanggung jawab terhadap segala ketidaktepatan atau kesalahan dalam penerjemahan. Temuan-temuan, penafsiran dan kesimpulan yang terkandung di dalam laporan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pengarang dan tidak dengan sendirinya mewakili pandangan-pandangan Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional atau Konsorsium ProVention.

Edisi Bahasa Indonesia

Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana: Catatan Panduan bagi Lembaga-Lembaga yang Bergerak dalam Bidang Pembangunan

Tim Penerjemah CIRCLE Indonesia Koordinator Proyek dan Editor Kepala: Theresia Wuryantari Penerjemah: Laurentia Sumarni, Valentinus Irawan Editor Ahli: Banu Subagyo, Eko Teguh Paripurno, Retno Winahyu Satyarini Editor Bahasa: Zaki Habibi

Hak Cipta © 2007 Edisi Bahasa Indonesia dipegang oleh Hivos Kantor Regional Asia Tenggara dan CIRCLE Indonesia. Dicetak oleh Jaran Productions, Jl. Jembatan Merah No. 84 B, Prayan Kulon, Yogyakarta, 55283, Indonesia

Pendahuluan

Proses pembangunan tidak dengan sendirinya mengurangi kerentanan terhadap bahaya alam. Sebaliknya, tanpa disadari pembangunan dapat menciptakan bentuk-bentuk kerentanan baru atau memperburuk kerentanan yang telah ada, menghambat upaya untuk memerangi kemiskinan dan mendorong pertumbuhan, seringkali dengan akibat-akibat yang tragis. Oleh karena itu, kita perlu aktif dan sungguh-sungguh mencari pemecahan yang sama- sama menguntungkan, yakni melaksanakan pembangunan berkelanjutan, mengurangi kemiskinan dan pada saat yang sama meningkatkan ketangguhan terhadap bahaya, terutama karena perubahan iklim cenderung meningkatkan kejadian kekeringan dan banjir serta intensitas badai. Pemecahan terbaik biasanya dapat ditemukan dengan memadukan strategi dan langkah-langkah pengurangan risiko bencana ke dalam keseluruhan kerangka pembangunan, dengan memandang pengurangan risiko bencana sebagai bagian terpadu dari proses pembangunan dan bukan sebagai tujuan itu sendiri.

Sejak akhir tahun 1990-an, dunia kian mengakui perlunya “mengarusutamakan” pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan – yakni, dengan mempertimbangkan dan memperhatikan risiko-risiko bahaya alam dalam menyusun kerangka strategis dan struktur kelembagaan jangka menengah, strategi dan kebijakan negara dan sektoral serta dalam perancangan proyek di negara-negara yang rawan bahaya. Sejumlah lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan telah memulai upaya untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam kerja mereka dengan melakukan berbagai perubahan kelembagaan, kebijakan dan prosedur terkait serta menyesuaikan praktik-praktik operasional mereka.

Proyek penyusunan Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana ProVention mendukung proses ini, dengan menyajikan rangkaian 14 catatan panduan bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk mengadaptasi instrumen-instrumen penyusunan program, penilaian proyek dan evaluasi yang ada untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam kegiatan-kegiatan pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Panduan-panduan ini sengaja dibuat dalam bentuk catatan-catatan pendek dan praktis untuk melengkapi panduan-panduan penyusunan program, penilaian proyek dan evaluasi yang lebih umum yang telah ada.

Buku ini menguraikan subyek-subyek berikut: (1) Pengantar buku panduan; (2) Mengumpulkan dan menggunakan informasi tentang bahaya alam; (3) Strategi-strategi penanggulangan kemiskinan; (4) Penyusunan program di tingkat negara; (5) Manajemen siklus proyek; (6) Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil; (7) Pengkajian lingkungan; (8) Analisis ekonomi; (9) Analisis kerentanan dan kapasitas; (10) Pendekatan penghidupan berkelanjutan; (11) Pengkajian dampak sosial; (12) Perancangan konstruksi, standar bangunan dan pemilihan lokasi; (13) Evaluasi program-program pengurangan risiko bencana; dan (14) Dukungan anggaran.

Buku ini berisi seluruh rangkaian catatan panduan. Versi on-line dari buku ini dalam bahasa Inggris dapat diunduh dari http://www.proventionconsortium.org/mainstreaming_tools

Proyek ProVention juga tengah mengembangkan Disaster Risk Reduction Monitoring and Evaluation Sourcebook berbasis web. Buku sumber ini akan selesai dan tersedia tahun 2007 ini juga di http://www.proventionconsortium. org/M&E_sourcebook.

Pendahuluan

Ucapan Terima Kasih

Para pengarang menyampaikan terima kasih kepada Tim Penasihat proyek atas nasihat dan dukungan mereka yang amat berharga dalam penyusunan rangkaian catatan panduan ini: Margaret Arnold (Bank Dunia), Steve Bender (Independen), Yuri Chakalall (CIDA), Olivia Coghlan (DFID), Seth Doe Vordzorgbe (Independen), Fenella Frost dari Program Pembangunan PBB (United Nations Development Programme/UNDP), Niels Holm-Nielsen (Bank Dunia), Kari Keipi dari Bank Pembangunan antar Amerika (Inter-American Development Bank/IDB), Sarah La Trobe (Tearfund), Praveen Pardeshi dari Strategi Internasional PBB untuk Pengurangan Bencana (United Nations International Strategy for Disaster Reduction/UN-ISDR), Cassandra Rogers (IDB), Michael Siebert (Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit - GTZ, Jerman), Clairvair Squires (Carribean Development Bank), Jennifer Worrell (UNDP) dan Roger Yates (ActionAid).

Ucapan terima kasih secara khusus juga kami haturkan kepada para anggota maupun mantan anggota Sekretariat Konsorsium ProVention atas dukungan dan dorongan mereka: David Peppiatt (mantan Pimpinan, sekarang bekerja pada Palang Merah Inggris), Bruno Haghebaert, Ian O’Donnell, Maya Schaerer dan Marianne Gemin.

Keahlian dan nasihat dari sejumlah penilai eksternal dalam mendukung penulisan masing-masing catatan panduan juga merupakan sesuatu yang sangat berharga dan untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya. Para penilai disebutkan secara orang perorangan di akhir catatan(-catatan) panduan terkait.

Tiziana Rossetto (Dosen dalam Bidang Teknik Kegempaan, University College London) telah menyumbang tulisan untuk Catatan Panduan 12 (Perancangan konstruksi, standar bangunan dan pemilihan lokasi).

Sue Pfiffner telah mengedit catatan-catatan panduan dan Pascal Vittoz merancang tata letak, keduanya dengan perhatian sempurna pada hal-hal terinci.

Divisi Konflik, Kemanusiaan dan Keamanan (Conflict, Humanitarian and Security Department/CHASE) dari Departemen Pembangunan Internasional Inggris (United Kingdom’s Department for International Development/DFID), Badan Pembangunan Internasional Kanada (Canadian International Development Agency/CIDA), Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia dan Badan Kerjasama Pembangunan Internasional Swedia (Swedish International Development Cooperatioan Agency/SIDA) telah memberikan dukungan pendanaan untuk mengembangkan rangkaian catatan panduan ini.

Para pengarang bertanggung jawab sepenuhnya atas semua pandangan yang disajikan di dalam buku ini dan pandangan-pandangan tersebut tidak dengan sendirinya mencerminkan pandangan Sekretariat ProVention, Tim Penasihat proyek, para penilai buku atau badan-badan yang mendanai proyek. Semua kesalahan dan kekurangan juga menjadi tanggung jawab sepenuhnya para pengarang

Charlotte Benson dan John Twigg

Januari 2007 cbenson321@aol.com j.twigg@ucl.ac.uk

2 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana

Kata Pengantar Hivos

Hivos adalah sebuah lembaga nonpemerintah Belanda yang terinspirasi oleh nilai-nilai kemanusian. Bersama dengan organisasi lokal di negara berkembang, Hivos berkontribusi pada terwujudnya dunia yang bebas, adil dan berkelanjutan. Dunia tempat perempuan dan laki-laki memiliki akses yang setara pada berbagai peluang dan sumber daya yang akan menentukan masa depan mereka.

Hivos tidak memiliki mandat khusus dalam pengurangan risiko dan penanggulangan bencana. Akan tetapi, dari pengalaman penanganan bencana di Amerika Tenggah, Asia Selatan maupun di Indonesia Hivos menyadari akan pentingnya kapasitas tanggap bencana yang memadai sebagai prasyarat kesuksesan Hivos dalam melaksanakan program mitranya dengan berkelanjutan, akuntabel dan bermutu serta dapat benar-benar menjangkau para penerima manfaat. Mengingat banyak mitra Hivos di Indonesia bekerja di wilayah-wilayah yang rawan bencana, Hivos semakin merasa perlu untuk ikut ambil bagian dalam upaya-upaya pengurangan risiko dan penanggulangan bencana di Indonesia.

Sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kapasitas organisasi pembangunan dan masyarakat Indonesia dalam mengarusutamakan pengurangan risiko bencana, maka Hivos berinisiatif menerjemahkan dokumen berjudul Tools for Mainstreaming Disaster Risk Reduction: Guidance Notes for Development Organisations ke dalam bahasa Indonesia. Penerjemahan dokumen tersebut dilandasi tujuan agar masyarakat Indonesia dan khususnya organisasi pembangunan dapat secara utuh memahami langkah-langkah praktis untuk mengurangi risiko bencana. Lebih jauh lagi, Hivos berharap terbitan ini dapat mendorong upaya untuk membangun ketahanan masyarakat dalam menghadapi risiko bencana melalui pelatihan, perencanaan dan pengorganisasian.

Hivos mengucapkan terima kasih kepada International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies dan ProVention Consortium yang telah mengijinkan kami untuk menerjemahkan dokumen sumber milik mereka yang sangat praktis ini dan juga kepada CIRCLE Indonesia yang telah membuat publikasi ini menjadi kenyataan.

Ben Witjes

Direktur Hivos Kantor Regional Asia Tenggara

Kata Pengantar Hivos

Kata Pengantar CIRCLE Indonesia

Langkah Kecil untuk Turut Mewujudkan Gagasan Besar: Membangun Masyarakat yang Tangguh terhadap Bencana

Tsunami di Aceh dan Sumatera Utara, gempa bumi di Nias, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah, serta banjir di Jakarta maupun di beberapa kawasan di pulau Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan serta letusan gunung berapi dan kekeringan di kawasan yang sama merupakan daftar panjang yang menyadarkan kita bahwa tanah air Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap risiko bencana. Akan tetapi, pengalaman kerja koperasi CIRCLE Indonesia selama setahun ini di wilayah-wilayah yang terkena dampak bencana seperti Aceh, Nias dan Sumatera Utara pascatsunami serta DIY dan Jawa Tengah pascagempa menunjukkan bahwa upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana masih relatif terbatas.

Namun demikian, perlu dicatat bahwa berbagai bencana yang terjadi selama beberapa tahun terakhir ini telah membuat Indonesia menjadi negara yang cukup progresif di dalam penanggulangan bencana ke depan. Hal ini ditandai dengan terbitnya Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana pada bulan Januari 2007 dan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pada bulan April 2007.

Terbitnya UU No. 24/2007 tersebut menandai babak baru dalam perubahan cara pandang dan pengelolaan penanggulangan bencana, yakni dari ”reaktif jika terjadi bencana menjadi aktif, siaga dan tanggap terhadap risiko bencana”, sehingga sebagai konsekuensinya upaya penanggulangan bencana merupakan bagian dari kerja-kerja pembangunan. Oleh karena itu, sama halnya dengan pembangunan, upaya-upaya untuk penanggulangan bencana, termasuk di dalamnya upaya pengurangan risiko bencana harus dilakukan secara komprehensif dan sistematis. Meski begitu, karena hal ini masih relatif baru, kapasitas untuk penanggulangan bencana yang sistematis masih sangat minim. Pun harus diakui bahwa saat ini pustaka penanggulangan bencana masih terbatas, khususnya dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, koperasi CIRCLE Indonesia memberanikan diri menerima kesempatan dan dukungan yang diberikan oleh HIVOS untuk menerjemahkan buku yang berjudul Tools for Mainstreaming Disaster Risk Reduction: Guidance Notes for Development Organisations ke dalam bahasa Indonesia. Upaya ini sekaligus juga menandai pelaksanaan mandat dari koperasi CIRCLE Indonesia guna turut berkontribusi di dalam pemberdayaan masyarakat sipil, khususnya bagi mereka yang bekerja untuk pembangunan dan upaya-upaya penanggulangan bencana.

Peran kecil di dalam penerjemahan dan penerbitan buku panduan ini diharapkan bisa memperluas akses organisasi lokal yang bergerak di bidang pembangunan, dan sekaligus menjadi dorongan bagi berbagai pihak dalam upaya- upaya mengembangkan kesadaran agar penanggulangan bencana tidak hanya berkembang pada tataran pola pikir dan kebijakan saja, tetapi akan diikuti dengan praktik-praktik nyata di lapangan oleh semua pihak. Kami dari CIRCLE Indonesia sungguh berharap bahwa penerjemahan buku ini memberikan manfaat bagi berkurangnya risiko bencana yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia yang selama ini hidup berdampingan bersama risiko itu.

Buku ini dapat terbit dalam edisi bahasa Indonesia karena komitmen dan kerjasama yang baik dari banyak pihak. Untuk itu perkenankan dalam kesempatan ini kami sampaikan ungkapan terimakasih kami kepada komunitas- komunitas yang hidup di wilayah rawan bencana dan telah mengalami bencana, seperti di Aceh, Nias, Kebumen, Bantul, Sleman, Klaten, dan Nusa Tenggara Timur yang daya juangnya telah memberikan inspirasi dan dorongan untuk pemajuan penanggulangan bencana. Selanjutnya, terima kasih juga kami nyatakan kepada ProVention yang mengizinkan untuk menerjemahkan buku edisi bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, dan HIVOS yang telah memberikan dukungan pendanaan bagi seluruh proses penerjemahan dan penerbitannya.

4 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana

Secara khusus terima kasih kami ucapkan kepada Jonathan Lassa, Coordinator - Hivos Aceh Programme yang telah mendorong CIRCLE Indonesia untuk menerjemahkan buku ini; kepada Theresia Wuryantari untuk mengkoordinasikan seluruh proses penerjemahan dan penerbitan buku ini, juga kepada ”Kang ET” Eko Teguh Paripurno, Mas Banu Subagyo, Mbak Laurentia Sumarni, ”Pak Lik” Valentinus Irawan serta Zaki Habibi yang menerjemahkan, mengedit dan menggarap penyuntingan akhir, serta kawan-kawan Jaran Productions yang menata letak dan mencetak buku ini hingga siap dibaca. Tanpa kesediaan kerjasama Anda semua, buku ini tentu tidak akan dapat terbit dan disebarluaskan.

Bila ada kekurangan dalam penerbitan ini, dengan kerendahan hati kami akui sepenuhnya karena kelemahan kami.

Yogyakarta, September 2007 Retno Winahyu Satyarini

Ketua Pengurus Koperasi CIRCLE Indonesia

Kata Pengantar CIRCLE Indonesia

Daftar Isi

Pendahuluan

Ucapan Terima Kasih Pengarang

Kata Pengantar Hivos

Kata Pengantar CIRCLE Indonesia

Catatan Panduan 1: Pengantar buku panduan 1 Catatan Panduan 2:

Mengumpulkan dan menggunakan informasi tentang bahaya alam 23 Catatan Panduan 3:

Strategi penanggulangan kemiskinan 39 Catatan Panduan 4:

Penyusunan program di tingkat negara 55 Catatan Panduan 5:

Manajemen siklus proyek 71 Catatan Panduan 6:

Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil 83 Catatan Panduan 7:

Pengkajian lingkungan 97 Catatan Panduan 8:

Analisis ekonomi 109 Catatan Panduan 9:

Analisis kerentanan dan kapasitas 123 Catatan Panduan 10:

Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan 139 Catatan Panduan 11:

Pengkajian dampak sosial 151 Catatan Panduan 12:

Perancangan konstruksi, standar bangunan dan pemilihan lokasi 165 Catatan Panduan 13:

Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana 181 Catatan Panduan 14:

Dukungan anggaran 199

6 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana

P E R A N G K AT U N T U K M E N G A R U S U TA M A K A N P E N G U R A N G A N R I S I KO B E N C A N A

Pengantar Buku Panduan

Catatan Panduan 1

Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang disusun bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyempurnakan alat-alat penyusunan program, penilaian dan evaluasi proyek mereka dalam rangka mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam program-program pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Perangkat ini juga berguna bagi para pemangku kepentingan yang bekerja dalam program-program penyesuaian terhadap perubahan iklim.

Catatan pendahuluan berikut ini menguraikan dengan singkat landasan pemikiran yang mendasari penyusunan perangkat ini, memperkenalkan panduan dan menjabarkan faktor-faktor penting yang menentukan keberhasilan upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam kebijakan dan program pembangunan.

1. Pentingnya pengarusutamaan risiko bencana

Sejak akhir dekade 1990-an banyak kalangan kian menyadari perlunya “mengarusutamakan” pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan – yakni memasukkan pertimbangan-pertimbangan risiko bencana alam ke dalam kerangka strategis jangka menengah dan struktur-struktur kelembagaan, ke dalam kebijakan dan strategi negara dan sektoral serta ke dalam perancangan proyek di negara-negara rawan bahaya.Upaya pengarusutamaan risiko bencana harus mencakup analisis bagaimana potensi bahaya dapat mempengaruhi kinerja kebijakan, program dan proyek, dan analisis bagaimana kebijakan, program dan proyek tersebut berdampak pada kerentanan terhadap bahaya alam. Analisis ini harus ditindaklanjuti dengan mengambil tindakan yang perlu untuk mengurangi kerentanan, dengan menempatkan pengurangan risiko sebagai bagian tak terpisahkan dari proses pembangunan dan bukan sebagai tujuan itu sendiri.

Perubahan dari cara pandang lama yang telah mengakar bahwa bencana adalah sesuatu yang tidak dapat diprediksi sebelumnya, tak terhindarkan dan harus ditangani oleh para ahli tanggap darurat, sedikit banyak mencerminkan meningkatnya pemahaman akan bencana sebagai masalah pembangunan yang masih harus diatasi. Program pembangunan tidak dengan sendirinya mengurangi kerentanan terhadap bahaya alam. Sebaliknya, program pembangunan tanpa disadari dapat melahirkan bentuk-bentuk kerentanan baru atau memperburuk kerentanan yang telah ada, terkadang dengan konsekuensi yang tragis (Kotak 1). Peningkatan pemahaman ini berjalan seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya penanggulangan kemiskinan. Telah lama diakui umum bahwa salah satu dimensi kemiskinan yang mendasar adalah keterpaparan terhadap risiko dan kemungkinan hilangnya pendapatan, termasuk yang diakibatkan oleh bahaya alam. Pemahaman akan hal ini telah mendorong adanya perhatian yang lebih besar pada analisis bentuk-bentuk dan penyebab mendasar kerentanan dan kegiatan-kegiatan terkait yang dapat memperkuat ketangguhan dalam menghadapi bahaya.

Kotak 1 Mengabaikan bahaya dapat sangat merugikan

 Di kota Hue, Vietnam, perluasan pembangunan infrastruktur termasuk jembatan, jalan kereta api dan

jalan-jalan raya, telah menciptakan penghalang di tengah lembah di tempat kota tersebut berdiri. Akibatnya, air hujan yang berlebih tidak dapat mengalir dengan cepat dan menimbulkan banjir yang

kian lama kian parah. 1 Permasalahan yang sama juga dialami beberapa desa di Gujarat, India, setelah selesainya pembangunan sebuah jalan raya yang dibiayai donor.  Pada tahun 1989, setelah kehancuran hebat yang diakibatkan oleh Badai Hugo, dengan dana bantuan

dibangun sebuah rumah sakit di kaki gunung berapi di Pulau Montserrat yang termasuk gugusan kepulauan

1 IFRC, World Disasters Report: Focus on recovery. Geneva: International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, 2001.

Catatan Panduan 1

Karibia. Pada pertengahan tahun 1995 rumah sakit tersebut hancur diterjang aliran lava setelah gunung

berapi tersebut aktif kembali 2 .  Setelah kehancuran yang ditimbulkan oleh tsunami Samudera Hindia pada tahun 2004, beberapa

perumahan di Aceh, Indonesia, dibangun di daerah rawan banjir, sehingga banyak keluarga yang menjadi rentan terhadap bahaya banjir di masa mendatang.

Kian besarnya perhatian pada upaya pengarusutamaan risiko juga dipengaruhi oleh terus meningkatnya kerugian yang ditimbulkan oleh bencana, yang terutama diakibatkan oleh meningkatnya kerentanan aset ekonomi dan sosial serta kesejahteraan dan penghidupan masyarakat terhadap bahaya alam. Antara tahun 1950 dan 1990-an, kerugian nyata yang diakibatkan oleh bencana secara global dilaporkan telah meningkat 15 kali lipat, sementara jumlah orang yang terkena dampak bencana naik drastis dari 1,6 milyar dalam kurun waktu antara 1984-1993 menjadi

hampir 2,6 milyar orang dalam dasawarsa berikutnya. 3 Selama tahun-tahun belakangan ini bencana-bencana besar terjadi susul-menyusul dan menimbulkan korban jiwa manusia dan kerugian ekonomi yang amat besar, termasuk tsunami Samudera Hindia pada tahun 2004 dan Badai Katrina serta Badai Rita di Amerika Serikat dan gempa bumi Asia Selatan yang berpusat di Kashmir pada tahun 2005. Walaupun kerugian ekonomi absolut yang terbesar terjadi di negara-negara maju, kerugian yang menimpa negara-negara berkembang relatif jauh lebih besar. Menurut Bank Dunia, kerugian akibat bencana yang diderita negara-negara berkembang, jika dihitung sebagai persentase dari produk domestik bruto, dapat mencapai 20 kali lebih besar daripada kerugian yang dialami oleh negara-negara

industri, sementara lebih dari 95 persen kematian yang diakibatkan oleh bencana terjadi di negara berkembang. 4 Kian lama kian disadari bahwa bencana memang merupakan ancaman yang serius bagi pembangunan berkelanjutan, upaya penanggulangan kemiskinan dan pencapaian sejumlah tujuan dari Tujuan-tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDGs).

Oleh karenanya, perlu ditemukan penyelesaian yang sama-sama menguntungkan (win-win) untuk mempertahankan pembangunan berkelanjutan, menanggulangi kemiskinan dan memperkuat ketangguhan terhadap bahaya, terutama karena perubahan iklim tampaknya akan semakin meningkatkan kejadian kemarau panjang, banjir

dan badai yang besar. 5 Cara terbaik untuk mendapatkan penyelesaian semacam ini adalah dengan memadukan strategi dan program-program pengurangan risiko bencana ke dalam keseluruhan kerangka pembangunan, dengan melihat pengurangan risiko bencana sebagai bagian terpadu dari proses pembangunan dan bukan tujuan itu sendiri. Seperti dikatakan dalam laporan yang baru saja diluncurkan Bank Dunia, “…patut diingat bahwa tidak ada saat di mana kita dapat mengabaikan atau mengesampingkan risiko bencana, terutama bagi kelompok

negara-negara yang sangat rawan terhadap bencana”. 6 Sebaliknya, isu-isu yang berhubungan dengan bahaya harus menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan nasional dan sektoral, penyusunan program di tingkat negara dan dalam perancangan semua proyek pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Hal itu perlu dilakukan demi melindungi investasi pembangunan itu sendiri dari bahaya alam dan demi memperkuat ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bahaya. Biaya untuk membuat struktur-struktur bangunan yang tahan

bahaya belum tentu mahal. 7 Walau angka yang tercatat berbeda-beda, Badan Manajemen Tanggap Darurat Federal Amerika Serikat (the United States Federal Emergency Management Agency/FEMA), 8 misalnya, memperkirakan bahwa langkah-langkah untuk mengurangi risiko bahaya hanya meningkatkan biaya pembangunan fasilitas baru sebanyak satu hingga lima persen, sementara keuntungan potensial yang akan diperoleh akan sangat jauh lebih tinggi (Kotak 2). Dengan demikian, perhatian yang besar pada risiko bencana mencerminkan salah satu aspek penting dari upaya internasional untuk meningkatkan efektivitas bantuan.

2 Clay, E.J. et al. ‘An Evaluation of HMG’s Response to the Montserrat Volcanic Emergency’. 2 Vols. Evaluation Report EV635. London: Department for International Development (UK), 1999. 3 World Bank (2006). 4 http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/TOPICS/EXTURBANDEVELOPMENT/EXTDISMGMT/0,,menuPK:341021~pagePK:149018~piPK:149093~theSitePK:341015,00.html 5 Kajian Stern tahu 2006 yang berkaitan dengan perubahan iklim juga berpandangan bahwa penyesuaian terhadap perubahan iklim, termasuk upaya untuk meningkatkan ketangguhan terhadap

bahaya, harus diarusutamakan ke dalam pembangunan dan kajian ini secara spesifik menekankan bahwa “kunci keberhasilan pengurangan risiko bencana adalah menjamin agar PRB (Pengurangan Risiko Bencana) dipadukan ke dalam kebijakan dan perencanaan pembangunan dan kegiatan kemanusiaan” (HM Treasury and Cabinet Office (2006) hal. 566).

6 World Bank (2006) hal. 67. 7 Lihat, misalnya, FEMA. Protecting Business Operations: Second Report on Costs and Benefits of Natural Hazard Mitigation. Washington, DC: Federal Emergency Management Agency, 1998; IACNDR.

Inter-American Strategic Plan for Policy on Vulnerability Reduction, Risk Management and Disaster Response. OEA/Ser G. Permanent Council Document 3737/03. Inter-American Committee for Natural Disaster Reduction, 2003.

8 Lihat catatan kaki 7 (FEMA, 1998).

8 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana

Kotak 2 Pengurangan risiko bencana mendatangkan manfaat yang besar

 Sebuah program penanaman bakau yang dilaksanakan Palang Merah Vietnam di delapan provinsi di

Vietnam untuk melindungi penduduk yang tinggal di daerah pantai dari topan dan badai menghabiskan biaya rata-rata 0,13 milyar dolar AS per tahun selama kurun waktu antara tahun 1994 sampai 2001, tetapi mengurangi biaya tahunan untuk pemeliharaan tanggul sebesar 7,1 juta dolar AS. Program ini juga membantu menyelamatkan jiwa warga, melindungi penghidupan dan menciptakan peluang-peluang penghidupan baru. 9

 Di Karibia, menurut para ahli teknik sipil di wilayah tersebut, tambahan biaya sebesar satu persen dari

seluruh nilai bangunan untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang dapat mengurangi kerentanan bangunan dapat mengurangi kerugian maksimum yang mungkin timbul bila terkena badai sampai sekitar sepertiganya. 10

 Menurut sebuah studi tentang dana-dana hibah yang disalurkan oleh FEMA, setiap satu dolar AS yang

dikeluarkan FEMA untuk kegiatan-kegiatan peredaman bahaya (termasuk untuk peremajaan, proyek- proyek mitigasi struktural, peningkatan kesadaran dan pendidikan publik serta penyusunan aturan-aturan baku untuk mendirikan bangunan) dapat memberi kemanfaatan di masa yang akan datang rata-rata sebesar 4 dolar AS. 11

 Setelah dilanda Badai Ivan pada bulan September 2004, hanya ada dua sekolah yang masih berdiri di

Grenada. Kedua bangunan ini telah diperkuat konstruksinya melalui sebuah program Bank Dunia. Setelah badai, salah satu sekolah ini dimanfaatkan untuk menampung para warga yang kehilangan tempat tinggal. 12

 Antara tanggal 27 Agustus dan 18 September 1995, Badai Luis dan Badai Marilyn menghancurkan 876 unit

perumahan di Dominika, menimbulkan kerugian total sejumlah 4,2 juta dolar AS. Rumah-rumah kayu kecil yang hancur dulunya dibangun tanpa berpedoman pada aturan-aturan pembangunan setempat yang baku. Namun, semua bangunan yang konstruksinya telah diperkuat dengan modifikasi-modifikasi sederhana pada teknik-teknik konstruksi setempat melalui Program Konstruksi yang Lebih Aman dari Proyek Mitigasi Bencana Karibia yang didukung oleh Badan Amerika Serikat untuk Pembangunan Internasional (United States Agency for International Development/USAID) tetap berdiri walau diterjang badai. 13

Meningkatnya kesadaran akan perlunya mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan diformalisasikan pada bulan Januari tahun 2005 ketika Kerangka Aksi Hyogo 2005–2015 diadopsi oleh Konferensi Dunia untuk Pengurangan Bencana, dengan ditandatangani oleh 168 negara dan badan-badan multilateral. Kerangka Aksi Hyogo menitikberatkan tiga sasaran strategis utama, yang pertama adalah “pengintegrasian pertimbangan- pertimbangan risiko bencana secara lebih efektif ke dalam kebijakan-kebijakan pembangunan berkelanjutan, perencanaan dan penyusunan program di semua tingkat, dengan penekanan khusus pada pencegahan bencana, mitigasi, kesiapsiagaan dan pengurangan kerentanan”. 14

Kemajuan sampai saat ini: Perubahan kebijakan dan kelembagaan

Dengan latar belakang ini, sejumlah lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan telah memulai upaya untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam kerja mereka, dengan mengadakan berbagai perubahan kelembagaan, kebijakan dan prosedur-prosedur yang berkaitan. Dalam hal perubahan kelembagaan, misalnya, pasca proses pembaruan PBB tahun 1997-1998, tanggung jawab atas mitigasi, kesiapsiagaan dan pencegahan bencana ‘alam’ dalam sistem PBB dialihkan dari Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (Office for the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA), yang tugas pokoknya mencakup tanggap darurat pascabencana, ke Program Pembangunan PBB (United Nations Development Programme/UNDP), badan PBB yang mengurusi pembangunan. Pada tahun 1998 Bank Dunia membentuk Fasilitas Manajemen Bencana (Disaster Management

9 IFRC, World Disasters Report: Focus on reducing risk. Geneva: International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, 2002. 10 World Bank, Managing Catastrophic Risks Using Alternative Risk Financing and Insurance Pooling Mechanisms. Discussion draft. Washington, DC: World Bank, Finance, Private Sector and

Infrastructure Department, Caribbean Country Management Unit, Latin America and Caribbean Region, 2000.

11 MMC/NIBS, Natural Hazard Mitigation Saves: An Independent Study to Assess the Future Savings from Mitigation Activities. Washington, DC: Multi-hazard Mitigation Council of the National Institute of Building Sciences, 2005.

12 World Bank, Grenada, Hurricane Ivan: Preliminary Assessment of Damages, September 17, 2004. Washington, DC: World Bank, 2004. Dapat diakses di: http://siteresources.worldbank.org/ INTDISMGMT/Resources/grenada_assessment.pdf 13 CDMP, Toolkit: A Manual for Implementation of the Hurricane-resistant Home Improvement Program in the Caribbean. Caribbean Disaster Mitigation Project publication series. Washington, DC: Organization of American States, 1999. Dapat diakses di: http://www.oas.org/cdmp/document/toolkit/toolkit.htm 14 UN-ISDR (2005) hal. 3.

Catatan Panduan 1

Facility), sekarang telah berganti nama menjadi tim Manajemen Risiko Bahaya (Hazard Risk Management), untuk meningkatkan kerja-kerjanya dalam bidang pencegahan dan peredaman bencana serta tanggap darurat. Tim Manajemen Risiko Bahaya ini memiliki mandat untuk melakukan tanggap bencana yang lebih strategis dan cepat dan mendorong pengintegrasian upaya-upaya pencegahan dan peredaman bencana ke dalam kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh Bank Dunia. Baik Bank Pembangunan antar-Amerika (Inter-American Development Bank/IDB) maupun Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) telah menunjuk staf- staf penanggung jawab manajemen bencana yang baru untuk mendukung pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam program-program pembangunan lembaga mereka masing-masing.

Berkaitan dengan perubahan kebijakan, ADB dan DFID telah menyetujui perubahan mendasar dalam kebijakan- kebijakan bencana selama beberapa tahun terakhir ini, sementara itu IDB pada bulan-bulan awal tahun 2007 juga akan mengeluarkan suatu Kebijakan Manajemen Risiko Bencana yang baru. Kebijakan ADB yang baru, yang disetujui tahun 2004, “menggeser penekanan dari hanya memberikan respons pascabencana menjadi dukungan terhadap kegiatan-kegiatan untuk mengantisipasi dan meredam dampak yang mungkin timbul dari bencana

yang dapat terjadi”. 15 Prinsip-prinsip dasarnya antara lain adalah “pengarusutamaan manajemen risiko bencana sebagai bagian terpadu dari proses pembangunan”. 16 Kebijakan pengurangan risiko bencana DFID yang baru, yang dikeluarkan pada bulan Maret tahun 2006, mempunyai tiga tujuan dasar, yang pertama adalah untuk “mengintegrasikan dengan lebih baik pengurangan risiko ke dalam kebijakan dan perencanaan pembangunan dan kegiatan kemanusiaan… [termasuk] integrasi yang lebih baik ke dalam program-program DFID sebagai bagian rutin dari pendekatan pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan kantor perwakilan DFID di wilayah-wilayah yang

paling rawan risiko bencana”. 17 Rancangan Kebijakan Manajemen Risiko Bencana (Disaster Risk Management Policy) IDB yang baru memiliki dua tujuan yang saling berkaitan, yang pertama adalah “untuk meningkatkan efektivitas Bank dalam mendukung para peminjam untuk dapat mengelola dengan sistematis risiko-risiko yang berhubungan dengan bahaya alam melalui pengidentifikasian risiko-risiko ini, pengurangan kerentanan dan dengan mencegah

dan meredam bencana terkait sebelum bencana benar-benar terjadi”. 18 Bank Dunia juga sedang merevisi kebijakan operasionalnya dalam bidang bantuan pemulihan kedaruratan (yang juga mencakup pencegahan dan mitigasi), antara lain untuk mendukung pengintegrasian prinsip-prinsip pengurangan risiko bencana ke dalam kerja-kerja pembangunannya. Sebuah evaluasi terbaru dari Bank Dunia juga telah merekomendasikan dikembangkannya suatu strategi atau rencana aksi untuk bantuan yang berkaitan dengan bencana, yang selain mendukung perbaikan operasi tanggap darurat juga harus “memuat ketentuan-ketentuan yang memberi perhatian lebih pada bahaya alam dalam menilai proyek-proyek investasi pada umumnya, dan khususnya dalam mempersiapkan Kertas Strategi Penanggulangan Kemiskinan (Poverty Reduction Strategy Papers/PRSPs), Strategi Bantuan di tingkat Negara

(Country Assistance Strategies/CASs), dan dokumen-dokumen strategis lainnya”. 19 Tim Manajemen Risiko Bahaya sedang melaksanakan rekomendasi ini dengan menjadikan CAS negara-negara yang sangat rawan sebagai sasaran dan memberikan bantuan dalam mengarusutamakan manajemen risiko bencana ke dalam dokumen-dokumen tersebut.

Donor-donor bilateral lainnya yang juga memasukkan pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana ke dalam kebijakan dan program-program pembangunan mereka antara lain adalah Badan Pembangunan Internasional Kanada (CIDA), Badan Pembangunan Internasional Denmark (Danish International Development Agency/DANIDA), Komisi Eropa (European Commission/EC), GTZ Jerman, Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia, Badan Kerjasama Pembangunan Internasional Swedia (SIDA) dan Badan Swiss untuk Pembangunan dan Kerjasama (Swiss Agency for Development and Cooperation/SDC). Beberapa lembaga non-pemerintah (Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM) juga mengambil langkah-langkah serupa, misalnya, ActionAid, CARE, Christian Aid, Plan International, Practical Action dan Tearfund.

Pemerintah-pemerintah juga telah menyatakan komitmen mereka terhadap berbagai mandat untuk mengintegrasikan pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan. Sebagai contoh, Komite antar-Amerika

untuk Pengurangan Bencana Alam (Inter-American Committee for Natural Disaster Reduction/IACNDR) 20 melaporkan bahwa, sampai dengan tahun 2003, negara-negara anggota Organisasi Negara-negara Amerika (Organization of American States/OAS) secara kolektif telah membuat lebih dari 30 komitmen, baik secara bersama-sama sebagai anggota kelompok regional atau secara sendiri-sendiri, yang banyak di antaranya memuat pendekatan ini. Banyak

15 ADB (2004) hal. 20. 16 Ibid. hal. 20. 17 DFID (2006) hal. 3. 18 IDB (2006) hal. 2. 19 World Bank (2006) hal. 73. 20 Lihat catatan kaki 7 (IACNDR, 2003).

10 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana 10 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana

Mewujudkan kebijakan ke dalam praktik

Dari semua kemajuan yang telah dicapai dalam pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan sampai saat ini, banyak yang berkaitan dengan perubahan kebijakan dan kelembagaan. Langkah penting berikutnya adalah mengubah praktik-praktik pembangunan di negara-negara rawan bahaya. Sudah ada beberapa prakarsa yang mendukung proses ini, termasuk:

 Pengembangan dan penerapan panduan-panduan operasional. Telah ada beberapa upaya awal untuk

mengembangkan panduan-panduan operasional dan perangkat-perangkat terkait untuk mendukung pengarusutamaan risiko ke dalam penyusunan program dan perancangan proyek di tingkat negara:  Bank Pembangunan Karibia dan Komunitas Karibia (Caribbean Community/ CARICOM) telah mengembangkan

sebuah buku sumber untuk pemaduan bahaya-bahaya alam ke dalam pengkajian dampak lingkungan (lihat Catatan Panduan 7).

 IDB telah mengembangkan sebuah daftar periksa tinjauan manajemen risiko untuk mendukung analisis

dan pengkajian tentang bahaya-bahaya alam dan risiko-risiko terkait dalam program-program pinjamannya (lihat Catatan Panduan 5, Kotak 2).

 Sebagai bagian dari Prakarsa Pengarusutamaan Pengurangan Bencana Global (Global Disaster Reduction

Mainstreaming Innitiative) (lihat bawah), dalam kerjasama dengan UN-ISDR, UNDP telah menghasilkan sebuah panduan tentang pemaduan pengurangan risiko bencana ke dalam perangkat penyusunan program PBB di tingkat negara, Pengkajian Bersama Lembaga-lembaga PBB tentang Situasi Negara (Common Country Assessment/CCA) dan Kerangka Kerja Bantuan Pembangunan Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nations Development Assistance Framework/UNDAF) (lihat Catatan Panduan 4, Kotak 4).

 Penyusunan dan penerapan indikator-indikator risiko bencana. Meningkatnya pengakuan akan pentingnya

pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan yang lebih luas telah mendorong beberapa lembaga internasional untuk mengembangkan indikator risiko di tingkat nasional dan sub-nasional, termasuk Bank Dunia/ProVention, UNDP, IDB dan EC (lihat Catatan Panduan 4, Kotak 2). Indikator-indikator semacam ini disusun dengan tujuan untuk membantu para praktisi pembangunan guna menilai pentingnya risiko bencana dalam keputusan-keputusan yang menyangkut penyusunan program dan perancangan proyek di tingkat negara dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk meresponsnya. Sebagai contoh, dengan didasarkan pada studi Bank Dunia/ProVention tentang ‘Wilayah-wilayah Rawan (Hotspots)’, situs web Bank Dunia sekarang dilengkapi dengan sebuah instrumen interaktif berbasis peta yang mengidentifikasi wilayah-wilayah geografis yang memiliki potensi risiko bencana yang relatif tinggi, untuk membantu para staf Bank Dunia dan pihak-pihak berkepentingan lainnya dalam menetapkan wilayah mana yang harus mereka prioritaskan dalam investasi pengurangan risiko bencana dan untuk bisa memberi masukan yang lebih baik pada upaya-upaya

pembangunan. 22 Indikator-indikator pengurangan risiko bencana juga menjadi alat kuantifikasi risiko yang dapat digunakan dalam memantau dan mengevaluasi kinerja program.  Pengembangan dan penyediaan bahan-bahan pelatihan. Berbagai lembaga yang bergerak dalam bidang

pembangunan, termasuk DFID, IDB dan Bank Dunia, saat ini tengah mengembangkan bahan-bahan pelatihan untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan.

 Dukungan untuk Pemerintah. Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan juga aktif mendukung

pemerintah-pemerintah dalam mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam kebijakan, strategi dan kerja mereka. Misalnya, pada bulan September tahun 2006 Bank Dunia dan UN-ISDR meluncurkan sebuah program baru, Fasilitas Global untuk Pengurangan Bencana dan Pemulihan (Global Facility for Disaster Reduction and Recovery /GFDRR), yang memberikan hibah bantuan teknis bagi negara-negara rentan untuk mendukung upaya peningkatan kapasitas dalam mengurangi dampak bencana serta bagi kemitraan di tingkat global maupun

21 African Union (2004). 22 Lihat http://geohotspots.worldbank.org/hotspot/hotspots/disaster.jsp

Catatan Panduan 1 Catatan Panduan 1

Proyek ProVention dalam pengembangan Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana (Tools for Mainstreaming Disaster Risk Reduction) turut berperan dalam proses ini, yaitu dengan memperluas kerja yang tengah dilaksanakan dalam pengembangan dan penerapan panduan-panduan operasional agar bisa menyusun serangkaian catatan panduan yang dapat digunakan oleh lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk memadukan analisis risiko bencana ke dalam alat-alat penyusunan program, penilaian proyek dan evaluasi di tingkat negara. Catatan panduan ini merupakan bagian dari perangkat ProVention ini.

Proyek Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana ProVention

Rangkaian catatan panduan ProVention didasarkan pada sejumlah prinsip dasar yang berkaitan dengan hakikat kerentanan terhadap bahaya alam dan pada temuan-temuan dari kajian-kajian terinci sebelumnya, yang dilaksanakan sebagai bagian dari proyek ProVention untuk menyusun perangkat standar bagi lembaga-lembaga pembangunan dalam merancang dan mengevaluasi proyek: 23  Kerentanan terhadap bahaya alam adalah sesuatu yang kompleks dan memiliki berbagai aspek, yang

membutuhkan analisis serta solusi yang berperspektif lingkungan hidup, ekonomi, sosial, kelembagaan dan teknis dan oleh karenanya dibutuhkan alat-alat yang sesuai untuk mencapai ini.

 Perangkat alat dan panduan-panduan penyusunan, penilaian dan evaluasi program yang ada saat ini pada umumnya hanya menilai risiko secara umum (risiko operasional, risiko finansial, risiko politik, dsb.), tetapi biasanya hanya sedikit sekali mengulas isu-isu khusus yang berkaitan dengan bahaya.

 Sebagai akibatnya, bahaya-bahaya alam dan kerentanan yang berkaitan dengan bahaya tersebut jarang menjadi bahan pertimbangan dalam merancang dan menilai proyek-proyek pembangunan bahkan di daerah-daerah yang berisiko tinggi, kecuali dalam proyek-proyek yang memang dirancang khusus untuk mengurangi risiko.

 Banyak dari alat-alat penyusunan, penilaian dan evaluasi program yang ada dapat dengan mudah disempurnakan untuk menilai risiko bahaya alam yang dihadapi proyek-proyek di tingkat negara, sektor dan proyek potensial yang berdiri sendiri, menurunkan informasi terinci tentang sifat dan tingkat risiko serta membantu menjamin agar diambil langkah-langkah pengurangan risiko yang perlu.

 Secara kolektif perangkat-perangkat ini akan membantu para perencana proyek dan program dalam mengeksplorasi isu-isu bencana dari sudut pandang dan bidang keahlian yang luas, sesuai dengan sifat kerentanan yang multiaspek.

 Pada dasarnya menilai risiko bencana ataupun merancang dan mengevaluasi langkah-langkah untuk mengurangi risiko sama sekali tidak sulit jika tugas ini didekati dengan seksama, dengan memanfaatkan pengetahuan dan sumber daya yang memadai.

Oleh karenanya, serangkaian 14 catatan panduan (termasuk catatan panduan ini) dikembangkan bagi lembaga- lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyesuaikan alat dan panduan-panduan penyusunan program, penilaian proyek dan evaluasi mereka untuk mendukung pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan. Panduan-panduan ini sengaja disusun dalam bentuk catatan-catatan pendek dan praktis yang akan melengkapi perangkat-perangkat panduan penyusunan, penilaian dan evaluasi program yang telah ada, dan bukannya untuk menjadi panduan lengkap dan menyeluruh atas semua aspek yang dibahas dalam setiap perangkat. Panduan-panduan ini secara khusus akan difokuskan pada di mana dan bagaimana memasukkan pertimbangan-pertimbangan unsur bahaya ke dalam perangkat-perangkat yang akan dilengkapi, untuk menjamin agar risiko bencana dan peluang-peluang untuk mengurangi kerentanan yang ada dipertimbangkan secara memadai dan sistematis di negara-negara yang rawan bahaya.

Seperti telah diuraikan di muka, catatan-catatan panduan ini terutama diperuntukkan bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan. Lingkup, tingkat rincian dan penekanan dari praktik-praktik penyusunan program, penilaian proyek dan evaluasi tentunya berbeda antara satu lembaga dengan lainnya, tergantung bidang spesialisasi, pendekatan pembangunan yang dianut dan besarnya bantuan yang mereka berikan. Catatan-catatan panduan ProVention tidak dibuat secara khusus untuk lembaga pembangunan tertentu dan mungkin tidak akan

23 Benson and Twigg (2004).

12 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana 12 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana

Rangkaian catatan panduan ini juga dapat digunakan oleh pihak-pihak yang ikut ambil bagian dalam upaya mengarusutamakan penyesuaian terhadap perubahan iklim ke dalam pembangunan. Seperti dinyatakan oleh Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD), “Penyesuaian terhadap perubahan iklim perlu dipadukan ke dalam arus utama kebijakan ekonomi, proyek-proyek

pembangunan dan upaya-upaya bantuan internasional.” 24 Catatan-catatan panduan ProVention mengidentifikasi titik-titik masuk dalam perencanaan dan penyediaan bantuan pembangunan untuk mempertimbangkan dampak bahaya-bahaya potensial pada pembangunan dan, sebaliknya pula, dampak kegiatan-kegiatan pembangunan pada kerentanan terhadap bahaya-bahaya alam. Titik-titik masuk ini juga relevan dengan upaya menjamin agar pembangunan bersifat ramah lingkungan, turut membantu mengurangi emisi rumah kaca, dan agar pembangunan menjadi lebih tangguh dalam menghadapi dampak-dampak perubahan iklim.

2. Rangkaian catatan panduan ProVention

Bagian berikut ini menguraikan maksud dan lingkup dari setiap catatan panduan dalam rangkaian Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana (yang dikemukakan oleh ProVention).

Gambar 1 menyajikan sebuah skema besar yang menunjukkan bagaimana catatan-catatan panduan saling melengkapi dan secara kolektif mendukung pengarusutamaan pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana ke dalam proyek-proyek pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya (lihat juga Catatan Panduan

5 , Tabel 1). 25 Gambar ini juga memperlihatkan pengaruh-pengaruh penting lain yang turut menentukan kualitas praktik manajemen risiko bencana karena faktanya proyek-proyek pembangunan tidak dirancang dan dilaksanakan dalam sebuah ruang hampa. Faktor-faktor ini mungkin perlu diperkuat untuk membantu meningkatkan manajemen risiko bencana (lihat Bagian 3).

Catatan Panduan 1: Pengantar buku panduan . Catatan awal ini menjabarkan pemikiran-pemikiran dasar yang menjadi landasan rangkaian panduan, memperkenalkan catatan-catatan panduan dan menguraikan faktor-faktor yang turut menentukan keberhasilan pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam kebijakan dan praktik pembangunan.

Catatan Panduan 2: Mengumpulkan dan menggunakan informasi tentang bahaya alam . Catatan panduan kedua difokuskan pada proses-proses dasar untuk mendapatkan dan menggunakan informasi tentang bahaya. Catatan ini menjadi pilar utama rangkaian catatan panduan, yang membantu lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk mengidentifikasi tingkat keterpaparan terhadap bahaya di suatu negara atau wilayah tertentu dan untuk menentukan apakah pengarusutamaan risiko bencana diperlukan atau tidak. Catatan panduan kedua mencakup unsur-unsur dasar informasi tentang bahaya alam, letaknya dalam siklus perencanaan/manajemen proyek, alat untuk mengumpulkan informasi, para penyedia informasi dan isu-isu yang harus dipertimbangkan dalam mengumpulkan dan menganalisis data. Karena bahaya alam yang ada sangat beragam dan metode pengumpulan informasi dan data juga bermacam-macam, catatan ini semata-mata dimaksudkan hanya sebagai sebuah pengantar ke dalam topik ini.