V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem Silvikultur Tebang Pilih dan Tanam Indonesia Intensif TPTII merupakan pembaharuan dari sistem silvikultur sebelumnya, yaitu sistem
silvikultur Tebang Pilih dan Tanam Indonesia TPTI dan juga Tebang Pilih Tanam Jalur TPTJ. Sistem Silvikultur TPTII yang dilaksanakan di PT. Suka
Jaya Makmur dilakukan pada areal bekas tebangan tahun 19811982 LOA 19811982.
Kegiatan penebangan pohon produksi yang dilaksanakan pada sistem silvikultur TPTII adalah pohon komersial ditebang dengan diameter 45 cm.
Setelah dilakukan kegiatan penebangan produksi pada areal yang ditetapkan sebagai lokasi untuk kegiatan TPTII maka dilanjutkan dengan kegiatan
penebangan jalur selebar tiga meter untuk keperluan jalur tanam. Jarak antar tepi jalur tanam ini selebar 17 m dan berfungsi sebagai jalur konservasi. Kegiatan
pemanenan kayu dan pembuatan jalur tanam tersebut memberikan dampak pada lingkungan seperti tegakan tinggal, tanah, serta iklim mikro disekitarnya.
A. Komposisi Jenis
Keanekaragaman jenis di hutan tropika basah sangat besar dan kompleks, serta keberadaannya saling berpengaruh dan berinteraksi terhadap
sifat genetik dan ekosistemnya. Jumlah jenis semai, pancang, tiang dan pohon yang ditemukan pada LOA 19811982 dan Et+0 dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Jumlah Jenis yang Ditemukan di LOA 19811982 dan Et+0 pada Berbagai Kelerengan
.
Kondisi Hutan Kelerengan
Jumlah Jenis Semai Pancang Tiang Pohon
LOA 19811982 0 – 15
39 47
49 60
15 - 25 45
45 48
50 25 – 45
51 54
71 63
Et+0 0 – 15
29 37
49 57
15 – 25 35
38 48
44 25 - 45
42 48
71 60
Pada Tabel 13
dapat dilihat bahwa komposisi jenis disetiap kelerengan pada semua tingkatan vegetasi mengalami penurunan kecuali pada vegetasi
tingkat tiang. Pada vegetasi tingkat tiang jumlah jenis yang ditemukan pada LOA 19811982 dan pada Et+0 memiliki jumlah jenis yang sama.
Komposisi jenis untuk vegetasi tingkat semai pada Et+0 disetiap kelerengan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan LOA 19811982.
Pada kelerengan 0-15 jumlah jenis yang ditemukan pada LOA 19811982 sebanyak 39 jenis dan berkurang menjadi 29 jenis setelah dilakukan kegiatan
pemanenan kayu. Pada kelerengan 15-25 ditemukan 45 jenis pada LOA 19811982 dan 35 jenis pada Et+0. Sedangkan pada kelerengan 25-45
jumlah jenis yang ditemukan pada LOA 19811982 sebanyak 51 jenis dan berkurang menjadi 42 jenis pada Et+0.
Untuk vegetasi tingkat pancang pada kelerengan 0-15 jumlah jenis yang ditemukan pada LOA 19811982 sebanyak 47 jenis, dan berkurang
menjadi 37 jenis pada Et+0. Pada kelerengan 15-25 jumlah jenis yang ditemukan 45 jenis menjadi 38 jenis. Sedangkan pada kelerangan 15-25
jumlah jenis yang ditemukan pada LOA 19811982 sebanyak 54 jenis dan berkurang menjadi 48 jenis Et+0.
Komposisi jenis untuk vegetasi tingkat tiang, jumlah jenis yang ditemukan disetiap kelerengan pada LOA 19811982 tidak mengalami
penurunan. Sehingga jenis yang ditemukan pada LOA 19811982 dan Et+0 memiliki jumlah jenis yang sama.
Dan untuk vegetasi tingkat pohon pada setiap kelerengan mengalami penurunan. Pada kelerengan 0-15 jumlah jenis yang ditemukan pada LOA
19811982 sebanyak 60 jenis dan berkurang menjadi 57 jenis pada Et+0. Pada kelerengan 15-25 ditemukan 50 jenis pada LOA 19811982 dan 44 jenis
pada Et+0. Sedangkan pada kelerengan 25-45 jumlah jenis yang ditemukan pada LOA 19811982 sebanyak 63 jenis dan berkurang menjadi 42 jenis pada
Et+0. Sedangkan untuk perubahan jumlah jenis yang terjadi akibat dari
kegiatan pembuatan jalur tanam dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Jumlah Jenis yang Ditemukan pada Kondisi Hutan Sebelum Penjaluran dan Setelah Penjaluran pada Berbagai Kelerengan
.
Kondisi Hutan Kelerengan
Jumlah Jenis Semai
Pancang Tiang Pohon
Sebelum Penjaluran
0 – 15 52
60 51
54 15 - 25
50 58
42 65
25 – 45 43
39 32
58 Setelah
Penjaluran 0 – 15
48 53
51 52
15 – 25 45
56 42 63
25 - 45 42
35 32
56
Pada Tabel 14
dapat dilihat bahwa komposisi jenis pada kondisi hutan sebelum penjaluran disetiap kelerengan pada semua tingkatan vegetasi
mengalami penurunan kecuali pada vegetasi tingkat tiang. Pada vegetasi tingkat tiang jumlah jenis yang ditemukan pada kondisi hutan sebelum dan
setelah penjaluran memiliki jumlah jenis yang sama. Komposisi jenis untuk vegetasi tingkat semai pada kondisi hutan
setelah penjaluran disetiap kelerengan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kondisi hutan sebelum penjaluran. Pada kelerengan
0-15 jumlah jenis yang ditemukan pada kondisi hutan sebelum penjaluran sebanyak 52 jenis dan berkurang menjadi 48 jenis setelah dilakukan kegiatan
penebangan jalur. Pada kelerengan 15-25 jumlah jenis juga berkurang dari 50 jenis menjadi 45 jenis. Sedangkan pada kelerengan 25-45 jumlah jenis
yang ditemukan pada hutan sebelum penjaluran sebanyak 43 jenis dan berkurang menjadi 42 jenis pada kondisi hutan setelah penjaluran.
Komposisi jenis untuk vegetasi tingkat pancang pada kelerengan 0-15 mengalami penurunan jumlah jenis dari 60 jenis menjadi 53 jenis. Pada
kelerengan 15-25 jumlah jenis yang ditemukan menurun dari 58 jenis menjadi 56 jenis. Sedangkan pada kelerengan 25-45 jumlah jenis yang
ditemukan pada kondisi hutan sebelum penjaluran sebanyak 39 jenis dan berkurang menjadi 35 jenis pada kondisi hutan setelah penjaluran.
Sedangkan untuk vegetasi tingkat tiang, jumlah jenis yang ditemukan disetiap kelerengan pada kondisi hutan sebelum penjaluran tidak mengalami
penurunan. Sehingga jenis yang ditemukan pada kondisi hutan sebelum dan setelah penjaluran memiliki jumlah jenis yang sama.
Dan komposisi jenis untuk vegetasi tingkat pohon pada setiap kelerengan juga mengalami penurunan. Pada kelerengan 0-15 jumlah jenis
yang ditemukan 54 jenis pada kondisi hutan sebelum penjaluran dan berkurang menjadi 52 jenis setelah penjaluran. Pada kelerengan 15-25
ditemukan 65 jenis pada saat sebelum penjaluran dan 63 setelah penjaluran. Sedangkan pada kelerengan 25-45 jumlah jenis yang ditemukan pada
kondisi hutan sebelum penjaluran sebanyak 58 jenis dan berkurang menjadi 56 jenis setelah kegiatan pembuatan jalur bersih atau jalur tanam.
Penurunan jumlah jenis dari kedua kondisi hutan diatas terjadi pada semua tingkatan vegetasi pada setiap kelerengan kecuali pada vegetasi tingkat
tiang. Hal ini terjadi karena adanya kegiatan pemanenan kayu dan kegiatan penebangan jalur untuk membuat jalur bersih atau jalur tanam. Dan apabila
dibandingkan dari tingkat penurunan jumlah jenisnya maka dapat dilihat bahwa penurunan jumlah jenis akibat kegiatan pemanenan kayu lebih tinggi
daripada penurunan jenis akibat kegiatan penebangan jalur. Tinggi rendahnya jumlah jenis pada berbagai tingkatan permudaan vegetasi yang ada
menunjukan tingkat survival dari setiap tingkat permudaan untuk mempertahankan dan mencapai tingkat pertumbuhan selanjutnya.
Tabel 15 memperlihatkan komposisi permudaan jenis komersial
ditebang dilihat dari kerapatan NHa dan frekuensinya yang terdapat pada plot pengamatan disetiap kelerengan. Dari tabel tersebut dapat dilihat adanya
penurunan jumlah kerapatan sebagai akibat dari kegiatan pemanenan kayu.
Tabel 15. Komposisi Permudaan Jenis Komersial Ditebang pada LOA 19811982 dan Et+0 Dilihat dari Kerapatan NHa Serta Frekuensi
.
Kondisi Hutan
Kelerengan Semai Pancang
Tiang Pohon K F K F K F K F
LOA 19811982
0-15 12133.33 0.79 784.00 0.79 82.00 0.89 47.67 0.85
15-25 31733.33 0.96 1845.33 0.95 109.33 1.00 67.33 0.91
25-45 25800.00 0.95 1920.00 0.87 84.33 0.91 66.67 0.91 Et+0
0-15 7233.33 0.61 394.67 0.56 72.33 0.88 34.33 0.71
15-25 13200.00 0.68 784.00 0.60 97.33 1.00 51.33 0.81 25-45 13766.67 0.72 960.00 0.71 75.67 0.87 47.00 0.84
Dari Tabel 15 diatas dapat dilihat bahwa kerapatan NHa di LOA
19811982 mengalami penurunan akibat kegiatan pemanenan kayu. Nilai frekuensi juga mengalami penurunan kecuali untuk vegetasi tingkat tiang pada
kelerengan 15-25, dimana nilai frekuensinya tidak mengalami perubahan. Untuk lebih memudahkan membandingkan perubahan yang terjadi, dapat
dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3 .
Kerapatan Jenis Komersial Ditebang
0,0 5000,0
10000,0 15000,0
20000,0 25000,0
30000,0 35000,0
0-15 15-25 25-45
0-15 15-25 25-45 LOA 19811982
Et+0
Kondis i Hutan K
e ra
p a
ta n
N H
a
Semai Pancang
T i ang Pohon
Gambar 2. Kerapatan Jenis Komersial Ditebang pada Plot Pengamatan Pemanenan Kayu
.
Frekuensi Jenis Komersial Ditebang
0,00 0,20
0,40 0,60
0,80 1,00
1,20
0-15 15-25 25-45
0-15 15-25 25-45
LOA 19811982 Et+0
Kondis i Hutan Fr
e k
ue ns
i
Sem ai Pancang
T i ang Pohon
Gambar 3. Frekuensi Jenis Komersial Ditebang pada Plot Pengamatan Pemanenan Kayu
Menurut pedoman TPTI maka harus tersedia minimal 400 batanghektar untuk tingkat semai, 200 batanghektar untuk tingkat pancang
dan 75 batanghektar untuk tingkat tiang dan 25 pohon hektar jenis komersial dan sehat Departemen Kehutanan, 1993. Sedangkan menurut Wyatt-Smith
1963 permudaan dianggap cukup jika terdapat paling sedikit 40 stocking permudaan tingkat semai 1000 petak ukur milliacre per hektar, 60 tingkat
pancang 240 petak ukur milliacre per hektar dan 75 tingkat tiang 75 petak ukur milliacre per hektar dari jenis komersial.
Berdasarkan kriteria tersebut maka hampir semua tingkatan vegetasi memenuhi persyaratan pedoman TPTI kecuali pada vegetasi tingkat tiang. Hal
ini menunjukan permudaan yang terdapat pada plot pengamatan tersebar cukup dan merata. Akan tetapi kondisi diatas tidak memenuhi kriteria Wyatt-
Smith karena permudaan jenis-jenis pohon komersil ditebang tersebut tidak tersebar secara merata Nilai F 1.
Sedangkan untuk perubahan yang terjadi akibat dari kegiatan penjaluran dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Komposisi Permudaan Jenis Komersial Ditebang pada Hutan Sebelum Penjaluran dan Hutan Setelah Penjaluran Dilihat dari Kerapatan NHa
Serta Frekuensi
.
Kondisi Hutan Kelerengan
Semai Pancang Tiang Pohon
K F K
F K
F K
F Sebelum
Penjaluran 0-15
12350.00 0.68 552.00 0.66 74.00 0.46 71.50 0.98 15-25
23150.00 0.82 520.00 0.70 100.00 0.70 65.50 0.88 25-45
9750.00 0.68 504.00 0.66 72.00 0.60 66.50 0.90 Setelah
Penjaluran 0-15
10050.00 0.62 392.00 0.54 74.00 0.44 59.00 0.96 15-25
20100.00 0.74 480.00 0.66 100.00 0.70 47.50 0.88 25-45
8900.00 0.62 384.00 0.50 72.00 0.60 53.50 0.82
Dari Tabel 16 diatas
dapat dilihat nilai kerapatan NHa mengalami penurunan akibat kegiatan penebangan jalur. Sedangkan untuk nilai
frekuensinya secara umum mengalami penurunan kecuali pada vegetasi tingkat tiang pada kelerengan 15-25, dimana nilai frekuensinya tidak
mengalami perubahan. Perubahan nilai kerapatan NHa dan frekuensi akibat kegiatan penjaluran lebih kecil dibanding perubahan nilai yang terjadi akibat
kegiatan pemanenan kayu. Untuk lebih memudahkan membandingkan perubahan yang terjadi, dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Ke rapatan Je nis Kom e rs ial Dite bang
5000 10000
15000 20000
25000
0-15 15-25 25-45 0-15
15-25 25-45 Sebelum Penjaluran Setelah Penjaluran
Kondis i Hutan K
e ra
pa ta
n N
H a
Semai Pancang
Tiang Pohon
Gambar 4. Kerapatan Jenis Komersial Ditebang pada Plot Pengamatan Penjaluran
.
Fre k ue ns i Je nis Kom e r s ial Dite bang
0,00 0,20
0,40 0,60
0,80 1,00
1,20
0-15 15-25 25-45
0-15 15-25 25-45
Sebelum Penjaluran Setelah Penjaluran
Kondis i Hutan Fr
e k
uensi Semai
Pancang Tiang
Pohon
Gambar 5 Frekuensi Jenis Komersial Ditebang pada Plot Pengamatan Penjaluran.
Berdasarkan kriteria TPTI maka hampir semua tingkatan vegetasi memenuhi persyaratan pedoman TPTI kecuali pada vegetasi tingkat tiang. Hal
ini menunjukan permudaan jenis-jenis komersial ditebang yang terdapat pada plot pengamatan tersebar cukup dan merata. Akan tetapi kondisi diatas tidak
memenuhi kriteria Wyatt-Smith karena permudaan jenis-jenis pohon komersil ditebang tersebut tidak tersebar secara merata Nilai F 1.
B. Dominansi Jenis