recharge. Namun Sudwikatmono kehilangan sahamnya di Indocement dan Bogasari.
Di usia tuanya, Sudwikatmono justru sakit- sakitan. Dia pernah dirawat di Rumah Sakit Pondok
Indah. Badannya sempat lumpuh dan dia sempat pula tak bisa bicara. Sudwikatmono terserang
stroke, Namanya pun pelan-pelan menghilang dari percaturan
bisnis nasional. Sudwikatmono kemudian mencoba bangkit
lewat perusahaan yang dikelola anak bungsunya dan mengajukan proposal untuk membeli PT Petrokimia
Nusantara Interindo PENI, salah satu perusahaan sebuah perusahaan bahan baku plastik terbesar,
dengan cara menggabungkan PT PENI dengan yang sudah dan masih dimilikinya : Polypet Karyapersada,
Polyprima Karyareksa, Tripolyta dan Patra Polindo. Sementera menyangkut perusahaan-
perusahaan yang lain, Sudwikatmono menugaskan Grup Indika, kelompok usaha yang dimodalinya dan
dijalankan anak bungsunya. Agus Lasmono, untuk melakukan restrukturisasi. Perusahaan yang
kondisinya buruk segera ditutup. Perusahaan ini berencana menfokuskan diri pada bisnis multimedia
dan hospitality restoran dan hotel.
3. Bob Hasan
Dia adalah dari sekian orang pemegang saham pengendali dari BUN adalah bos besar group
Nusamba, dan sempat menjadi tersangka kasus penyalahgunaan dana BLBI, Berkas perkara BUN
sendiri sudah masuk ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan terdakwa yaitu Leonard Tanubrata dan
Kaharudin Ongko. Bob Hasan adalah debitor BLBI yang kemudian
menandatangani perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham KPS melalui skema MSAA. Lalu,
eks bos Grup Nusamba itu yang nilainya diklaim sama dengan kewajibannya tersebut. Masuk di dalamnya
Penerbit Jawara
320
adalah 14,5 persen saham Bob Hasan di PT Tugu Pratama Indonesia. Dia juga menyerahkan pabrik pulp
dan kertas yang dimilikinya. Dengan demikian maka pengusaha yang
pernah mendekam di LP Nusakambangan itu memperoleh Surat Keterangan Lunas SKL pada 26
April 2004. Dengan surat itu pula Bob mendapatkan release and discharge atau pengampunan dari segala
tuntutan hukum. Artinya, apabila dia sudah diproses di Kejaksaan Agung maka akan mendapatkan Surat
Penghentian Penyidikan Perkara SP3. Dan kalau kasusnya sudah sampai di pengadilan, maka surat
lunas itu akan menjadi novum atau bukti baru
45
. Selain terkait dengan kasus BLBI, Bob Hasan
juga pernah divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi atas dana reboisasi oleh PT Mapindo Parama.
Akibat perbuatannya maka dia divonis hukuman penjara enam tahun, membayar uang pengganti
senilai 243,7 juta dolar AS dan atau denda Rp. 15 miliar. Namun hingga bulan November 2001 proses
eksekusinya tertunda karena Bob Hasan sedang mendekam di LP Nusa Kambangan. Aset yang dimiliki
olehnya tidak memenuhi uang pengganti sebesar 243,7 juta dolar. Lalu berdasarkan Putusan Kasasi MA
tanggal 10 Juli 2001, Bob Hasan terbukti menyalahgunakan dana reboisasi untuk proyek dari
Departemen Kehutanan dan Perkebunan yang digarap PT Mapindo Parama. Bob dinilai merugikan negara 243
juta dolar. Putusan kasasi ini menguatkan putusan banding PT DKI Jakarta.
4. Eka Tjipta Widjaja
BPPN mengizinkan pendiri dan pemilik Sinar Mas Grup ini untuk menggunakan Sertifikat Bukti Hak
SBH di Bank Internasional Indonesia BII sebagai instrumen pengurangan utang BLBI. Padahal para
obligor penandatangan Akta Pengakuan Utang APU, 45
“Kejaksaan Belum Melakukan Eksekusi terhadap Bob Hasan”, Sinar Harapan, 20 November 2001.
Penerbit Jawara
321
termasuk The The Min Bank Hastin yang mempunyai kewajiban kepada BPPN sekitar Rp. 139,79 miliar,
yang juga meminta perlakukan sama justru tidak diperbolehkan. Eka Tjipta diberi keleluasaan karena
Sinar Mas Grup tidak termasuk obligor yang menekan PKPS-APU Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham
– Akta Pengakuan Utang. Dalam kasus ini Eka Jipta justru diuntungkan
karena berdasarkan keputusan No. Kep. 02K.KKSK062002 tanggal 21 Juni 2002, KKSK telah
menetapkan recovery rate tingkat pengembalian 25
persen dari penjualan sebagai kredit macet milik BII senilai Rp. 7,2 triliun. Oleh karena itu BPPN harus
membayar Rp. 1,4 triliun kepada keluarga Eka Tjipta. Rencananya, dana tersebut akan digunakan Eka Tjipta
untuk meng- ofset utang Sinar Mas grup di BPPN yang
mencapai Rp. 12 triliun.
5. Hokiarto Bank Hokindo