Analisis Struktur Berita III Berjudul “Dari Bandung ke Yogyakarta”

C.3. Analisis Struktur Berita III Berjudul “Dari Bandung ke Yogyakarta”

C.3.a. Struktur Sintaksis

Judul berita tersebut adalah “Dari Bandung ke Yogyakarta”. Hal yang ingin ditonjolkan dari berita ini adalah saat SBY tinggal di Bandung kemudian sempat menetap beberapa waktu di Yogyakarta, dua kota itulah yang dianggap penting oleh Tempo bagi karier SBY.

Lead terdiri dari dua kalimat yakni “Yudhoyono menatahkan karier militernya dari Bandung. Sempat “hinggap” di Yogyakarta, bergaul dengan kalangan sipil kritis”. Konstruksi yang ingin dibangun dari lead ini adalah di Bandung SBY memulai karier kemiliterannya. Kata “hinggap” bermakna ia sempat berpindah tugas ke Yogyakarta. Kata “bergaul” bermakna sering melakukan kunjungan dan diskusi saat di Yogyakarta. Sedangkan kata “kalangan sipil kritis” adalah tokoh-tokoh masyarakat sipil yang berpikiran kritis terhadap keadaan yang sedang dihadapi. Kata “sipil” ditonjolkan karena mereka berbeda dengan SBY yang berasal dari kalangan militer.

Memasuki tubuh berita, berita ini diawali dengan paragraf sebagai berikut : Rumah bercat hijau di Jalan Yos Sudarso, Yogyakarta, itu tampak

kesepian. Terisolasi, jauh dari rumah-rumah penduduk, bangunan rumah dinas Komandan Resor Militer Pamungkas itu hanya berteman sebuah pohon mangga. Ya, di rumah berhalaman luas yang dikelilingi gedung-gedung perkantoran, kesepian. Terisolasi, jauh dari rumah-rumah penduduk, bangunan rumah dinas Komandan Resor Militer Pamungkas itu hanya berteman sebuah pohon mangga. Ya, di rumah berhalaman luas yang dikelilingi gedung-gedung perkantoran,

Rumahnya terasing, tapi penghuninya cukup gaul. “Dia menjalin hubungan dengan semua kalangan,” kata Yahya Ombara, yang kala itu Pemimpin Umum Harian Yogya Post.

Pendahuluan berita ini diawali dengan deskripsi tentang tempat tinggal SBY sewaktu di Yogyakarta. Pendahuluan ini tidak langsung menuju poin penting yang ingin ditonjolkan dalam berita. Di parargaf selanjutnya baru ada penekanan “Rumahnya terasing, tapi penghuninya cukup gaul. “Dia menjalin hubungan dengan semua kalangan,” Konstruksi yang ingin di bangun Tempo adalah, walau SBY bertempat tinggal jauh dari kebanyakan pemukiman penduduk, namun SBY tetap bersosialisasi dengan semua kalangan dan tidak pilih-pilih dalam bergaul.

Latar informasi yang menggiring pemikiran Tempo dalam mengonstruksi isi berita adalah tentang karier militer SBY dimana ia menapaki jenjang kariernya dengan pesat.

Seorang aktivis mahasiswa dalam paragraf tiga mengatakan “Dia tentara pertama yang masuk dari kampus ke kampus”. Kutipan tersebut mengonstruksikan SBY

sebagai kalangan militer pertama yang akrab dengan mahasiswa dan aktivis kampus. Hal tersebut diperkuat melalui paragraf berikut ini:

Selain sering membagi-bagikan buku kepada mahasiswa saat diskusi, Yudhoyono sesekali mentraktir mahasiswa. Mereka diajak ke Gramedia, Yogyakarta, disuruh memilih buku. Dia yang bayar. Bahkan pernah suatu kali mahasiswa bertemu dengannya di Gramedia. Mereka memberikan salam ke Yudhoyono. Di depan kasir, mahasiswa menyodorkan buku, “Nanti yang membayar bapak yang itu,” sambil menunjuk Yudhoyono, yang manggut- manggut saja. (Paragraf 5 Berita III SBY)

Dari paragraf tersebut terlihat bahwa SBY dikonstruksikan sebagai seorang yang dermawan dan akrab dengan mahasiswa. Kutipan lain datang dari Riswandha Imawan, yakni:

Melihat sisi yang “berbeda” pada seorang Yudhoyono itu, Riswandha Imawan (almarhum) dari Universitas Gadjah Mada sering mengatakan

Yudhoyono calon pemimpin mendatang. “Dia intelektual berbaju militer, bukan militer umumnya,” katanya. (Paragraf 7 Berita III SBY)

Kata “calon pemimpin mendatang” merupakan kalimat yang mengonstruksikan bahwa SBY diprediksikan sebagai calon pemimpin. Kata “intelektual berbaju militer” berarti mengonstruksikan SBY sebagai orang di kalangan militer yang cerdas dan kritis dalam menanggapi kondisi lingkungan, tidak seperti kalangan militer pada umumnya yang hanya berkutat di militer.

Feisal Tanjung dalam paragraf 10 mengatakan ”Dia itu benar-benar seorang prajurit yang komplet”. Kata ”prajurit yang komplet” berarti prajurit yang memiliki banyak kemampuan, tidak hanya pandai di dunia militer tetapi juga pandai di hal yang lain. Kecerdasan SBY tersebut diperkuat dalam paragraf berikut:

Yudhoyono ditugasi sebagai Komandan Peleton 3 Kompi Senapan A, berkedudukan di Dayeuhkolot. Kompi ini berisi perwira yang dinilai memiliki intelektualitas tinggi. “Letda Yudhoyono selalu terpilih sebagai perencana dalam kompi kami karena perencanaannya terkenal bagus,” kata Arief Budi Sampurna, teman satu angkatannya yang masuk kompi itu. (Paragraf 13, Berita II SBY)

Kalimat “Kompi ini berisi perwira yang dinilai memiliki intelektualitas tinggi” mengandung latar informasi yang mengkostruksikan bahwa SBY adalah perwira yang cerdas. Kutipan Arief Budi Sampurna mengonstruksikan SBY memiliki perencanaan strategi yang baik.

Kutipan Agus Widjojo diambil oleh Tempo dan diletakkan dalam paragraf 14 sebagai berikut “Dia selalu mencari dan membagi pengetahuan baru.” Dari kutipan Agus mengonstruksikan bahwa SBY sebagai seorang yang suka mencari pengetahuan baru dan tidak pelit untuk membaginya kepada rekannya. Dalam paragraf 16 Kutipan Agus Widjojo ditulis ”Bagaimana saya menghukum kalau tidak ada kesalahan?” Hal tersebut mengkonstuksikan SBY tidak mendapat hukuman karena tidak melakukan kesalahan.

Sesudah itu, dia menjadi Komandan Yonif 744, batalion pemukul Kodam Udayana di Timor Timur. Ada kejadian beberapa bintara enggan mengikuti instruksi seorang perwira seusai latihan. Soal itu, dalam SBY Sang

Demokrat yang ditulis Usamah Hisyam, Komandan Korem Wiradharma Kolonel Infanteri Muhammad Yunus Yosfiah, yang menjadi atasannya, tidak menyalahkan Yudhoyono, hanya menilai Yudhoyono terlalu “baik” kepada bintara. Dua setengah tahun Yudhoyono memimpin batalion ini. (Paragraf 19 Berita III SBY)

Pada kalimat ke tiga terjadi kerancuan bentuk kalimat karena kalimat yang terlalu panjang sehigga tidak sesuai dengan prinsip kausalitas subjek dan predikat. Kata “terlalu baik” bisa mengandung makna memang dia baik hati kepada anak buah, tetapi bisa juga bermakna SBY terlalu memanjakan anak buah dan kurang tegas.

Sedangkan SBY sendiri mengonstruksikan kepemimpinannya yang di kutip dalam paragraf berukut: Memimpin brigade itu, dia menggiatkan latihan dan turut berlatih juga.

“Bayangkan kalau prajurit disuruh perang tapi pemimpinnya tidak ikut perang,” kata Yudhoyono dalam SBY Sang Demokrat. (Paragraf 22 Berita III SBY)

Penggalan paragraf tersebut mengonstruksikan bahwa SBY bersedia untuk berlatih bersama bawahannya. Dari kutipan SBY tersirat makna bahwa seorang pemimpin prajurit juga harus mau berperang bersama prajuritnya.

Berita ini diakhiri dengan paragraf penutup berikut ini berikut: ”Sukses menjadi komandan brigade, Kolonel Yudhoyono mulai belajar

menangani masalah teritorial ketika menjadi Asisten Operasi Kodam Jaya. Setahun bertugas di Ibu Kota, dia terpilih sebagai Komandan Resor Militer 072/Pamungkas yang membawahkan sepuluh kodim di Daerah Istimewa Yogyakarta dan eks Karesidenan Kedu dalam teritori Kodam IV/Diponegoro.” (Paragraf 23, Berita III SBY)

Kata “Sukses menjadi komandan brigade” mengonstruksikan SBY sukses dalam memimpin pasukan yang dipimpinnya. Penutup berita tersebut mengonstruksikan karier SBY yang cepat melesat dan kepemimpinannya yang terasah karena selalu ditunjuk sebagai komandan.

C.3.b. Struktur Skrip

Unsur who dalam berita ini hanya SBY. Sedangkan unsur what dalam berita ini adalah karier militer SBY dan apa yang dilakukan SBY dalam mendukung karier militernya.

Unsur where dan when dalam berita ini adalah dimulai dari lulus Akabri tahun 1973 SBY mengikuti Kursus Dasar Kecabangan Infanteri ke Bandung. Pada 1975 mengikuti pendidikan lintas udara (airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Amerika. Lima hari setelah menikah, SBY ke Timor Timur, turut dalam Operasi Seroja selama 13 bulan. Pada 1977, ia mendapat promosi sebagai komandan kompi. Total 11 tahun Yudhoyono melewati periode jenjang karier sebagai perwira pertama. Sesudah itu, dia menjadi Komandan Yonif 744, batalion pemukul Kodam Udayana di Timor Timur. Pada 1990-1991, dia menempuh pendidikan setingkat Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat, Command and General Staff College, di Amerika Serikat. Setahun bertugas di Ibu Kota, dia terpilih sebagai Komandan Resor Militer 072/Pamungkas yang membawahkan sepuluh kodim di Daerah Istimewa Yogyakarta dan eks Karesidenan Kedu dalam teritori Kodam IV/Diponegoro. Saat di Yogyakarta ia tinggal di Jalan Yos Sudarso, Yogyakarta, pada 1995. Dari Yogyakarta, Yudhoyono bertugas sebagai Kepala Pengamat Militer Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pulang dari sana, dia menjadi Kepala Staf Kodam Jaya, pada 1996. Karier militernya berhenti pada 1999 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mengangkatnya sebagai Menteri Pertambangan dan Energi.

Unsur how dalam berita ini adalah bagaimana SBY melewati jenjang karier di kemiliteran. Sedangakn unsur why-nya adalah alasan mengapa jenjang karier SBY terus meningkat.

C.3.c. Struktur Tematik

Dari unit analisis Koherensi antarkata dan antarkalimat, yang mengonstruksikan kepemimpinan SBY terdapat dalam paragraf dua yakni “Dari sanalah Yudhoyono melakukan konsolidasi internal, sekaligus meluaskan jangkauan komunikasi: dari kampus hingga pesantren.” Kalimat tersebut mengonstruksikan hal-hal yang dilakukan oleh SBY. Kata “konsolidasi internal” berarti membuat solid dan akrab antara dirinya dengan kalangan tertentu. Kata “meluaskan jangkauan komunikasi” berarti SBY berusaha untuk menjalinhubungan dengan siapapun untuk memperluas “link” yang ia miliki, sehingga berguna dikemudian hari. Kata “dari kampus huingga pesantren” memeperkuat konstruksi bahwa ia ramah terhadap dua lingkungan tersebut, karena tidak semua dari kalangan militer bisa akrab dengan lingkungan tersebut.

Dari unit detail lebih banyak menyoroti detail tentang prestasi dan jabatan yang ternah disandang oleh SBY serta hal-hal yang dilakukan oleh SBY. Dari unit analisis kata ganti, hanya ada satu kata ganti untuk SBY pada paragraf 15 yakni ”lelaki kelahiran Tremas, Pacitan, Jawa Timur” untuk mengonstruksikan darimana SBY berasal.

C.3.d. Struktur Retoris

Unit analisis Leksikon yang ditonjolkan dalam mengkonstrukikan kepemimpinan SBY sebagai seorang yang mudah bergaul terdapat dalam beberapa paragraf anatar lain “bergaul dengan kalangan sipil kritis” (lead), “penghuninya cukup gaul” (Paragraf 1), “Dia menjalin hubungan dengan semua kalangan” (paragraf 2), “meluaskan jangkauan komunikasi: dari kampus hingga pesantren” (paragraf 2), “Yudhoyono memang akrab dengan intelektual Universitas Gadjah Mada” (paragraf 3), “Beberapa aktivis masih kerja dengannya” (paragraf 4), “melakukan kunjungan ke pesantren dan ke Kraton Yogyakarta” (paragraf 6).

Kata “intelektual” banyak digunakan dalam paragraf ini guna mengonstruksikan karakter SBY, sehingga SBY dikonstruksikan sebagai seorang yang cerdas. Watak lain SBY juga ditampilkan dalam paragraf berikut:

Menghadapi mahasiswa yang bergejolak, Yudhoyono memilih strategi persuasif. Pernah di Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga dia ikut mendengarkan orasi unjuk rasa, kemudian mengajak mahasiswa salat berjemaah, lalu disambung dengan dialog. (Paragraf 4 Berita III SBY)

Kata “Yudhoyono memilih strategi persuasif” mengandung makna SBY menggunakan jalur kompromi untuk menyelesaikan masalah. Konstruksi tersebut diperkuat dengan contoh di kalimat selanjutnya. Penggalan kalimat terebut mengonstruksikan bahwa SBY memiliki watak kompromis dalam menyelesaikan masalah.

Dari unit analisis grafis, terdapat dua buah foto dan satu insert tulisan. Foto pertama dengan caption “Susilo Bambang Yudhayana. Saat menjadi komandan linud XIV Kostrad.” Foto tersebut memperkuat konstruksi berita saat SBY meniti karier sebagai pemimpin di militer. Foto kedua dengan caption “SBY menikah dengan Kristiani Herrawati, 1976.” Insert tulisan berasal dari kutipan Arif Budi Sampurna yakni “Letda Yudhoyono selalu terpilih sebagai perencana dalam kompi kami karena perencanaannya terkenal bagus.” Hal ini memperkuat konstruksi kepemimpinan SBY bahwa ia memiliki kemampuan perencanaan yang baik.

Unit analisis pengandaian terdapat dalam paragraf 10 yakni “Terlepas dari penyesalan tersebut, yang terang sejak itu Yudhoyono seakan digiring ke panggung yang lebih besar.” Kata “panggung yang lebih besar” mengandung makna tempat berperan yang lebih besar dari sebelumnya, yakni di kancah politik bahkan menjadikan peran SBY sebagai orang nomer satu di Indonesia. Maksud penekanan dari pengandaian tersebut adalah walau SBY menyesal terhadap keputusannya berhenti dari kemiliteran, namun justru semenjak itu SBY bisa berperan lebih besar.

C.3.e. Konstruksi Kepemimpinan SBY di Berita III

SBY dikonstruksikan sebagai seorang yang ramah dan mudah bergaul. Walaupun dia dari kalanga militer tetapi bisa akrab dengan orang dilingkingan kampus dan pesantren. Ia dikonstruksikan sebagai seorang yang cerdas, suka mencari dan membagi ilmu. Ia memiliki banyak kemapuan salah satunya adalah strategi dan perencanan yang baik. SBY dikonstruksikan sebagai seorang yang kompromistis dalam menghadapi permasalahan. Ia juga dikonstruksikan terlalu baik sehingga kurang tegas. SBY sebagai atasan mau berlatih bersama bawahan.

C.4. Analisis Keseluruhan Konstruksi Kepemimpinan SBY

Dari tiga berita tentang SBY, latar belakang yang dibangun Tempo dalam mengonstruksi katakteristik kepemimpinan SBY adalah sebagai berikut:

· Latar Belakang Keluarga dan Masa Kecil Ayah SBY, Raden Soekotjo, adalah seorang tentara keturunan priyayi. Ibu

SBY adalah ibu rumah tangga biasa. SBY merupakan anak tunggal. Karena ia keturunan priyayi, SBY tidak dituntut bekerja seperti anak-anak sebayanya di kapung. Saat SBY duduk di kelas 1 SMA, kedua orang tuanya bercerai. Perceraian tersebut membuat SBY sempat kalut dan kurang percaya diri. SBY dikonstruksikan akhirnya bisa mengatasi situasi tersebut. SBY tinggal bersama sang ibu. Walau telah bercerai hubungan SBY dan ayahnya dikonstruksikan baik-baik saja. Saat belum bercerai kondisi ekonomi keluarga SBY berkecukupan. Setelah bercerai sang Ibu menghidupi SBY dengan berjualan di toko kelontong. SBY dikonstuksikan suka bergaul dengan SBY adalah ibu rumah tangga biasa. SBY merupakan anak tunggal. Karena ia keturunan priyayi, SBY tidak dituntut bekerja seperti anak-anak sebayanya di kapung. Saat SBY duduk di kelas 1 SMA, kedua orang tuanya bercerai. Perceraian tersebut membuat SBY sempat kalut dan kurang percaya diri. SBY dikonstruksikan akhirnya bisa mengatasi situasi tersebut. SBY tinggal bersama sang ibu. Walau telah bercerai hubungan SBY dan ayahnya dikonstruksikan baik-baik saja. Saat belum bercerai kondisi ekonomi keluarga SBY berkecukupan. Setelah bercerai sang Ibu menghidupi SBY dengan berjualan di toko kelontong. SBY dikonstuksikan suka bergaul dengan

· Latar Belakang Pendidikan dan Masa Remaja SBY menjalani pendidikan di Sekolah Rakyat Purwoasri—kini Sekolah

Dasar Negeri 1 Purwoasri. Naik kelas V, Yudhoyono pindah ke Sekolah Rakyat Gajah Mada, kini Sekolah Dasar Negeri 1 Baleharjo. Yudhoyono meneruskan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Pacitan kemudia SMA Pacitan. Tubuhnya tinggi, tegap, lebih jangkung dari kawan sebayanya, sehingga ia sering ditunjuk sebagai komandan upacara dan memimpin pengucapan salam untuk guru saat masuk dan pulang sekolah. Saat menjalani pendidikan ia dikonstruksikan sebagai siswa yang cerdas dengan menunjukkan detail-detail nilai bagus yang diperoleh SBY. Saat SMA orang tuanya bercerai, tetapi tidak dikonstruksikan berimbas pada pendidikannya.

Ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Akademi Militer, tetapi tidak dijelaskan alasannya. Saat awal-awal memasuki Akmil SBY dikonstruksikan memiliki sifat kurang percaya diri dan malu bila memiliki kekurangan yang ada pada dirinya. Ia dikonstruksikan sebagai siswa yang cerdas saat menjalani studi di sekolah, sehingga ingin tampil sempurna saat menjalani pendidikan di Akmil, tetapi karena merasa kurang sempurna ia menjadi minder atau kurang percaya diri. Tidak dijelaskan bagaiman SBY menjalani pendidikan di Akmil, hanya dijelaskan SBY lulusan terbaik Akabri 1973 yang mengonstruksikan bahwa ia berprestasi saat menjalani pendidikan di Akmil.

· Saat Bekerja dan Berkeluarga Istri SBY adalah anak atasan dari ayah SBY. Keluarga SBY sempat merasa

minder terhadap status keluarga saat SBY melamar Ani. Hal tersebut berimbas sampai saat ini, yakni SBY dikonstruksikan oleh Tempo sangat menghormati keluarag istrinya minder terhadap status keluarga saat SBY melamar Ani. Hal tersebut berimbas sampai saat ini, yakni SBY dikonstruksikan oleh Tempo sangat menghormati keluarag istrinya

Saat memasuki dunia kerja, SBY dikonstruksikan sebagai pribadi suka mencari ilmu, cerdas, baik hati dan suka berbagi dengan orang lain. SBY dikonstruksikan sebagai pribadi yang ramah, suka bergaul, hal tersebut dilakukan untuk meluarsakan jaringan komunikasi yang ia bangun. SBY dikonstruksikan sebagai seorang yang kompromistis dalam menghadapi masalah, melakukan dengan jalan persuasif. Saat memimpin pasukan ia mau berlatih bersama bawahan, namun ia dikonstruksikan kurang tegas terhadap bawahan.

Dari latar belakang tersebut, SBY dikonstruksikan sebagai pemimpin yang berwatak suka bergaul berorganisasi, disiplin, keras dan punya prinsip, cerdas, suka mencari ilmu serta berbaik hati untuk membaginya, memiliki banyak kemampuan khususnya dalam hal strategi dan perencanaan, mau berlatih bersama bawahan. Di sisi lain SBY sebagai orang yang sempat kalut dan kurang percaya diri ketika menghadapi masalah yang membuatnya merasa kurang, tetapi bisa menyelesaikan permasalahan tersebut, kurang tegas terhadap bawahan, terpengaruh oleh istri dan ibu mertua, dan kompromistis.

D. ANALISIS BERITA CAWAPRES BOEDIONO