Penyaradan Pemanenan Hasil Hutan

c. Penebangan pohon dalam tegakan menggunakan arah rebah menuju pangkal jalan sarad agar kerusakan dan tegakan tinggal dapat diminimalkan. d. Penomoran kayu bulat secara konsisten berdasarkan nomor pohon berdiri yang dibuat dan dipetakan dalam kegiatan ITSP. Teknik penebangan yang benar menurut Sinaga, et.al. 1984 dalam Putra 2003 adalah: 1. Menyingkirkan rintangan, yaitu untuk memudahkan pekerjaan dan mencegah kecelakaan. 2. Menentukan arah rabah pohon. Penentuan arah rebah pohon yang cermat sangat penting untuk menghindari kerusakan kayu, antara lain menghindari rebahnya pohon di atas parit, batu, tunggak dan masuk jurang. 3. Membuat takik rebah dan takik balas. Untuk mengurangi kerusakan pangkal pohon yang ditebang berupa serat kayu tercabut barber chair juga untuk mengarahkan rebah pohon sesuai dengan arah rebah yang telah ditentukan terlebih dahulu. 4. Penebangan. Untuk pohon yang tidak berbanir, penebangan dilakukan serendah mungkin yaitu sepertiga diameter pohon dari atas tanah, sedangkan pada pohon berbanir penebangan dilakukan di atas banir. 5. Pembagian dan pemotongan batang. Pekerjaan ini mencakup perataan takik rebah dan takik balas, membagi atau memotong batang menurut panjang sortimen yang dikehendaki. Wyatt-Smith 1963 menyatakan bahwa permudaan dianggap cukup apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Terdapat paling sedikit 40 stocking permudaan semai jenis komersial aatau 400 petak ukur mili acre per acre 1000 petak ukur acre per hektar. b. Terdapat paling sedikit 60 stocking permudaan pancang jenis komersial atau 96 petak ukur per acre 240 petak ukur per hektar. c. Terdapat paling sedikit 75 stocking permudaan tingkat tiang jenis komersial atau 30 petak ukur per acre 75 petak ukur per hektar.

2. Penyaradan

Penyaradan skidding, yarding adalah suatu kegiatan pengeluaran kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan kayu atau disebut TPn Sastrodimedjo, 1992. Sedangkan Budiaman 2003 menjelaskan bahwa penyaradan kayu adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan kayu atau ke pinggir jalan angkutan. Dan untuk mengurangi kerusakan lingkungan tanah maupun tegakan yang ditimbulkan, penyaradan seharusnya dilakukan sesuai dengan rute penyaradan yang telah direncanakan di atas peta kerja. Menurut Budiaman 2003, metode penyaradan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain: 1. Secara manual. 2. Menggunakan hewan. 3. Memanfaatkan gaya gravitasi. 4. Skidding atau yarding dengan traktor. 5. Menggunakan kabel, pesawat, helikopter. Berbagai cara penyaradan yang tergantung pada beberapa faktor antara lain kerapatan tegakan dan ketebalan tumbuhan bawah Conway, 1976. Menurut Brown 1949 faktor lain yang perlu dipertimbangkan yaitu sistem silvikultur yang digunakan, keadaan iklim serta jarak ke tempat pengumpulan kayu. Sementara itu Sumitro 1980 menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi penyaradan terutama di luar Jawa, antara lain: alat dan cara penyaradan, keadaan medan kelerengan, cuaca, serta keadaan tegakan sisa. Hutan alam diluar Jawa dengan sistem TPTI, menyulitkan jalannya penyaradan. Jalan sarad yang panjang menurut kontur dan kerapatannya rendah, terang akan mengurangi kerusakan tegakan tinggal. Kerusakan tidak langsung berupa luka bekas traktor dan pemadatan pada lapisan atas tanah tergantung pada beratnya traktor. Sayangnya tanah hutan di luar Jawa umumnya peka sekali terhadap gangguan ini Sumitro, 1980. Pada pelaksanaannya, penyaradan dapat dilakukan dua tahap. Tahap pertama, yaitu menarik kayu dari tunggak di tempat tebangan ke suatu tempat pengumpulan sementara, yang pada umumnya terletak di dalam hutan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mempermudah tahap pekerjaan penyaradan selanjutnya, yang dilaksanakan karena jarak sarad yang terlalu jauh sehingga bila dilakukan penyaradan secara langsung satu tahap saja, biayanya menjadi terlalu mahal Sastrodimedjo, 1992. Kebanyakan HPH beroperasi di daerah yang berbukit-bukit. Untuk mengeluarkan kayu dari tegakan hutan ke tempat pengumpulan, peralatan yang sering digunakan di hutan alam tropis di Indonesia ialah traktor berban ulat, seperti Cat D7 dan Komatsu D 85 E-SS. Traktor ini dapat bekerja pada kelerengan yang curam Elias, 1997. Menurut Elias 1999, ada beberapa kerusakan akibat penggunaan alat berat seperti traktor, antara lain: a. Pemadatan tanah. Pemadatan tanah adalah proses dimana partikel-partikel tanah secara mekanik bergerak ke posisi yang lebih rapat satu sama lain. Pemadatan tanah diakibatkan oleh beban atau tekanan yang dialami tanah tersebut. Idris 1987 menyatakan bahwa pemadatan tanah hutan yang terjadi akibat penyaradan kayu dengan traktor berban baja ditunjukkan oleh besarnya kerapatan massa tanah hutan antara 0,703-1,960 gcm 3 dengan rata-rata 1,158 gcm 3 . Porositas tanah pada kerapatan massa tanah tersebut adalah 56. Pemadatan tanah ini merupakan fungsi dari intensitas penggunaan jalan sarad, kebecekan tanah hutan serta kemiringan memenjang jalan sarad. b. Keterbukaan Tanah. Keterbukaan tanah yang disebabkan penggunaan alat berat dalam pengelolaan hutan alam pada hanya terjadi pada kegiatan penyaradan dan pembukaan wilayah hutan jaringan jalan angkutan. c. Erosi Setempat. Sistem pemanenan kayu dan PWH merupakan faktor dominan yang menyebabkan erosi setempat terutama erosi parit. Menurut Arsyad 1989, erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau atau bagian- bagian dari tanah dari sutau tempat yang diangkut oleh air atau angin ketempat lain. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. d. Kerusakan Pada Vegetasi Hutan. Kerusakan vegetasi hutan akibat operasi alat berat kehutanan terutama terjadi pada kegiatan penyaradan. Kerusakan vegetasi hutan, pertama terjadi pada kesulitan perakaran pohon untuk menembus tanah yang terpadatkan akibat dilewati oleh alat berat, sehingga usaha mencari bahan makanan, air dan menunjang batang pohonnya sendiri sering terganggu. e. Gangguan Terhadap Satwa Liar. Gangguan pengoperasian alat berat di hutan terhadap satwa liar terutam karena kebisingannya. Pada umumnya satwa liar akan menghilang pada waktu pengopersian alat berat, dan kembali lagi setelah operasi alat berat berhenti.

G. Kerusakan Tegakan Tinggal

Dokumen yang terkait

Komposisi dan struktur tegakan areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia Intensif (TPII) di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawti, Kalimantan Tengah

3 49 107

Rehabilitasi Hutan Hujan Rawang Dengan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di IUPHHK PT. IKANI Kalimantan Timur)

0 13 83

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Petubahan KOihposisi Dan Struktut Tegakan Hutan Produksi Alam Dengan Menggunakan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Ema Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 15 229

Pertumbuhan Tanaman Shorea leprosula Miq dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat)

1 9 81

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Perkembangan tegakan pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang pilih tanam Indonesia intensif (TPTII) (Di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 11 232

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Struktur, Komposisi Tegakan dan Riap Tanaman Shorea parvifolia Dyer. pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif

0 2 160

Kualitas Tanah pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

0 6 30