Sedangkan pada kelerengan 15-25 menyebabkan keterbukaan lahan seluas 3935,63 m
2
ha 39,36. Dan pada kelerengan 25-45 kegiatan pemanenan kayu dan penjaluran menyebabkan keterbukaan lahan seluas 4152,57 m
2
ha 41,53. Dengan demikian terlihat bahwa pada kegiatan pemanenan kayu
dan penjaluran, kemiringan lahan berpengaruh terhadap besarnya luasan keterbukaan lahan. Semakin curam kemiringan suatu lahan menyebabkan
keterbukaan lahan yang terbentuk semakin besar pula. Keterbukaan lahan yang disebabkan oleh kegiatan penebangan
produksi lebih besar daripada yang disebabkan oleh kegiatan penebangan jalur pada setiap kelerengan yang diamati. Hal ini dapat terjadi karena diameter
pohon produksi yang ditebang lebih besar daripada diameter yang ditebang pada penebangan jalur. Pada kelerengan 0-15 keterbukaan lahan akibat
kegiatan penebangan produksi seluas 938,18 m
2
ha sedangkan akibat penebangan jalur seluas 747,71 m
2
ha. Pada kelerengan 15-25 keterbukaan lahan akibat penebangan produksi seluas 941,88 m
2
ha serta 755,22 m
2
ha untuk keterbukaan lahan akibat penebangan jalur. Dan pada kelerengan 25-
45 keterbukaan lahan akibat penebangan produksi dan penebangan jalur berturut-turut seluas 992,94 m
2
ha dan 825,86 m
2
ha. Penelitian Muhdi 2001 yang dilakukan di HPH PT. Suka Jaya
Makmur memberikan hasil bahwa pada kegiatan pemanenan terkendali, kegiatan penebangan mengakibatkan keterbukaan lahan seluas 981,92 m
2
ha 9,81. Sedangkan penyaradan mengakibatkan keterbukaan lahan seluas
850,13 m
2
ha 8,50. Dengan demikian kegiatan pemanenan kayu terkendali mengakibatkan keterbukaan lahan seluas 1832,04 m
2
ha 18,32.
G. Kerusakan Tegakan Tinggal
1. Kerusakan Tegakan Akibat Penebangan Satu Pohon
Analisa ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kerusakan tegakan atau pohon non target yang diakibatkan kegiatan penebangan satu
pohon. Pengukuran kerusakan tegakan tinggal dilakukan pada penebangan produksi dan penebangan jalur. Berikut ini merupakan hasil dari
pengukuran yang dilakukan.
Tabel 32. Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Penebangan Satu Pohon
.
Jenis Kegiatan Kelerengan
Pohon Ditebang
Diameter Pohon
Ditebang Σ Pohon
Sebelum Ditebang
Σ Pohon Ditebang
Σ Pohon Rusak
Kerusakan Penebangan
Produksi 0-15 Bintangur
63 149.7
1 5
3.36 15-25 Medang
67 185.7
1 7
3.79 25-45
S. Parvifolia 91 178.3 1
8 4.51 Penebangan
Jalur 0-15 Medang
36 180.5
1 2
1.11 15-25 Ubar
37 170
1 3
1.78 25-45 Sawang
56 168.5
1 6
3.58
Dari data diatas kerusakan terbesar akibat penebangan satu pohon produksi terjadi pada penebangan pohon Shorea parvifolia di kelerengan
25-45 dengan persentase kerusakan sebesar 4,51. Penebangan satu pohon tersebut merusak 8 pohon disekitarnya dengan berbagai tipe
kerusakan. Sedangkan akibat penebangan satu pohon Sawang pada saat penjaluran dikelerengan 25-45 menimbulkan kerusakan terbesar sebesar
3,58 dengan merusak 6 pohon disekitarnya. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kerusakan yang terjadi
diantaranya yaitu kerapatan disekitar pohon yang ditebang, kelerengan, serta pemilihan arah rebah yang dilakukan penebang pohon. Dalam
pemilihan arah rebah selain memperhatikan kerapatan tegakan dan kelerengan lahan, seorang penebang pohon juga harus mempertimbangkan
arah condong pohon, intensitas penutupan tajuk serta keselamatan dari penebangan itu sendiri.
2. Kerusakan Tegakan Akibat Pemanenan Kayu dan Penjaluran
Pengamatan kerusakan tegakan tinggal yang diamati adalah kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan pemanenan dan penjaluran. Hal
ini disebabkan pekerjaan penebangan betapa pun dilakukan dengan hati- hati namun kerusakan terhadap vegetasi disekitarnya tidak dapat
dihindarkan. Untuk hasil pengamatan terhadap kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan pemanenan dan penjaluran dapat dilihat pada Tabel 33.
Tabel 33. Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu dan Penjaluran
.
Jenis Kegiatan
Kelerengan Σ Pohon
Sebelum Ditebang
Σ Pohon Ditebang
Σ Pohon Rusak
Kerusakan Tingkat
Kerusakan Pemanenan
Kayu 0-15 449 31 63 15.07 ringan
15-25 557 39 101 19.50 ringan 25-45 535 38 125 25.15 sedang
Penjaluran 0-15 361 65 20 6.76 ringan
15-25 340 59 20 7.12 ringan
25-45 337 63 36 13.14 ringan
Dari data Tabel 33 dapat dilihat perbandingan persentase kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan pemanenan kayu dengan
penjaluran. Secara umum persentase kerusakan tegakan tinggal yang disebabkan kegiatan pemanenan kayu lebih besar kerusakan akibat
penjaluran. Persentase kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan kayu pada
masing-masing kelerengan berturut-turut sebesar 15,07, 19,50 dan 25,15. Kerusakan tegakan tinggal yang terjadi pada kelerengan 0-15
dan 15-25 termasuk dalam kategori tingkat kerusakan ringan. Sedangkan kerusakan yang terjadi pada kelerengan 25-45 termasuk
dalam kategori sedang. Tingginya persentase kerusakan tegakan tinggal pada kelerengan 25-45 sebagai akibat dari penebangan 38 pohon
produksi 12,67 pohonha serta rusaknya 125 pohon non target pada plot pengamatan 41,67 pohonha.
Kerusakan tegakan tinggal yang ditimbulkan dari kegiatan penjaluran pada masing-masing kelerengan berturut-turut sebesar 6,76,
7,12 dan 13,14. Kegiatan penjaluran pada kelerengan 0-15 dilakukan dengan penebangan pohon di jalur bersih sebanyak 65 pohon
32,5 pohonha dan menyebabkan rusaknya 20 pohon pada plot pengamatan 10 pohonha. Pada kelerengan 15-25 dilakukan
penebangan pohon sebanyak 59 pohon 29,5 pohonha yang diikuti dengan rusaknya 20 pohon pada plot pengamatan 10 pohonha. Dan
pada kelerengan 25-45 yang mempunyai persentase kerusakan tertinggi dilakukan penebangan pohon di jalur bersih sebanyak 63 pohon 31,5
pohonha dengan jumlah pohon yang rusak sebanyak 36 pohon 18
pohonha. Dengan besaran persentase kerusakan tegakan tinggal tersebut maka kerusakan pada ketiga kelerengan diatas termasuk dalam kategori
tingkat kerusakan ringan. Dengan perbandingan diatas maka terlihat bahwa persentase
kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan kayu lebih besar daripada akibat penjaluran. Hal ini terjadi karena beberapa faktor yaitu kerapatan
pada LOA 19811982 lebih tinggi, diameter pohon yang ditebang saat pemanenan kayu lebih besar dari pohon yang ditebang saat penjaluran,
adanya kegiatan penyaradan pada kegiatan pemanenan kayu. Ketiga faktor menyebabkan jumlah pohon yang mengalami kerusakan akibat
pemanenan kayu menjadi lebih banyak. Faktor kelerengan suatu areal juga mempengaruhi besaran
persentase kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan kayu dan penjaluran. Pohon yang ditebang pada areal yang miring atau
kelerengannya curam akan meluncur ke areal yang lebih rendah. Kondisi ini menyebabkan tegakan tinggal yang rusak menjadi lebih banyak.
Apabila kedua lokasi plot pengamatan kegiatan pemanenan kayu dan penjaluran diasumsikan terdapat pada satu lokasi yang sama, maka
persentase kerusakan tegakan tinggal untuk kegiatan penyiapan lahan sistem silvilkultur TPTII dapat dilihat pada Tabel 34.
Tabel 34. Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu dan Penjaluran
TPTII
.
Kelerengan Kerusakan
Tingkat Kerusakan 0-15 21.83 Ringan
15-25 26.62 Sedang 25-45 36.68 Sedang
Dari data diatas terlihat bahwa semakin curam kondisi suatu areal
hutan berbanding lurus dengan kerusakan tegakan tinggal yang terjadi. Pada kelerengan 0-15 persentase kerusakan tegakan tinggal yang
ditimbulkan dari kedua kegiatan diatas sebesar 21,83 dan termasuk dalam kategori tingkat kerusakan ringan. Pada kelerengan 15-25 dan 25-
45 kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan kayu dan penjaluran
termasuk dalam kategori tingkat kerusakan sedang dengan persentase kerusakan masing-masing sebesar 26,62 dan 36,68.
Kerusakan tegakan tinggal diatas dibedakan pada beberapa tipe kerusakan. Untuk mengetahui lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 35.
Tabel 35. Persentase Tipe-Tipe Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan
Kayu dan Penjaluran.
Jenis Kegiatan
Kelerengan Tajuk Kulit Patah
Pecah Batang
Roboh Condong
Banir Akar
Total Pemanenan
Kayu 0-15 30.16
14.29 14.29
0.00 39.68 1.59 100 15-25 15.84
20.79 10.89 0.99 47.52 3.96 100
25-45 31.20 16.80
4.80 1.60 44.00 1.60 100 Rata-Rata 25.73 17.29 9.99 0.86
43.74 2.38
100 Penjaluran
0-15 25 40
25 0 10
0 100 15-25 60 15 15 0
10 0 100
25-45 55.56 16.67 25
2.78 100
Rata-Rata 46.85 23.89 21.67 7.59
100
Tipe kerusakan tegakan tingggal terbesar setelah kegiatan pemanenan kayu ialah robohcondong sebesar 43,74. Kerusakan tegakan
tinggal yang kedua yang paling sering ditemukan yaitu rusak tajuk sebesar 25,73, kemudian diikuti oleh rusak kulit sebesar 17,29. Tingginya
kerusakan robohcondong disebabkan oleh ditebangnya pohon produksi dengan diameter yang besar serta banyaknya pohon yang tertabrak pada
saat penyaradan. Selain itu penyaradan juga dapat menimbulkan kerusakan banirakar akibat terkena pisau depan traktor atau terkena
gesekan dari pohon yang disarad. Sedangkan pada kegiatan penjaluran kerusakan yang sering terjadi
ialah kerusakan tajuk sebesar 46,85. Kemudian diikuti dengan kerusakan kulit serta patah batang sebesar 23,89 dan 21,67. Tidak
adanya kegiatan penyaradan setelah penebangan jalur serta kecilnya diameter pohon yang ditebang menyebabkan persentase tipe kerusakan
robohcondong menjadi jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan kondisi setelah pemanenan kayu.
H. Analisa Tanah