termasuk The The Min Bank Hastin yang mempunyai kewajiban kepada BPPN sekitar Rp. 139,79 miliar,
yang juga meminta perlakukan sama justru tidak diperbolehkan. Eka Tjipta diberi keleluasaan karena
Sinar Mas Grup tidak termasuk obligor yang menekan PKPS-APU Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham
– Akta Pengakuan Utang. Dalam kasus ini Eka Jipta justru diuntungkan
karena berdasarkan keputusan No. Kep. 02K.KKSK062002 tanggal 21 Juni 2002, KKSK telah
menetapkan recovery rate tingkat pengembalian 25
persen dari penjualan sebagai kredit macet milik BII senilai Rp. 7,2 triliun. Oleh karena itu BPPN harus
membayar Rp. 1,4 triliun kepada keluarga Eka Tjipta. Rencananya, dana tersebut akan digunakan Eka Tjipta
untuk meng- ofset utang Sinar Mas grup di BPPN yang
mencapai Rp. 12 triliun.
5. Hokiarto Bank Hokindo
Hokiarto dan Hokindo adalah kakak beradik , sang kakak Hokiarto pemilik dan presiden Direktur
Bank Hokindo, Adiknya, Hokianto, menjadi direktur Bank Hokindo. Kedua saudara ini memiliki hutang
dana BLBI sebesar Rp. 200 miliar karena dulu Bank Hokindo menerima dana BLBI walaupun kemudian
bank ini menjadi salah satu Bank Beku Operasi BBO menurut BPPN. Dalam sebuah pertemuan dengan
Kejaksaan Agung, Hokiarto pernah berjanji untuk menyelesaikan utang tersebut paling lambat 15
September 2006. Kedua belah pihak juga bersepakat
menentukan jumlah utang Hokiarto dengan kewajibannya untuk membayar kembali utang BLBI
sebesar Rp. 200 miliar. Penghitungan bersama atas aset Bank Hokindo menunjukkan bahwa aset bank
tersebut ternyata masih lebih besar daripada pinjamannya yaitu Rp. 280 miliar.
Penerbit Jawara
322
Selain terlilit kasus BLBI, Hokiarto juga pernah terlibat kasus-kasus tukar guling antara PT Goro
Batara Sakti GBS dengan Bulog yang telah merugikan negara sekitar Rp. 32 miliar. Dia kemudian
diadili dengan dakwaan bahwa dia bersama Beddu Amang telah menerima dana kredit jaminan deposito
Bulog melalui GBS sebesar Rp. 16 miliar. Dana yang berasal dari Beddu Amang itu berupa tiga lembar cek
senilai Rp. 32 miliar. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan. Tommy Soeharto menjadi salah satu saksi. Kejaksaan menganggap perlu
kesaksian Tommy untuk membuktikan tindak pidana yang dilakukan oleh Hokiarto, mengingat kasus ini
juga melibatkan putra kesayangan mantan Presiden Soeharto tersebut. Sedangkan lainnya adalah mantan
Kepala Bulog Beddu Amang, mantan Direktur PT GBS Ricardo Gelael, dan mantan Deputi Keuangan Bulog
Ruskandar.
6. Husodo Angkosubroto Bank Sewu Internasional
Husodo Angkosubroto melalui perusahaannya, yaitu Gunung Sewu Kencana juga pernah bergabung
dalam Young President Organizations YPO yang bergerak di bidang perbankan, ritel, perkebunan,
pertambangan, perkapalan, pelabuhan serta otomotif. YPO inilah yang juga pernah membuat konsorsium
untuk pengembangan usaha di Kalimantan Tengah. Husodo bahkan turut mengikuti pertemuan dengan
Gubernur Kalimantan Tengah Teras Narang dalam persiapan proyek tersebut. Dia hadir di sana bersama
para pengusaha selevel presiden direktur yang tergabung dalam organisasi YPO lainnya yaitu Andi
Loebis Java Motors, Ario Rachmat PT Adaro Indonesia, Diono Nurjadin Jasa Angkasa Semesta,
Tedy Presiden Indocement Tbk, Milie Stephenie Daya Komunikasi Mandiri, Rudy Suliawan Chandra
Penerbit Jawara
323
Dutanas, Ipung Kurnia Hero Supermarket, dan Ismail Ning Pacto Ltd
46
. Husodo Angkosubroto juga menjadi presiden
direktur PT Duta Buana Permai Development, perusahaan properti yang antara lain memasarkan 90
unit rumah mewah di Apartemen Pavilion Tower III di kawasan CBD
Central Business District, Jakarta, pada Januari 2005. Dalam memasarkan apartemennya itu
Duta Buana menggandeng balai lelang internasional MGI Global Auctions Co. Ltd. Apartemen Pavilion
sendiri memiliki empat menara yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi seperti kolam renang, pusat
kebugaran, lapangan tenis, restoran dan butik bertaraf internasional.
Perusahaan lainnya yang dipimpin oleh Husodo Angkosubroto adalah PT Great Giant Pineapple GGP,
produsen nanas kalengan. Perusahaan yang memiliki perkebunan di Terbanggi Besar 77, Lampung Tengah
ini sejak tahun 2004 tercatat sebagai tiga besar produsen nanas kalengan di dunia. GGP memiliki 12
ribu karyawan termasuk pekerja kebun, dan meningkat menjadi 16 ribu orang saat permintaan
mencapai Seluruh tim manajemen dipegang oleh orang Indonesia di bawah kendali.
Dalam kasus dana BLBI, Husodo Angkosubroto dianggap sebagai pihak yang harus bertanggung
jawab mengembalikan dana tersebut karena Bank Sewu Internasional yang dimiliki menjadi penerima
dana BLBI. Dia kemudian berusaha mengembalikannya dan bisa melunasinya.
7. Nirwan D. Bakrie Bank Nusa Nasional