Jaring Pengaman Sistem Keuangan JPSK

Departemen Keuangan, FDIC telah berkomitmen 2.500.000.000 dan Federal Reserve sampai 87.200.000.000.

D. Jaring Pengaman Sistem Keuangan JPSK

Jaring Pengaman Sistem Keuangan merupakan kerangka kerja yang melandasi pengaturan mengenai skim asuransi simpanan. Mekanisme pemberian fasilitas pembiayaan darurat oleh bank sentral lender of last resort, serta kebijakan penyelesaian krisis. JPSK pada dasarnya lebih ditujukan untuk pencegahan krisis, namun demikian kerangka kerja ini juga meliputi mekanisme penyelesaian krisis sehingga tidak menimbulkan biaya yang besar kepada perekonomian. Dengan demikian, sasaran JPSK adalah menjaga stabilitas sistem keuangan sehingga sektor keuangan dapat berfungsi secara normal dan memiliki kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pada tahun 2005, Pemerintah dan Bank Indonesia telah menyusun kerangka Jaring Pengaman Sektor Keuangan JPSK yang kelak akan dituangkan dalam sebuah Rancangan Undang Undang tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan. Dalam kerangka JPSK tersebut, dimuat secara jelas mengenai tugas dan tanggung-jawab lembaga terkait yakni Departemen Keuangan, BI dan Lembaga Penjamin Simpanan LPS sebagai pemain dalam jaring pengaman keuangan. Selain itu ada satu lembaga lagi, yaitu OJK tidak diperankan dalam desain undang- undang tersebut karena lembaga ini merupakan lembaga ambivalensi sistem moneter Indonesia kursif dari penulis. Penerbit Jawara 265 Pada prinsipnya Departemen Keuangan bertanggung jawab untuk menyusun perundang- undangan untuk sektor keuangan dan menyediakan dana untuk penanganan krisis. BI sebagai bank sentral bertanggung-jawab untuk menjaga stabilitas moneter dan kesehatan perbankan serta keamanan dan kelancaran sistem pembayaran. Lembaga Penjamin Simpanan LPS bertanggung jawab untuk menjamin simpanan nasabah bank serta resolusi bank bermasalah. Kerangka JPK tersebut telah dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang JPSK yang pada saat ini masih dalam tahap pembahasan. Dengan demikian, UU JPSK kelak akan berfungsi sebagai landasan yang kuat bagi kebijakan dan peraturan yang ditetapkan oleh otoritas terkait dalam rangka memelihara stabiltas sistem keuangan. Dalam RUU JPSK semua komponen JPSK ditetapkan secara rinci yakni meliputi: 1 pengaturan dan pengawasan bank yang efektif; 2 lender of the last resort; 3 skim asuransi simpanan yang memadai dan 4 mekanisme penyelesaian krisis yang efektif. Pengaturan dan pengawasan bank yang efektif merupakan jaring pengaman pertama dalam JPSK first line of defense . Mengingat pentingnya fungsi pengawasan dan pengaturan yang efektif, dalam kerangka JPSK telah digariskan guiding principles bahwa pengawasan dan pengaturan terhadap lembaga dan pasar keuangan oleh otoritas terkait harus senantiasa ditujukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, serta harus berpedoman kepada best practices dan standard yang berlaku. Kebijakan lender of last resort LLR yang baik terbukti sebagai salah satu alat efektif dalam pencegahan dan penanganan krisis. Sejalan dengan itu, BI telah merumuskan secara lebih jelas kebijakan the lender of last resort LLR dalam kerangka JPSK untuk dalam kondisi normal dan darurat krisis mengacu pada best practices. Penerbit Jawara 266 Pada prinsipnya, LLR untuk dalam kondisi normal hanya diberikan kepada bank yang illikuid tetapi solven yang memiliki agunan likuid dan bernilai tinggi. Dalam pemberian LLR untuk kondisi krisis, potensi dampak sistemik menjadi faktor pertimbangan utama, dengan tetap mensyaratkan solvensi dan agunan. Dalam hal mengatasi kesulitan likuiditas yang berdampak sistemik, Bank Indonesia sebagai lender of last resort dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat kepada Bank Umum yang pendanaannya menjadi beban Pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 yang telah disetujui DPR tanggal 15 Januari 2004. Sebagai peraturan pelaksanaan fungsi lender of the last resort, telah diberlakukan Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 136PMK.052005 tanggal 30 Desember 2005 dan Peraturan Bank Indonesia PBI Nomor 812006 tanggal 3 Januari 2006. Pendanaan FPD bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN. Pengalaman di Amerika serikat menunjukkan bahwa FDIC berbeda dengan model LPS di Indonesia. FDIC yang memiliki kekuasaan tunggal yang merupakan salah satu elemen penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan di Amerika yang dapat mengadili perjanjian-perjanjian kredit bank yang gagal bayar default. LPS dibentuk sebagai Program penjaminan pemerintah blanket guarantee yang diberlakukan akibat krisis sejak tahun 1998 memang telah berhasil memulihkan. Kebijakan penyelesaian krisis yang efektif dengan menggunakan kerja sama eksekutif-legislatif ternyata kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan hukum represif gaya US adalah dijalankan oleh suatu badan khusus dalam kerangka lembaga ini krisis dapat ditangani secara cepat tanpa Penerbit Jawara 267 menimbulkan beban yang berat bagi perekonomian. Desain kelembagaan JPSK dibentuk oleh pemerintah seharusnya hasil kolaborasi antara eksekutif legislatif yang substansi undang-undangnya mengandung sifat hukum materil dan formil. Kemudian eksistensi kelembagaanya memiliki kewenangan tunggal dalam yang berperan khusus untuk penanggulangan krisis moneter, sehingga lembaga ini memiliki tanggung jawab dan akuntabilitas yang jelas. Dengan demikian, diharapkan krisis dapat ditangani secara efektif, cepat, dan tidak menimbulkan biaya sosial dan biaya ekonomi yang tinggi. Keberadaan JPSK yang merupakan hasil kolaborasi pemerintah dan DPR hanya difokuskan pada penanggulan gagal bayar sistemik, sehingga tentang gagasan kordinasi terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan LPS, dan Otoritas Jasa Keuangan OJK. Hal tersebut hanya diperlukan sebagai alat fungsi informasi data, hasil akhir dari pengolahan data dapat berupa verifikasi atau falsifikasi. Model kordinasi pada rancangan JPSK tidak sejalan dengan proliferasi kekuasaan moneter, setelah dikembangbiakan kemudian disatukan lagi menjadi kekuasan structural. Hal ini rentan terhadap intervensi KPK. Belajar dari negara lain untuk menyelesaikan bank gagal berdampak sistemik setidaknya mengacu pada manajemen modern yang digagas oleh Raine. Desain JPSK minimal mengintroduksi prinsip doing it the justice, yaitu All together, dimana pemerintah dan lembaga legislatif, membentuk badan. Better artinya suatu lembaga khusus yang memiliki kekuasaan otoriter menyidik dan mengadili dengan biaya yang efektif dan efisien cost efectively and efficiently 42 . Dengan pola ini terhindar dari paradigm 42 Bila terjadi penutupan yang seperti itu dapat menghancurkan, memusnahkan lebih dari satu juta pekerjaan di industri kendaraan bermotor . Penerbit Jawara 268 proliferasi 43 , yaitu “ semakin banyak semakin baik”. Bentuk kebijakan bersama antara Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner LPS dalam bentuk Forum Stabilitas Sistem Keuangan sebagai wadah koordinasi bagi BI, Depkeu dan LPS bertujuan memelihara stabilitas sistem keuangan perlu ditiadakan. Menurut peneliti lembaga yang akan datang model KSSK adalah semestinya merupakan pola penegakan hukum respresif yang dibentuk berdasarkan perintah undang-undang. Dalam model tersebut, struktur dan komposisi kelembagaan memiliki kekuasaan tunggal sebagai suatu badan khusus.

BAB VI PENEGAKAN HUKUM GAGAL BAYAR

43 Proliferasi dalam bahasa Indonesia padanan kata yang tepat adalah “mengembang-biakan”, jika diterjemahkan dengan kata “pemekaran” maknanya akan menjadi lebih sempit. Penerbit Jawara 269