Analisis Struktur Berita III Berjudul “Awalnya Hanya ‘Rumput’”

C.3. Analisis Struktur Berita III Berjudul “Awalnya Hanya ‘Rumput’”

C.3.a. Struktur Sintaksis

Judul berita ini adalah “Awalnya Hanya ‘Rumput’”. Kata “awalnya” ini merujuk pada awal-awal Wiranto meniti karier di dunia militer, tepatnya saat menjadi taruna di Akademi Militer. Kata “rumput” merupakan metafora yang berarti taruna yang berprestasi pas-pasan (seperti yang tertera pada paragfar 5). Kata “hanya” menekankan sesuatu yang sepele. Sehingga Konstruksi yg dibangun sumber dari judul tersebut adalah Wiranto awalnya memang taruna yang berprestasi pas-pasan, hingga akhirnya ia sukses di karier puncak kemiliteran sebagai jendral.

Lead terdiri dari dua kalimat yakni “Wiranto bukan taruna berprestasi di Akademi Militer. Masuk sekolah tentara juga karena pertimbangan ekonomi: tidak perlu membayar, malah mendapat uang saku.” Konstruksi kalimat pertama dapat dibaca secara Lead terdiri dari dua kalimat yakni “Wiranto bukan taruna berprestasi di Akademi Militer. Masuk sekolah tentara juga karena pertimbangan ekonomi: tidak perlu membayar, malah mendapat uang saku.” Konstruksi kalimat pertama dapat dibaca secara

Memasuki tubuh berita, berita ini diawali dengan paragraf sebagai berikut:

Belasan pensiunan perwira itu kerap berkumpul di Blok E Kompleks Angkatan Darat Jatinegara, Jakarta Timur. Mereka adalah perwira satu angkatan di Akademi Militer Nasional (1968). Paguyuban itu menyebut kelompoknya Andalan, kependekan dari Anugerah Tidar Enam Delapan. (Paragraf 1, Berita III Wiranto)

Pendahuluan ini berisi deksripsi pensiunan perwira yang mendukung pencalonan Wiranto menjadi cawapres. Hal ini mengantarkan pembaca bahwa Wiranto merupakan kalangan militer yang memiliki pengaruh, dibuktikan dengan adanya kelompok pensiunan perwira yang mendukung dibelakangnya.

Tugas mereka adalah memuluskan jalan Wiranto menuju kursi RI-2 mendampingi Jusuf Kalla. “Kami bertugas memberikan masukan kepada Wiranto,” ujar Wahidin Yusuf, Ketua Andalan. (Paragraf 2 Berita I Wiranto)

Dukungan Andalan tidak hanya kali ini. Dalam pemilihan presiden periode sebelumnya, mereka juga menyokong Wiranto. Kesetiaan teman-teman angkatan 1968 terhadap Wiranto cukup logis, karena dialah perwira yang kariernya paling cemerlang di antara kawan seangkatan. Wiranto sudah menjadi kebanggaan, terutama sejak ia mencapai posisi puncak sebagai panglima angkatan bersenjata. (Paragraf 4 Berita III Wiranto)

Dari dua paragraf diatas merupakan bentuk dukungan teman seangkatan Wiranto di Akademi Militer. Alasan dukungan itu karena Wiranto merupakan “perwira yang kariernya paling cemerlang di antara kawan seangkatan”. Kata “kariernya paling cemerlang” dan “menjadi kebanggaan” mengonstruksikan prestasi Wiranto yang lebih baik dibandingkan teman-teman seangkatannya di di Akademi Militer.

Namun dibalik kariernya yang cemerlang dan membanggakan ada sebuah paradoks yang ingin ditonjolkan oleh Tempo, yakni terdapat dalam paragraf berikut :

Tapi sebenarnya Wiranto tidak gilang-gemilang sejak muda. Ketika taruna, Wiranto dikenal dengan sebutan “rumput”, yaitu istilah kalangan angkatan ini untuk menyebut taruna yang berprestasi pas-pasan. Menurut kawan seangkatannya, Soentoro, Wiranto tidak banyak memperoleh penghargaan. Dadanya nyaris bersih dari lencana. Yang ada hanya penghargaan rutin seperti wing terbang. “Passing grade-nya hanya 65,” ujar Mayor (Purnawirawan) Endick Kosasih, bekas pelatih Wiranto di Akademi Militer. (Paragraf 5 Berita III Wiranto)

Hal tersebut merupakan latar informasi yang menggiring Tempo dalam mengkostruksi berita ini. Soentoro (kawan seangkatan Wiranto di Akmil) mengonstruksikan Wiranto tidak banyak mendapat pengkargaan. Menurut mantan pelatih Wiranto, nilai Wiranto juga pas-pasan. Hal tersebut bisa dikarenakan awal Wiranto memasuki dunia militer bukan karena pertimbangan ingin meraih prestasi tetapi karena pertimbangan ekonomi. Hal tersebut tergambar pada paragraf berikut :

Menjadi perwira sebenarnya bukan pilihan Wiranto. Awalnya, dia lebih tertarik menjadi arsitek. Sempat pula ia bercita-cita menjadi insinyur. “Gambarnya bagus,” ujar Sri Puronowati, kakak ketiga Wiranto. Namun kondisi ekonomi orang tuanya memaksa penggemar tahu kupat ini mengurungkan cita- citanya. (Paragraf 6 Berita III Wiranto).

Latar informasi lain yang dibangun Tempo dalam mengonstruksikan karakteristik Wiranto terdapat dalam paragraf berikut ini : Wiranto tergolong taruna berdisiplin dan tidak nakal. Wiranto bahkan

tak mengenal kegiatan “merembes”—istilah taruna yang menyelinap keluar malam hari untuk mencari makan—yang kerap dilakukan taruna kala itu. Jadwal pesiar pada Rabu malam, Sabtu, dan Minggu yang menjadi jatah para taruna jarang ia gunakan. (Paragraf 10 Berita III Wiranto)

Menurut Sampae Pamelay, kawan satu baraknya, Wiranto lebih memilih bermain trompet, mengaransemen lagu, atau berolahraga. Satu lagi, Wiranto aktif dalam kelompok drum band Sanggar Lokananta. Dia memainkan belira. Maka penuhlah kegiatan Wiranto di Akademi. Semua itu dilakukan, salah satunya, demi menghemat biaya pulang kampung—dia pulang tiga atau enam bulan sekali. (Paragraf 11 Berita III Wiranto)

Wiranto dikonstruksikan sebagai taruna yang berdidiplin, tidak nakal dan taat pada peraturan. Parafrase Sampae Pamelay (Kawan Wiranto) mengonstruksikan Wiranto sebagai taruna yang memafaatkan waktu luangnya dengan kegiatan yang bermanfaat. Konstruksi lainnya dari paragraf tersebut adalah Wiranto taruna yang mengutamakan Wiranto dikonstruksikan sebagai taruna yang berdidiplin, tidak nakal dan taat pada peraturan. Parafrase Sampae Pamelay (Kawan Wiranto) mengonstruksikan Wiranto sebagai taruna yang memafaatkan waktu luangnya dengan kegiatan yang bermanfaat. Konstruksi lainnya dari paragraf tersebut adalah Wiranto taruna yang mengutamakan

Berita ini ditutup dengan paragraf sebagai berikut: Lulus dari Akademi dengan mengambil korps kecabangan infanteri,

Wiranto mulai meniti karier sebagai prajurit. Bersama sebelas kawan seangkatan, ia dikirim berdinas ke Gorontalo, di Kodam 13/Merdeka. Dari desa kecil bernama Tilamuka itulah kariernya sebagai tentara diawali. (Paragraf 17 Berita

III Wiranto)

Paragraf tersebut mengonstruksikan bahwa Wiranto memulai karier militernya dari bawah sekali yakni sebagai prajurit. Konstruksi tersebut bisa mendukung penekanan dari judul (“Awalnya hanya ’Rumput’”). Namun walau ”berawal dari rumput” Wiranto bisa menjadi sukses seperti saat ini.

C.3.b. Struktur Skrip

Unsur who dalam berita ini hanya Wiranto. Sedangkan unsur whatnya dalah pendidikan militer Wiranto di Akademi Militer. Unsur where dan when dalam berita ini adalh Wiranto lahir Yogyakarta 4 April 1947. Wiranto diterima di Akademi Militer Magelang pada 25 September 1965. Dinas pertamanya adalah ke Gorontalo, di Kodam 13/Merdeka.

Unsur who dan why yang menonjol dalam berita ini adalah alasan kenapa Wiranto memasuki dunia militer, dan bagaimana Wiranto mejalani pendidikan militer di Magelang.

C.3.c. Struktur Tematik

Unit analisis koherensi yang mengonstruksikan karakteristik Wiranto terdapat dalam paragraf empat yakni “Kesetiaan teman-teman angkatan 1968 terhadap Wiranto cukup logis, karena dialah perwira yang kariernya paling cemerlang di antara kawan seangkatan.” Terdapat koherensi penyebab dalam kata “karena”. Terdapat koherensi pembeda pada paragraf enam yakni pada kata namun dalam kalimat “Namun kondisi ekonomi orang tuanya memaksa penggemar tahu kupat ini mengurungkan cita-citanya.”

Sedangkan unit analisis detail untuk menggambarkan kondisi ekonomi Wiranto dengan cara yang berbeda terdapat dalam paragraf berikut: Sementara sebagian kawannya mengalami stres saat menjalani

kehidupan baru di Akademi Militer hingga berat badan mereka turun, Wiranto malah makin gendut. Mengapa? Karena makanan di Akademi jauh lebih baik dibanding yang di rumah. (Paragraf 9 Berita III Wiranto)

Paragraf tersebut menerangkan tentang keadaan makanan yang ada di Akademi Militer lebih baik daripada yang ada di rumahnya. Sehingga paragraf tersebut mengonstruksikan bertapa kekurangannya kondisi ekonomi Wiranto saat itu hingga digambarkan makanan di asrama lebih baik daripada makanan yang ada di rumah

Pada masa awal masuk Akademi Militer, ada kenangan yang diingat Wiranto dalam-dalam. Ia masuk akademi itu hanya berselang kurang dari seminggu dengan meletusnya peristiwa Gerakan 30 September, tepatnya pada 25 September 1965. Suasana saat itu panas. Menurut Wahidin Yusuf, ketegangan dirasakan sampai ke barak-barak taruna. Oleh pembina, taruna yang baru masuk buru-buru dilatih menembak, meskipun belum saatnya—seharusnya taruna pemula baru berlatih baris-berbaris. (Paragraf 12 Berita III Wiranto)

Detail tersebut melatarbelakangi kondisi dan situasi saat Wiranto menjalani pendidikan militer. Detail itu sangat panjang lebar diulas dalam berita ini, namun tidak terlalu berkaitan dengan Wiranto.

Kata ganti digunakan pada paragfar enam yakni “penggemar tahu kupat ini” menunjukkan kegemaran Wiranto. Pada paragraf tujuh ”remaja kelahiran Yogyakarta 4 April 1947 ini” untuk menunjukkan tempat tanggal lahir Wiranto. Serta “Tantangan fisik Kata ganti digunakan pada paragfar enam yakni “penggemar tahu kupat ini” menunjukkan kegemaran Wiranto. Pada paragraf tujuh ”remaja kelahiran Yogyakarta 4 April 1947 ini” untuk menunjukkan tempat tanggal lahir Wiranto. Serta “Tantangan fisik

9 mengonstruksikan fakta bahwa Wiranto bisa selalu tampil fit karena

C.3.d. Struktur Retoris

Dari unit analisis leksikon, kata yang ditonjolkan dalam tubuh berita ini terdapat pada paragraf berikut : Tapi sebenarnya Wiranto tidak gilang-gemilang sejak muda. Ketika

taruna, Wiranto dikenal dengan sebutan ”rumput”, yaitu istilah kalangan angkatan ini untuk menyebut taruna yang berprestasi pas-pasan. (Pargraf 5 Berita

III Wiranto)

Kata “tidak gilang-gemilang sejak muda” mengonstruksikan bahawa Wiranto ketika muda tidak terlalu berprestasi. Pada paragraf tersebut terdapat penggunaan metafora ‘rumput’ untuk mengibaratkan taruna yang berprestasi pas-pasan. Metafora ini untuk mengonstruksi bahwa Wiranto ketika menjalani pendidikan memang bukan taruna yang berprestasi menonjol.

Dari unit grafis terdapat dua buah foto. Foto pertama dengan caption “Kelulusan. Penyematan tanda kelulusan dari akademi militer, 1968”. Foto kedua “Sebagai Taruna. Wiranto (kedua dari kanan) di Akademi Militer bersama kawan-kawan satu angkatannya”. Foto ini memdukung isi berita yang menekankan saat ia menjalani

pendidikan di Akademi Militer. Dari unit pengandaian terdapat pada paragraf yakni“Ia harus pandai-pandai memilih sekolah jika tak ingin nasibnya seperti ketiga kakaknya yang menjadi guru.” Konstruksi yang diabangun adalah Wiranto tak ingin seperti ketiga kakanya yang kesemuanya jadi guru. Karena kata “nasibnya” dalam kalimat pengandaian tersebut seolah-olah menekankan pada kondisi kehidupan yang kurang baik. Tetapi Wiranto juga ingin tetap bersekolah dan memiliki profesi lain. Kata “Ia harus pandai-pandai memilih pendidikan di Akademi Militer. Dari unit pengandaian terdapat pada paragraf yakni“Ia harus pandai-pandai memilih sekolah jika tak ingin nasibnya seperti ketiga kakaknya yang menjadi guru.” Konstruksi yang diabangun adalah Wiranto tak ingin seperti ketiga kakanya yang kesemuanya jadi guru. Karena kata “nasibnya” dalam kalimat pengandaian tersebut seolah-olah menekankan pada kondisi kehidupan yang kurang baik. Tetapi Wiranto juga ingin tetap bersekolah dan memiliki profesi lain. Kata “Ia harus pandai-pandai memilih

Pada paragraf delapan menggunakan gaya bahasa jawa yang berasal dari parafrase R.S. Wirowijoto, yakni Menurut Wiranto, pada saat yang hampir bersamaan, ia mendaftar untuk

angkatan laut, udara, dan darat. Namun ia dipanggil lebih dulu oleh Akademi Militer. Sebenarnya ia lebih ingin menjadi kadet di Akademi Angkatan Udara. Tapi dia mengikuti pesan sang ayah, R.S. Wirowijoto, “Ojo mburu ujeng kelangan deleg.” Artinya, “Jangan mengejar yang tak pasti sehingga kehilangan yang pasti”. Wiranto pun mantap memilih Akademi Militer di Magelang. (Paragraf 8 Berita III Wiranto)

Paragraf tersebut mengonstruksikan Wiranto untuk realistis menghadapi kondisi dan harus mementingkan prioritas.

C.3.e. Konstruksi Kepemimpinan Wiranto di Berita III

Wiranto memilih menjalani pendidikan di Akademi Militer karena pertimbangan ekonomi keluarga yang tidak mendukungnya bersekolah yang mengeluarkan biaya. Saat memilih sekolah ia mengutamakan prioritas dan relaistis terhadap keadaan. Ketika menjalani pendidikan militer sebagai taruna di Akademi Militer, ia dikonstruksikan sebagai taruna yang tidak menonjol (biasa-biasa saja). Namun ia adalah taruna yang tertib, disiplin dan mengisi kegiatannya dengan kegiatan yang bermanfaat. Hal itu ia lakukan untuk menghemat biaya saat pulang kampung. Wiranto mendapat sokongan dari rekan- rekannya untuk mencalonkan siri sebagai presiden (2004) dan wakil presiden (2009), karena teman-temannya menilai Wiranto adalah Perwira berprestasi.