Latar Balakang Framing dan Keberpihakan

G.2. Latar Balakang Framing dan Keberpihakan

Mengenai keberpihakan dalam edisi khusus pilpres ini, Arif Zulkifli (Penanggungjawab Majalah Tempo Edisi Khusus pemilihan Presiden) mengatakan bahwa Tempo tidak menentukan pilihan satu dari ketiga pasangan kandidat presiden, dalam artian tidak menggunggulkan satu pasangan untuk dipilih. Tempo membebaskan orang untuk memilih siapapun dari ketiga kandidat tersebut. Tempo hanya memberikan gambaran mengenai masa lalunya dimana karakteristik kepemimpinan mereka tersebut.

Dari hasil pengamatan Penulis, ada kecenderungan Tempo berpihak kepada SBY- Boediono dibandingkan dengan kedua kandidat yang lain. Hal tersebut ditanggapi oleh Arif sebagai berikut:

Yang saya rasakan sebagai orang dari dalam Tempo, Tempo “berkeberatan” terhadap dua kandidat lain bukan karena dua kandidat lainnya jelek (Mega-Prabowo JK-Wiranto), yang menyebabkan nilai minus dari dua kandidat itu sebenarnya. Jadi kita sangat cerewet terhadap hal masa lalu. Wiranto menurut saya punya masa lalu “yang luar” yang menurut saya belum selesai, urusan Timor-Timor, urusan pelanggaran HAM, itu semua belum selesai. Nah, kami akan cerewet di bagian itu. Prabowo juga sama, penculikan aktivis, urusan Timor-Timor dan sebagainya, juga belum selesai. Nah, itu barangkali yang membuat orang mengaggap bahwa kita tidak suka pada dua kandidat lain, dan lebih suka pada SBY Boediono. (Wawancara 14 Oktober 2009)

Tetapi Arif Zulkifli menekankan bahwa itu semua diluar edisi khusus pilpres. Karena dalam Pengatar Redaksi sudah dijelaskan: Dengan sudut pandang ini, sejumlah cerita memang harus diabaikan.

Bukan karena tak penting, melainkan karena kami tak ingin berkhianat terhadap angle. Kami, misalnya, harus menyimpan kisah tentang penculikan aktivis 1998,

cerita kelam yang menyeret nama Prabowo Subianto. Kisah tentang peran Wiranto dalam insiden Semanggi dan bumi hangus Timor Timur juga terpaksa tak kami ketengahkan. (Majalah Tempo Edisi Khusus Pemilihan Presiden, 2009, hal. 28)

Dari hasil wawancara dan pengantar redaksi tersebut dapat ditarik kesimpulan, walaupun tidak diceritakan tentang “masa kelam” Wiranto dan Prabowo, namun hal itu menjadi background Tempo dalam menuliskan berita Liputan khusus ini atau melakukan framing terhadap kedua orang tersebut.

Dalam kasus Parbowo, ia tidak diceritakan sama sekali tentang karier militernya sementara SBY dan Wiranto yang sama-sama dikalangan militer diceritakan secara rinci. Arif mengatakan bahwa Tempo “tak ingin berkhianat terhadap angle” yang telah ditetapkan sebelunya tentang Prabowo. “Highlight Prabowo memang pada saat dia terbentuk masa kepemimpinannya, jadi saya kembali ke angle awal soal pembentukan itu,” kata Arif.

Beberapa faktor mempengaruhi penulisan berita edisi khusus ini. Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese dalam bukunya Mediating the Message Theories of Influences on Mass Media Content mengatakan ada lima faktor yang mempengaruhi kebijakan redaksi dalam menentukan isi media yakni level individual, level rutinitas media, level organisasi, level ekstra media, dan level ideologi. Dari level individu penulis dan kebijakan organisasional Arif mengatakan:

Subjektivitas (dalam menulis berita) itu tidak dapat dihindari, manusia itu subjektif, tetapi bagaimana subjektivitas itu kita letakkan dalam sebuah kerangka atau koridor yang bisa ditoleransi. Misal ketika kami memilih angle, angle itu kan sangat subjektif. ... Tetapi subjektivitas yang kami pilih dan kami lakukan itu adalah subjektivitas yang objektif yang bisa kami pertanggungjawabkan pilihan-pilihan itu, jadi enggak apa-apa subjektif. Lalu ketika memilih narasuber, kita memilih narasuber A, B, C, bukan narasumber X, Y, Z misalnya, itu juga karena subjektif, tetapi kami memiliki alasan kenapa memilih itu. (Wawancara 14 Oktober 2009)

Sedangkan dari level rutinitas media, penerbitan edisi khusus pemilihan presiden ini memang agenda wajib bagi Tempo. Lima tahun yang lalu, Tempo juga mengeluarkan edisi khusus pemilihan Presiden. Edisi khusus sendiri memang program tahunan yang Sedangkan dari level rutinitas media, penerbitan edisi khusus pemilihan presiden ini memang agenda wajib bagi Tempo. Lima tahun yang lalu, Tempo juga mengeluarkan edisi khusus pemilihan Presiden. Edisi khusus sendiri memang program tahunan yang

Kalau iklan dan redaksi saya kira dua hal yang berbeda. Tempo itu kan media yang sangat sadar perlunya sebuah fire wall yang membatasi antara bisnis dan independensi jurnalistik, kami tidak di drive oleh pengiklan. Edisi khusus ini tidak di drive oleh pemasang iklan, saya bisa jamin itu, eh… pengiklan suka nih terhadap edisi khusus ini kamu bikin aja, tidak seperti itu. Kami bikin karena kami ingin menyuguhkan kepada pembaca. Kok ya ndilalah edisi khusus diminati oleh pengiklan karena pembacanya banyak, tetapi enggak ada hubungannya dalam penulisan berita liputan khusus ini. (Wawancara 14 Oktober 2009)

Mengenai bagaimanakah hubungan yang terjalin antara Tempo dengan narasumber (enam kandidit) tersebut Arif Zulkifli mengatakan bahwa tidak ada hubungan khusus yang terkalin dengan mereka, hubungan yang terjalin adalah hubungan profesional antara pihak media dengan narasumber. Lebih lanjut Arif menjelaskan:

“Kalau kelihatannya yang satu lebih dekat daripada yang lain itu tergantung dari orang yang bersangkutan, misalnya JK hubungan kita memang hubungan professional tapi JK adalah orang yang terbuka sehingga tidak terlalu susah ketika kita mewawancarai JK. Misal dengan SBY ditengah kesibukannya sebagai presiden masih menyempatkan diri untuk menerima Tempo karena menyadari bahwa ini bagian dari kampenyenya juga setelah kita jelaskan edisi khususnya seperti apa dia menerimanya. Prabowo memang mempunyai persoalan dengan Tempo. Prabowo yang mempunyai persoalan, Tempo tidak mempunyai persoalan dengan Prabowo. Karena Prabowo menganggap seperti yang dikutipkan di surat dari redaksi, Tempo dianggap memusuhinya. Terus terang Tempo tidak pernah memusuhinya kalau kita kritis terhadap dia dan masa lalunya jelas iya, dan itu adalah kewajiban pers. ... Boediono hubungannya juga sangat baik hubungan profesional, bukan pertama kali Tempo wawancara dengan Boediono. Wiranto sebenarnya juga punya masa lalu yang kurang lebih sama dengan Prabowo, kami juga tidak kurang-kurangnya kritis terhadap Wiranto terhadap tragedi Semanggi, insiden di Timor Timur, tapi kalau dilihat disitu Wiranto sangat terbuka, tahu konteksnya berbeda, “Kamu tanya apa saya jawab” saya kira itu sikap politisi yang baik. Dia tidak menutup masa lalunya dia tidak menolak bertemu wartawan, justru membuka diri kepada wartawan saat ditanya. (Wawancara 14 Oktober 2009).

Sedangkan pengaruh dari segi ideologi tidak sempat disoroti. Hanya saja Arif mengatakan bahwa ideologi Tempo secara umum mengacu pada kebebasan yang bertanggungjawab, salah satunya kebebasan berpendapat. Sehingga bisa ditarik benang Sedangkan pengaruh dari segi ideologi tidak sempat disoroti. Hanya saja Arif mengatakan bahwa ideologi Tempo secara umum mengacu pada kebebasan yang bertanggungjawab, salah satunya kebebasan berpendapat. Sehingga bisa ditarik benang

Kesimpulannya, yang mempengaruhi dalam penulisan berita liputan khusus ini dari level individu dan kebijakan organisasionalnya adalah tentang subjektivitas dalam memilih angle dan narasumber yang akan dituangkan dalam berita. Dari level rutinitas media, edisi khusus pilpres ini memang telah menjadi agenda wajib bagi redaksi Tempo. Level ekstramedia difokuskan oada dua hal. Pertama, dari segi pengiklan, Tempo tidak terpengaruh oleh iklan dalam membuat berita liputan khusus kali ini. Kedua, dari segi nara sumber, walaupun menjalin hubungan secara profesional antara media dan narasumber, tetapi background narasumber juga berpengaruh pada framing pemberitaan yang dilakukan.