wanprestasi default dan unsur kerugian. Sedangkan
dengan istilah Extraordinary Default dan
Extraordinary Crime dapat dipahami sebagai pengertian hukum perdata dan pidana karena
menyangkut atribut khas hukum antara lain sebagai berikut:
1. Antara rezim hukum perdata dan rezim hukum
pidana terkait dengan adagium “ actio non facit
reum,nisi mens sit rea” suatu perbuatan tidak membuat seorang bersalah kecuali disertai
dengan maksud jahat.
2. Hukum pidana hakikatnya adalah sarana terakhir
Ultimum Remedium, artinya terhadap tindak pidana tertentu dapat diterapkan menggunakan
instrumen hukum perdata out of court
settlement yang menyangkut merugikan keuangan negara, jika persoalannya berasal dari
rezim hukum perdata, seperti mengenai perbankan BLBI harus diterapkan hukum
perdata karena timbulnya kerugian adalah akibat kelalaian
default.
3. Pemberian fasilitas kredit likuiditas Bank
Indonesia atau manajemen yang dilakukan dengan itikad baik tidak ada maksud jahat sama
sekali, maka hal itu normal bisnis risk yang
masuk dalam penanganan rezim hukum perdata. Perbuatan ini dipandang sebagai perbuatan lalai
default.
4. Kelalaian mengembalikan BLBI merupakan
peristiwa hukum wanprestasi, tidak dapat diartikan sebagai perbuatan melawan hukum
dalam kualifikasi pasal 1365 BW. Eksistensi “kerugian” karena ada pihak yang lalai
memenuhi kewajiban prestasi untuk mengembalikan sejumlah uang yang
diperintahkan oleh peraturan perundang- undangan, sehingga merugikan pihak lainnya.
Kerugian dalam konteks hubungan prestasi atas
Penerbit Jawara
196
harta kekayaan yang diperjanjikan adalah ditentukan dalam kesepakatan sesuai dengan
pasal 1320 BW adalah sifat hukum evaluatif karena perjanjian MSAA, kerugian pihak lainnya
dalam stagnasi sebagai kerugian privattelijk,
negara disamakan dengan swasta.
5. Implementasi kerugian sebagaimana ditemukan
dalam unsur perbuatan melawan hukum pada norma hukum perikatan bersumber undang-
undang bersifat konstitutif.
6. Pelanggaran
Prudential Principles perbankan tidaklah dapat diartikan sebagai perbuatan
koruptif karena berdasarkan asas Systematische
Specialiteit atau Kekhususan yang Sistematis, pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian
adalah menjadi area Tindak Pidana Perbankan, bukan Tindak Pidana Korupsi, maka semua ini
harus menjadi landasan legalitas untuk menghindari adanya pelanggaran terhadap asas
concursus. Kemelut tentang kasus BLBI memasuki ranah pidana, pada dasarnya
bersumber dari problem hukum yang hingga kini belum tuntas. Problem hukum tersebut adalah
kontradiksi antar undang-undang, terutama antara UU No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang No. 49 Prp Tahun 1960 tentang Penyelesaian Urusan
Piutang Negara PUPN. Kontradiksi tersebut terletak pada pengertian tentang piutang negara,
dengan unsur perbuatan melawan hukum yang dilegasikan pada ranah pidana. Kebijakan-
kebijakan pemerintah yang menelurkan perbuatan hubungan hukum keperdataan yang
menimbulkan prestasi adalah bentuk perikatan yang bersumber dari undang-undang. Perikatan
yang bersumber dari undang-undang ini ada yang sesuai dengan hukum
rechtmatige dan ada yang tidak sesuai dengan hukum
on
Penerbit Jawara
197
rechtmatige daad. Sifat melawan hukum materil dalam ranah perdata diakomodasi ke ranah
pidana, adalah menyimpang dari asas legalitas. Penyaluran BLBI merupakan perikatan bersumber
undang-undang didasari suatu norma atau aturan hukum yang mengandung makna
implementasi asas kepatutan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Artinya apakah
kebijakan Direksi Bank Indonesia sesuai prinsip Algemene Beginselen Van Behoorlijke Bestuur
asas-asas umum pemerintahan yang baik. Ternyata kebijakan Bank Indonesia yang
dihasilkan pada rapat tanggal 15 agustus 1997 dan rapat tanggal 20 Agustus bertujuan
memperbaiki likuiditas perbankan saat itu sesuai dengan asas
kecermatan materiil Kecermatan Substansif. Ini bertujuan untuk tidak
menimbulkan kerugian seseorang para nasabah dan diperlukan untuk melindungi kepentingan
masyarakat dan negara yang lebih luas. Resiko kredit mencerminkan potensi kerugian yang
timbul akibat gagal bayar debitur.
7. Pengertian gagal bayar pada BLBI berbeda