Analisis Struktur Berita I Berjudul “Godfather dari Makassar”

E.1. Analisis Struktur Berita I Berjudul “Godfather dari Makassar”

E.1.a. Struktur Sintaksis

Judul berita ini adalah “Godfather dari Makassar”. Dalam Kamus Inggris Indonesia kata godfather berarti wali laki-laki seorang bayi (Echols, 1992: 274). Kata “godfather” dalam judul tersebut diambil dari kutipan Ahmad Kalla, adik kandung Jusuf Kalla (paragraf 25) yang mengatakan ”Jusuf Kalla itu seperti godfather bagi kami”. Sehingga, konstruksi yang dibangun oleh Tempo dari kata godfather adalah peran Jusuf Kalla sebagai “wali” bagi adik-adiknya. Dalam makna yang lebih luas, “godfather” ini bisa dimaknai bahwa Jusuf Kalla sangat berperan dalam keluarga terutama sebagai pemegang bisnis keluarganya. Peran Jusuf Kalla bagi keluarganya menjadi hal yang ditekankan dalam berita ini.

Sedangkan kata “dari Makassar” merupakan tempat tinggal Jusuf Kalla sejak SMP hingga dewasa, di kota itulah Jusuf Kalla tumbuh, menimba ilmu, dan memulai karirnya. Konstruksi yang ingin dibangun dari penggunaan kata Makassar adalah untuk memberikan penekanan bahawa Jusuf Kalla merupakan satu-satunya calon presiden yang berasal dari luar Pulau Jawa. Presiden dari “orang Jawa” dan “orang luar Jawa” pernah menjadi pembicaraan bahkan kontroversi. Contoh kasus adalah ucapan Andi Malarangeng dalam kampanye Capres-Cawapres SBY-Boediono di GOR Andi Mattalatta Makasar 1 Juli 2009. Ia yang menyatakan “Belum saatnya orang Bugis (Sulawesi Selatan) memimpin bangsa Indonesia” (www.kompas.com, 2009). Hal itulah yang menyulut kontroversi bertendensi ras dalam pertarungan perbutan kursi presiden dan wakil presiden, karena selama ini preseiden dan wakil presiden identik dengan “orang jawa”. Sehingga Tempo menggunakan “isu” tempat dari mana Jusuf Kalla berasal untuk dijadikan sebagai judul.

Lead berita ini terdiri dari dua kalimat yakni ”Jusuf Kalla menyerap sikap keras dan kesederhanaan dari orang tuanya. Anak bapak yang sejak kecil dilindungi”. Kata “menyerap” mengandung makna mengambil pelajaran. Kata “sikap keras” berarti tegas, lugas, dan teguh dalam bersikap. Konstruksi yang dibangun dari lead tersebut adalah bahwa Jusuf Kalla memiliki karakter yang tegas dan lugas dalam bersikap dan sikap sederhana yang ia peroleh dari kedua orang tuanya. Sedangkan kalimat kedua, “Anak bapak yang sejak kecil dilindungi”. Kata “anak bapak” mengonstruksikan Jusuf Kalla sebagai anak kesayangan ayahnya. Dikuatkan dengan kata “yang sejak kecil dilindungi”, menguatkan konstruksi bahwa Jusuf Kalla menjadi anak yang paling disayang dalam keluarga.

Memasuki tubuh berita, berita ini diawali dengan paragraf sebagai berikut:

Bagi orang tuanya, Muhammad Jusuf Kalla adalah putra mahkota. (Jusuf Kalla) mendapat perhatian khusus untuk mengelola bisnis yang telah dirintis ayahnya, Haji Kalla, sejak masih belia. Pada sekitar usia 15 tahun, Kalla senior, yang telah yatim, mengumpulkan laba dari berjualan tekstil keliling dengan kuda dari desa ke desa. Ia lantas membuka kios di Pasar Bajoe, enam kilometer sebelah timur Watampone, ibu kota Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. (Paragraf 1 Berita I Jusuf Kalla)

Pembukaan mengantarkan pembaca bahwa Ayah Jusuf Kalla adalah usahawan yang merintis bisnisnya dari bawah, dan Ayah Jusuf Kalla adalah kerja keras. Jusuf Kalla sendiri memiliki latar belakang pengusaha yang diturunkan dari sang ayah. Kata “Jusuf Kalla adalah putra mahkota” menandakan ia merupakan anak kesayangan yang disiapkan untuk menjadi pengusaha meneruskan bisnis sang ayah tersebut. Konstruksi bahwa Jusuf Kalla adalah anak kesayangan ayah diperkuat lagi dari unit analisis berikut ini:

Menurut Ahmad Kalla, adik nomor dua Jusuf, sang kakak laksana pangeran yang dijaga oleh sang ayah. Jika Daeng Ucu—begitu sapaan Jusuf oleh adik-adiknya—ketahuan bermain air di sungai, sang ayah akan marah. “Jika ada istilah anak ibu, Jusuf Kalla ini anak ayah,” kata Ahmad. (Paragraf 3 Berita I Jusuf Kalla)

Dari paragraf tersebut mengandung dua unsur unit analisis yakni kutipan (sintaksis) dan pengandaian (retoris). Kata “sang kakak laksana pangeran yang dijaga oleh sang ayah” dan “Jika ada istilah anak ibu, Jusuf Kalla ini anak ayah” menguatkan konstruksi bahwa Jusuf Kalla adalah anak kesayangan ayahnya. Penggunaan pengandaian tersebut sengaja di munculkan karena Tempo ingin mengonstruksikan bahwa Jusuf Kalla dari keluarga yang menganut patriarki, sehingga anak laki-laki pertama sangat diagung- agungkan untuk meneruskan tradisi keluarga.

Latar informasi yang menggiring Tempo dalam mengonstruksi karekteristik Jusuf Kalla adalah pada paragraf 6 yakni “Dari ayahnya, Jusuf belajar cepat mengambil keputusan.” Hal tersebut mengonstruksikan bahwa ayah Jusuf Kalla adalah orang yang

cepat mengambil keputusan. Jusuf Kalla juga memiliki karakteristik cepat mengambil keputusan yang diturunkan dari sang ayah. Karakteristik lain Jusuf Kalla diambil dari kutipan Muhammad Abduh (teman Jusuf Kalla) sebagai berikut:

Menurut Muhammad Abduh, cara orang tua mendidik anak pada masa itu memang keras. “Kena tempeleng atau tendangan itu biasa,” katanya. Menurut Abduh, hal itulah yang membuat Jusuf Kalla berkarakter keras. “Jangan harap kalau Jusuf Kalla sudah membuat keputusan lalu akan berubah,” katanya. ... Soal sifat keras ini, Jusuf mengakui mendapatnya dari sang ayah. “Bapak saya tegas dan teguh.” (Paragraf 8 Berita I Jusuf Kalla)

Paragraf tersebut mengonstruksilan bahwa Jusuf Kalla memiliki karakter keras. Karakter keras yang dimaksud adalah kuat, teguh, dan konsisten pada pendirian. Latar belakang Jusuf Kalla memiliki watak yang keras adalah cara mendidik orangtuanya yang keras pula, sehingga ia mempelajari karakter itu dari sang ayah.

Kutipan lain yang mengonstruksikan karakteristik Jusuf Kalla terdapat pada paragraf berikut: Saat Haji Kalla menikah lagi dengan Hajah Adewiyah, tanggung jawab

Kalla sebagai anak lelaki tertua semakin besar. Ini karena sang ibu, Hajah Athirah, melarang suaminya bermalam di rumah. Kalla seketika berperan sebagai kepala rumah tangga. “Saya yang mengiringi Ibu ke rumah sakit saat melahirkan Kalla sebagai anak lelaki tertua semakin besar. Ini karena sang ibu, Hajah Athirah, melarang suaminya bermalam di rumah. Kalla seketika berperan sebagai kepala rumah tangga. “Saya yang mengiringi Ibu ke rumah sakit saat melahirkan

Menurut Ahmad Kalla, Jusuf saat itu ibarat ayah bagi adik-adiknya. “Dia mendaftarkan adik-adik sekolah, termasuk membayarkan uang sekolahnya,” kata Ahmad. (Paragraf 15 berita I Jusuf Kalla)

“Jusuf Kalla itu seperti godfather bagi kami,” kata Ahmad. (Paragraf 25 Berita I Jusuf Kalla)

Latar informasi yang dibangun pada kalimat 14 adalah tentang ayah Jusuf Kalla yang menikah untuk kedua kalinya. Hal tersebut membuat karakteristik kepemimpinan Jusuf Kalla terbentuk yakni sebagai seorang yang bertanggungjawab terhadap keluarga. Kalimat “Kalla seketika berperan sebagai kepala rumah” mengonstruksikan bentuk tanggungjawab tersebut, yang sebenarnya tanggungjawab itu belum diemban oleh teman sebayanya, (saai itu Jusuf Kalla masih SMA). Konstruksi tersebut diperkuat dengan detail hal yang dilakukan Jusuf Kalla sebagai “kepala rumah tangga”.

Kalimat “Jusuf saat itu ibarat ayah bagi adik-adiknya” pada kalimat 15 mengonstruksikan bahwa Jusuf Kalla adalah seorang peduli dan perhatian terhadap saudara-saudaranya, sehingga ia disebut sebagai godfather bagi adik-adiknya. Kata godfather telah dijelaskan di dalam judul.

Dalam segi gaya hidup, Jusuf Kalla dikonstruksikan dalam paragraf berikut: Sejak kecil, Athirah mengajari anak-anaknya agar hidup sederhana.

”Kalau kau naik mobil, lihat kawan kau yang naik motor atau sepeda. Tapi, jika ingin berhasil, lihat kawan yang lebih pintar,” begitu petuah sang ibu. (Paragraf 9 Berita I Jusuf Kalla)

Ketika menginjak SMA pada 1958, Jusuf Kalla mengendarai Vespa. “Dibelikan Ayah karena SMA saya cukup jauh,” kata alumnus SMA 3 Makassar ini. ... Karena anak orang berada, Jusuf juga kerap mentraktir kawan-kawan di kantin. “Uang jajannya memang lebih banyak daripada yang lain,” kata Muhammad Abduh. (Paragraf 16 Berita I Jusuf Kalla)

Setahun mengendarai Vespa, Jusuf dibelikan mobil Willys. Tak dipakai bergaya-gaya, Willys itu disewakan. Sesekali mobil itu dipakai sendiri oleh Jusuf dan ayahnya untuk mengunjungi rekan bisnis. (Paragraf 17 Berita I Jusuf Kalla)

Pada paragraf sembilan, dijelaskan bahwa Jusuf Kalla dididik untuk bergaya hidup sederhana. Jusuf Kalla diajarkan oleh sang ibu untuk melihat kawan yang lebih susah dari dia agar bisa bersempati dan tidak sombong. Tetapi ketika ingin berhasil, Jusuf

Kalla diajarkan untuk melihat kawan yang lebih pandai agar termotivasi. Pada paragraf 16 Jusuf Kalla dikonstruksikan sebagai seorang anak dari keluarga yang status ekonominya berkecukupan. Jusuf Kalla dikonstruksikan sebagai kawan yang tidak pelit dan dermawan. Pada kalimat “Tak dipakai bergaya-gaya, Willys itu disewakan” di paragraf 17 mengonstruksikan gaya hidup sederhana yang diterapkan keluarga Jusuf Kalla.

Mengenai pendidikan yang mengonstruksikan tentang karakteristik Jusuf Kalla terdapat dalam paragraf berikut: Dalam soal agama, Haji Kalla sangat puritan. Pengurus Nahdlatul

Ulama itu tak segan merotan anaknya yang tak mengaji. Belajar Al-Quran biasanya dilakukan di masjid atau rumah guru agama pada sore hari. Jika rotan melayang, sang ibu, Hajah Athirah, mengiba-iba. “Jangan diteruskan,” kata Jusuf menirukan ibunya. (Paragraf 7 Berita I Jusuf Kalla)

Haji Kalla lalu memasukkan Jusuf ke SMP Islam di Jalan Datuk Museng pada 1954. Harapannya, Jusuf Kalla belajar ilmu agama dan bisa melanjutkan pendidikannya ke Al-Azhar, Kairo, Mesir. Menurut Muhammad Abduh, rekan satu bangku Kalla, kurikulum sekolah ini 30 persen pendidikan umum dan 70 persen agama. (Paragraf 11 Berita I Jusuf Kalla)

Dalam paragraf tujuh mengonstruksikan bahwa Jusuf Kalla dididik dalam didikan agama Islam yang kuat. Kalimat “(Haji Kalla) tak segan merotan anaknya yang tak mengaji” mengonstruksikan ketegasan dalam pendidikan tersebut. Merotan berarti memukul dengan rotan. Pada dua kalimat terakhir paragraf tujuh mengonstruksikan tentang Ibu Jusuf Kalla yang lebih lunak dalam memberikan hukuman.

Karakteristik kepemimpinan Jusuf Kalla dikonstruksikan terbentuk dalam paragraf berikut: Sejak di Makassar, bakat kepemimpinan Kalla terasah. Ia bergabung

dengan organisasi Pelajar Islam Indonesia. Tiap Jumat ia berlatih pidato. “Saya sempat berpidato pada Isra’ Mi’raj,” kata Jusuf. (Paragraf 13 Berita 1 Jusuf Kalla)

Pada 1961, Jusuf Kalla kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin. Di sana ia sempat menjadi ketua dewan mahasiswa dan ketua Himpunan Mahasiswa Islam cabang Makassar pada 1965-1966. (Paragraf 18 Berita 1 Jusuf Kalla)

Saat menjadi aktivis inilah, Jusuf Kalla berkenalan dengan Panglima Kodam XIV/Hasanuddin di Makassar (1960-1964), Jenderal M. Jusuf. ... Sang Saat menjadi aktivis inilah, Jusuf Kalla berkenalan dengan Panglima Kodam XIV/Hasanuddin di Makassar (1960-1964), Jenderal M. Jusuf. ... Sang

Pada paragraf 13 dan 18 mengonstruksikan bahwa Jusuf Kalla adalah seorang yang suka mengasah bakat kepemimpinannya melalui kegiatan organisasi. Kepemimpinannya terasah saat mengikuti organisasi pelajar Islam dan menjadi ketua organisasi Mahasiswa Islam di Makasar. Dipilihnya organisasi Islam karena sesuai dengan background keluarganya yang menerapkan pendidikan agama.

Selain dari keorganisasian, kepemimpinan Jusuf Kalla juga terasah dari tanggungjawab usaha bisnis yang dilakukannya. Saat masih kuliah, Kalla sempat menjadi anggota Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (1965-1968) dari jalur Sekretariat Bersama Golongan Karya. Ia meninggalkan legislatif setelah sang ayah memintanya mengembangkan bisnis keluarga. Saat itu bisnis Haji Kalla sedang ambruk. ... (Paragraf 22 Berita I Jusuf Kalla)

Transisi kepemimpinan bisnis itu terjadi begitu saja. Menurut Ahmad Kalla, peristiwa ini disaksikan tiga orang: ayah, ibu, dan Jusuf Kalla. Sang ayah mengeluarkan 15 kilogram emas batangan hasil likuidasi usaha setelah guncangan ekonomi pada 1955. ... (Paragraf 23 Berita I Jusuf Kalla)

Di tangan Jusuf, bisnis Haji Kalla berkibar. ... Dua pekan sebelum meninggal, Haji Kalla meminta notaris dan menyerahkan saham kepada Jusuf dan adik-adiknya. Jusuf mendapat saham 50 persen, selebihnya dibagikan kepada anak yang lain. Posisi Jusuf di keluarga besarnya semakin kukuh. ... (Paragraf 25 Berita I Jusuf Kalla)

Dari paragraf 22 dan 23 mengonstruksikan bahwa Jusuf Kalla dipercayai untuk meneruskan kepemimpinan usaha yang dirintis oleh sang ayah. Kata “Di tangan Jusuf, bisnis Haji Kalla berkibar” mengonstruksikan bahwa Jusuf Kalla mampu memimpin usaha itu dengan baik. Dan kata “Posisi Jusuf di keluarga besarnya semakin kukuh” mengonstruksikan bahwa Jusuf Kalla memiliki pengaruh yang besar terhadap keluarganya.

E.1.b. Struktur Skrip

Unsur who yang paling menonjol dalam berita ini adalah Jusuf Kalla. Sedangkan unsur what-nya adalah masa kecil hingga remaja Jusuf Kalla yang menjadi anak kesayangan ayahnya dan disiapkan menjadi pengusaha meneruskan sang Ayah.

Unsur when dan where yang menonjol dalam berita ini adalah pada tahun 1950 Haji Kalla membuka kios bernama ”Sederhana” di Jalan Wajo, Watampone. Pada 1952, pecah pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia. Banyak toko dirampok dan dibakar. Kehidupan bisnis lumpuh. Haji Kalla memutuskan pindah ke Makassar pada 1953. Haji Kalla lalu memasukkan Jusuf ke SMP Islam di Jalan Datuk Museng pada 1954. Jusuf Kalla kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin. Di sana ia sempat menjadi ketua dewan mahasiswa dan ketua Himpunan Mahasiswa Islam cabang Makassar pada 1965-1966. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (1965- 1968) dari jalur Sekretariat Bersama Golongan Karya

Unsur how dalam berita ini adalah bagaimana kehidupan masa kecil, masa remaja, dan Jusuf Kalla sewaktu dewasa. Sedangkan unsur why yang paling menonjol adalah mengapa Jusuf Kalla bisa menjadi godfatehr bagi adik-adik dan keluarganya.

E.1.c. Struktur Tematik

Dari unit analisis koherensi, terdapat koherensi penyebab di paragraf 16 yakni “Karena anak orang berada, Jusuf juga kerap mentraktir kawan-kawan di kantin.” Kalimat tersebut mengonstruksikan bahwa kondisi ekonomi keluarga Jusuf Kalla berkecukupan.

Dari unit analisis kata ganti, terdapat kata ganti yang digunakan untuk Jusuf Kalla yakni pada paragraf 1 yakni Calon presiden dari Partai Golkar. Kata ganti tersebut menenkankan bahwa saat ini Jusuf Kalla sebagai kandidat presiden dalam pemilu pesiden 2009 dari partai Golkar. Jusuf Kalla telah lama menjadi kader Golkar sejak tahun 1965

Dari unit analisis detail, dijelaskan secara detail apa saja usaha yang dilakukan oleh Jusuf Kalla hingga usahanya bisa berkembang dengan pesat

E.1.d. Struktur Retoris

Dari unit analisis leksikon, kata yang dipilih Tempo dalam mengkonstrusikan karakteristik Jusuf Kalla teradapat pada paragraf yakni “Dalam soal agama, Haji Kalla sangat puritan. Pengurus Nahdlatul Ulama itu tak segan merotan anaknya yang tak mengaji.” Kata “puritan” mengandung makna kesholehan atau taat pada ajaran agama. Dari latar belakang tersebut Jusuf Kalla menjadi orang yang taat beragama.

Pada paragraf 23 terdapat kaliamat “Transisi kepemimpinan bisnis itu terjadi begitu saja.” Kata “Transisi kepemimpinan” memperkuat konstruksi bahwa Jusuf Kalla, digadang-gadang untuk meneruskan kepemiminan usaha keluarga. “Di tangan Jusuf, bisnis Haji Kalla berkibar” (paragraf 25). Kalimat ini mengandung gaya yang mengandung makna bisnis Haji Kalla yang besar bisa sukses dengan usaha Jusuf Kalla. Dalam berita ini menggunakan metafora yakni dalam kata “godfather” untuk mengistilahkan Jusuf Kalla, pembahasa telah dilakuakn di dalam judul.

Dari unit analisis grafis, terdapat satu ilustrasi, dua buah foto dan satu insert tulisan. Deskrispsi ilustrasi tersebut adalah Jusuf Kalla seperti mengikuti perlombaan lomba lari. Ia digambarkan berpostrur tubuh lebih pendek dari yang lain namun memiliki langkah kaki yang lebih panjang. Sementara peserta lain menggunakan kaos singket dan celana pendek, Jusuf Kalla justru memakai celana panjang dan kaos lengan panjang. Yang paling menarik adalah saat peserta lain memakai sepatu olah raga bagus, Jusuf Kalla justru menenteng sepatu kantor dikedua tangannya. Hal tersebut mengonstruksikan bahwa Jusuf Kalla orang yang berpostrur tubuh kecil namun gesit.

Foto pertama dengan caption “Jusuf Kalla. Dalam acara pembukaan depot penjualan spare part di Sinjai, 1979.” Foto kedua dengan caption “Kunjungan Bisnis.

Kalla di pabrik Toyota di Tokyo, 1973.” Kedua foto tersebut ingin menguatkan konstruksi Jusuf Kalla sebagai pengusaha bisnis perakitan mobil. Insert tulisan diambil dari kutipan Muhammad Abduh “Jangan harap kalau Jusuf Kalla sudah mengambil keputusan lalu akan berubah.” Insert tulisan ini ingin menguatkan konstruksi Jusuf Kalla sebagai orang yang teguh terhadap keputusannya.

E.1.e. Konstruksi Kepemimpinan Jusuf Kalla di Berita I

Jusuf Kalla lahir dari kekuarga pengusaha. Ia sejak kecil sudah dididik untuk menjadi pengusaha. Jusuf Kalla berada di tengah keluarga dengan ekonomi berkecukupan. Ia dikonstruksikan memiliki karakter yang sederhana dan dermawan. Jusuf Kalla sangat disayang oleh sang ayah, nantinya Jusuf Kalla yang akan meneruskan bisnis sang ayah. Ayak Jusuf Kalla dikonstruksikan sebagai seorang yang memiliki watak keras, teguh, dan cepat mengambil keputusan. Waktak tersebut menurun kepada dirinya, sehingga Jusuf Kalla juga dikonstruksikan memiliki watak yang keras, teguh, dan cepat mengambil keputusan. Jusuf Kalla juga dikonstruksikan sebagai seorang yang bertanggungjawab terhadap keluarganya, dengan menjadi “ayah” bagi adik-adiknya.

Kemampuan kememimpinan Jusuf Kalla terbentuk saat ayahnya menikah lagi. Ia turus bertanggungjawab mengurus ibu dan adik-adiknya. Kepemimpinan Jusuf Kalla juga terbentuk karena ia ikut berorganisasi di organisasi Islam. Ia juga sempat menjai anggota DPRD Makasar saat masih kuliah, namun ditinggalkannya karena fokus pada urusan bisnis keluarga. Keluarga Jusuf Kalla dikonstruksikan mengajarkan disiplin yang kuat pada pendidikan agama. Jusuf dan adik-adiknya mendapat hukuman jika tidak melaksanakan ibadah dan mengaji. Jusuf Kalla dikonstruksikan sebagai pemimpin perusahaan yang sukses, dilihat dari usaha yang dirintisnya mengalami perkembangan yang pesat.