Seringkali terjadi bahwa ketika perjanjian sedang dilakukan terjadi suatu peristiwa yang dapat
diduga terjadi, sehingga pelaksanaan prestasi yag disepakati dalam perjanjian menjadi tidak dapat
atau tidak mungkin dilaksanakan impracticable
or impossible, contoh: sakit, kecelakaan, perang dan sebagaainya.
4 By breach Bila salah satu pihak dalam perjanjian gagal
melaksanakan prestasi yang telah disepakati dalam perjanjian, maka pihak lainya dapat
menanggalkan repudiate perjanjian tersebut,
dan ia menjadi tidak harus melakukan kewajibannya untuk memenuhi prestasi.
Kegagalankelalaian default adalah kegagalan
untuk melakukan atau memenuhi suatu kewajiban sebagaimana tercantum dalam suatu kontrak,
sekuritas akta atau transaksi lainnya. Dalam pengertian “
default”, pelaku kegagalan dinamakan “
defaulter”, yaitu orang yang gagal atau lalai memenuhi kewajibannya atau orang
yang menyalahgunakan uang yang dipercayakan kepadanya untuk disimpan atau dipinjam.
B. Unsur-Unsur Extraordinary Default
Pola penyelesaian BLBI yang digunakan oleh BPPN berdasarkan fakta-fakta yang akan diuraikan lebih
lanjut adalah dapat dikategorikan sebagai terminasi gagal bayar yang luar biasa
extraordinary default, karena beberapa hal sebagai berikut:
a. Unsur Terms and Condition
Realease Discharge yang diberikan oleh BPPN pada
defaulter tidak memperhatikan terms and condition, yaitu pernyataan dan jaminan yang
diberikan oleh pihak defaulter kepada BPPN
dengan dimintakan ganti rugi. Oleh karena itu, pengakhiran suatu kontrak yang seharusnya
Penerbit Jawara
155
dapat memberikan manfaat bagi pihak kreditur sebagai pihak yang dirugikan dalam hal ini
pemerintah yang diwakili BPPN tidak dilakukan. b. Unsur
Core Asset Setelah penutupan BPPN, sebagian aset tersisa
berupa aset kredit, baik yang diserahkan berkaitan dengan PKPS maupun AYDA Aset Yang
Diambil Alih yang tidak terjual dalam program penjualan aset BPPN. Seperti pada tabel estimasi
sisa aset BPPN sampai dengan Desember 2003 yang terbesar adalah sisa aset AMC, baik berupa
aset kredit aset inti - core asset maupun aset
non kredit atau non inti non core asset. Sisa aset
tersebut diperkirakan sekitar Rp. 43 triliun, tentunya dengan tidak mengabaikan usaha BPPN
untuk melaksanakan program-programnya dalam waktu dua bulan menjelang penutupan karena
diperkirakan masih ada aset yang belum terjual dalam waktu sesingkat itu. Belakangan diketahui
aset yang ditransfer BPPN ke PPA mencapai Rp. 108,49 triliun.
c. Unsur potensial out.
Dalam program penjualan aset kredit sampai dengan Oktober 2003 saja, dari portofolio senilai
Rp. 310,41 triliun potensial out dengan jumlah
296.198 debitur, BPPN telah berhasil menjual aset kredit senilai Rp. 208,05 triliun dengan jumlah
debitur sebanyak 152.004. Sedangkan jumlah portofolio yang belum terjual adalah sebesar Rp.
73,29 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 97.154 dan jumlah portofolio yang telah dilunasi
adalah sebesar Rp. 29,06 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 47.760. Komposisi total
portofolio aset kredit sebesar Rp. 310,41 triliun, sebanyak 90,6 diantaranya berasal dan kredit
korporasi dan komersial senilai Rp. 281,22 triliun dengan jumlah debitur sebesar 3.478. Sedangkan
sisanya 9,4 senilai Rp. 29,16 triliun berasal dari
Penerbit Jawara
156
kredit UKM dan ritel dengan jumlah debitur sebanyak 293.440. Namun dari penjualan total
aset kredit senilai Rp. 208,051 triliun di atas sekitar 56 atau Rp. 116,492 triliun dan jumlah
debitur 1.876 yang berasal dari aset kredit yang tidak direstrukturisasi
unrestructured dan seluruhnya berasal dari sektor korporasi dan
komersial.
24
d. Unsur Unsold
Sisa aset BPPN yang belum terjual unsold
sebesar Rp. 73,29 triliun dimana sekitar 41 atau Rp. 29,85 triliun termasuk aset kredit yang tidak
direstrukturisasi unrestructured. Besarnya aset
kredit unrestructured yang telah dijual ke
perbankan maupun di lingkungan pasar modal cukup signifikan, yakni sekitar 56. Karena itu
otoritas perbankan perlu mencermati secara mendalam dampak atas penjualan portofolio aset
kredit tersebut terhadap sektor perbankan maupun institusi keuangan mengingat masih
rentannya sektor perbankan nasional dan belum pulihnya sektor riil. Oleh karena itu, pemerintah
menelorkan kebijakan penyehatan perbankan dalam pola restrukturisasi yang dilaksanakan oleh
BPPN.
C. Faktor Penyebab Extraordinary Default