Struktur Tegakan HASIL DAN PEMBAHASAN

75. Dengan besaran nilai IS pada kedua kondisi hutan atas maka dapat dikatakan bahwa dua komunitas yang dibandingkan sama. Dengan melihat hasil dari besaran nilai Indeks Similarity IS pada kondisi-kondisi hutan diatas maka dapat dilihat bahwa nilai-nilai IS hasil perbandingan hutan sebelum dan setelah penjaluran lebih tinggi daripada nilai-nilai IS hasil perbandingan LOA 19811982 dengan Et+0. Hal ini mengindikasikan bahwa gangguan yang ditimbulkan dari kegiatan penjaluran cenderung lebih kecil daripada kegiatan pemanenan kayu.

E. Struktur Tegakan

Grafik struktur tegakan untuk semua jenis yang menghubungkan antara jumlah pohon per hektar dengan kelas diameter pada masing-masing kondisi hutan dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7 dibawah ini. Ke rapatan Pohon LOA 19811982 20 40 60 80 100 20-29 cm 30-39 cm 40-49 cm 50-60 cm 60 cm Up Ke las Diam e te r K e ra pa ta n N H a 0-15 15-25 25-45 Gambar 6. Struktur Tegakan untuk Semua Jenis pada LOA 19811982. Ke r apatan Pohon Et+0 20 40 60 80 100 20-29 cm 30-39 cm 40-49 cm 50-60 cm 60 cm Up Ke las Diam e te r K e re p a ta n N H a 0-15 15-25 25-45 Gambar 7. Struktur Tegakan untuk Semua Jenis pada Et+0. Dari perbandingan grafik struktur tegakan pada Gambar 6 dan Gambar 7 diatas dapat dilihat bahwa kurva kondisi LOA 19811982 secara umum berada diatas kurva Et+0 pada setiap kelerengan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pohon kerapatan pohon pada LOA 19811982 lebih tinggi dibanding Et+0. Secara umum kegiatan pemanenan mengakibatkan terjadinya penurunan kerapatan hampir pada setiap tingkatan vegetasi diberbagai kelerengan. Penurunan terbesar terdapat pada pohon-pohon berdiameter 20-29 cm dikelerengan 25-45 sebesar 15,3 pohon per hektar dan pada pohon-pohon berdiameter 60 cm keatas dikelerengan 15-25 sebesar 10,3 pohon per hektar. Penurunan kerapatan pohon yang terjadi pada pohon-pohon berdiameter 20-29 cm disebabkan karena banyak pohon pada kelas diameter tersebut yang roboh akibat tertimpa pohon komersial yang ditebang. Sedangkan penurunan kerapatan pohon pada kelas diameter 60 cm keatas disebabkan penebangan pohon komersial ditebang pada kelas diameter tersebut. Ke rapatan Pohon Se be lum Pe njaluran 20 40 60 80 100 20-29 cm 30-39 cm 40-49 cm 50-59 cm 60 cm Up Ke las Diam e te r Ju m la h N H a 0-15 15-25 25-45 Gambar 8. Struktur Tegakan untuk Semua Jenis pada Kondisi Hutan Sebelum Penjaluran . Ke r apatan Pohon Se te lah Pe njalur an 20 40 60 80 100 20-29 cm 30-39 cm 40-49 cm 50-59 cm 60 cm Up Ke las Diam e te r Jum la h N H a 0-15 15-25 25-45 Gambar 9. Struktur Tegakan untuk Semua Jenis pada Kondisi Hutan Setelah Penjaluran. Gambar 8 dan Gambar 9 diatas menunjukkan terjadinya penurunan kerapatan pohon setelah kegiatan penebangan jalur. Penurunan terbesar terjadi pada pohon dengan kelas diameter 20-29 cm sebesar 22,5 pohon per hektar. Sedangkan untuk pohon pada kelas diameter 50-59 cm serta 60 cm keatas, penurunan kerapatan pohon yang terjadi relatif sangat kecil. Bentuk kurva struktur tegakan untuk semua jenis pada berbagai kondisi hutan diatas mengikuti bentuk umum dari distribusi kelas diameter berbentuk J terbalik. Hal ini berarti bahwa jumlah pohon per satuan luas pada vegetasi tingkat semai, pancang, tiang dan pohon berturut-turut semakin menurun dengan semakin menurun. Persaingan antar individu baik secara alami ataupun dengan campur tangan manusia seperti kegiatan pemanenan kayu, selalu mengakibatkan terjadinya pengurangan jumlah individu yang bertahan hidup pada setiap tingkat kelas diameter. Menurut Meyer et. al 1961, tegakan normal hutan tidak seumur mempunyai rasio yang konstan antara jumlah pohon per satuan luas dengan diameter meskipun selalu terjadi pengurangan jumlah individu pada setiap tingkat kelas diameter . F. Keterbukaan Lahan Keterbukaan lahan merupakan salah satu bentuk kerusakan yang terjadi pada tegakan tinggal. Keterbukaan lahan terbagi menjadi dua yaitu keterbukaan lahan akibat penebangan baik itu penebangan serta keterbukaan lahan akibat penyaradan. Kegiatan penebangan itu sendiri terbagi dua yaitu penebangan produksi dan penebangan jalur. Sedangkan untuk penyaradan hanya dilakukan pada kegiatan pemanenan kayu sebab kayu hasil penebangan jalur tidak disarad atau tidak diambil hasilnya. Keterbukaan lahan akibat penebangan yang terbentuk pada penelitian ini merupakan celah dalam areal Et+0 dan hutan setelah penjaluran. Selain terbuka karena areal yang ditebang, juga terbuka akibat pohon yang ditebang merobohkan pohon di sekitarnya. Hal ini disebabkan sebelum pohon rebah mencapai tanah, pohon telah menimpa pancang, tiang dan pohon di sekitarnya sehingga mengakibatkan pohon-pohon tersebut mengalami kerusakan atau tumbang hingga membuat areal terbuka. Keterbukaan lahan akibat penebangan kayu relatif tidak membahayakan, hal ini disebabkan lapisan tanah atas masih tertutup tumbuhan bawah dan lapisan tanah sedikit terkelupas. Keterbukaan lahan seperti ini bahkan sangat mendukung tumbuhnya biji dan bagi pertumbuhan anakan tingkat semai. Sedangkan keterbukaan lahan akibat penyaradan disebabkan oleh kegiatan penyaradan diantaranya kegiatan pembuatan jalan sarad dan proses penyaradan itu sendiri. Kegiatan penyaradan merupakan kegiatan yang sangat besar pengaruhnya karena dapat menimbulkan dampak lanjutan yang sangat besar, misalnya dapat menyebabkan pemadatan tanah serta semakin memudahkan pengikisan tanah humus bila terjadi hujan. Muhdi 2001 menyatakan bahwa faktor kelerengan mempunyai peranan penting pada pergeseran waktu penyaradan berlangsung. Pada lapangan atau jalan sarad yang miring, traktor menggunakan pisaunya untuk memperoleh jalan yang lebih landai ataupun untuk menahan dorongan kayu yang disarad. Kerapatan tegakan yang menyusun areal sangat mempengaruhi besarnya kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan lantai hutan. Sedangkan Sularso 1996 menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi keterbukaan lahan akibat pemanenan kayu adalah kerapatan tegakan, kemiringan lahan, intensitas pemanenan kayu serta teknik pemanenan kayu. Apabila kedua lokasi plot pengamatan kegiatan pemanenan kayu dan penjaluran diasumsikan terdapat pada satu lokasi yang sama, maka persentase keterbukaan lahan untuk kegiatan penyiapan lahan sistem silvilkultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif TPTII dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Keterbukaan Lahan Akibat Kegiatan Pemanenan Kayu dan Penjaluran Per Hektar . Kelerengan Keterbukaan Lahan m 2 Total m 2 Keterbukaan Lahan Penebangan Penyaradan Penjaluran Jalur Bersih 0-15 938.18 486.03 747.71 1500.00 3671.92 36.72 15-25 941.88 738.53 755.22 1500.00 3935.63 39.36 25-45 992.94 833.77 825.86 1500.00 4152.57 41.53 Dari Tabel 31 dapat dilihat bahwa kegiatan pemanenan dan penjaluran menyebabkan keterbukaan lahan diatas 35 disetiap kelerengan. Pada kelerengan 0-15 keterbukaan lahan mencapai 3671,92 m 2 ha 36,72. Sedangkan pada kelerengan 15-25 menyebabkan keterbukaan lahan seluas 3935,63 m 2 ha 39,36. Dan pada kelerengan 25-45 kegiatan pemanenan kayu dan penjaluran menyebabkan keterbukaan lahan seluas 4152,57 m 2 ha 41,53. Dengan demikian terlihat bahwa pada kegiatan pemanenan kayu dan penjaluran, kemiringan lahan berpengaruh terhadap besarnya luasan keterbukaan lahan. Semakin curam kemiringan suatu lahan menyebabkan keterbukaan lahan yang terbentuk semakin besar pula. Keterbukaan lahan yang disebabkan oleh kegiatan penebangan produksi lebih besar daripada yang disebabkan oleh kegiatan penebangan jalur pada setiap kelerengan yang diamati. Hal ini dapat terjadi karena diameter pohon produksi yang ditebang lebih besar daripada diameter yang ditebang pada penebangan jalur. Pada kelerengan 0-15 keterbukaan lahan akibat kegiatan penebangan produksi seluas 938,18 m 2 ha sedangkan akibat penebangan jalur seluas 747,71 m 2 ha. Pada kelerengan 15-25 keterbukaan lahan akibat penebangan produksi seluas 941,88 m 2 ha serta 755,22 m 2 ha untuk keterbukaan lahan akibat penebangan jalur. Dan pada kelerengan 25- 45 keterbukaan lahan akibat penebangan produksi dan penebangan jalur berturut-turut seluas 992,94 m 2 ha dan 825,86 m 2 ha. Penelitian Muhdi 2001 yang dilakukan di HPH PT. Suka Jaya Makmur memberikan hasil bahwa pada kegiatan pemanenan terkendali, kegiatan penebangan mengakibatkan keterbukaan lahan seluas 981,92 m 2 ha 9,81. Sedangkan penyaradan mengakibatkan keterbukaan lahan seluas 850,13 m 2 ha 8,50. Dengan demikian kegiatan pemanenan kayu terkendali mengakibatkan keterbukaan lahan seluas 1832,04 m 2 ha 18,32.

G. Kerusakan Tegakan Tinggal

Dokumen yang terkait

Komposisi dan struktur tegakan areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia Intensif (TPII) di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawti, Kalimantan Tengah

3 49 107

Rehabilitasi Hutan Hujan Rawang Dengan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di IUPHHK PT. IKANI Kalimantan Timur)

0 13 83

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Petubahan KOihposisi Dan Struktut Tegakan Hutan Produksi Alam Dengan Menggunakan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Ema Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 15 229

Pertumbuhan Tanaman Shorea leprosula Miq dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat)

1 9 81

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Perkembangan tegakan pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang pilih tanam Indonesia intensif (TPTII) (Di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 11 232

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Struktur, Komposisi Tegakan dan Riap Tanaman Shorea parvifolia Dyer. pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif

0 2 160

Kualitas Tanah pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

0 6 30