Saran KESIMPULAN DAN SARAN

Dan komposisi jenis untuk vegetasi tingkat pohon pada setiap kelerengan juga mengalami penurunan. Pada kelerengan 0-15 jumlah jenis yang ditemukan 54 jenis pada kondisi hutan sebelum penjaluran dan berkurang menjadi 52 jenis setelah penjaluran. Pada kelerengan 15-25 ditemukan 65 jenis pada saat sebelum penjaluran dan 63 setelah penjaluran. Sedangkan pada kelerengan 25-45 jumlah jenis yang ditemukan pada kondisi hutan sebelum penjaluran sebanyak 58 jenis dan berkurang menjadi 56 jenis setelah kegiatan pembuatan jalur bersih atau jalur tanam. Penurunan jumlah jenis dari kedua kondisi hutan diatas terjadi pada semua tingkatan vegetasi pada setiap kelerengan kecuali pada vegetasi tingkat tiang. Hal ini terjadi karena adanya kegiatan pemanenan kayu dan kegiatan penebangan jalur untuk membuat jalur bersih atau jalur tanam. Dan apabila dibandingkan dari tingkat penurunan jumlah jenisnya maka dapat dilihat bahwa penurunan jumlah jenis akibat kegiatan pemanenan kayu lebih tinggi daripada penurunan jenis akibat kegiatan penebangan jalur. Tinggi rendahnya jumlah jenis pada berbagai tingkatan permudaan vegetasi yang ada menunjukan tingkat survival dari setiap tingkat permudaan untuk mempertahankan dan mencapai tingkat pertumbuhan selanjutnya. Tabel 15 memperlihatkan komposisi permudaan jenis komersial ditebang dilihat dari kerapatan NHa dan frekuensinya yang terdapat pada plot pengamatan disetiap kelerengan. Dari tabel tersebut dapat dilihat adanya penurunan jumlah kerapatan sebagai akibat dari kegiatan pemanenan kayu. Tabel 15. Komposisi Permudaan Jenis Komersial Ditebang pada LOA 19811982 dan Et+0 Dilihat dari Kerapatan NHa Serta Frekuensi . Kondisi Hutan Kelerengan Semai Pancang Tiang Pohon K F K F K F K F LOA 19811982 0-15 12133.33 0.79 784.00 0.79 82.00 0.89 47.67 0.85 15-25 31733.33 0.96 1845.33 0.95 109.33 1.00 67.33 0.91 25-45 25800.00 0.95 1920.00 0.87 84.33 0.91 66.67 0.91 Et+0 0-15 7233.33 0.61 394.67 0.56 72.33 0.88 34.33 0.71 15-25 13200.00 0.68 784.00 0.60 97.33 1.00 51.33 0.81 25-45 13766.67 0.72 960.00 0.71 75.67 0.87 47.00 0.84 Dari Tabel 15 diatas dapat dilihat bahwa kerapatan NHa di LOA 19811982 mengalami penurunan akibat kegiatan pemanenan kayu. Nilai frekuensi juga mengalami penurunan kecuali untuk vegetasi tingkat tiang pada kelerengan 15-25, dimana nilai frekuensinya tidak mengalami perubahan. Untuk lebih memudahkan membandingkan perubahan yang terjadi, dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3 . Kerapatan Jenis Komersial Ditebang 0,0 5000,0 10000,0 15000,0 20000,0 25000,0 30000,0 35000,0 0-15 15-25 25-45 0-15 15-25 25-45 LOA 19811982 Et+0 Kondis i Hutan K e ra p a ta n N H a Semai Pancang T i ang Pohon Gambar 2. Kerapatan Jenis Komersial Ditebang pada Plot Pengamatan Pemanenan Kayu . Frekuensi Jenis Komersial Ditebang 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 0-15 15-25 25-45 0-15 15-25 25-45 LOA 19811982 Et+0 Kondis i Hutan Fr e k ue ns i Sem ai Pancang T i ang Pohon Gambar 3. Frekuensi Jenis Komersial Ditebang pada Plot Pengamatan Pemanenan Kayu Menurut pedoman TPTI maka harus tersedia minimal 400 batanghektar untuk tingkat semai, 200 batanghektar untuk tingkat pancang dan 75 batanghektar untuk tingkat tiang dan 25 pohon hektar jenis komersial dan sehat Departemen Kehutanan, 1993. Sedangkan menurut Wyatt-Smith 1963 permudaan dianggap cukup jika terdapat paling sedikit 40 stocking permudaan tingkat semai 1000 petak ukur milliacre per hektar, 60 tingkat pancang 240 petak ukur milliacre per hektar dan 75 tingkat tiang 75 petak ukur milliacre per hektar dari jenis komersial. Berdasarkan kriteria tersebut maka hampir semua tingkatan vegetasi memenuhi persyaratan pedoman TPTI kecuali pada vegetasi tingkat tiang. Hal

Dokumen yang terkait

Komposisi dan struktur tegakan areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia Intensif (TPII) di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawti, Kalimantan Tengah

3 49 107

Rehabilitasi Hutan Hujan Rawang Dengan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di IUPHHK PT. IKANI Kalimantan Timur)

0 13 83

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Petubahan KOihposisi Dan Struktut Tegakan Hutan Produksi Alam Dengan Menggunakan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Ema Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 15 229

Pertumbuhan Tanaman Shorea leprosula Miq dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat)

1 9 81

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Perkembangan tegakan pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang pilih tanam Indonesia intensif (TPTII) (Di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 11 232

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Struktur, Komposisi Tegakan dan Riap Tanaman Shorea parvifolia Dyer. pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif

0 2 160

Kualitas Tanah pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

0 6 30