Kebijakan Bail Out di Indonesia

untuk melakukan analisis bank gagal yang dianggap sistemik, yaitu: 1 institusi keuangan, 2 pasar keuangan 3 sistem pembayaran, 4 Sektor riil dan 5 Psikologis pasar.

C. Perbedaan Bail Out Indonesia dengan Amerika

Serikat Persoalan bailout yang menimpa pembuat kebijakan di Indonesia, baik Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia dalam kapasitasnya sebagai pejabat sejauh ini adalah tidak terlindungi oleh hukum politik terhadap upaya-upaya kriminilisasi bailout dikarenakan pemahaman terhadap protokol krisis yang disediakan konstitusi tidak dipahami sebagai hak prerogratif presiden sebagai kepala negara. Pemahaman protokol krisis yang diatur oleh Undang- Undang Dasar 1945 bertujuan pencegahan gejolak dimensi krisis yang berdampak pada kehidupan perekonomian akhirnya membawa malpraktik policy yang masuk pada ranah korupsi. Berbeda dengan pola pencegahan krisis tentang bagaimana negara Amerika Serikat AS membuat keputusan untuk bailout beberapa lembaga keuangan pada krisis keuangan tahun 2008, fakta tersebut menunjukan kebijakan pemerintah AS dan Pemerintah Indonesi melaksanakan kebijakan bailout mereka sangat berbeda dimana kebijakan tidak bisa dilepaskan dengan kontelasi politik akan tetapi dampak dari kontelasi politik tidak serta merta menimbulkan implikasi perbuatan-perbuatan politik terhadap tindakan penyelematan krisis dapat dinilai sebagai perbuatan-perbuatan melawan hukum.

1. Kebijakan Bail Out di Indonesia

Krisis ekonomi dan perbankan tahun 19971998 yang memaksa pemerintah menalangi Penerbit Jawara 249 bailout Rp. 600 triliun, disusul dengan penutupan 16 bank terlikuidasi, seharusnya tak ada lagi kasus serupa, karena biaya penyelesaian dan penangannya menajadi beban rakyat yang begitu berat. Ternyata dalam masa pemerintahan presiden Soesilo Bambang Yudoyono, yaitu pada tahun 2008 kasus serupa terjadi lagi. Kali ini menimpa Bank Century. Waktu itu selain sulit mendapatkan dana untuk memenuhi rasio kecukupan modal Capital Adequecy RatioCAR-nya yang minus, bank tersebut juga tak memiliki dana untuk pembayaran bunga bagi deposannya. Pemerintah bersama Bank Indonesia BI pun turun tangan menyelamatkannya. Dana talangan dikucurkan ke Bank Century sebesar Rp. 6,7 triliun melalui Lembaga Penjamin Simpanan. Alasan penyelamatan waktu itu, kondisi Bank Century telah memburuk sehingga harus dinyatakan sebagai bank gagal yang berdampak sistemik. Ujung penyelesaian dana talangan Bank Century hingga kini tak diketahui. Audit investigasi terhadap Bank Century yang hasilnya dilaporkan Badan Pemeriksa Keuangan BPK kepada DPR. Pada Bulan November 2009, menyatakan ada kesalahan prosedur penyelamatan bank tersebut. Bahkan muncul kecurigaan atas proses pengambilan keputusanya dan adanya transaksi tak wajar di Bank century. Akhirnya penyelidikan dibentuk Panitia Khusus Pansus DPR, melalui voting, keluar rekomendasi Pansus DPR yang menyatakan ada kesalahan prosedur dan kecurigaan di balik pengucuran dana talangan itu. Hasil sidang paripuna DPR mendukung hasil kerja Pansus Maret 2010. Dikeluarkanlah Rekomendasi Pansus DPR sebagai berikut : 1 Pansus DPR merekomendasikan agar penyelidikan kasus Bank Century diserahkan kepada penegak hukum, seperti Komisi Pembarantasan Korupsi KPK. Penerbit Jawara 250 2 DPR membentuk pula Tim Pengawas Timwas pelaksanaan rekomendasi DPR atas Bank Century tersebut. Namun hingga berakhirnya masa tugas Timwas pada Desember 2011, KPK belum menemukan unsur-unsur tindak pidana di balik pengucuran dana talangan tersebut. Masa tugas Timwas DPR pun diperpanjang setahun lagi dan KPK diberi waktu hingga Juli 2012. Akhir Desember 2011 lalu, BPK menyerahkan laporan audit forensik yang dikerjakan BPK sebatas “audit investigasi lanjutan “Banyak yang menilai ,audit tersebut minim fakta baru dan menuding BPK terkooptasi, tudingan tersebut dibantah BPK. Dari 15 temuan yang dilaporkan, hanya tiga temuan baru. Selain aliran dana kepada Budi Mulya sebesar Rp. 1 miliar, PT Media Nusa Perdana sebesar Rp. 100,95 miliar, dan Hartanto Edi Wibowo sebesar US 125 ,000. Berdasarkan hasil audit Investigasi BPK November 2008, kasus Bank century akibat lemah dan tidak tegasnya BI selaku pengawas antara lain: 1 Keputusan Merger tahun 2001 dengan Bank CIC , Bank Pikko dan Bank Danpac, syarat- syarat marger tak bisa dipenuhi . 2 Marger yang didahului dengan akuisis Bank Danpac dan Bank Pikko serta kepemilikan saham CIC oleh Chinkara – perusahaan berdomisili di Bahama yang saham mayoritasnya dipegang Rafat Ali Rizvi terpidana dan ststus buron, tak memnuhi persyaran administrasi, yaitu tak adanya laporan keuangan Cinkara tiga tahun terakhir dan tak adanya rekomendasi otoritas moneter negara asal. 3 Sebagi pengawas Bank Indonesia mengizinkan merger meskipun ada pelanggaran, diantaranya berupa surat-surat berharga SSB fiktif yang melibatkan Chinkara “seharusnya BI Penerbit Jawara 251 membatalkan persetujuan merger tiga bank tersebut”. 4 Selanjutnya dalam kurun waktu 2005-2008, pengawasan BI lemah dan tidak tegas. Banyak terjadi pelanggaran, diantaranya CAR yang minus 132,5 pelanggaran batas maksimum pemberian kredit, dan SSB yang tidak bisa dijual karena diterbitkan oleh perusahaan terafiliasi. Akibatnya Bank Century kekuarangan modal , yang seharusnya ditutup oleh pemilik modal. Akan tetapi, Bank Indonesia mendiamkan dengan pelanggaran- pelanggaran tersebut, BI cuma menempatkan Bank Century pada pengawasan insentif. 5 Diketemukannya benturan kepentingan bisnis antara Budi Mulya sebagai Deputi Bank Indonesia selaku pengawas dengan bank-bank yang diawasinya. Budi Mulya dengan Robert Tantular selaku pemilik Bank Century. Budi Mulya kekurangan dana, sehingga meminjam uang ke Robert Tantular, tetapi tidak ada perjanjian pinjamannya. Sementara di sisi lain, pada periode itu Bank century tengah mengajukan fasilitas pendanaan jangka pendek FPJP. Budi Mulya sebagai salah satu pejabat di BI memiliki peranan untuk mengucurkan FPJP itu, sehingga pinjaman itu berpotensi konflik kepentingan. Kebijakan Pemerintah terhadap bailout Bank Century yang begitu mencekam itu ternyata didahului dengan kebijakan pemerintah untuk merilis satu paket instrumen kebijakan berupa Peraturan Pengganti Undang-Undang Perpu sebagai antisipasi dan payung hukum kebijakan . Ada tiga Perpu yang dikeluarkan yaitu : Penerbit Jawara 252 a Perpu Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. b Perpu Nomor 3 tahun 2008 Perubahan mengenai Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Perubahan Lembaga Penjamin Simpanan. c Perpu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring pengaman Sistem Keuangan KSSK. d Perpu Nomor 2 Tahun 2008 dan Perpu Nomor 3 tahun 2008 disahkan dalam Sidang paripurna DPR pada tanggal 18 Desember 2008. Dengan begitu Bank Indonesia diperbolehkan membantu likuiditas atas jaminan agunan berkualitas dan Lembaga Pejamin Simpanan, dan meningkatkan nilai jaminan simpanan nasabah bank dari Rp. 100 juta menjadi Rp. 2 miliar. e Perpu Nomor 4 tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan ditolak DPR, meski tidak dalam bahasa yang tegas. DPR meminta pemerintah menyempurnakan melalui RUU JPSK. f Jaring Pengaman Sistem Keuangan merupakan mekanisme pengamanan sistem keuangan dari ancaman krisis, yang pencakup pencegahan dan menjaga stablitas sistem keuangan melalui ; 1 Pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan dan sistem pembayaran; 2 Penyediaan fasilitas pembiayaan jangka pendek; 3 Program penjamin simpanan; 4 Pencegahan dan penangan krisis. Tindakan JPSK bisa meliputi penangan kesulitan likuiditas danatau maslah solvabilitas bank Penerbit Jawara 253 atau lembaga keuangan bukan bank yang berdampak sistemik. Instrumen yang dipakai JPSK meliputi fasilitas pembiayaan darurat dan penambahan modal melalui penyertaan modal sempurna yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan tingkat ancaman. Sumber pendanaan untuk pencegahan dan penangan krisis berasal dari APBN. Perpu yang dirancang menjadi undang-undang membuat wewenang Menteri keuangan menjadi amat besar – bahkan dinilai melampui wewenang presiden. Alasannya, Perpu itu memang mengaskan adanya lembaga bernama Komite Stabilisasi sistem keuangan KSSK. Ketuanya adalah Menteri keuangan sedangkan anggotanya adalah Gubernur Bank Indonesia. Menurut Rizal Ramli, bahwa komposisi KSSK itu aneh. Menurut Rizal, menyatakan bahwa komite KSSK yang hanya beranggotakan dua orang itu terlalu sedikit dan berjumlah genap, sehingga sulit membayangkan jika ada perbedaan pendapat di dalamnya. KSSK juga dinilai seperti Dewan Moneter di zaman Orde Baru. Adanya KSSK juga membuat Gubernur Bank Indonesia tidak lagi indepnden, seperti amanat konstitusi. Apalagi dalam Perpu itu ditegaskan bahwa Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat dituntut di muka hukum bila kebijakannya meng-atasnamakan KSSK. Jadi, sebagai lembaga keuangan Superbody berdebatan tentang Perpu ini yang diajukan ke DPR sangat kental dengan kepentingan politik, sebelum ditolak DPR Perpu Nomor 4 Tahun 2008 ini menjadi landasan hukum bagi keputusan KSSK dalam mem- bailout Bank Century. Menurut Bambang Soesatyo 40 , menyatakan bahwa uniknya pemerintah menyatakan Perpu itu masih berlaku hingga Rapat Paripurna DPR 29 September 2009, ketika paripurna menyatakan 40 Bambang Soesatyo, Skandal Gila Bank Century, Jakarta: Ufuk Publishing House, 2010, hlm. 130 -141. Penerbit Jawara 254 menolak RUU JPSK. Setelah itu, muncul surat presiden kepada DPR tanggal 11 Desember 2009 tentang Pencabutan Peraturan pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan JPSK. Alasan pemerintah ,surat ketua DPR pada tanggal 24 Desember 2008 kepada Presiden republik Indonesia tentang keputusan Sidang paripurna DPR 18 Desember 2008 hanya meminta pengajuan Rancangan Undang-Undang tentang Jaring Pengamanan Sistem Keuangan sebelum Januari 2009 . Tidak ada pernyataan apakah Perpu Jaring Pengam Sistem Keuangan disetujui atau tidak menjadi Undang-Undang. Insterprestasi dari isi surat itulah yang menimbulkan beda pendapat dengan Pemerintah. Surat dari Ketua DPR itu berbunyi sebagai berikut: “Undang-Undang. Dengan ini kami sampaikan bahwa rapat Paripurna DPR Republik Indonesia, tanggal 18 Desember Menindaklanjuti surat Presiden republik Indonesia Nomor R- 63Pres102008 tanggal 29 Oktober 2008, perihal Rancangan Undang-Undang Perpu Nomor 4 Tahun 2008 tentang jaring Pengaman Sistem keuangan menjadi 2008 menyepakati untuk meminta kepda pemerintah agar segera mengajukan RUU tentang JPSK sebelum ytanggal 19 Januari 2009 guna menindaklanjuti sebagaimana mekanisme Dewan yang berlaku”. Presiden lalu mengajukan Rancangan Undang-Undang RUU Jaring Pengamanan Sistem Keuangan JPSK Nomor 4 Tahun 2008. Pasal 31 RUU JPSK yang diajukan pemerintah mengusulkan Perpu No. 4 Tahun 2008 baru dinyatakan dicabut apabila RUU disetujui menjadi undang-undang. Pemerintah secara sepihak menganggap perpu itu belum ditolak DPR dan masih terus berlaku. Padahal, ketika tidak disetujui DPR saat dasar hukum Perpu sudah hilang. Penerbit Jawara 255 Perdebatan tentang masa berlaku Perpu ini muncul karena menyangkut dasar hukum KSSK tentang penanganan bank gagal berdampak sistemik. DPR melalui Sidang Paripurna tanggal 29 September 2009 sudah berpendapat bahwa semua kebijakan KSSK atau komite kordinasi terkait penyelematan Bank Century menjadi tidak sah karena sidang 18 desember 2008 tak memberi persetujuan atas Perpu nomor 4 tahun 2008. Perbedaan pendapat mengenai sah tidaknya bailout Bank Century ini sangat serius masing-masing memiliki legitimasi hukum berdasarkan ruang dan waktu. Pihak Pemerintah mengatakan Keputusan atas Bank Century yang dilakukan pada tanggal 21 November 2008 sah karena keputusan itu dilakukan pada periode 15 Oktober – 18 Desember 2008, ketika Perpu masih berlaku. Menurut pendapat BPK dan DPR kebijakan bailout pasca 18 Desember 2008 tidak memiliki dasar hukum ilegal. Tidak ada yang mengira, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla, bahwa Perpu Nomor 4 Tahun 2008 akan dipakai sebagai instrumen kebijakan pemerintah untuk menyelematan Bank Century dan ternyata bailout sudah dilakukan dengan dua tahapan. Dua tahapan tersebut adalah sebagai berikut: 1 Pada tanggal 14 sampai dengan 18 Nopember 2008, Bank Century sudah mendapat bailout dari Bank Indonesia berupa fasilitas Pembiayaan jangka Pendek FPJP senilai Rp. 689 miliar. Padahal sebelumnya sejak tanggal 6 Nopember 2008, Bank century “dalam pengawasan khusus”. Itu artinya Bank Indonesia sudah menempatkan pengawasnya di Bank Century, sehingga BI mempunyai akses untuk memperoleh data mutakhir dari bank tersebut. 2 Pada tanggal 21 Nopember 2008 pukul 05.30 WIB diadakan rapat tertutup KKSK yang dihadiri oleh Menteri Keuangan selaku ketua KSSK, Gubernur Bank Indonesia selaku anggota KSSK Penerbit Jawara 256 dan sekretaris KSSK Raden Pardede. Rapat tersebut memutuskan Bank Century sebagai bank gagl yang berdampak sistemik dan menetapkan penanganan Bank Century oleh LPS dengan pernyataan sebagai berikut: a Untuk membuat CAR Bank Century menjadi 8 ,diperlukan dana Rp 632 miliar . b Untuk kebutuhan dana likuiditas selama tiga bulan kemudian diperlukan dana sebesar Rp. 459 miliar. 3 Hasil rapat tersebut memutuskan; a Menyerahkan penanganan Bank Century yang merupakan bank gagal yang berdampak sistemik kepada Lembaga Penjamin Simpanan. b Penanganan bank gagal tersebut dilakukan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang lembaga Penjamin Simpanan. c Keputusan Rapat tersebut selanjutnya dituangkan dalam keputusan KK No 01KK.012008 tanggal 21 Nopember 2008. Kemudian sehari setelah dikeluarkannya keputusan KSSK tersebut pada tanggal 25 Nopember tahun 2008, Menteri keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Budiono melapor kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla. Tatkala mendengar bahwa pemerintah dan Bank Indonesia memutuskan untuk membantu Bank Century, ia meradang , ia meradang marah “Apa? Bantuan? Kenapa harus dibantu? Ini Perampokan.....” katanya dengan suara keras. Bailout untuk itu kurang lebih Rp 6.760. 000.000.000 US 677.400.000.

2. Bailout di Amerika Serikat