Analisis Struktur Berita IV Berjudul “Belajar dari Jantung Liberalisme”

D.4. Analisis Struktur Berita IV Berjudul “Belajar dari Jantung Liberalisme”

D.4.a. Struktur Sintaksis

Judul berita ini adalah “Belajar dari Jantung Liberalisme”. Kata “jantung” merupakan metafora dari pusat atau sumber kehidupan dimana ia memompa suatu aliran. Sedangkan “liberalisme” merupakan suatu paham yang mengagungkan kebebasan pasar dan kekuatan modal. Sehingga kata “jantung liberalisme” memiliki makna dari pusat atau sumber dari pasar bebas dan kekuatan modal. “Jantung Liberalisme” ini mengacu pada negara Amerika dimana di negara tersebut merupakan pusat atau sumber liberalisme. Sehingga konstruksi dari judul tersebut adalah Boediono belajar ekonomi langsung dari Amerika yang merupakan negara yang menganut dan menjadi pusat liberalisme.

Lead terdiri dari dua kalimat “Boediono belajar ekonomi moneter dan finansial di Amerika. Balik ke Indonesia, ia menggagas Ekonomi Pancasila.” Konstruksi yang ingin dibangun dari lead ini adalah Boediono memang belajar ekonomi moneter dan finansial di negara yang menganut liberalisme, namun justru ia tidak terbawa aliran liberalisme itu. Tempo ingin menegaskan bahwa Boediono masih memiliki jiwa nasionalisme dengan menggagas Ekonomi Pancasila yang merupakan falsafah bangsa Indonesia.

Memasuki tubuh berita, berita ini diawali dengan deksripsi saat Boediono bersama putrinya mengunjungi lagi Pennsylvania Amerika, tempat dimana Boediono mengenyam pendidikan ekomomi bergelar master (diceritakan dari paragraf satu hingga paragraf lima). Latar informasi yang menggiring Tempo dalam mengkosntruksi berita ini Memasuki tubuh berita, berita ini diawali dengan deksripsi saat Boediono bersama putrinya mengunjungi lagi Pennsylvania Amerika, tempat dimana Boediono mengenyam pendidikan ekomomi bergelar master (diceritakan dari paragraf satu hingga paragraf lima). Latar informasi yang menggiring Tempo dalam mengkosntruksi berita ini

Kehidupan Boediono selama di Philadelphia hanya berkutat antara apartemen itu dan kampus. Ia menghabiskan siang sampai sore di kampus, sebagian besar di perpustakaan. Sepulang dari kampus, Ratri mengenang, bapaknya kerap langsung ke ruang tamu untuk menyelesaikan tugas kuliahnya. Ia hanya sesekali nonton berita di televisi. “Ia juga sering tertidur di sofa tamu ketika belajar,” ujar Ratri. (Paragraf 6 Berita IV Boediono)

Koleganya, Boediono Sri Handoko, menceritakan, Boediono tidak terlibat organisasi kampus atau kesibukan lain di luar kuliah. Sesekali Boediono memang main ke Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Amerika. Waktunya habis untuk belajar. ”Karena biayanya terbatas, harus cepat,” kata Boediono. (Paragraf 10 Berita IV Boediono)

Pada paragraf enam diceritakan secara detail mengenai kegiatan Boediono di sana. Boediono dikonstruksikan sebagai seorang yang tidak suka berorganisasi dan lebih mementingkan belajar. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan biaya yang dialami Boediono dan keluarganya, seperti yang dijelaskan dalam paragraf berikut:

Sabtu dan Minggu, kadang Boediono mengajak keluarganya jalan-jalan. “Itu pun tidak jauh dari apartemen, karena biaya untuk itu enggak ada,” kata Ratri. (Paragraf 7 Berita IV Boediono)

Kehidupan mereka selama di Amerika, kata Ratri, pas-pasan. Saat itu, Boediono hanya mengandalkan beasiswa dari Rockefeller Foundation. (Paragraf

8 Berita IV Boediono) Guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada yang berangkat bersama Boediono pada Juni 1975 itu—ia belajar ekonomi di Boston University—mengatakan dosen yang mendapat beasiswa ke luar negeri memang harus mau hidup prihatin. (Paragraf 11 Berita IV Boediono)

Ketiga penggalan paragraf tersebut mengonstruksikan bahwa Boediono menjalani kehidupan yang pas-pasan saat berkuliah di Amerika. Karena menuntut ilmu di Amerika Boediono dituding sebagai penganut neoliberalisme.

Boediono juga terlibat dalam perumusan konsep Ekonomi Pancasila bersama Mudrajad Kuncoro—kini guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada—di bawah arahan Profesor Mubyarto. Itu sebabnya Tony tak percaya Boediono menganut neoliberalisme. Neolib, kata Tony, adalah paham yang memberikan kebebasan penuh kepada pasar, misalnya melalui privatisasi dan liberalisasi. ”Saya sangat yakin beliau tidak pernah melakukan itu,” katanya.

Kata “menggagas ekonomi pancasila” menyiratkan ada jiwa nasionalisme pada Boediono. Narasumber yang diambil dalam berita ini adalah Tony Prasetiantono (Asisten Boediono) yang merupakan narasumber yang “pro” dengan Boediono. Padahal gencar diberitakan bahwa Boedino adalah penganut neoliberal. Hal ini menandakan bahwa Tempo menonjolkan bahwa Boediono bukan penganut neoliberal. Hal tersebut juga

terdapat dalam paragraf berikut: Boediono juga membantah tudingan itu. “Saya ini dari universitas

ndeso, masak cocok sebagai neolib?” katanya saat pamit ke almamaternya pada akhir Mei lalu. Ketimbang berdebat soal isme-isme dalam ekonomi, ujarnya, saat-saat seperti ini lebih baik dimanfaatkan untuk memecahkan masalah yang

dihadapi masyarakat, seperti transportasi, pendidikan, kesehatan, dan harga kebutuhan pokok. (Paragraf 15 Berita IV Boediono)

Penekanan yang ingin dilakukan Tempo dari penutup ini adalah bahwa Boediono membantah tudingan bahwa ia penganut aliran neoliberalisme. Bantahan tersebut diperkuat dengan pernyataan Boediono yang ingin memanfaatkan waktu untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat daripada berdebat soal aliran yang ia anut. Konstruksi yang ingin dibangun dari penutup ini adalah Boediono bukan merupakan penganut neolib (pasar bebas) dan Boediono berpihak pada masyarakat.

D.4.b. Struktur Skrip

Unsur Who dalam berita adalah Boediono. Sedangkan unsur What dalam berita ini pendidikan ekonomi Boediono dan kehidupan Boediono saat menjalani pendidikan di Amerika.

Unsur Where dan When dalam berita ini adalah saat Boediono menjalani pendidikan ekonomi di Wharton School, University pf Pennsylvania, Amerika pada tahun 1979.

Unsur how dalam berita ini adalah untuk bagaimana Boediono mempelajari ekonomi langsung dari negara asalnya, Amerika. Sedangkan undur why yang paling Unsur how dalam berita ini adalah untuk bagaimana Boediono mempelajari ekonomi langsung dari negara asalnya, Amerika. Sedangkan undur why yang paling

D.4.c. Struktur Tematik

Dari unit analisis koherensi, terdapat antar kata atau antar kalimat yang mengonstruksikan kepemimpinan Boediono. Salah satunya pada paragraf delapan “Universitas Gadjah Mada, tempat Boediono mengajar, tak memberikan dana tambahan sepeser pun. Padahal ia membawa istri dan dua anaknya yang masih kecil.” Terdapat koherensi pembeda yang mengonstruksikan seolah-olah menyalahkan istitusi tempat Boediono mengajar. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab Boediono hidup pas-pasan di negeri orang.

Terdapat koherensi penyebab pada paragraf 10 “Karena keterbatasan itulah Boediono tenggelam dalam kegiatan belajar dan buku.” Mengonstruksikan bahwa tak banyak kegiatan yang dilakukan Boediono selain belajar dan membaca buku karena keter- batasan biaya yang dialaminya.

Dari unit analisis kata ganti terdapat kata ganti untuk Boediono pada pada paragraf 13 terdapat kalimat ”... pria yang menjadi salah satu dari 125 alumnus Wharton paling berpengaruh itu... ”. Dari potongan kalimat tersebut mengonstruksikan (1) Boediono termasuk orang sukses dan berpendidikan ekonomi yang mumpuni karena merupakan lulusan dari Wharton (2) Boediono merupakan orang yang berpengaruh.

D.4.d. Struktur Retoris

Beberapa kata di tubuh berita yang dipilih Tempo dalam menekankan dan menonjolkan makna-makna tertentu selain kata-kata yang telah dijelaskan sebelumnya adalah sebagai berikut pada aragraf 6 “Kehidupan Boediono selama di Philadelphia hanya berkutat antara apartemen itu dan kampus”. Kata “hanya berkutat” menadakan Beberapa kata di tubuh berita yang dipilih Tempo dalam menekankan dan menonjolkan makna-makna tertentu selain kata-kata yang telah dijelaskan sebelumnya adalah sebagai berikut pada aragraf 6 “Kehidupan Boediono selama di Philadelphia hanya berkutat antara apartemen itu dan kampus”. Kata “hanya berkutat” menadakan

11 “Boediono akhirnya tak tega melihat istrinya hidup susah di negeri orang” mengonstruksikan Boediono tak tega melihat istri dan anak-anaknya hidup tak layak di Amerika, sehingga ia memulangkan mereka.

Pada paragraf 11 terdapat kalimat “dosen yang mendapat beasiswa ke luar negeri memang harus mau hidup prihatin.” Kata “hidup prihatin” mengandung makna hidup dengan keadaan ekonomi pas-pasan dan penuh dengan penderitaan. Kalimat tersebut mengonstruksikan kehidupan Boediono saat menjalani pendidikan di luar negeri dengan beasiswa juga sangat prihatin.

Terdapat dua buah foto. Foto Pertama dengan caption “Boediono. Saat menjadi dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, di rumahnya, 1981”. Foto ini digunakan untuk menguatkan bahwa Boediono pernah menjadi dosen Fakultas Ekonomi di UGM. Sehingga konstruksi bahwa Boediono sebagai ekonom yang berpengalaman semakin kuat. Foto kedua dengan caption “Wharton School, University of Pennsylvania, Amerika” Untuk menguatkan bahwa Boediono pernah bersekolah disana.

D.4.e. Konstruksi Kepemimpinan Boediono di Berita IV

Dalam berita ini Boediono dikonstruksikan menjani pendidikan di tempat liberalisme berkembang. Sehingga di akhir berita ia diokonstruksikan sebagai penganut neoliberal, namun itu dibantah oleh Boediono dan salah satu narasumber. Dalam berita ini saat menjalani pendidikan si Amerika Boediono dikonstruksikan sebagai seorang yang giat belajar. Boediono dikonstruksikan mengalami kondisi ekonomi yang sangat terbatas, sehingga menjalai kehiduan yang sederhana.

D.5. Analisis Keseluruhan Konstruksi Kepemimpinan Boediono

Dari tiga berita tentang Boediono, latar belakang yang dibangun Tempo dalam mengonstruksi katakteristik kepemimpinan Boediono adalah sebagai berikut:

· Latar Belakang Keluarga dan Masa Kecil Ayah Boediono, Ahmad Siswo, adalah pedagang batik yang menderita

kebutaan sejak usia 40 tahun. Ibu Boediono, Samilah, membantu suaminya berjualan batik. Ayah Boediono dikonstruksikan sebagai seorang yang cerdas, sehingga pendidikan untuk anak-anaknya amat penting baginya. Ayah Boediono mendidik sangat ketat dan tegas terhadap pendidikan Boediono. Ayah Boediono menaruh harapan agar Boediono bisa membanggakan keluarga dengan bisa bersekolah di luar negeri. Ayah Boediono memberi pelajaran kepada Boediono untuk menyayangi saudara-saudaranya. Kaluarga Boediono hidup dalam kesederhanaan. Boediono sejak kecil dikonstruksikan sebagai anak yang pendiam.

· Latar Belakang Pendidikan dan Masa Remaja Boediono dikonstruksikan menjalani pendidikan sekolah Dasar

Muhammadiyah yang anat sederhana, dicontohkan dengan tidak mengenakan sepatu saat bersekolah. Boediono saat menjalani pendidikan menjadi siswa pendiam. Boediono juga dikonstrukskikan sebagai siswa yang cerdas hampir dalam segala hal terutama yang berkaitan dengan angka-angka.

Boediono bukan tipikal seorang yang suka berorganisasi, menjadi ketua kelas juga karena terpaksa. Boediono melanjutkan study ke Fakultas Ekonomi UGM. Mengambil ekonomi hanya ikut-ikut teman. Pandangan terhadap dunia ekonomi berubah saat mendapatkan ceramah dari Moh. Hatta yang menerangkan seorang ekonom harus mengerti benar-benar kodisi ekomoni bukan hanya dari segi praktis ilmunya saja. Ia menjalani kuliah biasa-biasa saja hingga ia mendapatkan beasiswa kuliah ke Australia. Saat kuliah di Australia Boediono dikontruksikan mengisi waktu Boediono bukan tipikal seorang yang suka berorganisasi, menjadi ketua kelas juga karena terpaksa. Boediono melanjutkan study ke Fakultas Ekonomi UGM. Mengambil ekonomi hanya ikut-ikut teman. Pandangan terhadap dunia ekonomi berubah saat mendapatkan ceramah dari Moh. Hatta yang menerangkan seorang ekonom harus mengerti benar-benar kodisi ekomoni bukan hanya dari segi praktis ilmunya saja. Ia menjalani kuliah biasa-biasa saja hingga ia mendapatkan beasiswa kuliah ke Australia. Saat kuliah di Australia Boediono dikontruksikan mengisi waktu

· Saat Bekerja dan Berkeluarga Boediono dikonstruksikan sebagai seorang yang setia terhadap istri yang

hubungannya telah terjalin sejak SMA. Saat berumah tangga Boediono dan istri dikonstruksikan membina hubungan yang harmonis. Istri Boediono bukan tipikan istri yang mencampuri pengambilan kebijakan suami. Istri Boediono dikonstruksikan memiliki manajemen keuangan yang baik. Boediono menerapkan disiplin yang ketat terhadap anak-anaknya.

Boediono mengawali pekerjaan menjadi dosen. Boediono dikonstruksikan bukan sebagai dosen yang congkak dan sombong kepada mahasiswa, namun sebagai dosen yang cerdas. Boediono tak banyak bergaul, ia kebanyakan bergaul dengan lingkungan akademisi saja. Boediono dan keluarganya menjalani hidup prihatin di Amerika saat Boediono menjalani pendidikan di Amerika.

Boediono dikonstruksikan sebagai penganut aliran neoliberalisme karena menjalani pendidikan ekonomi di Amerika (jantung liberalisme). Namun Boediono membantah tudingan tersebut. Boediono memang hebat dalam hal ekonomi, tetapi bukan dari kalangan partai dan tidak suka berorganisasi dan bersosialisasi, hal tersebut yang menjadi nilai minus dari segi kepemimpinan untuk Boediono dalam mencalonkan diri sebagai capres pemilu kali ini.

Dari latar belakang tersebut, Boediono dikarakteristikan sebagai pemimpin yang berwatak cerdas, pendiam, giat belajar, setia terhadap pasangan, tanggungjawabterhadap Dari latar belakang tersebut, Boediono dikarakteristikan sebagai pemimpin yang berwatak cerdas, pendiam, giat belajar, setia terhadap pasangan, tanggungjawabterhadap

E. ANALISIS BERITA CAPRES JUSUF KALLA