Kerusakan Tegakan Akibat Penebangan Satu Pohon

termasuk dalam kategori tingkat kerusakan sedang dengan persentase kerusakan masing-masing sebesar 26,62 dan 36,68. Kerusakan tegakan tinggal diatas dibedakan pada beberapa tipe kerusakan. Untuk mengetahui lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35. Persentase Tipe-Tipe Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu dan Penjaluran. Jenis Kegiatan Kelerengan Tajuk Kulit Patah Pecah Batang Roboh Condong Banir Akar Total Pemanenan Kayu 0-15 30.16 14.29 14.29 0.00 39.68 1.59 100 15-25 15.84 20.79 10.89 0.99 47.52 3.96 100 25-45 31.20 16.80 4.80 1.60 44.00 1.60 100 Rata-Rata 25.73 17.29 9.99 0.86 43.74 2.38 100 Penjaluran 0-15 25 40 25 0 10 0 100 15-25 60 15 15 0 10 0 100 25-45 55.56 16.67 25 2.78 100 Rata-Rata 46.85 23.89 21.67 7.59 100 Tipe kerusakan tegakan tingggal terbesar setelah kegiatan pemanenan kayu ialah robohcondong sebesar 43,74. Kerusakan tegakan tinggal yang kedua yang paling sering ditemukan yaitu rusak tajuk sebesar 25,73, kemudian diikuti oleh rusak kulit sebesar 17,29. Tingginya kerusakan robohcondong disebabkan oleh ditebangnya pohon produksi dengan diameter yang besar serta banyaknya pohon yang tertabrak pada saat penyaradan. Selain itu penyaradan juga dapat menimbulkan kerusakan banirakar akibat terkena pisau depan traktor atau terkena gesekan dari pohon yang disarad. Sedangkan pada kegiatan penjaluran kerusakan yang sering terjadi ialah kerusakan tajuk sebesar 46,85. Kemudian diikuti dengan kerusakan kulit serta patah batang sebesar 23,89 dan 21,67. Tidak adanya kegiatan penyaradan setelah penebangan jalur serta kecilnya diameter pohon yang ditebang menyebabkan persentase tipe kerusakan robohcondong menjadi jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan kondisi setelah pemanenan kayu.

H. Analisa Tanah

Untuk mengetahui nilai-nilai sifat fisik dan kimia tanah perlu dilakukan analisis laboratorium terhadap sampel tanah yang diambil dari lapangan. Sifat fisik dan kimia tanah yang diambil dari dua kedalaman tanah yang berbeda yaitu 0-20 cm dan 20-40 cm.

1. Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah merupakan sifat yang bertanggung jawab atas peredaran udara, ketersediaan air dan zat terlarut melalui tanah. Kondisi fisik tanah menentukan penetrasi akar, retensi air, drainase, aerasi dan nutrisi tanaman, sehingga pengaruhnya sangat besar terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman hutan. Poerwowidodo 2000 menyatakan bahwa perkembangan akar tanaman dapat terkendala oleh adanya hambatan fisik atau kimia. Hambatan fisik terutama disebabkan oleh keadaan tanah yang padat, sebagai akibat kandungan lempung yang tinggi atau karena adanya pemadatan. Tabel 36. Pengukuran Sifat Fisik Tanah . Kelerengan Kedalaman cm Tekstur Struktur Bobot Isi grcm 3 Kadar air 0-15 0-20 Lempung Liat Berpasir Butiran 1.25 29.81 20-40 Lempung Liat Berpasir Butiran 1.31 31.57 15-25 0-20 Lempung Liat Berpasir Butiran 1.23 28.65 20-40 Lempung Liat Berpasir Butiran 1.26 29.03 25-45 0-20 Lempung Liat Berpasir Butiran 1.17 28.26 20-40 Lempung Liat Berpasir Butiran 1.24 27.24 Dari data diatas dapat dilihat bahwa tekstur tanah pada Et+0 semuanya bertekstur lempung liat berpasir. Sedangkan untuk struktur tanahnya adalah butiran dengan kelas halus sampai dengan sedang. Pengukuran bobot isi tanah berkisar antara 1,17 - 1,29 grcm 3 yang berarti pada kondisi tegakan hutan tersebut tanahnya termasuk kategori tanah longgar dan tanah normal. Dari hasil diatas juga dapat dilihat bahwa bobot isi tanah pada kedalaman 20-40 cm lebih tinggi daripada bobot isi tanah pada kedalaman 0-20 cm. Hal ini dapat terjadi karena pada kedalaman 0-20 cm kondisi tanahnya relatif lebih gembur dengan kandungan bahan organik seperti serasah yang lebih banyak.

Dokumen yang terkait

Komposisi dan struktur tegakan areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia Intensif (TPII) di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawti, Kalimantan Tengah

3 49 107

Rehabilitasi Hutan Hujan Rawang Dengan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di IUPHHK PT. IKANI Kalimantan Timur)

0 13 83

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Petubahan KOihposisi Dan Struktut Tegakan Hutan Produksi Alam Dengan Menggunakan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Ema Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 15 229

Pertumbuhan Tanaman Shorea leprosula Miq dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat)

1 9 81

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Perkembangan tegakan pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang pilih tanam Indonesia intensif (TPTII) (Di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 11 232

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Struktur, Komposisi Tegakan dan Riap Tanaman Shorea parvifolia Dyer. pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif

0 2 160

Kualitas Tanah pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

0 6 30