BLBI Untuk Kondisi Mismatch

sistem pembayaran karena menyangkut pembekuan operasi atau tidak ikut kliring terlebih dahulu sebelum pencabutan izin usaha, atau langsung menutupnya. Selain itu juga menyangkut bank sebagai lembaga keuangan yang vital dalam penyelenggaraan sistem pembayaran nasional atau lembaga keuangan non bank. Demikian pula, pertanyaan mengenai ada tidaknya jaminan terhadap pemilik dana bank dan pinjaman bank, ada tidaknya skim asuransi deposito, apakah diperlukan skim penjaminan menyeluruh blangket guarantee. Pada bulan April 1998 sebagai langkah restrukturisasi perbankan dilakukan pengelompokan bank-bank menjadi tiga kelompok: 1 Kelompok A, bank-bank yang mempunyai CAR 4 dan lebih. 2 Kelompok B, bank-bank yang mempunyai CAR di bawah 4 sampai dengan minus 25. 3 Kelompok C, bank-bank yang mempunyai CAR lebih rendah dari minus 25 Bank-bank yang mempunyai CAR minus 25 atau lebih rendah, kalau tidak dapat meningkatkan CAR-nya akan dilikuidasi. Bank-bank kelompok B akan direkapitalisasi dengan modal sendiri minimal 20 dan bank pemerintah maksimal 80 agar CAR-nya menjadi 4. Pada bulan Maret 1999; dilakukan langkah yang menyangkut: 1 Membekukan 38 bank dari kelompok C 2 Merekapitalisasi 7 bank Dalam menyiapkan langkah ini sempat terjadi rush terhadap berbagai bank, akan tetapi tidak seburuk sebelumnya.

b. BLBI Untuk Kondisi Mismatch

Suatu bank sehat dapat menghadapi masalah kekurangan likuidasi kalau dalam operasinya Penerbit Jawara 63 sebagai perantara keuangan harus melakukan pembayaran yang jumlahnya lebih besar daripada penerimaannya. Posisi likuiditas bank ini dikatakan mengalami mismatch. Artinya ada kesenjangan likuiditas karena jumlah kewajiban membayarnya liabilities lebih besar daripada haknya untuk dibayar assets. Aliran dana antar bank berlangsung sebagai konsekuensi dari pelaksanaan tugas perbankan melayani sektor riil sebagai proses penyelesaian pembayaran atas transaksi yang terjadi antar nasabah bank. Hak menerima bayaran dan kewajiban membayar harian yang terjadi karena transaksi yang dibayar melalui dokumen non-cash payments pemberian bantuan likuiditas kepada perbankan yang menyangkut pembiayaan sangat besar, antara lain sebagai berikut: 1 Penilaian terhadap langkah yang dilakukan dalam memberikan BLBI harus dikaitkan dengan kondisi krisis keuangan yang sangat berbeda dengan kondisi normal. Pemberian BLBI secara besar-besaran terjadi karena krisis yang terjadi, dimana banyak bank mengalami krisis likuiditas. Dalam keadaan normal, tidak masuk akal terjadi permintaan bantuan likuiditas dari perbankan secara besar-besaran. Oleh karena itu, tidak mungkin terjadi pemberian BLBI dalam jumlah yang sangat besar. Dalam keadaan normal, perbankan tidak mempunyai dorongan maupun kepentingan untuk mengajukan permintaan bantuan likuiditas karena besarnya suku bunga yang harus dibayar dan keengganan untuk diketahui bank-bank lain. Sebaliknya, BI tidak akan memberikan bantuan likuiditas, kalau bank-bank tidak mengajukan permintaan untuk menggunakan fasilitas tersebut. 2 Sebelum krisis antara akhir tahun 1996 dan April 1997, BI telah mengajukan usul untuk Penerbit Jawara 64 menutup sejumlah bank. Akan tetapi, izin untuk pelaksanaannya tidak diperoleh dari Presiden. Kemudian sebagai langkah untuk mengatasi krisis, dalam program dengan dukungan IMF stand-by arrangement akhir Oktober 1997, diizinkan untuk melakukan likuidasi 16 bank. Dampak dari penutupan bank tidak sesuai dari yang diharapkan, dan kepercayaan pasar dan masyarakat terhadap perbankan dan manajemen pemerintah justru hilang. Dalam keadaan demikian, pemerintah kembali tidak berani melakukan penutupan bank. Ketakutan pemerintah untuk menutup bank diumumkan kembali oleh Presiden pada Januari 1998, diperkuat dengan pengumuman mengenai penerapan sistem jaminan menyeluruh blanket guarantee. Pemberian bantuan likuiditas perbankan merupakan alternatif yang ada karena tidak dimungkinkan melakukan penutupan bank. 3 Mengenai ada atau tidaknya penyelewengan penggunaan fasilitas bantuan likuiditas, ini sepenuhnya ada pada tindakan bank-bank penerima BLBI. BI akan mengetahui penggunaan bantuan likuiditas ini berdasarkan laporan bank- bank penerima yang dalam pelaksanaan pengawasan bank oleh BI wajib menyampaikan laporan kegiatan mereka.

5. BLBI Perikatan bersumber Undang-Undang