Sudwikatmono Bank Surya Peraturan Perundang-Undangan

menerima Surat Keterangan Lunas SKL dari BPPN pada 27 Februari 2004. Sebelum memperoleh surat lunas tersebut ia memang telah meneken Akta Pengakuan Utang APU, dan dengan SKL maka otomatis ia mendapatkan release and discharge atau pengampunan dari segala tuntuntan hukum. Selepas kasus BLBI, Mbak Tutut tetap bertahan di lahan bisnis lamanya, meski bukan pemain utama lagi. Di bisnis tol, melalui Citra Marga Nusaphala, ia masih punya saham tapi tak lagi mayoritas. Jabatannya sebagai komisaris utama juga sudah dilepas. Sedangkan di stasiun televisi TPI, saham Tutut sebagian dialihkan ke Harry Tanoesudibjo, pemilik stasiun RCTI, karena Tutut tak mampu membayar utang ke Indosat.

2. Sudwikatmono Bank Surya

Lelaki berpawakan gempal yang satu ini adalah adik dari presiden Soeharto ,Sudwikatmono adalah konglomerat nasional yang lahir di Wuryantoro, Wonogiri, Jawa Tengah. Dia adalah saudara mantan Presiden Soeharto. Karena kedekatannya dengan penguasa Orde Baru pula, maka bisnisnya pernah menggurita hingga mencapai sekitar 300-an perusahaan. Selama 30 tahun dia bekerja sama dengan Benny Suherman dalam Grup Subentra untuk memiliki dan mengelola jaringan bioskop Cineplex 21. Dia juga pernah berkongsi dengan Arswendo Atmowiloto untuk berbisnis penerbitan yang antara lain menghasilkan tabloid Bintang dan Fantasi. Namun krisis ekonomi membuat bisnisnya berantakan, Jaringan bioskop Cineplex 21 yang sempat identik dengan dirinya lalu dia lepas. Begitu juga dengan PT Indocement Tunggal Perkasa, pabrik semen yang menjadi mesin uang Sudwikatmono dan rekan-rekan “Gang of Four”-nya bersama Liem Sioe Liong, Djuhar dan Ibrahim Risjad. Akibat nilai tukar rupiah merosok hingga tinggal seperempatnya Penerbit Jawara 318 terhadap dollar AS, Indocement tidak mampu membayar utang. Kemudian 62 persen kepemilikan perusahaan itu akhirnya terpaksa dijual kepala Kimmeridge Enterprise, anak perusahaan Heidelberger Zement AG, sebuah perusahaan semen tingkat dunia. Saham Sudwikatmono dkk, pun terdiluasi. Sudwikatmono sempat terlilit utang BLBI sebesar Rp. 1,84 triliun karena Bank Surya yang dimilikinya bersama Bambang Sutrisno mendapat suntikan 1990-an. Bebannya bertambah berat karena Bambang kabur ke Singapura. Untunglah, pelanggaran batas maksimal pemberian kredit Bank Suraya dibebankan kepada Bambang sebagai wakil komisaris utama. Bambang dinyatakan sebagai dalang pengemplang BLBI untuk Bank Surya dan Sudwikatmono sebagai komisaris utama dinyatakan tidak tersangkut-paut kasus tersebut. Sebagian dari saham Indocement yang tersisa, ditambah sebagian saham PT Bogasari Flour Mills mesin uang lainnya dari “Gang of Four”, saham- saham lain dan sejumlah uang tunai, diserahkan kepada BPPN untuk melunasi utang yang Rp. 1,84 triliun tersebut. Lalu urusan utangnya kepada negara pun selesai. Sudwikatmono dan Ibrahim Risjad tercatat sebagai obligor BPPN yang paling kooperatif. Bukan hanya dalam soal melunasi utang, juga dalam hal dipanggil BPPN, Sudwikamtono selalu datang sendiri. Pada akhir tahun 2003, Sudwikatmono menerima Surat Keterangan Lunas SKL dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPN. Eks pemegang saham Bank Surya ini sebelumnya telah menandatangani perjanjian MSAA dan melunasi utangnya sebesar Rp. 1,9 triliun. BPPN juga memberikan surat jaminan bebas dari proses dan tuntutan hukum yang dikenal sebagai release and Penerbit Jawara 319 recharge. Namun Sudwikatmono kehilangan sahamnya di Indocement dan Bogasari. Di usia tuanya, Sudwikatmono justru sakit- sakitan. Dia pernah dirawat di Rumah Sakit Pondok Indah. Badannya sempat lumpuh dan dia sempat pula tak bisa bicara. Sudwikatmono terserang stroke, Namanya pun pelan-pelan menghilang dari percaturan bisnis nasional. Sudwikatmono kemudian mencoba bangkit lewat perusahaan yang dikelola anak bungsunya dan mengajukan proposal untuk membeli PT Petrokimia Nusantara Interindo PENI, salah satu perusahaan sebuah perusahaan bahan baku plastik terbesar, dengan cara menggabungkan PT PENI dengan yang sudah dan masih dimilikinya : Polypet Karyapersada, Polyprima Karyareksa, Tripolyta dan Patra Polindo. Sementera menyangkut perusahaan- perusahaan yang lain, Sudwikatmono menugaskan Grup Indika, kelompok usaha yang dimodalinya dan dijalankan anak bungsunya. Agus Lasmono, untuk melakukan restrukturisasi. Perusahaan yang kondisinya buruk segera ditutup. Perusahaan ini berencana menfokuskan diri pada bisnis multimedia dan hospitality restoran dan hotel.

3. Bob Hasan