LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT
PARA PENGUTANG OBLIGOR BLBI
Kisah setiap sosoknya akan menampakkan pula cara-cara mereka dalam menghadapi kasus
extraordinary default BLBI. Persoalan pokok dalam kasus
extraordinary defaultBLBI, yang menggunakan pola responsif, berjalan lamban dan menuju pada
never ending cases karena prinsip penegakan hukum penyelesaian yang cepat tidak digunakan bahkan
diabaikan tujuan mengembalikan uang negara secara efektif dan efisien yang akhirnya hanya berkutat pada
persoalan pengembalian aset dan menghitung kerugian negara, tetapi mengaitkannya dengan
sejumlah kebijakan pemerintah yang diduga banyak menimbulkan penyelewengan, kecurangan dan salah
sasaran dalam pengucurannya, untuk mengetahui sampai sejauh manakan sepak terjang para pelaku
extraordinary default mempertanggung-jawabkan perbuatannya dapat digambarkan sebagai berikut
44
1. Siti Hardijanti RukmanaMbak Tutut Bank Yakin Makmur
Putri tersayang mantan Presiden RI ke 2 yang sangat berkuasa ini lebih popular dipanggil
Mbak Tutut dan nama ini sangat akrab ditelinga rakyat Indonesia dibanding nama aslinya, Ketika
rezim ayahandanya masih menguasai Republik ini , dia adalah pemegang saham Bank Yakin Makmur
Yama. Bank yang kemudian menjadi Bank Beku Kegiatan Usaha BBKU menurut BPPN itu menerima
dana BLBI sebesar Rp. 155,878 miliar. Mbak Tutut merupakan salah satu pemegang
saham bank yang menyelesaikan perjanjian melalui 44
Data daftar nama-nama obligor ini dan pertanggung jawabanya terhadap utang BLBI dipetik dari Humanika - Tipu Muslihat Menghapus BLBI, Fakta Sejarah - Yogyakarta:
Humanika Publishing, 2012.
Penerbit Jawara
316
Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham PKPS berdasar Akta Pengakuan Utang APU Reformulasi.
Pada 27 Juni 2002, ia memenuhi panggilan BPPN untuk melakukan klarifikasi hasil
review Tim Bantuan Hukum TBH atas pelaksanaan perjanjian PKPS dan
Akta Pengakuan Utang yang telah dibuat BPPN dengan Mbak Tutut selaku pemegang saham Bank
Yama. TBH dalam laporannya menyebutkan bahwa
Tutut telah lalai memenuhi kewajiban berdasarkan Perjanjian PKPS dan APU No. 23 tertanggal 29
September 2000. Dari total kewajiban utang sebesar Rp. 213,19 miliar, pemegang saham sampai saat ini
belum membayar sepeser pun. Pemegang saham Bank Yama dianggap telah
lalai dan atau terlambat melakukan pembayaran awal sebesar Rp. 2,5 miliar, sedangkan untuk sisanya
sebesar Rp. 210,79 miliar yang seharusnya dibayar dengan cara angsuran 90 persen dari pokok utang
pada akhir tahun pertama, 79 persen pada tahun kedua dan 40 persen pada tahun ketiga sejak
penandatangan perjanjian, juga belum dibayar oleh pemegang saham. Hal ini terlihat dari tidak
diterimanya pembayaran angsuran I yang jatuh tempo 29 September 201 dan pembayaran bunga dan denda
untuk periode pembayaran bulan Maret 2001, September 2001 dan Maret 2002 oleh BPPN.
Tutut lalu meminta waktu dua minggu untuk melakukan verifikasi. Tutut juga menyatakan siap
membayar kewajibannya jika temua TBH sesuai dengan verifikasi yang akan dilakukannya.
Kita berusaha sekuat mungkin membantu BPPN, juga membantu pemerintah. Insya Allah kami
akan membayar. Jadi nanti kami akan mengklarifikasi dulu mana yang betul mana yang tidak selama dua
minggu ini. Wis tho.
Mbak Tutut lalu membawa semua utang BLBI yang menjadi kewajibannya kepada BPPN. Akhirnya ia
Penerbit Jawara
317
menerima Surat Keterangan Lunas SKL dari BPPN pada 27 Februari 2004. Sebelum memperoleh surat
lunas tersebut ia memang telah meneken Akta Pengakuan Utang APU, dan dengan SKL maka
otomatis ia mendapatkan release and discharge atau
pengampunan dari segala tuntuntan hukum. Selepas kasus BLBI, Mbak Tutut tetap bertahan
di lahan bisnis lamanya, meski bukan pemain utama lagi. Di bisnis tol, melalui Citra Marga Nusaphala, ia
masih punya saham tapi tak lagi mayoritas. Jabatannya sebagai komisaris utama juga sudah
dilepas. Sedangkan di stasiun televisi TPI, saham Tutut sebagian dialihkan ke Harry Tanoesudibjo, pemilik
stasiun RCTI, karena Tutut tak mampu membayar utang ke Indosat.
2. Sudwikatmono Bank Surya