Hidup di tepi jurang: Bencana dan mereka yang hampir terjatuh ke dalam jurang kemiskinan
Kotak 3 Hidup di tepi jurang: Bencana dan mereka yang hampir terjatuh ke dalam jurang kemiskinan
Strategi-strategi untuk mengurangi kerentanan perlu mempertimbangkan juga kebutuhan-kebutuhan mereka yang “hampir miskin” di samping kebutuhan kaum miskin sendiri karena bencana dapat menambah jumlah orang yang terjatuh ke dalam jurang kemiskinan. Sebagai contohnya: Di El Salvador, dua gempa bumi yang terjadi pada tahun 2001 menyebabkan peningkatan kemiskinan
sekitar 2,6-3,6 persen. 4
Di Honduras, persentase rumah-rumah tangga miskin meningkat dari 63,1 persen pada bulan Maret 1998
menjadi 65,9 persen pada bulan Maret 1999 sebagai akibat dari Badai Mitch pada bulan Oktober 1998. Jumlah rumah tangga di pedesaan yang hidup dalam kemiskinan ekstrim atau kefakiran meningkat sekitar 5,5 poin persen. 5
Di Vietnam, diperkirakan sebanyak 4-5 persen dari seluruh penduduknya akan terjatuh lagi ke dalam
kemiskinan jika terjadi bencana. 6 Di Aceh, Indonesia, tsunami tahun 2004 diperkirakan telah menambah jumlah orang yang hidup di bawah
garis kemiskinan antara 30 persen sampai 50 persen. 7
Kemunduran (regresi) atau fluktuasi tingkat kemiskinan yang diakibatkan oleh berlangsungnya kejadian- kejadian bahaya (atau ukuran-ukuran terkait yang mendekati seperti fluktuasi hasil panen tanaman pangan atau penyimpangan dari rata-rata curah hujan) dapat digunakan untuk menentukan tingkat kerentanan kaum miskin dan mereka yang hampir miskin terhadap bahaya-bahaya alam. Data-data kuantitatif yang diolah untuk mengumpulkan profil kemiskinan juga dapat memberikan informasi penting yang dapat membantu menemukan penyebab-penyebab kemiskinan yang mendasar. Jika tersedia data terpilah-pilah (disaggregated) yang cukup, variasi- variasi dalam pendapatan atau konsumsi kelompok-kelompok yang berbeda dari waktu ke waktu dapat diambil sebagai ukuran terdekat (proxy) untuk kerentanan dan diregresikan terhadap faktor-faktor, seperti jenis pekerjaan, aset yang dimiliki dan jenis kelamin dari kepala rumah tangga untuk mengkaji faktor-faktor yang menentukan kerentanan. Walaupun demikian, pengkajian kerentanan adalah sesuatu yang kompleks dan perlu dilengkapi dengan analisis kualitatif tambahan dengan menggunakan perangkat-perangkat seperti Analisis Penghidupan yang Berkelanjutan dan Analisis Kerentanan dan Kapasitas, bahkan walaupun data-data kuantitatif telah tersedia, untuk menjamin pengembangan strategi-strategi yang sesuai untuk meningkatkan ketangguhan (lihat Catatan Panduan
9, 10 dan 11 ). Segala bentuk analisis serupa yang ada dan bukti kasus tentang dampak bencana-bencana yang baru terjadi pada kaum miskin harus dicari untuk membantu mendukung proses ini dan mengurangi kerja lebih lanjut.
Langkah 2. Menetapkan tujuan-tujuan penanggulangan kemiskinan
Pergunakan temuan-temuan dari Langkah 1 untuk menetapkan apakah perlu dan bagaimana membangun manajemen risiko bencana ke dalam tujuan-tujuan jangka menengah dan jangka panjang utama.
Tidak ada cara yang benar atau salah dalam melakukan hal ini. Mungkin ada alasan yang kuat, misalnya, untuk memasukkan pengurangan risiko bencana sebagai sebuah tujuan sektor atau subsektor dan bukan tujuan utama, bahkan di sebuah negara yang memiliki risiko bahaya yang tinggi sekalipun (lihat Kotak 4). Namun, harus diingat bahwa kerentanan terhadap bahaya-bahaya alam dapat terbangun dari serangkaian faktor yang luas dan beranekaragam dan oleh karenanya kita harus menggunakan perspektif yang luas dalam mencoba mencari cara-
4 World Bank. Memorandum of the President of the International Bank for Reconstruction and Development and the International Finance Corporation to the Executive Directors on a Country Assistance Strategy for the Republic of El Salvador. Report No. 22932 ES. Washington, DC: World Bank, Central America Country Management Unit, Latin America and the Caribbean Region, 2001. Dapat diakses di: http://www.wds.worldbank.org/external/default/WDSContentServer/WDSP/IB/2001/11/28/000094946_01110804162761/Rendered/PDF/multi0page.pdf
5 SNPK Honduras. Dapat diakses di: http://povlibrary.worldbank.org/files/Honduras_PRSP.pdf 6 ADB et al. Vietnam Development Report 2004. Joint Donor Report to the Vietnam Consultative Group Meeting, Hanoi, December 2–3, 2003. Hanoi: Asian Development Bank (ADB), Australian Government’s Overseas Aid Program, UK Department for International Development (DFID), Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ), Japan International Cooperation Agency (JICA), Save
the Children UK, United Nations Development Programme (UNDP) and World Bank, 2004. Dapat diakses di: http://www.worldbank.org.vn/news/VDR04%20Poverty.pdf
7 DFID. Reducing the Risk of Disasters – Helping to Achieve Sustainable Poverty Reduction in a Vulnerable World: A Policy Paper. London: UK Department for International Development (DFID), 2006. Dapat diakses di: http://www.dfid.gov.uk/pubs/files/disaster-risk-reduction-policy.pdf
44 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana 44 KONSORSIUM PROVENTION – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
Kotak 4 Praktik-praktik dalam memasukkan manajemen risiko bencana ke dalam tujuan-tujuan strategi penanggulangan kemiskinan
Dalam praktiknya, pengurangan risiko bencana jarang dijadikan tujuan utama strategi penanggulangan kemiskinan. Walaupun begitu, pengurangan risiko bencana telah dimasukkan ke dalam tujuan-tujuan lain di dalam strategi penanggulangan kemiskinan dengan berbagai cara: Pengurangan risiko bencana diidentifikasi sebagai sebuah isu di bawah prioritas-prioritas kunci lain,
seperti isu pengurangan kerentanan umum (misalnya di Kamboja, Ghana, Malawi, Nikaragua [2001], dan Vietnam).
Pengurangan risiko bencana diidentifikasi sebagai prioritas sekunder, melengkapi pencapaian beberapa tujuan primer terpilih (misalnya di Mozambik). Beberapa aspek pengurangan risiko bencana secara implisit diprioritaskan melalui sub-sub tujuan lain, misalnya, untuk mengurangi kerentanan umum kegiatan pertanian (seperti di Burkina Faso). Pengurangan risiko bencana dimasukkan sebagai bagian dari sub-sub prioritas sektor (misalnya di Laos dalam sektor Pertanian dan Tajikistan dalam sektor Lingkungan Hidup dan Pariwisata).
Langkah 3. Memprioritaskan tindakan-tindakan publik untuk penanggulangan kemiskinan
Di negara-negara yang berisiko tinggi, pertimbangkan tindakan-tindakan untuk mengurangi kerentanan terhadap bahaya-bahaya alam dalam merancang kebijakan-kebijakan dan program-program ekonomi makro, struktural dan sosial untuk mengurangi kemiskinan dan mendorong pertumbuhan yang memihak kaum miskin serta dalam pengalokasian sumber-sumber daya publik. Langkah-langkah pengurangan risiko bencana yang dipilih harus tepat dan dapat dikerjakan sesuai temuan-temuan pada Langkah 1 di atas, tujuan-tujuan utama strategi penanggulangan kemiskinan, perkiraan biaya dan manfaat dari berbagai pilihan-pilihan pengurangan risiko bencana, sumber daya yang tersedia, kapasitas kelembagaan dan efektivitas program-program pengurangan risiko bencana terdahulu. Dampak positif dan negatif dari tindakan-tindakan penanggulangan kemiskinan lainnya pada ketangguhan terhadap bahaya, dan kerentanan tindakan-tindakan ini sendiri terhadap kejadian bahaya juga harus dipertimbangkan dengan eksplisit.
Kebijakan dan program-program sektoral. Ada banyak langkah yang potensial untuk mengurangi kerentanan terhadap bahaya-bahaya alam, seperti pengembangan varietas-varietas tanaman yang toleran terhadap kekeringan atau banjir, atau varietas yang bermasa tanam pendek dan menghasilkan panen yang relatif banyak; perluasan jaringan irigasi; dukungan untuk mendorong terbangunnya sistem asuransi mikro yang terkait bencana (misalnya, derivatif cuaca seperti yang sekarang tengah diperkenalkan di Mongolia untuk membantu para gembala); penguatan ketangguhan infrastruktur sosial dan produktif utama yang diperuntukkan bagi kaum miskin; dan pengembangan
sistem-sistem peringatan dini. 8 Ada pula sejumlah mekanisme yang dapat dirancang sebelumnya untuk tanggap bencana (Kotak 5). Dalam memilih dan merancang berbagai langkah ini, penting untuk dipertimbangkan apakah langkah-langkah tersebut memihak kaum miskin – misalnya, apakah perlindungan dari ancaman bahaya yang datang dari laut akan dipasang di lokasi-lokasi yang didiami oleh kelompok-kelompok yang berpendapatan rendah atau apakah keluarga-keluarga miskin akan memiliki keterampilan dan sumber daya untuk mengakses dan memanfaatkan sistem-sistem peringatan bahaya dengan efektif. Berkaitan dengan keterbatasan finansial, yang perlu diprioritaskan adalah langkah-langkah yang berbiaya ekonomis, seperti program-program manajemen risiko bencana berbasis komunitas yang potensial memberikan solusi yang berkelanjutan dan sekaligus peka terhadap kebutuhan-kebutuhan dan strategi-strategi bertahan yang telah dimiliki kaum miskin.
8 Untuk pembahasan yang lebih lengkap tentang langkah-langkah yang mungkin dilaksanakan, silahkan lihat UN-ISDR, Living with Risk: A Global Review of Disaster Reduction Initiatives. Jenewa: Strategi Internasional PBB untuk Pengurangan Bencana (UN-ISDR), 2004. Dapat diakses di: http://www.unisdr.org/eng/about_isdr/bd-lwr-2004-eng.htm
Catatan Panduan 3