Analisis Struktur Berita I Berjudul “Satu Ayunan di Pintu Mercy”

C.1. Analisis Struktur Berita I Berjudul “Satu Ayunan di Pintu Mercy”

C.1.a. Struktur Sintaksis

Judul berita ini adalah “Satu Ayunan di Pintu Mercy”. Kata “ayunan di pintu Mercy” adalah ungkapan untuk kegiatan membuka dan menutup pintu mobil Mercy. Hal itu menjadi penekanan dalam berita ini karena salah satu hal penting yang dilakukan oleh Wiranto (yang saat itu menjadi Ajudan Presiden) adalah membukakan dan menutupkan pintu mobil Mercy Presiden Soeharto. Kata “satu” menekankan makna melakukan hal sepele itu satu kali saja adalah hal penting, dalam artian bahwa sekali saja membuka dan menutup pintu mobil presiden tersebut adalah proses penting dan membutuhkan proses belajar.

Lead terdiri dari dua kalimat “Menjadi ajudan Presiden Soeharto merupakan babak penting dalam karier Wiranto. Belajar menjalin jaringan dari bosnya”. Kata “babak penting” pada kalimat pertama mengandung makna momen atau periode yang penting, berharga dan menentukan kedepannya dalam karier Wiranto. Penekanan dan apa yang ditonjolkan oleh Tempo dari kalimat itu sudah sangat jelas, yakni ketika Wiranto menjadi ajudan Presiden Soeharto merupakan masa yang penting dimana karier Wiranto mulai menanjak. Kalimat kedua “Belajar menjalin jaringan dari bosnya”. Wiranto dikonstruksikan banyak belajar dari “bosnya” yakni Presiden Soeharto. Kata “menjalin jaringan” mengandung makna memperluas pergaulan yang bisa digunakan untuk jenjang kariernya kelak. Jaringan yang dimaksud adalah kolega dan orang-orang yang berhubungan dengan Soeharto saat ini.

Memasuki tubuh berita, berita ini diawali dengan pendahuluan sebagai berikut: Pintu mobil merupakan persoalan penting bagi Wiranto. Di hari-hari

pertama menjadi ajudan Presiden Soeharto, 20 tahun silam, ia sering menghabiskan waktu semalaman di garasi hanya untuk belajar membuka-tutup pintu Mercedes-Benz S-560 punya bosnya. (Paragraf 1 Berita I Wiranto)

Pembukaan ini langsung mengantarkan pembaca pada poin penting yang ingin ditonjolkan oleh Tempo yakni hal yang dilakukan ketika Wiranto menjadi ajudan presiden. Pembukaan ini menguatkan usaha Wiranto dalam melaksanakan tugasnya tersebut. Kata “sering menghabiskan waktu semalaman di garasi hanya untuk belajar membuka-tutup pintu Mercedes-Benz S-560” menunjukkan betapa pentingnya melakukan tugas tersebut.

Tugas itu sebenarnya remeh, seperti yang diuangkapkan oleh Handoko Prasetya (teman Prabowo) dalam paragraf lima, ““Awalnya saya ketawa dalam hati: mosok buka pintu saja diajari,” tuturnya”. Tetapi karena yang di dalam mobil adalah seorang Presiden, maka persoalannya menjadi “penting”. Konstruksi “penting” tersebut terdapat dalam paragraf berikut:

Buka-tutup pintu ketika Soeharto berada di dalam mobil bukan perkara sederhana. Jika terlalu pelan, pintu tak terkunci. Jika terlalu kencang, bakal terkesan marah—hal yang diharamkan pada sang ajudan. Maka Wiranto punya kiat buat menutup pintu berkaca antipeluru itu. “Diayun pelan, tapi saya kerahkan tenaga sebelum tertutup,” katanya. (Paragraf 2 Berita I Wiranto)

Kata “bukan perkara sederhana” tersebut yang mengonstruksikan pentingnya membuka tutup mobil Soeharto. Sedangakan kata “hal yang diharamkan pada sang ajudan” menandakan sesuatu yang tak boleh dilakukan oleh ajudan, hal tersebut mengonstruksikan betapa Soeharto sangat berpengaruh terhadap para ajudan.

Dari unit analisis kutipan atau parafrase ada enam narasumber yang dimintai pendapatnya mengenai Wiranto, salah satunya Handoko Prasetyo, yang pernah bersama-sama Wiranto menjadi ajudan

Soeharto, menilai koleganya itu selalu tampil prima. Kepada Wirantolah para ajudan bertanya. (Paragraf 5 Berita I Wiranto)

Menurut Handoko, gampang-gampang susah memahami Soeharto. Dia tak pernah terlihat marah. Repotnya, sekali tersinggung, ia tak akan menyapa lagi. Nah, Wiranto bisa cepat memahami suasana bosnya. Itu sebabnya Soeharto pun sangat menyukai pria kelahiran 1947 ini. (Paragraf 6 Berita I Wiranto)

Menurut Handoko, kepada para ajudannya, Soeharto selalu berkata, “Di sini tempat kamu belajar semua hal. Tapi seberapa besar kamu belajar, ya, tergantung kamu sendiri.” Wiranto, menurut Handoko, adalah murid terbaik Soeharto. (Paragraf 14 Berita I Wiranto)

“Dalam pengamatan saya, Pak Harto memang menyiapkan Pak Wiranto untuk menjadi pemimpin Angkatan Bersenjata,” kata Handoko. (Paragraf 22 Berita I Wiranto)

Kata “koleganya selalu tampil prima” dalam paragraf lima mengonstruksikan bahwa kondisi fisik dan mental Wiranto yang selalu terlihat segar, bugar, dan sehat. Sedangkan kalimat “Kepada Wirantolah para ajudan bertanya” mengonstruksikan bahwa Wiranto adalah ajudan yang lebih berpengalaman dibandingkan ajudan yang lain, sehingga teman-temannya bertanya padanya.

Pada paragraf enam “Nah, Wiranto bisa cepat memahami suasana bosnya. Itu sebabnya Soeharto pun sangat menyukai (Wiranto)” mengonstruksikan bahwa tak semua orang bisa memahami Soeharto, tetapi Wiranto adalah sosol yang bisa memahami atasannya itu dengan baik. Kata “murid terbaik” dalam paragraf 14 mengandung makna Pada paragraf enam “Nah, Wiranto bisa cepat memahami suasana bosnya. Itu sebabnya Soeharto pun sangat menyukai (Wiranto)” mengonstruksikan bahwa tak semua orang bisa memahami Soeharto, tetapi Wiranto adalah sosol yang bisa memahami atasannya itu dengan baik. Kata “murid terbaik” dalam paragraf 14 mengandung makna

Konstruksi tentang Wiranto juga diungkapkan oleh Soentoro pada Paragraf 12 “Di setiap jenjang pendidikan, ia selalu peringkat pertama,” Kalimat ini mengonstruksikan bahwa Wiranto adalah orang yang pandai.

Suaidi Marasabessy juga mengungkapkan pendapatnya pada aragraf berikut: Menurut Suaidi, banyak orang telah menduga Wiranto akan menjadi

pemimpin tentara. (Paragraf 25 berita I Wiranto) Menurut Suaidi, cerita itu menandakan teman-teman Wiranto sudah memperkirakan sang perwira kelak akan menjadi pemimpin. Di lingkungan tentara, kata Suaidi, pengakuan dari rekan seangkatan merupakan prestasi tersendiri. “Nilainya lebih tinggi dari pengakuan bawahan atau bahkan atasan.” (Paragraf 28 Berita I Wiranto)

Kalimat “banyak orang telah menduga Wiranto akan menjadi pemimpin tentara” mengonstruksi banyak orang yang percaya dengan apa yang dimiliki Wiranto (baik kemampuan manajerial, kemampuan memimpin, akses dan dukungan dari Soeharto dll) ia telah siap dan dipercayai menjadi pemimpin tentara. Hal ini diperkuat dengan konstruksi bahwa pengakuan dari rekan seangkatan adalah sesuatu yang membanggakan dan mendekati realitas sesungguhnya karena rekan seangkatan yang tahu tentang seluk- beluk rekan yang lain.

Dalam mengonstruksi kepemimpinan Wiranto, Tempo membangunnya dengan menceritakan tertang bagaimana Wiranto menindak anak buahnya dalam paragraf berikut: Suatu ketika, Wiranto sampai adu jotos dengan seorang anak buahnya.

Penyebabnya, Kopral Selayar, nama prajurit itu, beristri tiga. Sang Kopral juga menjadi koordinator perjudian di kawasan tempatnya bertugas. Wiranto awalnya hanya memberikan peringatan, tapi tak digubris. (Paragraf 12 Berita I Wiranto)

Wiranto lalu menyergap Selayar yang usai berjudi. Keduanya baku pukul dan sang Komandan berhasil menaklukkan kopralnya. Setelah itu, Wiranto mengultimatum: “Hentikan perbuatanmu atau keluar dari tentara.” Selayar memilih tetap menjadi prajurit dan menceraikan dua istrinya. (Paragraf 11 Berita

I Wiranto)

Dariparagraf tersebut mengonstruksikan bahwa Wiranto pemimpin yang tegas terhadap bawahan, bahkan memberi peringatan tegas dan mau turun tangan untuk menyelesaikan masalah.

Paragraf penutup berita ini adalah sebagai berikut “Kini, ia bertarung berebut kekuasaan itu bersama calon presiden Jusuf Kalla”. Kata “berebut kekuasaan” mengandung makna ketika Wiranto mencalonkan diri menjadi presiden tahun 2004 dan wapres tahun 2009. Kalimat tersebut mengandung konstruksi bahwa setelah lebih dari empat tahun Wiranto menjadi ajudan presiden, tahu seluk beluk kepresidenan, baik buruknya Orde Baru (sampai rezim itu tumbang), dan dengan jabatan-jabatan prestisius yang pernah ia sandang, kini ia kini ingin menduduki jabatan kepresidenan tersebut walau hanya jadi wakil presiden.

C.1.b. Struktur Skrip

Unsur who dalam berita ini ada dua yakni Wiranto dan Soeharto. Soeharto juga banyak diceritakan dalam berita tersebut, karena keberhasilan Wiranto tak bisa dilepaskan dari peran Soeharto. Sedangkan unsur what-nya adalah tentang apa yang dilakuakan dan didapat Wiranto saat dan setelah menjadi ajudan presiden.

Unsur where dan when berita ini yang berhubungan dengan Wiranto Lulus Akademi Militer Nasional pada 1968. Memulai kariernya di Desa Totolobomoeto, Tilamuka, Gorontal. Menjadi ajudan presiden Soeharto selama 4 tahun, 1989 sampai 1993. Tahun 1993 dipromosikan menjadi Kepala Staf Komando Daerah Militer Jakarta

Raya jenderal. Tahun 1994 meraih bintang keduanya saat menjadi Panglima Kodam Jaya. Tahun 1996 diangkat menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat.

Unsur how yang ditonjolkan dalam berita ini adalah bagaimana Wiranto bisa menjadi ajudan presiden dan bagaimana karier Wiranto bisa meningkat. Sedangkan unsur why dalam berita ini adalah alasan kenapa Soeharto sangat menyukai Wiranto dan kenapa

banyak orang telah memprediksinya menjadi pemimpin tentara.

C.1.c. Struktur Tematik

Dari unit analisis koherensi, koherensi antarkalimat yang membangun karakteristik Wiranto terdapar dalam paragraf berikut: Dari sinilah ia membangun jaringan dengan semua orang yang

berhubungan dengan Soeharto. Kelak, jaringan ini berguna ketika ia menjadi Panglima Angkatan Bersenjata dan menjalankan penugasan lainnya. (Paragraf 17 Berita I Wiranto)

Terdapat koherensi penjelas yakni pada kata “kelak”. Hal tersebut mengonstruksikan bahwa dari Soehartolah Wiranto bisa membangun jaringan yang berguna ketika menjalankan tugas kedepannya.

Terdapat koherensi pembeda pada paragraf 18 yakni “Apa sih yang didengerin Pak Harto, kok serius amat? Saya pingin tanya, tapi enggak berani. Takut dimarahi,” ujar Wiranto.” Terdapat pembeda pada kata “tapi” yang mengonstruksikan bahwa Wiranto tidak memiliki keberanian untuk menyinggung atasannya. Terdapat koherensi penjelas pada paragraf 29 yakni “Toh, Soeharto merupakan faktor terpenting dalam karier militer Wiranto. Bahkan, pada akhir kekuasaan 32 tahun Orde Baru, Wiranto menjadi benteng yang melindungi Soeharto.” Kata “ toh” dan bahkan” merupakan koherensi penjelas untuk mengonstruksikan betapa pentingnya Soeharto bagi Wiranto, ditekankan pada kata “menjadi benteng yang melindungi Soeharto”

Unit analisis detail, detail yang ditonjolkan dalam berita ini adalah detaih hubungan Wiranto dengan Soeharto, dan pelajaran apa saja yang didapat oleh Wiranto dari Soeharto. Detail yang paling menonjol adalah dalam paragraf berikut:

Pada satu dari lima butir sikapnya sebagai Panglima Angkatan Bersenjata, Wiranto menyatakan, “Angkatan Bersenjata Republik Indonesia akan tetap menjaga kehormatan dan keselamatan para mantan presiden mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat, termasuk Bapak Soeharto, beserta keluarga.” (Paragraf 30 Berita I Wiranto)

Soal kejatuhan Orde Baru, Wiranto berpendapat itu merupakan akibat kelemahan kepemimpinan di akhir masa Soeharto. Ketika bertamu ke kantor majalah Tempo, Maret lalu, ia mengatakan, karena terlalu lama, kekuasaan pun menjadi terpusat ke seseorang. Akibatnya, mereka yang ingin ikut bertahan lama di lingkaran dalam kekuasaan bertingkah “asal bapak senang”. Akhirnya, Soeharto dikelilingi pialang-pialang yang membuatnya lupa pada kondisi riil masyarakat. (Paragraf 31 Berita I Wiranto)

Paragraf 30 wiranto mengaskan sikapnya untuk melindungi Soeharto. Hal tersebut mungkin dilakukan untuk membalas jasa terhadap apa yang telah diberikan Soeharto kepada Wiranto. Pada paragraf 31 menunjukkan bahwa Wiranto tidak sepenuhnya menyalahkan Soeharto atas kejatuhan Orde Baru. Wiranto juga menunjukkan kalau orang-orang disekitar Soeharto juga ikut andil menjadikan kelemahan kepemimpinan Soeharto.

Dari unit analisis kata ganti, terdapat kata ganti “bosnya” dalam lead dan pendahuluan merujuk pada Presiden Soeharto yang saat itu menjadi atasan Wiranto. Hal tersebut memberikan bahwa Soeharto bukan bos biasa bagi Wiranto, bos yang sangat penting bagi Wiranto. Kata “sang ajudan” dalam paragraf dua merujuk pada Wiranto yang saat itu menjabat sebagai ajudan persiden. Jabatan ajudan ditonjolkan karena adalah jabatan yang memulai karier Wiranto.

C.1.d. Struktur Retoris

Dari unit analisis leksikon, kata-kata yang ditonjolkan untuk mengonstruksikan karakteristik Wiranto terdapat dalam paragraf berikut:

Wiranto, ketika itu kolonel, mengalahkan 13 perwira lain dari Angkatan Darat untuk menjadi ajudan Soeharto. (Paragraf 3 Berita I Wiranto) Lulus ujian di pedalaman, karier Wiranto lempang setelahnya. ... Tapi jalan terang di depan mata ketika ia diangkat menjadi ajudan presiden. (Paragraf

12 Berita I Wiranto) Di masa Soeharto, ajudan merupakan jenjang prestisius. “Ajudan presiden itu perwira yang terbaik,” kata Subagyo Hadisiswoyo (Paragraf 13 Berita I Wiranto)

Pada paragraf tiga mengonstruksikan bahwa Wiranto adalah kolonel yang hebat bisa mengalahkan 13 perwira. Kata “lempang” dan “jalan terang” pada paragraf 12 mengkontruksikan tentang karier militer Wiranto yang baik. Kata “jenjang prestisius” pada paragraf 13 mengonstruksikan bahwa menjadi ajudan presiden merupakan karier yang bergengsi. Kalimat “Ajudan presiden itu perwira yang terbaik” mengonstruksikan bahwa Wiranto saat menjadi ajudan adalah salah satu perwira terbaik.

Dari unit grafis terdapat satu ilustrasi dan dua buah foto. Deskripsi ilustrasi tersebut adalah puluhan ribu mozaik foto mini (yang kemungkinan) wajah wiranto yang disusun sedemikian rupa hingga membentuk gambar wajah Wiranto dalam ukuran besar. Foto pertama dengan caption “Ajudan presiden. Mendampingi Presiden Soeharto dan Wakil Presiden Sudharmono di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, 1942”. Foto kedua dengan caption “Bersama Soeharto saat menunaikan ibadah haji pada 1991”. Kedua foto tersebut mengkonstruk-sikan bahwa Wiranto sangat dekat dengan presiden Soeharto pada masa itu.

Dari unit analisis gaya bahasa, pada pragraf 22 terdapat tulisan “Belum genap setahun—tepatnya delapan bulan—ia ditunjuk sebagai Panglima Angkatan Bersenjata.” Tulisan tersebut mengandung gaya pleonasne atau menambahkan keterangan pada pernyataan untuk menguatkan. Hal ini untuk mempertegas betapa cepatnya Wiranto ditunjuk sebagai Panglima Angkatan Bersenjata.

Dari unit analisis metafora, dalam berita ini terdapat metafora pada paragraf 23 yakni golongan “rumput” alias taruna berprestasi biasa-biasa saja. Sehingga Wiranto ketika menjalani pendidikan dikonstruksikan sebagai taruna yang tidak menonjol.

Dari unit analisis pengandaian, pada paragraf empat terdapat pengandaian “Segera setelah itu, Wiranto menempel bagai prangko, setiap saat di dekat Soeharto”.

Konstruksi yang ingin dibangun dari pengandaian itu adalah ketika menjadi ajudan Presiden, Wiranto santa dekat dengan Soeharto selalu mengikuti Soeharto setiap saat. Paragraf 20 terdapat pengandaian ketiga yakni “Seusai menjadi ajudan pada 1993, karier Wiranto melesat bak meteor”. Pengandaian itu mengonstruksikan kecepatan dan kesuksesan jenjang karier Wiranto setelah menjadi ajudan presiden.

C.1.e. Konstruksi Kepemimpinan Wiranto di Berita I

Sebagai seorang atasan, ia dikonstruksikan sebagai atasan yang tegas dalam menindak anak buah yang melakukan kesalahan. Ia menyelesaikan langsung masalah dengan anak buahnya. Saat menjadi taruna Wiranto dikonstruksikan sebagai taruna dengan prestasi tidak menonjol (biasa-biasa saja). Pada akhirnya, dari seorang taruna yang tidak menonjol, Wiranto menjadi perwira terbaik yang mempu mengalahkan 13 perwira lain dari Angkatan Darat untuk menjadi ajudan presiden (sebuah jabatan prestisius bagi seorang perwira). Wiranto dikonstruksikan sangat dekat dengan penguasa saat itu (dalam hal ini Presiden Soeharto), sehingga banyak akses yang membuat kariernya bagus. Wiranto bisa memahami atasannya dan menjadi ajudan kesayangan Soeharto. Dimasa akhir kekuasaan Soerharto Wiranto melindungi Soeharto sebagai bentuk balas budi kepada Soeharto. Selama menjadi ajudan presiden, Wiranto tahu seluk-beluk dan belajar hal-hal yang berhubungan dengan kepresidenan sebagai modal ia mencalonkan diri menjadi cawapres. Semisal belajar cara mengelola negara, memiliki kesempatan membaca Sebagai seorang atasan, ia dikonstruksikan sebagai atasan yang tegas dalam menindak anak buah yang melakukan kesalahan. Ia menyelesaikan langsung masalah dengan anak buahnya. Saat menjadi taruna Wiranto dikonstruksikan sebagai taruna dengan prestasi tidak menonjol (biasa-biasa saja). Pada akhirnya, dari seorang taruna yang tidak menonjol, Wiranto menjadi perwira terbaik yang mempu mengalahkan 13 perwira lain dari Angkatan Darat untuk menjadi ajudan presiden (sebuah jabatan prestisius bagi seorang perwira). Wiranto dikonstruksikan sangat dekat dengan penguasa saat itu (dalam hal ini Presiden Soeharto), sehingga banyak akses yang membuat kariernya bagus. Wiranto bisa memahami atasannya dan menjadi ajudan kesayangan Soeharto. Dimasa akhir kekuasaan Soerharto Wiranto melindungi Soeharto sebagai bentuk balas budi kepada Soeharto. Selama menjadi ajudan presiden, Wiranto tahu seluk-beluk dan belajar hal-hal yang berhubungan dengan kepresidenan sebagai modal ia mencalonkan diri menjadi cawapres. Semisal belajar cara mengelola negara, memiliki kesempatan membaca