Analisis Struktur Berita I Berjudul “Lolos dari Persimpangan Jalan”

C.1. Analisis Struktur Berita I Berjudul “Lolos dari Persimpangan Jalan”

C.1.a. Struktur Sintaksis

Judul berita tersebut adalah “Lolos dari Persimpangan Jalan”. Kata “lolos” mengandung makna bahwa Susilo Bambang Yudhotono (SBY) telah mampu melalui “sesuatu”. SBY telah “lolos” atau mampu melalui cobaan hidup ketika ia harus menghadapi kenyataan bahwa orang tuanya bercerai. Sedangkan kata “persimpangan jalan” diambil dari kutipan SBY yang ditonjolkan lagi oleh Tempo sebagai judul. Sesaat setelah perceraian orang tuanya ia merasa “kalut” (kata dalam paragraf 10) sehingga Tempo (seperti yang dikutip dari ucapan SBY) mengibaratkan kondisi SBY saat itu seperti berada di persimpangan Jalan. Konstruksi yang dibangun oleh Tempo dari judul tersebut adalah SBY mampu melalui cobaan hidupnya pasca perceraian orang tuanya.

Lead terdiri dari dua kalimat yakni “Masa kecil Yudhoyono tak seterang karier politiknya. Dipecut perceraian orang tuanya”. Pada kalimat pertama Tempo

mengonstruksinya kesuksesan karier politik SBY dengan kata “terang”. Namun Tempo mengkontraskan ke“terang”an karier politik itu dengan masa kecil SBY yang tidak terang. Kata “Dipecut perceraian orang tuanya” mengandung makna masa kecil SBY mengalami kondisi broken home (kata paragraf 3), namun justru hal itu memacu SBY (dikonotasikan dengan kata “dipecut”) untuk lebih sukses di kemudian hari. Dapat disimpulkan, konstruksi yang dibangun Tempo dari lead ini adalah masa kecil SBY yang notabene dari keluarga broken home memacunya untuk lebih sukses hingga mencapai karier politik yang cemerlang, puncaknya adalah menjabat sebagai presiden tahun 2004.

Memasuki tubuh berita, berita ini diawali dengan paragraf sebagai berikut: Suaranya bergetar, lalu sejenak ia menatap langit-langit. Susilo

Bambang Yudhoyono mengisahkan memori pada prahara keluarga orang tuanya Bambang Yudhoyono mengisahkan memori pada prahara keluarga orang tuanya

Pendahuluan berita diawali dengan deskripsi mengenai gesture SBY. Konstruksi yang dibangun oleh Tempo dari pendahuluan berita itu menyiratkan unsur ketidakceriaan, karena gesture SBY yang digambarkan oleh Tempo tidak menyiratkan sebuah gesture- gesture yang ceria. Kata “prahara keluarga” mengacu pada perceraian orang tuanyalah yang membuat SBY menunjukkan gesture tidak ceria.

Dalam paragraf selanjutnya dijelaskan bagaimana proses perceraian orang tua SBY. Latar informasi tersebut yang dibangun oleh Tempo dalam mengonstruksi kepemimpinan SBY. Terdapat dalam paragraf berikut:

Yudhoyono juga merasa terpukul. Tapi ia cepat mengambil keputusan. “Di persimpangan itu, saya bersumpah harus keluar dari situasi broken home dan menjadi seseorang,” ujarnya. (Paragraf 3 Berita I SBY)

Kata “merasa terpukul” berarti merasa bersalah, kecewa dan terbebani. SBY dikonstruksikan sebagai remaja yang cepat mengambil keputusan dari tekanan yang ia alami. Kata “di persimpangan jalan” telah dijelaskan di judul. Kutipan SBY memperkuat konstruksi bahwa SBY sebagai remaja tidak larut dalam kesedihan pasca orang tuanya bercerai.

SBY sempat merasakan efek dari perceraian orang tuanya yang berpengaruh pada mentalnya. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut: Saking dekatnya pertemanan, Yudhoyono pernah berkeluh kepada

Rahmad ihwal perceraian orang tuanya. Menurut Rahmad, sahabatnya itu sempat kalut. Anak yang semula bersih dan rapi berubah menjadi agak kumal kurang terurus. (Paragraf 10 Berita I SBY)

Yudhoyono juga menjadi kurang percaya diri. Rahmad memberikan contoh, suatu kali Yudhoyono ingin menantang klub voli desa sebelah. Tapi ia tak berani ngomong dan menyuruh Rahmad menyampaikan tantangan. “Susilo kurang percaya diri,” kata Rahmad. Di kampungnya, Yudhoyono dipanggil Susilo. (Paragraf 11 Berita I SBY)

Kata “kalut” bermakna pikiran dan tindakannya kacau tidak keruan, karena tekanan dan kekhawatiran yang dialaminya. SBY sempat merasakan itu disebabkan oleh Kata “kalut” bermakna pikiran dan tindakannya kacau tidak keruan, karena tekanan dan kekhawatiran yang dialaminya. SBY sempat merasakan itu disebabkan oleh

Dalam paragraf lain disebutkan tentang karakteristik yang kurang percaya diri sebagai berikut: Setahun kemudian, ia diterima masuk Akademi Angkatan Bersenjata.

“Tingkat satu saya minder,” katanya. Sebab, SMA Pacitan baru berdiri dan kurikulumnya masih kacau. Pelajaran pun tak tuntas. Dari lima buku kimia yang mestinya selesai dibahas, di sekolah Yudhoyono hanya diajarkan dua. (Paragraf

25 Berita I SBY)

Dari kutipan SBY tersebut menandakan bawa SBY memiliki sifat yang kurang percaya diri dan malu bila memiliki kekurangan yang ada pada dirinya. Ia dikonstruksikan sebagai siswa yang cerdas saat menjalani studi di sekolah, sehingga ingin tampil sempurna saat menjalani pendidikan di Akmil, tetapi karena merasa kurang sempurna ia menjadi minder atau kurang percaya diri.

Dalam mengonstruksikan kepemimpinan SBY saat kecil digambarkan dalam paragraf berikut: Karena tubuhnya tinggi tegap, guru selalu menunjuk Yudhoyono

sebagai komandan upacara. Di kelas, dia bertugas memimpin pengucapan salam untuk guru saat masuk dan pulang sekolah. (Paragraf 20 Berita I SBY)

SBY ketika duduk si bangku sekolah dasar sering memimpin kawan-kawannya yang lain, dari situ dia bisa belajar memimpin. Berita ini ditutup dengan paragraf sebagai berikut: Berbagai kendala itu membuat Yudhoyono tumbuh tangguh. Alam

miskin Pacitan, misalnya, menantangnya lebih maju. Menurutnya, sang ayah juga mendidiknya berdisiplin, keras, punya prinsip, dan lurus. Ia berujar, ”Cara mendidik itu mungkin yang jadi values dalam pikiran saya.”

Dari penutup berita tersebut dapat disimpulkan bahwa walau orang tua SBY sudah bercerai dan ia memilih tinggal bersama ibu, tetapi SBY tidak membenci atau dendam kepada ayahnya. Ema Karim dalam tulisannya berjudul Pendekatan Perceraian dari Perspektif Spsiologi menyatakan, dampak lain dari perceraian yang terlihat oleh

Landis (1960) adalah meningkatnya “perasaan dekat” dengan ibu, serta menurunnya jarak emosional terhadap ayah. Ini terjadi bila anak berada dalam asuhan dan perawatan ibu (Ihromi, 1999: 161). Tetapi itu tidak terjadi dari berita yang dibuat oleh Tempo. SBY dikonstruksikan masih menghormati sang ayah dengan mengingat jasa sang ayah. Sedangkan penekanan yang dilakuakn untuk mengonstruksi karakteristik SBY adalah pada kata berdisiplin, keras, punya prinsip, dan lurus. Kata “keras” bermakna tegas, lugas, kukuh dalam bersikap. Kata “punya prinsip” bermakna teguh pada pendirian yang benar sesuai dengan keyakinan. Kata “lurus” taat pada aturan agama maupun negara.

C.1.b. Struktur Skrip

SBY menjadi tokoh sentral (who atau subjek) yang ditonjolkan dalam berita ini. Selain itu, ayah dan ibu SBY, Raden Soekoco dan Siti Habibah juga menjadi subjek dalam berita tersebut. Unsur what dalam berita ini adalah kemampuan SBY untuk “lolos” (menemukan jati diri) dari “persimpangan jalan” (pasca orang tuanya bercerai) demi mewujudkan sumpahnya “menjadi seseorang”.

Penonjolan lokasi dan waktu yang berhubungan dengan SBY adalah ketika ia dilahirkan 9 September 1949 di sebuah rumah limas di belakang Pondok Tremas, Pacitan. SBY tinggal di Tremas hingga berusia sekitar tiga tahun. Setelah itu, ia mengikuti ayahnya pindah tugas ke Ploso. Ketika SBY enam tahun, ayahnya pindah tugas ke Koramil Kebonagung. Kantor ini persis berhadapan dengan Sekolah Rakyat Purwoasri— kini Sekolah Dasar Negeri 1 Purwoasri. Keluarga ini mondok di rumah Soekajin Hardjo Soekarto, kepala sekolah itu. Ia masuk kelas I di SD tersebut ketika berusia tujuh tahun pada 1956. Naik kelas V, SBY pindah ke Sekolah Rakyat Gajah Mada, kini Sekolah Dasar Negeri 1 Baleharjo, persis di seberang alun-alun Pacitan. SBY meneruskan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Pacitan, yang bersebelahan dengan Sekolah

Rakyat Gajah Mada. Ketika SMA ia bersekolah di SMA Pacitan, kemudian meneruskan di ITS Surabaya tetapi tidak dilanjutkan dan memilih mengukuti pendidikan keguruan di Magelang. Setahun kemudian ia diterima di Akademi Militer di Magelang.

Unsur how yang ditekankan dalam berita tersebut adalah bagaimana SBY menghadapi perceraian keluarganya. Sedangkan unsur why menekankan pada sebab dan akibat pasca orang tuanya bercerai.

C.1.c. Struktur Tematik

Dari unit analisis koherensi, koherensi yang mengonstruksikan tentang karakteristik SBY adalah pada paragraf 3 “Yudhoyono juga merasa terpukul. Tapi ia cepat mengambil keputusan.” yakni terdapat koherensi pembeda anatara kalimat satu dengan kalimat berikutnya.

Dari unit analisis detail, terdapat beberapa detail dalam mengonstruksikan SBY. Yang pertama adalah detail tentang keluarga SBY yang diceritakan mulai dari paragraf dua hingga tujuh. Inti konstruksi yang dibangun dari paragraf tersebut adalah bagaimana SBY menjalani masa kecil dengan berpindah-pindah mengikuti sang ayah berdinas sebagai tentara. Kemudian dijelaskan secara detail mengenai dirinya dan ibunya semenjak orang tuanya bercerai.

Detail yag kedua adalah detail yang pendidikan SBY yang mengonstruksikan bahwa SBY adalah siswa yang cerdas. Hal tersebut terlihat dari dituliskannya detai nilai yang diperoleh SBY saat menjalani pendidikan di SD hingga SMA.

Menurut Sri Banon, Yudhoyono berprestasi menonjol, terutama untuk pelajaran berhitung. (Paragraf 18 Berita I SBY) Ia lulus Sekolah Rakyat Gajah Mada pada 1 Agustus 1962 dengan nilai bahasa Indonesia delapan, berhitung sembilan, dan pengetahuan umum sembilan. (Paragraf 20 Berita I SBY)

Yudhoyono meneruskan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Pacitan, yang bersebelahan dengan Sekolah Rakyat Gajah Mada. Di sini, ia lulus ujian nasional dengan nilai sempurna 10 untuk pelajaran kewarganegaraan dan Yudhoyono meneruskan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Pacitan, yang bersebelahan dengan Sekolah Rakyat Gajah Mada. Di sini, ia lulus ujian nasional dengan nilai sempurna 10 untuk pelajaran kewarganegaraan dan

Selain itu diceritakan secara detail bagaimana SBY menjalani pendidikan di SMA hingga memutuskan untuk memasuki akademi militer. Dari unit analisis kata ganti dalam berita ini hanya menggunkan dua kata ganti untuk SBY. Pertama, yakni “anak tunggal dari ayah-ibu yang berpisah” (Paragraf 3 Berita I SBY) untuk menonjolkan bahwa SBY adalah anak tunggal dan orang taunya bercerai. Kedua, ”Anak yang semula bersih dan rapi berubah menjadi agak kumal kurang terurus” (Paragraf 10 Berita I SBY), kata ganti ini juga menonjolkan efek dari perceraian orang tua SBY.

C.1.d. Struktur Retoris

Drai unit analisis leksikon, kata kata yang mengonstruksikan tentang tekanan yang dialami SBY adalah sebagai berikut: Di masa-masa inilah orang tuanya berpisah. Kehidupannya berubah

drastis. Ibunya harus menghidupi Yudhoyono dengan berjualan. (Paragraf 22 Berita I SBY)

“Ketika itu saya merasa di persimpangan jalan,” (Paragraf 1 Berita I SBY) “Di persimpangan itu, saya bersumpah harus keluar dari situasi broken home dan menjadi seseorang,” ujarnya. (Paragraf 3 Berita I SBY)

Berbagai kendala itu membuat Yudhoyono tumbuh tangguh. (Paragraf

26 Berita I SBY)

Kata-kata dari ketiga potongan paragraf tersebut yang menjadi penonjolan dalam berita ini. Kata “Kahidupannya berubah drastis”, “merasa di persimpangan” adalah kata-kata yang mengonstruksikan tekanan yang dialami oleh SBY. Sedangkan kata “bersumpah harus keluar dari situasi broken home dan menjadi seseorang” dan “Berbagai kendala itu membuat Yudhoyono tumbuh tangguh” adalah kata-kata yang mengonstruksikan SBY bisa keluar dari situasi tertekan yang dialaminya.

Terdapat satu ilustrasi dan dua buah foto. Deskripsi ilustrasi tersebut adalah SBY seperti bernyanyi sersama beberapa orang yang memainkan alat (seperti pengamen). Di sekelilingnya ada beberapa pengawal berseragam hitam berkacamata hitam. Ilustrasi tersebut menggambarkan SBY sebagai orang penting yang ingin bergaul dengan mayarakat kecil (pengamen), namun harus dengan pengawalan ketat.

Foto pertama yakni foto SBY berpose bersama teman-temannya diatas motor dengan caption “Masa Remaja. Susilo Bambang Yudhoyono bermotor mengelilingi Pacitan bersama teman-temannya.” Foto yang kedua yakni ayah SBY dengan busana jas duduk diapit dua anak SBY yang masih kecil dengan mengenakan busana jawa. Foto tersebut dengan caption “Ayahanda SBY. Raden Soekotjo bersama Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhi Baskoro Yudhoyono.” Walau ayah SBY sudah bercerai dengan ibunya, namun Tempo membangun konstruksi bahwa anak-anak SBY masih dekat dengan kakeknya.

Dari unit analisis gaya bahasa, terdapat satu bagian yang menggunakan bahasa Jawa untuk mendiskripsikan SBY ketika masih bayi mripate blalak-blalak tur lincah (matanya berbinar dan lincah). Hal ini untuk menandakan bahwa sejak bayi SBY sudah lincah

C.1.e. Konstruksi Kepemimpinan SBY di Berita I

Dalam berita ini, framing yang dilakukan oleh Tempo adalah masa kecil dan masa remaja SBY dan penonjolan dilakuakn pada perceraian keua orang tuanya. SBY dikonstruksikan oleh Tempo sebagai anak dari keluarga yang tepandang. Prestasi akademik di SD dan SMP bisa dikatakan menonjol dengan perolehan nilai ujian akhir nasional yang bagus. Ia berperawakan lebih tinggi dan tegap dibanding anak-anak seusianya, sehingga sering diminta oleh guru menjadi pmimpin. Disinilah jiwa Dalam berita ini, framing yang dilakukan oleh Tempo adalah masa kecil dan masa remaja SBY dan penonjolan dilakuakn pada perceraian keua orang tuanya. SBY dikonstruksikan oleh Tempo sebagai anak dari keluarga yang tepandang. Prestasi akademik di SD dan SMP bisa dikatakan menonjol dengan perolehan nilai ujian akhir nasional yang bagus. Ia berperawakan lebih tinggi dan tegap dibanding anak-anak seusianya, sehingga sering diminta oleh guru menjadi pmimpin. Disinilah jiwa