Langkah-langkah dasar dalam memadukan pertimbangan-pertimbangan risiko bencana ke dalam program-program dukungan terhadap anggaran
2. Langkah-langkah dasar dalam memadukan pertimbangan-pertimbangan risiko bencana ke dalam program-program dukungan terhadap anggaran
Lingkup dan penekanan program dukungan terhadap anggaran dapat sangat bervariasi, baik antara lembaga- lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan maupun antara negara-negara penerima bantuan. Namun, ada proses yang secara umum serupa yang diikuti oleh semua lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan dalam mempersiapkan dan melaksanakan program-program dukungan terhadap anggaran. Langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menjamin agar risiko bencana ditelaah dan ditangani dengan memadai dan sistematis
202 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana 202 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Langkah 1. Melakukan analisis latar belakang
Pertimbangkan isu-isu kebencanaan dalam melakukan kerja analitik untuk mengkaji kapasitas guna memanfaatkan sumber-sumber daya dari program dukungan terhadap anggaran secara efektif, dan dalam mengidentifikasi kelemahan-kelemahan yang ada.
Di negara-negara yang rawan bahaya, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan jenis-jenis, besar, skala geografis dan tingkat kemungkinan dari bahaya-bahaya yang dihadapi serta bentuk-bentuk dan tingkat risiko terkait. Idealnya, pengkajian menyeluruh atas risiko bencana telah diselesaikan dalam perumusan strategi tingkat negara dari lembaga pembangunan bersangkutan (lihat Catatan Panduan 4).
Perhatian khusus harus diberikan pada kebijakan-kebijakan dan program-program negara atau sektoral yang akan diselaraskan dengan program dukungan anggaran yang diusulkan dan sejauh mana prinsip-prinsip dan langkah- langkah manajemen risiko bencana telah dipadukan ke dalam kebijakan-kebijakan dan program-program ini (lihat juga Catatan Panduan 3 terutama berkaitan dengan strategi penanggulangan kemiskinan). Seperti telah disebutkan sebelumnya, prinsip pengurangan risiko bencana perlu ditanamkan dengan kuat dalam kebijakan-kebijakan dan program-program pemerintah yang didukung, bukan sekadar dalam perjanjian-perjanjian dukungan terhadap anggaran, dan dihubungkan dengan alokasi anggaran yang memadai agar efektif. Hasil-hasil pembangunan tidak akan berkelanjutan jika risiko bencana tidak ditangani dengan sebaik-baiknya.
Di negara-negara yang rawan bahaya, isu-isu kebencanaan juga perlu dipertimbangkan dalam konteks semua analisis latar belakang lainnya. Bagian berikut ini menyajikan sebuah daftar pengkajian yang dapat dirujuk atau dilaksanakan dan bagaimana masing-masing perangkat pengkajian ini menelaah dan menangani isu-isu kebencanaan, yang idealnya dibangun berdasarkan kerja analitik terkait yang telah dilakukan dalam rangka penyusunan program di tingkat negara (lihat Catatan Panduan 4): Dampak kemiskinan dan sosial. Dampak yang potensial ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan dan program-
program yang didukung pada kelompok-kelompok yang rentan terhadap bahaya harus dipertimbangkan dalam menilai dampak pada kemiskinan serta dampak sosial kebijakan-kebijakan dan program-program tersebut. Analisis ini harus mempertimbangkan kelompok-kelompok rentan yang miskin maupun yang tidak miskin karena bencana dapat menambah jumlah mereka yang terjatuh ke dalam kemiskinan. (Lihat juga Catatan Panduan 3, 9 dan 11 )
Kebijakan-kebijakan, kerangka-kerangka dan manajemen ekonomi makro. Sejumlah besar dukungan terhadap anggaran dikaitkan secara langsung dengan kebijakan-kebijakan dan tujuan-tujuan ekonomi makro. Penjajakan yang dilakukan harus memperhitungkan dampak potensial goncangan-goncangan yang diakibatkan oleh bencana besar terhadap ekonomi makro. Apakah strategi pemerintah dalam menangani risiko bencana dari perspektif ekonomi makro yang luas sudah memadai, dan implikasi-implikasi serta strategi-strategi kebijakan ekonomi yang didukung siap untuk menghadapi kerentanan di masa mendatang. Bencana-bencana yang besar dapat dan pada faktanya memang telah menimbulkan dampak ekonomi negatif yang parah dalam waktu singkat. Bencana juga dapat menimbulkan akibat-akibat negatif dalam jangka panjang, terutama bila sering terjadi. Bagaimanapun juga, tingkat keterpaparan yang tinggi dari ekonomi makro dan ketidakstabilan yang diakibatkan bencana tidaklah dapat diperkirakan, bahkan di negara-negara yang sangat rawan bahaya. Kerentanan ditentukan oleh serangkaian faktor kompleks dan dinamis yang berkaitan dengan struktur ekonomi, tingkat pembangunan, kondisi perekonomian yang ada dan lingkungan kebijakan serta jenis-jenis bahaya yang
dihadapi (lihat Kotak 3), dan dapat dikurangi. 4 Oleh karena itu, di negara-negara yang sangat rawan bahaya, kebijakan-kebijakan dan program-program ekonomi makro perlu disesuaikan untuk menyeimbangkan antara risiko-risiko bencana dengan tujuan-tujuan pembangunan sosial-ekonomi. Kegiatan peramalan ekonomi harus diperluas agar memperhitungkan juga skenario-skenario bencana besar di negara-negara yang berisiko tinggi (lihat Kotak 4). (Lihat juga Catatan Panduan 3 dan 8)
4 Untuk pembahasan lebih lanjut, lihat Benson, C. and Clay, E.J., Understanding the Economic and Financial Impacts of Natural Disasters. Disaster Risk Management Series No. 4. Washington, DC: World Bank, 2004. Dapat diakses di: http://www-wds.worldbank.org/servlet/WDS_IBank_Servlet?pcont=details&eid=000012009_20040420135752
C a t a t a n P a n d u a n 14
Gambar 1 Pemaduan pertimbangan-pertimbangan risiko bencana
ke dalam program dukungan anggaran
1. Melakukan analisis
Merujuk pada
Apakah ada risiko
bahaya yang signifikan? Menetapkan risiko bencana
latar belakang
strategi di tingkat
negara
Ya Tidak
Pertimbangkan isu-isu kebencanaan dalam menilai kapasitas untuk menggunakan sumber-sumber daya anggaran dengan efektif dan dalam mengidentifikasi segala kelemahan-kelemahan
Tidak perlu mempertimbangkan
n risiko bencana
a lebih lanjut
nk
2. Menetapkan persyaratan-persyaratan (conditionalities)
ti ti
atau indikator-indikator kinerja
e ip
e Pertimbangkan dampak-dampak potensial bencana dan peluang-peluang
et
untuk meningkatkan ketangguhan
aup
a 3. Berkoordinasi dengan lembaga-lembaga pembangunan lain
gn
d Pertimbangkan bagaimana pihak-pihak lain telah menangani risiko bencana
mn
g dalam program dukungan terhadap anggaran, kumpulkan analisis terkait dan
a selaraskan antara pemicu-pemicu dan indikator-indikator
pyn
ra ra
p ja
4. Mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko
n la
Sertakan analisis risiko bencana, identifikasikan indikator-indikator pemantauan
e terkait dan pastikan bahwa kebijakan-kebijakan dan program-program yang
idukung telah memuat langkah-langkah peredaman bahaya yang sesuai
dn
ti u
5. Mengembangkan kerangka penilaian hasil atau kinerja
Sertakan sasaran-sasaran dan indikator-indikator untuk menelusur pelaksanaan
si
a lt
an pencapaian segala tujuan pengurangan risiko bencana
yang termuat secara eksplisit
su no K
6. Pelaksanaan
Pantau dampak-dampak kerentanan terhadap bahaya, kinerja komponen- omponen pengurangan risiko bencana dan akibat-akibat dari segala kejadian bencana dan sesuaikan program serta pemicu kinerja bila perlu
7. Evaluasi
Menilai penanganan risiko bencana dan akibat-akibat dari
segala kejadian bencana
204 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Kotak 3 Banglades – dinamika kerentanan
Dalam tiga dasawarsa terakhir ini tingkat kepekaan perekonomian Banglades terhadap pengaruh banjir besar musim penghujan telah sangat jauh berkurang. Menurunnya tingkat kepekaan ini sebagian didukung oleh perubahan struktural pada sektor pertanian, dengan cepatnya perluasan penggunaan pola tanam padi dengan irigasi di musim kering yang risikonya jauh lebih rendah, dan sebagian lagi oleh integrasi pasar internal serta peningkatan impor pangan oleh swasta dalam tahun-tahun bencana. Secara hidrologis banjir tahun 1998 merupakan kejadian bencana yang terjadi sekali dalam lima puluh tahun. Namun, volume produksi pangan tetap meningkat sebesar 5,6 persen dari rata-rata tahunan, bahkan jauh melebihi tingkat kenaikan yang diprediksi pemerintah sebelum banjir, yakni 2,4 persen. Penilaian awal pascabanjir memperkirakan akan ada penurunan produksi tahunan sebesar 10-11 persen; suatu penilaian yang tidak memperhitungkan adanya peningkatan besar pada kapasitas negeri ini untuk meningkatkan produksi pangan dalam musim kering bila dibutuhkan.
Faktor-faktor lain yang turut meningkatkan ketangguhan terhadap bencana meliputi penyebaran kredit formal (termasuk kredit usaha kecil) dan masuknya dana-dana yang dikirimkan oleh para pekerja yang bekerja di dalam maupun luar negeri. Setelah bencana, aliran dana dari pekerja yang bekerja di luar negeri biasanya semakin meningkat – misalnya, setelah banjir besar tahun 1998 meningkat sebesar 18 persen – dan ini menciptakan suatu bentuk kiat bertahan yang baru. Perubahan dalam komposisi kegiatan produktif merupakan salah satu faktor pendukung lain: industri garmen yang berorientasi ekspor perlahan-lahan semakin meluas dan sampai saat ini telah terbukti relatif tahan terhadap banjir. Pada tahun-tahun belakangan juga telah tercipta kondisi finansial yang relatif stabil, berlawanan dengan hiper-inflasi yang terjadi pada pertengahan dasawarsa 1970- an yang dihantui oleh kelaparan. Walaupun demikian, banjir tahun 2000 dan 2004 yang secara hidrologis tidak terlalu ekstrim, memperlihatkan bahwa kerentanan masif yang terkait dengan kemiskinan masih ada, dan dibutuhkan langkah-langkah yang lebih tepat sasaran untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pangan dan melindungi penghidupan.
Sumber: ODI. Aftershocks: Natural Disaster Risk and Economic Development Policy; ODI Briefing Paper. London: Overseas Development Institute, 2005. Dapat diakses di: http://www.odi.org.uk/publications/briefing/bp_disasters_nov05.pdf
Kotak 4 Pemodelan dampak bencana pada pertumbuhan jangka panjang
Lembaga Internasional untuk Analisis Sistem Terapan (International Institute for Applied Systems Analysis/IIASA) bekerja sama dengan Bank Dunia telah mengembangkan sebuah perangkat perencanaan untuk memadukan kerugian-kerugian yang dapat ditimbulkan oleh bahaya-bahaya alam di masa mendatang ke dalam model- model peramalan ekonomi dan mengkuantifikasikan implikasi-implikasi dari kerugian-kerugian ini. Pada hakikatnya perangkat ini didasarkan pada sebuah model sederhana yang berfokus pada dampak kerugian modal yang diakibatkan bencana pada tingkat pertumbuhan ekonomi negara. Untuk mengilustrasikan penggunaannya dan jenis data yang dapat dihasilkannya, model ini diujicobakan dalam tiga studi kasus (Argentina, Honduras dan Nikaragua), dengan berbagai asumsi berbeda tentang sumber pendanaan dan memadai tidaknya dana yang tersedia untuk bantuan kemanusiaan dan rehabilitasi pascabencana. Perangkat ini dapat digunakan juga untuk kegiatan peramalan ekonomi makro di tempat lain.
Sumber: Freeman, P.K., Martin, L.A., Mechler, R. and Warner, K. with Hausmann, P. Catastrophes and Development: Integrating Natural Catastrophes into Development Planning. Disaster Risk Management Working Paper Series 4. Washington, DC: World Bank, 2002. Dapat diakses di: http://www.proventionconsortium.org/themes/default/pdfs/cat_dev.pdf
Manajemen belanja publik. Dalam program dukungan terhadap anggaran umum, pengkajian harus menelaah bagaimana isu-isu kebencanaan diperhitungkan dalam pengalokasian sumber-sumber daya publik, dengan mempertimbangkan ada tidaknya pengeluaran untuk pengurangan risiko bencana dan perencanaan keuangan yang memadai untuk kejadian-kejadian bencana di masa mendatang (lihat Catatan Panduan 4 , Kotak 6 untuk pembahasan yang lebih lengkap). Dalam mengkaji dukungan terhadap anggaran umum maupun dukungan terhadap anggaran sektor, akibat-akibat yang potensial ditimbulkan oleh bencana besar pada kebijakan-kebijakan dan program-program yang didukung juga harus dijajaki, termasuk telaah akan kemungkinan berkurangnya pendanaan karena adanya pengalihan
C a t a t a n P a n d u a n 14
Sistem akuntabilitas pengadaan dan keuangan. Implikasi-implikasi kejadian bencana terhadap kapasitas dalam menerapkan prosedur-prosedur pengadaan dan pelaporan keuangan yang telah ditetapkan negara juga harus ditelaah.
Pengaturan kelembagaan dan legislatif. Pengkajian harus mencakup kapasitas kelembagaan manajemen risiko bencana, peraturan perundang-undangan dan keahlian terkait yang relevan dengan fokus khusus dari dukungan anggaran yang diusulkan. Pengkajian harus menelaah apakah pengaturan-pengaturan yang ada telah cukup untuk menjamin agar tujuan-tujuan dari program dukungan anggaran tidak akan terabaikan bila terjadi bencana dan untuk mendukung dimanfaatkannya semua peluang yang ada untuk meningkatkan ketangguhan terhadap bahaya. Segala bentuk kelemahan-kelemahan harus diidentifikasikan. Perhatian khusus harus diberikan kepada standar-standar bangunan dan perencanaan penggunaan lahan untuk membantu menjamin agar semua struktur konstruksi fisik dibangun sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan (lihat Catatan Panduan 12). Kapasitas kelembagaan dan legislatif untuk menerapkan setiap kebijakan dan program pengurangan risiko bencana spesifik yang dikaitkan dengan ketentuan dari dukungan anggaran juga harus ditelaah, baik di tingkat pemerintah pusat maupun di tingkat pemerintah daerah jika relevan.
Tata pemerintahan. Selain aspek-aspek tata pemerintahan yang telah disinggung di atas, beberapa faktor kebencanaan lain harus dipertimbangkan dalam menilai kualitas tata pemerintahan, untuk menggali implikasi-implikasinya terhadap efektivitas potensial program dukungan terhadap anggaran yang diusulkan dan untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan. Secara khusus kita juga harus menilai besarnya komitmen jangka panjang pada pengurangan risiko bencana. Adanya kemampuan yang telah terbukti dalam menegakkan peraturan perundang-undangan menyangkut zonasi lahan dan peraturan serta standar-standar bangunan dan dalam menjamin kualitas yang baik dalam konstruksi juga penting,
karena di banyak negara korupsi pada sektor konstruksi sangatlah tinggi, 5 sesuatu yang memperburuk tingkat kerusakan dan kehilangan jiwa yang ditimbulkan oleh bencana. Demikian pula, adanya sistem penggunaan dan kepemilikan tanah yang kuat juga penting karena kepemilikan tanah yang lemah membuat orang tidak mau berinvestasi dalam pengurangan risiko dan mengambil asuransi.
Pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam. Pengkajian harus mencermati apakah bahaya-bahaya alam, kerentanan dan langkah-langkah untuk memperkuat ketangguhan telah dipertimbangkan dengan memadai di dalam kebijakan-kebijakan, standar-standar dan prosedur pengkajian lingkungan hidup seperti diterapkan pada kebijakan-kebijakan dan program-program yang akan didukung, serta apakah tersedia data-data bahaya yang memadai untuk keperluan pengkajian. Kebijakan-kebijakan lingkungan lembaga- lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan sendiri seringkali juga mengharuskan mereka untuk secara eksplisit mengkaji setiap dampak lingkungan yang signifikan dari kebijakan-kebijakan dan program- program yang akan dikaitkan dengan program dukungan terhadap anggaran serta langkah-langkah terkait dari pihak pemerintah dalam mengurangi akibat-akibat negatif dan memperkuat yang positif. Pengkajian ini harus mencakup juga telaah atas implikasi-implikasi dari setiap dampak lingkungan pada kerentanan terhadap bahaya alam, dampak potensial dari kejadian bencana pada kebijakan-kebijakan dan program- program serta langkah-langkah peredaman yang dibutuhkan (lihat juga Catatan Panduan 7, Kotak 4 tentang pengkajian strategis atas lingkungan [strategic environmental assessments/SEAs] dan Kotak 3 tentang analisis lingkungan tingkat negara [country environmental analysis/CEA]).
Temuan-temuan terkait bencana dari analisis-analisis ini akan membantu memberi masukan informasi bagi perjanjian program dukungan anggaran dan dialog kebijakan yang berkaitan. Temuan-temuan tersebut juga dapat menunjukkan adanya kebutuhan akan dukungan pendamping berbasis proyek atau bantuan teknis untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan manajemen risiko bencana – misalnya, untuk mendukung penguatan lembaga-lembaga dan peraturan perundang-undangan yang relevan, untuk menyempurnakan sistem-sistem peramalan cuaca dan peringatan dini, untuk mengadakan pelatihan atau untuk membangun konstruksi struktural guna meredam bahaya.
5 Transparency International. Global Corruption Report: Special Focus on Corruption in Construction and Post-Conflict Reconstruction. London: Pluto Press, 2005. Dapat diakses di: http://www. transparency.org/publications/gcr/download_gcr/download_gcr_2005
206 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Langkah 2. Menetapkan persyaratan-persyaratan atau indikator-indikator kinerja
Pertimbangkan implikasi-implikasi potensial dari kejadian-kejadian bencana dan peluang untuk memperkuat ketangguhan terhadap bahaya dalam menetapkan syarat-syarat program dukungan terhadap anggaran, termasuk indikator-indikator keluaran dan hasil serta langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam bidang kebijakan dan kelembagaaan.
Persyaratan-persyaratan yang dimaksudkan di sini dapat berupa tindakan-tindakan yang harus dilakukan sebelum pencairan kredit untuk pertama kalinya dan pemicu-pemicu indikatif yang menentukan penyaluran dana berikutnya atau dukungan-dukungan anggaran yang baru. Persyaratan-persyaratan ini kian lama semakin didasarkan pada sekelompok tindakan, sasaran-sasaran dan hasil-hasil yang ditetapkan oleh pemerintah penerima sendiri dalam kebijakan-kebijakan dan program-program yang memperoleh dukungan. Dalam kasus-kasus lain, pencairan paket-paket dukungan terhadap anggaran didasarkan pada penilaian yang sifatnya lebih umum atas keseluruhan kemajuan dalam strategi-strategi penting, seperti strategi penanggulangan kemiskinan.
Sampai saat ini prasyarat-prasyarat pemberian dukungan terhadap anggaran belum banyak memuat faktor-faktor yang berkaitan dengan bencana; sesuatu yang mencerminkan relatif sedikitnya perhatian yang diberikan terhadap faktor-faktor ini dalam kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi pemerintah secara keseluruhan. Walaupun demikian, penting bagi kita untuk mempertimbangkan dampak bencana yang mungkin terjadi pada pemenuhan prasyarat-prasyarat tertentu, baik untuk menekankan pentingnya pemberian keringanan prasyarat-prasyarat ini dalam situasi pascabencana maupun untuk mendorong adanya dialog tentang cara-cara untuk memperkuat ketangguhan terhadap bahaya (lihat Kotak 5). Di negara-negara yang sangat rawan bahaya, mungkin kita perlu menyusun skenario-skenario bencana dan mempertimbangkan implikasi-implikasi potensial bencana baik pada keseluruhan kebijakan dan program yang didukung maupun pada pemicu-pemicu kinerja spesifik yang dikaitkan dengan program dukungan terhadap anggaran yang diberikan. Mungkin kita bahkan perlu menetapkan penurunan pemicu-pemicu kinerja segera setelah terjadi bencana besar dengan tingkat keseringan yang tinggi. Secara umum, di negara-negara rawan bahaya kita perlu menerapkan serangkaian prasyarat yang fleksibel, dengan mengizinkan adanya kekurangmajuan pada bidang-bidang tertentu yang akan dikompensasi dengan kemajuan pada bidang- bidang lainnya.
Temuan-temuan yang didapatkan dari analisis latar belakang pada Langkah 1, beserta telaah prasyarat-prasyarat ini, juga dapat bermuara pada penyesuaian-penyesuaian terhadap kebijakan-kebijakan dan program-program yang dikaitkan dengan program dukungan anggaran termaksud dan pada disertakannya pemicu-pemicu terkait sebagai prasyarat tambahan. Contohnya, sebagai bagian dari upaya untuk membantu memperkuat manajemen keuangan publik dan ekonomi makro yang lebih luas dapat disyaratkan adanya pengembangan sebuah strategi manajemen risiko bencana yang menyeluruh untuk bidang keuangan. Pemberian program dukungan terhadap anggaran untuk melaksanakan suatu strategi penanggulangan kemiskinan dapat tergantung pada adanya perbaikan atas standar- standar bangunan yang mempersyaratkan adanya peningkatan ketahanan terhadap bahaya dari investasi-investasi infrastruktur terkait. Pada tataran sektoral, untuk membantu memperkuat kinerja sektor pertanian, misalnya, dapat disyaratkan adanya peningkatan kapasitas dan diseminasi peramalan iklim sebagai suatu prasyarat pemberian dukungan anggaran.
Kotak 5 Bencana – ancaman potensial bagi pemenuhan prasyarat-prasyarat
Bencana besar dapat menimbulkan dampak yang luas, termasuk dapat mengancam keberhasilan untuk memenuhi prasyarat-prasyarat bagi dukungan terhadap anggaran. Contoh-contoh yang mungkin terjadi dapat dilihat di bawah ini:
Kinerja ekonomi makro
Target-target produk domestik bruto secara keseluruhan maupun secara sektoral dapat menjadi tak tercapai.
Inflasi dapat melebihi tingkat sasaran yang telah ditetapkan.
Penanggulangan kemiskinan
Target-target pengurangan persentase masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan dapat menjadi tidak tercapai (lihat Catatan Panduan 3).
C a t a t a n P a n d u a n 14
Manajemen keuangan publik
Sumber-sumber daya anggaran dapat terpaksa dialihkan untuk membantu membiayai upaya-upaya bantuan kemanusiaan dan rehabilitasi, yang selanjutnya akan berimplikasi pada:
target-target perbaikan kesenjangan antara belanja yang direncanakan dan belanja aktual tidak akan tercapai, baik secara keseluruhan maupun secara sektoral;
kebutuhan alokasi sumber daya minimum spesifik untuk program-program atau sektor-sektor tertentu (misalnya, kesehatan dan pendidikan) dapat menjadi tidak terpenuhi; dan/atau
prakarsa-prakarsa tertentu mungkin akan mengalami kekurangan pendanaan. Target-target pengurangan defisit anggaran atau penyediaan pinjaman domestik mungkin tidak akan dapat tercapai jika ada kebutuhan dana tambahan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan kemanusiaan darurat dan rehabilitasi.
Target-target pengurangan defisit badan usaha milik negara dapat menjadi tidak tercapai karena adanya kerusakan-kerusakan dan kesulitan-kesulitan operasional yang diakibatkan oleh bencana (lihat juga Kotak 2).
Target-target penerimaan pajak dapat menjadi tidak tercapai karena produktivitas yang lebih rendah dan kemungkinan ditundanya penarikan beberapa jenis pajak untuk sementara waktu demi mendorong pemulihan.
Kemajuan pelaksanaan pembaruan-pembaruan manajemen keuangan dan fiskal dapat tertunda karena perhatian teralihkan.
Pengembangan sektor swasta
Target-target kenaikan tingkat investasi domestik dan investasi asing langsung dapat menjadi tidak tercapai jika bencana mengakibatkan kerusakan infrastruktur besar-besaran dan menimbulkan persepsi akan adanya iklim investasi yang tidak memberikan keuntungan.
Pengembangan sektor keuangan
Kemajuan dalam perluasan keuangan mikro dapat terhambat jika lembaga-lembaga keuangan mikro memiliki portofolio besar yang terdiri dari klien-klien yang sangat rentan, yang dapat membawa masalah- masalah likuiditas pascabencana.
Pendidikan
Target-target peningkatan kualitas peserta didik: rasio kelas yang baik dapat menjadi tidak tercapai karena
adanya pengalihan sumber-sumber daya anggaran dan rusaknya gedung-gedung sekolah yang ada. Target-target peningkatan persentase anak usia sekolah yang duduk di bangku sekolah dapat terhambat
sementara waktu jika anak terpaksa ditarik dari sekolah untuk membantu mendukung keluarga mereka.
Pertanian dan pembangunan pedesaan
Target-target peningkatan infrastruktur pemasaran, seperti jalan-jalan, dapat menjadi tidak tercapai karena kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan bencana.
Langkah 3. Berkoordinasi dengan lembaga-lembaga pembangunan lain
Pertimbangkan apa dan bagaimana lembaga-lembaga pembangunan lain menangani isu-isu kebencanaan dalam program-program dukungan terhadap anggaran mereka, informasikan dan koordinasikan kerja-kerja analisis yang terkait dan upayakan untuk menyelaraskan rangkaian pemicu kinerja yang relevan dan syarat-syarat pemantauan serta pelaporan terkait, untuk menjamin agar pemicu-pemicu yang dipilih telah memperhitungkan risiko bencana dengan memadai dan, bila relevan, untuk menyepakati pemicu-pemicu manajemen risiko bencana yang spesifik. Harmonisasi donor dalam hal tujuan-tujuan pengurangan risiko bencana yang realistis, relevan dan sesuai serta penentuan indikator-indikator kinerja terkait merupakan salah satu unsur penting dalam menjamin keberhasilan program.
Langkah 4. Mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko-risiko.
Di negara-negara yang rawan bahaya sertakan analisis risiko bencana dan implikasi bencana-bencana yang potensial terjadi terhadap bentuk-bentuk risiko yang lain, dengan memanfaatkan hasil kerja dari Langkah 1. Pastikan bahwa langkah-langkah peredaman yang memadai telah dimasukkan ke dalam kebijakan-kebijakan dan
208 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana 208 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan seringkali perlu memberi perhatian khusus pada risiko penjaminan (fiduciari) yang dapat meningkat bila tidak ada perencanaan keuangan yang memadai untuk menghadapi bencana karena sumber-sumber daya program dukungan anggaran terpaksa direalokasikan bila terjadi bencana. Di sisi lain, sumber-sumber dukungan terhadap anggaran dapat menjadi tidak seefektif yang diperkirakan bila sumber-sumber ini digunakan sesuai rencana, tetapi pendanaan keseluruhan untuk kebijakan-kebijakan dan program-program yang didukung menjadi berkurang setelah bencana. Ancaman bencana juga dapat meningkatkan bentuk-bentuk risiko lain – termasuk risiko operasional, risiko pembangunan, risiko ekonomi makro dan risiko tata pemerintahan – dan potensial menghambat pencapaian pada berbagai tingkat kerangka kerja (lihat di bawah), menghalangi proses berubahnya masukan-masukan menjadi kegiatan-kegiatan yang diharapkan, kegiatan-kegiatan akan menjadi keluaran-keluaran, keluaran-keluaran akan menjadi hasil-hasil atau hasil-hasil akan menjadi dampak (lihat juga Catatan Panduan 6, Kotak 3).
Langkah 5. Mengembangkan kerangka penilaian hasil atau penilaian kinerja
Kerangka penilaian hasil atau penilaian kinerja harus menyertakan semua keluaran dan hasil pengurangan risiko bencana yang secara eksplisit direncanakan serta indikator-indikator pemantauan dan evaluasi, data dasar dan syarat-syarat pengumpulan data terkait, dengan didasarkan secara langsung pada kerangka hasil untuk strategi tingkat negara dari lembaga pembangunan yang bersangkutan (lihat Catatan Panduan 4), atau, jika sangat jauh berbeda dari kerangka hasil tingkat negara ini, didasarkan pada kerangka hasil untuk kebijakan-kebijakan dan program-program yang dikaitkan dengan program dukungan terhadap anggaran tersebut. Seperti telah dibahas pada Langkah 2, di negara-negara yang sangat rawan bahaya semua prasyarat dan indikator kinerja harus ditetapkan secara realistis agar mencerminkan risiko bencana. Indikator-indikator spesifik untuk memantau risiko bencana yang belum terpantau, seperti diidentifikasikan pada Langkah 4, juga harus disertakan, bersama dengan semua indikator yang dibutuhkan untuk mengukur dampak kebijakan-kebijakan dan program-program yang didukung pada kelompok-kelompok yang rentan bahaya (lihat Langkah 1).
Langkah 6. Pelaksanaan
Melalui kerjasama dengan pemerintah, pantau implikasi kebijakan-kebijakan dan program-program yang didukung dalam hal kerentanan terhadap bahaya, kinerja dari seluruh unsur pengurangan risiko bencana (termasuk apakah komitmen belanja terpenuhi atau tidak) dan dampak kejadian-kejadian bencana aktual. Harus didorong adanya penyesuaian-penyesuaian baik terhadap kebijakan-kebijakan dan program-program yang didukung sendiri maupun pemicu-pemicu kinerja terkait.
Orientasi berbasis hasil dari perangkat-perangkat dukungan anggaran yang baru menyarankan diadakannya modifikasi program-program yang dikaitkan dengan program dukungan terhadap anggaran dalam menghadapi situasi yang berubah; sesuatu yang jauh berbeda dengan program-program pinjaman penyesuaian struktural (structural adjustment) pada dasawarsa 1980-an dan 1990-an yang relatif tidak fleksibel. Hal ini sangat menguntungkan bila terjadi bencana, yang dapat menimbulkan kekacauan besar dalam jangka pendek, yang menghancurkan baik infrastruktur fisik maupun keberfungsian normal suatu negara dan memaksa diambilnya keputusan-keputusan kebijakan yang sulit. Misalnya, pemerintah suatu negara dapat memilih untuk memperluas ketersediaan kredit secara keseluruhan demi mendukung pemulihan produktif dan membiayai kembali kredit mikro daripada memperketat pertumbuhan moneter untuk menghentikan tekanan inflasi yang diakibatkan oleh kelangkaan pangan dan tingginya kegiatan konstruksi pascabencana, dan dengan demikian gagal memenuhi target- target inflasinya. Sebagai alternatifnya, pemerintah negara tersebut dapat saja memutuskan untuk tetap bertahan dalam kerangka anggaran yang sudah ditetapkannya, untuk memenuhi prasyarat-prasyarat program dukungan anggaran, walaupun kebijakan fiskal ekspansif untuk sementara waktu sebenarnya lebih tepat. 6
Dalam situasi pascabencana jika memungkinkan harus dihindari adanya pengurangan, pembatalan total atau bahkan penundaan pencairan dana dukungan terhadap anggaran, karena hal ini hanya akan memperburuk kesulitan keuangan dan mengganggu program-program pembangunan yang menjadi prioritas. Namun, harus diakui bahwa pemerintah mungkin akan menghadapi kesulitan dalam hal penyerapan dana, sesuatu yang mencerminkan adanya penurunan kapasitas pemerintah dan sekaligus adanya pertambahan besar dalam aliran sumber-sumber daya dari
6 Untuk pembahasan lebih lanjut, lihat Benson, C. and Clay, E. J., Understanding the Economic and Financial Impacts of Natural Disasters. Disaster Risk Management Series No. 4. Washington, DC: World Bank, 2004. Dapat diakses di: http://www-wds.worldbank.org/servlet/WDS_IBank_Servlet?pcont=details&eid=000012009_20040420135752
C a t a t a n P a n d u a n 14
Kotak 6 Merespons bencana dengan dukungan terhadap anggaran
Beberapa dukungan terhadap anggaran diberikan setelah terjadi bencana, terutama sebagai bantuan yang dapat dicairkan dengan cepat untuk memenuhi ketidakberimbangan neraca pembayaran dan pertukaran mata uang asing. Sebagai contohnya, Dana Moneter Internasional (IMF) telah memberikan bantuan darurat terkait bencana sejak tahun 1962 untuk mengatasi kesulitan-kesulitan pembiayaan penukaran mata uang asing yang diakibatkan oleh turunnya pendapatan dari ekspor dan/atau meningkatnya impor. Antara tahun 1995 sampai tahun 2005, IMF memberikan 11 pinjaman semacam ini, yang nilai nominal totalnya mencapai 980 juta dolar AS. 7
Namun, evaluasi Bank Dunia belum lama berselang memperlihatkan bahwa penyaluran pinjaman Bank Dunia untuk mendukung neraca pembayaran, berjalan jauh lebih lambat daripada yang direncanakan. Bank Dunia telah menyalurkan 15 pinjaman semacam ini, dengan tujuan untuk menyediakan sumber-sumber dana yang dapat cepat dicairkan untuk menstabilkan kondisi ekonomi makro dan mempercepat pemulihan. Evaluasi tersebut menyatakan bahwa “walaupun penekanannya pada pencairan dana yang cepat, dukungan bagi neraca pembayaran ini rata-rata membutuhkan tujuh bulan (214 hari) untuk menjadi efektif dan 2,4 tahun (860 hari) untuk mencapai akhir program. Dengan demikian, hal ini tidak memenuhi tujuannya untuk menjadi sebuah sarana yang efektif dalam menyediakan transfer dana yang cepat ke negara-negara yang terkena bencana”. 8
Banyak program dukungan terhadap anggaran yang diberikan setelah bencana diperpanjang tanpa disertai prasyarat-prasyarat yang mendukung penguatan manajemen risiko bencana secara mendasar, suatu peluang yang tampaknya terlewatkan. Meski demikian, Bank Dunia saat ini tengah mengembangkan pinjaman untuk Pemulihan dan Manajemen Bahaya Kontingensi, suatu bentuk pinjaman kebijakan pembangunan yang dapat dicairkan dengan cepat, yang dapat diakses pemerintah-pemerintah yang tengah menghadapi situasi pascabencana. Berbeda dengan operasi dukungan anggaran pascabencana Bank Dunia terdahulu, pinjaman ini akan dikaitkan dengan prasyarat-prasyarat yang berkaitan dengan pengembangan kapasitas manajemen risiko, dan mungkin akan disertai dengan bantuan teknis terkait. Melalui Jalur III (Track III) dari Fasilitas Global untuk Pengurangan Bencana dan Pemulihan (Global Facility for Disaster Reduction and Recovery/GFDRR), pinjaman ini akan menyediakan dukungan anggaran pascabencana bagi negara-negara berpendapatan rendah sebagai bagian dari Fasilitas Pendanaan Pemulihan Siap Pakai (Standby Recovery Financing Facility). Negara-negara penerima harus memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan manajemen risiko prabencana. Bank Dunia dan Strategi Internasional PBB untuk Pengurangan Bencana (United Nations International Strategy for Disaster Reduction/UN-ISDR) meluncurkan GFDRR pada bulan September 2006 (lihat Catatan Panduan 1 ).
Program dukungan terhadap anggaran untuk pascabencana yang telah dinegosiasikan sebelumnya dapat menjadi salah satu pilihan baru lain, yang menawarkan peluang pencairan dana yang cepat dan insentif untuk manajemen risiko bencana yang lebih baik. Contohnya, sebuah proyek manajemen risiko bencana Bank Dunia yang disetujui pada tahun 2005 untuk Vietnam mencakup sebuah fasilitas dana cepat cair untuk membiayai rekonstruksi infrastruktur publik skala kecil pascabencana, yang mendukung kekurangan anggaran kronis pada sumber-sumber dana publik dan mendukung penguatan manajemen anggaran kebencanaan. Pada Fase II (2009-2012) dari proyek ini, jika diminta oleh pemerintah, Bank Dunia bersedia menyediakan dana- dana tambahan untuk rekonstruksi pascabencana dengan mengikuti mekanisme pencairan dana pemerintah untuk Anggaran Cadangan Negara, yang pada akhinya berupa dukungan anggaran.
7 IMF. IMF Emergency Assistance: Supporting Recovery from Natural Disasters and Armed Conflicts – Factsheet. Washington, DC: International Monetary Fund, 2005. Dapat diakses di: http://www.imf. org/external/np/exr/facts/conflict.htm
8 World Bank. Hazards of Nature, Risks to Development - An IEG Evaluation of World Bank: Assistance for Natural Disasters. Washington, DC: World Bank, Independent Evaluation Group, 2006, p. 32. Dapat diakses di: http://www.worldbank.org/ieg/naturaldisasters/report.htmlAn
210 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Langkah 7. Evaluasi
Berdasarkan apa yang telah dibahas sebelumnya, nilailah: apakah risiko bencana dan implikasi-implikasi kerentanan dari kebijakan-kebijakan dan program-program yang
didukung telah dianalisis dan ditangani dengan memadai; manfaat-manfaat dan hasil-hasil semua prasyarat spesifik terkait pengurangan risiko bencana; bagaimana bencana-bencana yang terjadi dalam kurun waktu pelaksanaan program dukungan terhadap
anggaran memengaruhi penggunaan, hasil dan efektivitasnya, serta kinerja proses-proses dasarnya, termasuk kegiatan-kegiatan pemantauan pemerintah dan manajemen anggaran serta ekonomi makro;
apakah keberlanjutan hasil-hasil program potensial terancam oleh kejadian-kejadian bencana di masa depan; dan dampak kebijakan-kebijakan dan program-program yang didukung pada kerentanan terhadap bahaya alam.
Langkah yang perlu diulangi: Konsultasi rutin dengan para pemangku kepentingan.
Adakan dialog tentang isu-isu kebencanaan dalam menentukan bentuk dan jenis dukungan anggaran yang tepat dan selama pelaksanaan serta evaluasi. Jenis-jenis program dukungan anggaran terbaru memberi penekanan yang semakin besar pada dialog kebijakan dengan pemerintah, membuka peluang untuk mengadakan diskusi tentang manajemen risiko bencana dan mendorong praktik yang baik untuk kebijakan dan program-program yang dikaitkan dengan dukungan terhadap anggaran. Diskusi-diskusi ini harus menjajaki tingkat kemudahan dalam memenuhi prasyarat-prasyarat dan mencapai sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan yang luas dari kebijakan-kebijakan dan program-program yang didukung bila terjadi bencana, serta cara-cara untuk meningkatkan ketangguhan terhadap bahaya dan keberlanjutan hasil-hasil program, baik melalui kebijakan-kebijakan dan program-program itu sendiri ataupun prakarsa-prakarsa pendukung. Diskusi-diskusi tersebut harus memanfaatkan dan dibangun berdasarkan konsultasi-konsultasi tentang bencana yang diadakan dalam rangka menyusun strategi tingkat negara dari lembaga pembangunan (lihat Catatan Panduan 4) dan konsultasi-konsultasi terkait yang diadakan oleh pemerintah dalam menyusun strategi penanggulangan kemiskinannya (lihat Catatan Panduan 3). Proses konsultatif juga harus memberi peluang bagi kelompok-kelompok miskin dan terpinggirkan, yang seringkali merupakan pihak yang paling rentan terhadap bahaya alam, serta para pemangku kepentingan terkait lainnya, untuk menyuarakan aspirasi mereka.
3. Faktor-faktor penentu keberhasilan
Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan perlu lebih bertanggung-gugat (akuntabel) terhadap kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh bencana. Batas-batas tanggung jawab lembaga bantuan tampaknya kian menjadi tidak jelas karena bantuan luar semakin lebih banyak berbentuk dukungan terhadap anggaran dan donor-donor tertentu tidak tertarik mendukung rekonstruksi bangunan serta infrastruktur. Namun, lembaga- lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan bertanggung-gugat untuk berupaya menjamin agar sumber- sumber daya mereka dimanfaatkan dengan seefektif mungkin dan, dengan demikian, bertanggungjawab untuk menjamin agar peraturan-peraturan dan praktik pendirian bangunan dari pemerintah penerima sudah memadai dan agar praktik-praktik manajemen risiko bencana, termasuk tata aturan perencanaan risiko keuangan, juga sudah memadai.
Pemerintah-pemerintah dan masyarakat sipil di negara-negara yang rawan bencana perlu memprioritaskan pengurangan risiko bencana. Karena pemberian dukungan terhadap anggaran semakin dikaitkan secara langsung dengan pembangunan nasional dan sektoral serta strategi-strategi penanggulangan kemiskinan, pemerintah dan masyarakat sipil harus memprioritaskan pengurangan risiko bencana sebagai suatu tantangan pembangunan yang penting di negara-negara yang rawan bencana dan mengembangkan kebijakan-kebijakan, kemampuan, pengaturan tata hukum dan kelembagaan. Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan perlu menjajaki insentif-insentif untuk mendorong pemerintah dalam proses ini, mendukung upaya-upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman akan isu-isu kebencanaan dan melakukan kerja advokasi untuk mengkampanyekan manfaat pengurangan risiko bencana, termasuk dengan memfasilitasi dan bekerja dengan jaringan para tokoh di masyarakat sipil yang berkomitmen.
Target-target pengurangan risiko bencana yang diakui secara internasional perlu ditetapkan. Ada kecenderungan yang semakin menguat untuk membangun keterpaduan dalam hal target-target pembangunan utama, seperti Tujuan-tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDGs), yang memberi fokus yang sama bagi para donor dan pemerintah-pemerintah. Ditetapkannya target-target serupa dalam hal pengurangan risiko bencana atau dimasukkannya pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana ke dalam MDGs akan berperan penting dalam menjamin adanya perhatian yang lebih besar terhadap risiko bencana (lihat
C a t a t a n P a n d u a n 14
Catatan Panduan 3 ) dan dalam menuntut pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga pembangunan untuk bertanggung-gugat. Target-target seperti ini dapat dimasukkan ke dalam kerangka manajemen berbasis hasil dan kerangka penilaian kinerja pemerintah dan lembaga-lembaga pembangunan.
Kesepakatan-kesepakatan atas prinsip-prinsip praktik yang baik dalam pemberian dukungan terhadap anggaran harus menyertakan tujuan-tujuan pengurangan risiko bencana. Prakarsa-prakarsa internasional untuk mengharmonisasikan dan mengkoordinasikan pendekatan donor terhadap dukungan anggaran dan praktik- praktik yang baik terkait – misalnya, yang tengah dikembangkan oleh Komite Bantuan Pembangunan dari Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), Kemitraan Strategis untuk Afrika (Strategic Partnership for Africa/SPA), Program Akuntabilitas Belanja dan Keuangan Publik (Public Expenditure and Financial Accountability/PEFA) – harus menyertakan prinsip-prinsip praktik yang baik dalam penilaian risiko bencana dan dukungan terhadap langkah-langkah terkait untuk meningkatkan ketangguhan terhadap bahaya.
Perlu diupayakan adanya proyek-proyek dan bantuan teknis pelengkap untuk mendukung pengurangan risiko bencana secara lebih cepat. Perlu dipertimbangkan untuk memberikan dukungan berupa proyek dan bantuan teknis pelengkap untuk memperkuat kapasitas dan kemampuan manajemen risiko bencana – misalnya, untuk mendukung pengembangan lembaga-lembaga, peraturan perundang-undangan atau pengaturan pengalihan risiko keuangan, mengadakan pelatihan-pelatihan, membangun konstruksi-konstruksi untuk keperluan peredaman bahaya secara struktural atau untuk memperkuat konstruksi-konstruksi yang sudah ada. Di negara- negara yang hanya memiliki komitmen terbatas terhadap pengurangan risiko bencana dan di negara-negara dengan sistem pemerintahan yang terdesentralisasi tetapi tidak efektif, terutama karena komitmen nasional terhadap pengurangan risiko bencana belum tentu diikuti dengan tindakan di tingkat daerah, kita harus menggunakan perangkat-perangkat lain.
Kotak 7 Peristilahan dalam bidang bahaya dan kebencanaan
Mereka yang telah lama bergerak dalam bidang kebencanaan umumnya mengakui bahwa penggunaan istilah dalam bidang bahaya dan kebencanaan seringkali tidak konsisten, sesuatu yang mencerminkan bahwa bidang ini melibatkan para praktisi dan peneliti yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Rangkaian Catatan Panduan ini menggunakan istilah-istilah kunci di bawah ini:
Bahaya alam adalah suatu kejadian geofisik, atmosferik (berkaitan dengan atmosfer) atau hidrologis (misalnya, gempa bumi, tanah longsor, tsunami, angin ribut, ombak atau gelombang pasang, banjir atau kekeringan) yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian.
Kerentanan adalah potensi untuk tertimpa kerusakan atau kerugian, yang berkaitan dengan kapasitas untuk mengantisipasi suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan memulihkan diri dari dampak bahaya. Baik kerentanan maupun lawannya, ketangguhan, ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan sosial, politik, budaya dan kelembagaan.
Bencana adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang luar biasa yang menimbulkan dampak pada komunitas-komunitas rentan dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan korban yang besar, serta membuat kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak dapat berjalan dengan normal tanpa bantuan dari pihak luar.
Risiko Bencana adalah gabungan dari karakteristik dan frekuensi bahaya yang dialami di suatu tempat tertentu, sifat dari unsur-unsur yang menghadapi risiko, dan tingkat kerentanan atau ketangguhan yang dimiliki unsur- unsur tersebut. 9
Mitigasi adalah segala bentuk langkah struktural (fisik) atau nonstruktural (misalnya, perencanaan penggunaan lahan, pendidikan publik) yang dilaksanakan untuk meminimalkan dampak merugikan dari kejadian-kejadian bahaya alam yang potensial timbul.
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahaya- bahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan adanya kejadian bahaya
9 Rangkaian catatan panduan ini menggunakan istilah ‘risiko bencana’ sebagai pengganti istilah ‘risiko bahaya’ yang sebenarnya lebih tepat karena istilah ‘risiko bencana’ adalah istilah yang lebih umum digunakan oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pengurangan risiko
212 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana 212 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Bantuan kemanusiaan, rehabilitasi dan rekonstruksi adalah segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan setelah terjadinya bencana untuk, secara berurut, menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan kemanusiaan yang mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik serta pelayanan masyarakat.
Perubahan iklim adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada pengukuran keadaan rata-rata atau ketidakkonsistenan iklim di suatu tempat atau daerah selama periode waktu yang panjang, yang diakibatkan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh dampak kegiatan manusia pada komposisi atmosfer global atau oleh ketidakkonsistenan alam.