Analisis Struktur Berita II Berjudul “Luka Batin Gadis Pendiam”

A.2. Analisis Struktur Berita II Berjudul “Luka Batin Gadis Pendiam”

A.2.a. Struktur Sintaksis

Judul berita ini adalah “Luka Batin Gadis Pendiam”. Kata “luka batin” mengandung makna perasaan yang terluka atau tersakiti. Kata “gadis” merujuk pada Megawati semasa remaja (belum menikah). Sedangkan kata “pendiam” mengonstruksikan Mega sebagai seorang pendiam (tak banyak bicara dan tak banyak tingkah). Sehingga konstruksi yang dibangun dari judul ini adalah Mega saat masih remaja adalah gadis pendiam, dimana ia memiliki pengalaman yang menyakiti atau membuat luka perasaannya.

Lead terdiri dari dua kalimat yakni “Megawati tumbuh pada masa sulit sebelum dan setelah kekuasaan Bung Karno. Bukan anak ideologis”. Kata “masa sulit sebelum dan setelah kekuasaan Bung Karno” pada kalimat pertama adalah masa-masa sebelum Bung Karno menjadi presiden dan setelah manjadi presiden. Masa-masa sulit yang dialami Mega sebelum kekuasaan Bung Karno (yang paling menonjol) adalah pada saat terjadi agresi militer Belanda, sampai-sampai Mega dijuluki oleh sebagai anak revolusi (lihat berita I).

Sedangkan masa-masa sulit yang diamani Mega setelah Bung Karno manjadi presiden (yang paling menonjol) adalah saat ia diminta keluar dari Istana Negara dan menjalani kehidupan seperti gadis pada umumnya (bukan putri presiden lagi), ditambah lagi kehidupan ekonomi yang sulit pada masa itu. Kalimat pertama lead mendukung konstruksi “luka batin” yang dialami Mega.

Kalimat kedua “Bukan anak ideologis”. Kata tersebut merupakan metafora yang merujuk Mega yang dikonstruksikan sebagai anak yang tidak mewarisi ideologi yang diajarkan Bung Karno (ayah Mega). Sehingga konstruksi yang dibangun pada kalimat ini adalah Megawati tidak mewarisi ideologi Soekarno yakni Marhainisme.

Memasuki tubuh berita, berita ini diawali dengan paragraf sebagai berikut:

7 Agustus 1967 Hari yang dicemaskan itu tiba juga. Setahun setelah Majelis Permusyawaratan Rakyat mengangkatnya menjadi presiden, Soeharto menghalau anak-anak Soekarno yang masih tinggal di Istana Negara. Jenderal yang sedang di atas angin itu tak berkenan masih ada keluarga orang yang dituding biang ”Gerakan 1 Oktober 1965” di pusat pemerintahan, ketika untuk pertama kalinya ia menjadi inspektur upacara peringatan Proklamasi.

Pendahuluan ini berisi deskripsi tentang nasib anak-anak Soekarno pasca ia lengser dari jabatan presiden. Presiden saat itu, Soeharto, tak ingin ada anak-anak Soekarno berada di Istana Negara. Pembukaan ini mengantarkan pembaca pada masa sulit yang dialami Mega pasca lengsernya Soekarno.

Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri, anak kedua, harus mengambil keputusan akan pergi ke mana. … Megawati memutuskan akan menemui ayahnya, yang ditahan di Istana Batutulis, Bogor. Tapi menemui ayah sendiri, yang menjadi tawanan politik, bukan hal mudah. Harus ada izin tertulis dari panglima tentara daerah Jakarta dan Jawa Barat. (Paragraf 4 Berita II Mega)

Paragraf tersebut mengonstruksikan Mega dituntut untuk mengambil keputusan ketika dalam kondisi tekanan. Penyataannya sumber dalam berita ini yang berkaitan dengan kepemimpinan Megawati yakni pada paragraf 6 yakni dari kutipan Soekarno sebagai berikut: ““Jangan Paragraf tersebut mengonstruksikan Mega dituntut untuk mengambil keputusan ketika dalam kondisi tekanan. Penyataannya sumber dalam berita ini yang berkaitan dengan kepemimpinan Megawati yakni pada paragraf 6 yakni dari kutipan Soekarno sebagai berikut: ““Jangan

Tempo mengonstruksikan Megawati sangat dekat dengan Bung Karno dalam paragraf berikut: Karena itulah Megawati menjadi anak istimewa Soekarno, selain karena

ia anak perempuan pertama. Dalam Penyambung Lidah Rakyat, kepada Cindy Adams, Bung Karno menuturkan bahwa ia menyayangi semua anaknya, Tapi... “pada Gadis, aku punya perasaan lain.” (Paragraf 10 Berita II Mega)

Dalam Bung Karno, Bapakku, Kawanku, Guruku, Guntur menuturkan suatu kali pada 1958 ketika ia sedang bercakap tentang filsafat dengan ayahnya, Mega tibatiba menyela. “Pak, kalau artinya dharma eva hato hanti itu apa?” Kaget, Bung Karno menjawab. “Pintar kau. Dengar dari mana semboyan itu? Itu artinya kita kuat karena kita bersatu.” (Paragraf 14 Berita II Mega)

Mengonstruksikan bahwa bagi Soekarno, Mega anak yang cerdas. Namun sayangnya, oleh sumber lain, yakni Fatmawati (adik kandung Mega) dan Erros Djarot (kawan Mega) ia dikonstruksikan tidak mewarisi ideologi ayahnya.

Dalam soal ideologi, Rachma tak melihat kakaknya sungguh-sungguh menekuni ajaran Marhaenisme. Sementara Rachma menjuluki dirinya sebagai “anak ideologi”, Mega hanya “anak biologis” Soekarno. Sampai 1987, kata Rachma, kakaknya itu hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Setelah itu hidupnya berubah jadi ingar ketika diminta memimpin Partai Demokrasi Indonesia. (Paragraf 20 Berita II Mega)

Erros Djarot, sineas-politikus yang mendampingi Mega klandestin pada zaman Orde Baru, juga memberikan kesaksian yang sama. “Kalau ada komunitas pembaca Bung Karno, dia bukan salah satu anggotanya,” kata Erros. Dia meninggalkan Mega dan mendirikan Partai Nasional Banteng Kemerdekaan karena menganggap teman masa kecilnya itu tak lagi menerapkan ajaran Bung Karno. (Paragraf 21 Berita II Mega)

Ajaran marhaenisme adalah paham yg bertujuan memperjuangkan nasib kaum kecil. “Anak ideologi” merupakan metafora yang mengandung makna bahwa Racmawati menganggap dirinya anak yang menekuni ajaran dan ideologi marhaenisme Soekarno. Rahmawati mengonstruksikan Mega hanya sebagai “anak biologis” atau hanya anak Ajaran marhaenisme adalah paham yg bertujuan memperjuangkan nasib kaum kecil. “Anak ideologi” merupakan metafora yang mengandung makna bahwa Racmawati menganggap dirinya anak yang menekuni ajaran dan ideologi marhaenisme Soekarno. Rahmawati mengonstruksikan Mega hanya sebagai “anak biologis” atau hanya anak

Soal ideologi, Mega menanggapinya dengan senyum. Menurut penyuka burung hantu dan buku risalah tanaman ini, pemikiran dan pidato ayahnya terserak dalam pelbagai kitab. ”Saya belajar langsung dari orangnya,” katanya.

Banyak buku tentang ajaran dan pidato Soekarno. Dalam kalimat ini Mega dikonstruksikan belajar ideologi dari Soekarno langsung, bukan dari buku tentang Soekarno. Penutup ini berisi penyangkalan Mega ketika dikatakan “bukan anak dieologis” Seokarno seperti yang dituliskan pada lead. Hal ini mengonstruksikan bahwa Tempo lebih condong kepada pendapat Rachmawati yang mengatakan bahwa Mega bukan ”anak ideologis”, tetapi Mega membantah asumsi tersebut.

Daram paragraf yang lain terdapat konstruksi tentang Megawati yakni: Tekanan-tekanan politik itulah yang membentuk Mega tumbuh menjadi

seorang pendiam, sampai menjadi sikap politik dan wataknya sehari-hari. Jika ia berdebat, Mega meniru adab ibunya ketika menyela Bung Karno atau siapa pun yang pemikirannya tak ia setujui. “Sikapnya dinyatakan dengan kalimat yang tak menyakitkan, namun tepat sasaran,” kata Mega dalam Tujuh Ibu Bangsa. (Paragraf 17 berita II Mega)

Kalimat pertama paragraf tersebut mengonstruksikan bahwa Mega merupakan sosok yang pendiam. Karakteristiknya yang pendiam menjadikan ia memiliki sikap “politik diam” telah dijelaskan dalam berita I. Kalimat selanjutnya mengonstruksikan bagaimana Mega ketika memotong pembicaraan dan mengungkapkan pendapat, dengan kalimat yang tidak menyakitkan namun bisa membuat orang mengerti

Tapi adiknya, Rachmawati, menilai sikap diam kakaknya itu sudah terlihat sejak kecil. Hobi Mega merawat tanaman dan kebun membuatnya kerap menyendiri. “Dia introvert sekali, jarang berinteraksi bahkan dengan saudara- saudaranya,” kata Rachma, yang terpaut tiga tahun. Dalam Bapakku Ibuku,

Rachma menduga sikap diam itu timbul karena luka batin akibat retaknya hubungan ayah dan ibu mereka. (Paragraf 18 berita II Mega)

Kata “introvert” mengacu pada bersifat suka memendam rasa dan pikiran sendiri dan tidak mengutarakannya kepada orang lain. Mega jarang beriteraksi dengan saudaranya. Kata ”sikap diam” menunjukkan bahwa dia sangat ertutp terhada orang lain. Sikap itu akibat perasaan yang sakit dikarenakan ketidakharmonisan hubungan orang tua mereka karena ayahnya menikah lagi. Paragraf ini menguatkan konstruksi yang dibangun pada Judul.

A.2.b. Struktur Skrip

Unsur who dalam berita ini ada dua yakni Megawati dan Soekarno (ayah Megawati). Hal ini terkait dengan unsur what, yang pertama bahwa apakah Mega ”anak ideologis” Soekarno. Kedua adalah kehidupan Mega pasca ayahnya lengser dari jabatan presiden.

Unsur when dan where dalam berita ini: 7 Agustus 1967 diusir dari istana. Megawati lahir pada 23 Januari 1947 malam di sebuah rumah persalinan di Yogyakarta, Sampai usia tiga tahun, Mega tinggal di permukiman rudin Kali Code sebelum hidup nyaman di Istana setelah ibu kota kembali ke Jakarta. Soal gerakan Nonblok, misalnya, Guntur dan Mega diboyong untuk menyaksikan konferensinya di Beograd, Yugoslavia, pada 1961. Mega kemudian diterima di Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung, pada 1965. Sampai 1987, kata Rachma, kakaknya itu hanya seorang ibu rumah tangga biasa

Unsur why yang menonjol dalam berita ini adalah mengapa Megawati mengalami luka batin. Hal itu disebabkan ketidak harmonisan hubungan ibu dengan ayahnya (yang menikah lagi). Seangkan unsur how yang ditonjolkan dalam berita ini adalah bagaimana Mega menjalani kehidupan setelah ayahnya tidak lagi menjabat sebagai presiden.

A.2.c. Struktur Tematik

Dari unit analisis koherensi, terdapat koherensi antarkata atau antarkalimat, yang mengonstruksikan karakteristik Mega. Koherensi penyebab terdapat pada paragraf 13 yakni “Bung Karno menyetrapnya karena Mega lupa pada halaman berapa buku itu sedang terbuka.” Mengonstruksikan walau sayang kepada Mega, Bung Karno juga memberikan hukuman kepada Mega karena kesalahannya yakni membuat buku yang sedang dibaca Soekarno tertutup hingga lupa sampai halaman berapa sudah dibaca.

Koherensi penjelas terdapat pada paragraf 17 yakni “Tekanan-tekanan politik itulah yang membentuk Mega tumbuh menjadi seorang pendiam, sampai menjadi sikap politik dan wataknya sehari-hari.” Tekanan politik yang dimaksud adalah tekanan politik yang ditujukan kepada ayahnya dan sudaranya karena dianggap berseberangan dengan rezim yang berkuasa saat itu. Pendiam menjadi sikap politik dan wataknya.

Pada paragraf 20 terdapat koherensi pembeda yakni “Sampai 1987, kata Rachma, kakaknya itu hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Setelah itu hidupnya berubah jadi ingar ketika diminta memimpin Partai Demokrasi Indonesia.” Saat itu Mega dikonstruksikan menjadi ibu rumah tangga, namun setalah ia diminta menjadi pemimpin PDI kehidupannya menjadi berbeda dari sebelumnya.

Unit analisis kata ganti terdapat pada paragraf 6 yakni “Ia (Soekarno) bertanya bagaimana gadis kesayangannya itu (Mega) bisa keluar dan lolos penjagaan”. Konstruksi yang dibangun dari kata ganti ini adalah Megawati adalah anak kesayangan Soekarno. Dikutakan pula tulisan di paragraf 10 “Karena itulah Megawati menjadi anak istimewa Soekarno, selain karena ia anak perempuan pertama, Soekarno menuturkan bahwa ia menyayangi semua anaknya, Tapi... ”pada Gadis, aku punya perasaan lain.””

Paragraf 22 terdapat kata ganti “Menurut penyuka burung hantu dan buku risalah tanaman ini”. Sebelumnya dikatakan oleh Erros Djarot ”Kalau ada komunitas pembaca Bung Karno, dia bukan salah satu anggotanya”, dengan menggunakan kata ganti “penyuka buku risalah tanaman” berarti memperkuat anggapan bahwa Mega bukan “anggota komunitas pembaca Soekarno” yang paling tidak ditunjukkan dengan menyukai buku-buku tentang Soekarno.

A.2.d. Struktur Retoris

Beberapa kata yang dipilih oleh Tempo dalam tubuh berita yang menekankan dan menonjolkan makna-makna tertentu dalam berita ini adalah kata: Soeharto melarang Mega dan adik-adiknya membawa perabotan pribadi

dari Istana. “Kami keluar hanya dengan satu lemari pakaian,” kata Mega kepada Tempo, pekan lalu. Tapi ia tak mengeluh. Ia menelan rasa sakit sebagai anak presiden yang disingkirkan dengan menempuh hari-hari yang terus diawasi intel. ”Saya jalani itu semua sebagai bagian dari fluktuasi hidup,” katanya. (Paragraf 8 Berita II Mega)

Kata-kata dalam paragraf tersebut mengonstruksikan bahwa ia mendapat tekanan dari penguasa saat itu dan saat Mega dan saudaranya diminta keluar dari istana, tidak membawa banyak bekal dari istana. Mega menjalani hidupnya saat itu (yang sedang mengalami keadaan sulit) sebagai bagian dari kehidupan yang mengalami keadaan yang tidak menentu.

Pada paragraf 9 terdapat kalimat “Ia memang saksi suka-duka Bung Karno sebagai presiden dan tawanan politik.” Mengonstruksikan bahwa Mega merupakan anak yang menyaksikan suka dan duka ayahnya yang menjadi presiden dan tawanan politik.

Pada paragraf 11 “Dari balik pintu kupu-kupu yang menghubungkan ruang tengah Istana Merdeka dan kantor presiden, Mega suka mengintip rapat-rapat kabinet yang sengit dalam bahasa Belanda dan Jawa.” Saat kecil, Mega telah mengetahui bagaimana rapat-rapat kabinet berlangsung dengan suasana seru namun tegang.

Pada paragraf 12 terdapat kalimat “Seusai pertemuan, Bung Karno menjelaskan deal dan sikap politiknya.” Bung Karno mengajarakan pada Mega tentang kesepakatan dan keputusan politik yang diambilnya. Paragraf 13 terdapat kalimat “Mega mewarisi cara membaca Soekarno yang sporadis.” Kata sporadis mengandung pengertian sering namun taktentu kuantitasnya. Sehingga mengonstruksikan bahwa Mega juga suka membaca.

Dari unit analisis grafis terdapat dua buah foto. Foto pertama dengan caption “Masa perploncoan sebagai mahasiswa Unpad, Bandung.” Foto ini untuk mendukung isi berita saat Mega masih kuliah dan menonjolkan saat Mega masih “gadis” atau remaja. Foto kedua dengan caption “Megawati dan Bung Karno menari Lenso.” Hal ini untuk membangun konstruksi kedekatan antara Mega dan bung Karno.

Berita ini menggunakan unit analisis metafora yakni “anak ideologis” dan “anak biologis” terdapat pada paragraf 20 berasal dari kutipan Rachmawati, telah dijelaskan dalam elemen sintaksis

Paragraf 19 terdapat unit analisis pengandaian yakni “Megawati mengakui, ketika ibunya keluar Istana, dan ayahnya sering ke Bogor mengunjungi Hartini, ia seperti kehilangan induk semang”. Hal ini untuk menunjukkan dampak dari ayahnya yang menikah lagi, bahwa Mega merasa sendirian tidak ada yang mengasuh secara sempurna karena hubungan orang tuanya yang renggang.

A.2.e. Konstruksi Kepemimpinan Mega di Berita II

Konstruksi yang paling menonjol tentang karakter Mega adalah seorang yang pendiam. Mega dikonstruksikan bisa mengambil keputusan dibawah kondisi tertekan. Ia diajari oleh ayahnya untuk menjadi tegar dan tidak menyerah pada keadaan. Mega Konstruksi yang paling menonjol tentang karakter Mega adalah seorang yang pendiam. Mega dikonstruksikan bisa mengambil keputusan dibawah kondisi tertekan. Ia diajari oleh ayahnya untuk menjadi tegar dan tidak menyerah pada keadaan. Mega