Alur Niaga Perantara I Saran untuk PT. Volkopi Indonesia dan Petani

1. Ruang lingkup pasar menjadi terbatas. 2. Petani biasanya sulit berinovasi untuk mengolah kopi ke produk yang memiliki nilai tambah tinggi. 3. Petani kesulitan meluaskan jaringan niaga, karena itu berarti melepaskan diri menjadi produsen. 4. Kopi yang dihasilkan harus spesifik dan langka di pasaran. Nurhakim dan Sri Rahayu, 2014. Alur niaga yang melibatkan perantara dalam pemasaran biji kopi bisa melalui beberapa tangan sebelum sampai kepada konsumen akhir. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan perantara yaitu pedagang atau pengusaha yang memiliki kuasa atas komoditas kopi untuk disalurkan ke pihak lain dengan tujuan mendapatkan laba. Alur niaga yang melibatkan perantara ada dua, yaitu alur niaga perantara I dan perantara II Nurhakim dan Sri Rahayu, 2014.

1. Alur Niaga Perantara I

Gambar 3. Bagan Alur Niaga Perantara I Sumber : Nurhakim dan Sri Rahayu, 2014

2. Alur Niaga Perantara II

Gambar 4. Bagan Alur Niaga Perantara II Sumber : Nurhakim dan Sri Rahayu, 2014 Petani Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Pengumpul Kecamatan Pedagang Pengumpul Kabupaten Eksportir Petani KUD Eksportir Bentuk tata niaga biji kopi yang biasa dipakai yaitu dari petani langsung dijual kepada pedagang pengumpul desa. Dari pedagang pengumpul desa, dijual kepada pedagang pengumpul di tingkat kecamatan. Dari pedagang pengumpul di tingkat kecamatan, dijual kembali ke eksportir. Bentuk tata niaga tersebut berantai panjang. Petani akan menerima margin yang sedikit dari harga yang diperoleh di atas kapal FOB. Walaupun harga yang diperoleh relatif rendah, banyak petani yang memilih saluran ini karena ada faktor-faktor penyebabnya, antara lain sebagai berikut. 1. Tingkat pendidikan petani yang masih rendah 2. Informasi pasar yang kurang memadai 3. Kurang perhatian dan peran pemerintah terhadap para petani kopi 4. Infrastruktur pendukung perekonomian yang rendah 5. Kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada petani 6. Harga kopi yang terombang-ambing oleh perekonomian dunia Nurhakim dan Sri Rahayu, 2014. Bentuk alur niaga yang kedua dianjurkan untuk para petani kopi di seluruh wilayah Indonesia. Pembentukan koperasi dapat memperpendek rantai niaga, menciptakan harga kopi yang mampu bersaing dengan harga yang ditawarkan oleh para pekebun berskala besar, memungkinkan akses pasar yang lebih luas, manajemen agribisnis produksi dan pemasaran tertata, sehingga pendapatan petani juga meningkat. Koperasi juga dapat menekan fluktuasi harga biaya operasional penanaman seperti pupuk, pestisida, dan harga bibit kopi varietas atau klon unggul Nurhakim dan Sri Rahayu, 2014.

e. Subsistem Jasa dan Penunjang Kopi

Untuk mengatasi alur tata niaga yang cenderung dikuasai oleh pemodal memerlukan usaha-usaha dari pemerintah dan petani kopi itu sendiri. Usaha- usaha tersebut, antara lain sebagai berikut. 1. Peningkatan sarana transportasi dan infrastruktur pemasaran. 2. Adanya naungan dari lembaga keuangan untuk menyediakan permodalan dengan prosedur permodalan yang sederhana, contohnya koperasi. 3. Para petani di dorong untuk membuat organisasi atau kelompok petani yang mandiri. 4. Para petani di dorong untuk meningkatkan standarisasi mutu hasil panen kopi. Nurhakim dan Sri Rahayu, 2014.

f. Contoh Pengembangan Agribisnis Kopi

Salah satu contoh Pengembangan Agribisnis Kopi adalah Agribisnis Kopi Gayo lebih di kenal dengan sebutan Kopi Organik Takengon oleh negara-negara pengimpor merupakan salah satu contoh model pengembangan agribisnis tanaman perkebunan rakyat yang produknya telah mendapat pasaran luas pada 19 negara di dunia. Tujuan ekspor kopi gayo ini adalah Amerika Serikat 38,49, Jepang 22,34, Jerman 6,8, Belgia 3,43, Taiwan 1,57, Singapura 1,16, dan negara-negara lainnya dibawah 1 seperti Kanada, Belanda, Inggris, Polandia, Afrika Selatan, Oklanda, Irlandia, Denmark, Spanyol, Swiss, Norwegia, dan Hongkong Su’ud dan Sri, 2007. Kegiatan pengembangan Kopi Gayo telah berjalan demikian rupa melalui pembinaan dan penyuluhan dan bahkan pendampingan kepada petani, pengolahan hasil, pengembangan pemasaran. Dalam kegiatan ini, semua subsistem pada sistem utama maupun sistem penunjang agribisnis telah berfungsi secara penuh. Mewujudkan keserasian antara hubungan satu subsistem dengan subsistem lainnya tentulah bukan persoalan yang mudah dan telah memakan waktu bertahun-tahun dalam mengaplikasikannya. Namun ini dapat dijadikan contoh bagi keberhasilan pengembangan komoditas perkebunan rakyat baik di NAD maupun daerah lain Su’ud dan Sri, 2007.

2.3 Kesepakatan Agribisnis

Menurut Nurdin 2012 kesepakatan adalah suatu bentuk dari proses hasil diskusi, musyawarah antara dua belah pihak yang berbeda atau lebih yang mana menyepakati sebuah keputusan setelah melalui proses negoisasi atau tawar menawar. Dalam bisnis, kesepakatan tidak mengenal kesepakatan verbal dan yang ada adalah kesepakatan tertulis yang sifatnya mengikat setelah adanya kesepakatan kedua belah pihak. Artinya dalam proses diskusi atau negoisasi setelah disepakati bersama maka kesepakatan akan dituangkan dalam bentuk kesepakatan tertulis. Ada beberapa hal yang menyebabkan suatu kesepakatan menjadi suatu keterikatan, antara lain: 1. Adanya kepentingan kedua belah pihak yang menguntungkan Kepentingan masing-masing pihak sangatlah menentukan dalam suatu kesepakatan sebuah perjanjian dan hal ini di dasari oleh kedua belah pihak dalam melihat apakah kesepakatan nantinya akan menguntungkan kepada masing-masing pihak. Seseorang tidak akan pernah menyepakati suatu kesepakatan apabila tidak adanya keuntungan baginya. 2. Mempertahankan kesepakatan dalam kondisi yang berubah sesuai dengan sifat dari bisnis dan dunia usaha yang naik turun dan berputar seperti roda. Berikut ini cara agar kesepakatan dapat bertahan. a. Utamakan dan jalin rasa kepercayaan yang tinggi setelah terjadi kesepakatan. b. Dalam menghormati suatu kesepakatan memang tidak mudah. Apalagi pada saat masa masa kritis di mana sebuah usaha baru di rintis atau pada saat mengalami kolaps dan kemunduran. Namun seorang Pengusaha dan Investor yang memahami arti sebuah kesepakatan dalam segala hal akan memahami bagaimana cara pandang dalam menghadapi segala hal yang akan membuat gelombang pasang surut sebuah kepercayaan dalam kesepakatan. c. Negative Thingking harus dihindarkan dan mempunyai niat buruk harus dijauhkan dalam setiap kesepakatan. d. Evaluasi bersama saat adanya gangguan dalam kesepakatan dan nilai secara objektif secara bersama-sama dan bukan karena ”Siapa” tapi ”Bagimana”. e. Jangan pernah dihitung arti sebuah kesepakatan berdasarkan nilai material yang telah disepakati, namun pertimbangkan nilai material akan habis dan nilai moral akan tetap ada apabila sebuah kesepakatan telah berakhir. Karena apabila kedua belah pihak mampu melewati masa-masa kritis dari sebuah perjanjian dalam kesepakatan bersama, kesepakatan tertulis tidak akan pernah tergantikan dengan kesepakatan verbal. Menurut Baron dan Donn 2005 ada enam prinsipteknik dasar untuk memperoleh kesepakatan, yaitu: 1. Pertemananrasa suka ingratiation Umumnya, kita lebih bersedia untuk memenuhi permintaan dari teman atau orang-orang yang kita sukai daripada permintaan dari orang asing atau orang- orang yang tidak kita sukai. Teknik ingratiation yang paling efektif adalah rayuan flattery, memuji orang lain dengan cara-cara tertentu, yaitu: a. Memperbaikimemperindah penampilan; b. Melakukan kebaikan-kebaikan kecil. 2. KomitmenKonsisten Orang akan lebih mudah untuk diajak bersepakat tentang sesuatu yang berhubungan secara konsisten dengan komitmen yang ia miliki itu. Ada dua teknik komitmen, yaitu: a. Teknik foot-in-the door Membuat orang menyetujui terhadap permintaan kecil, lalu setelah orang itu setuju, disodorkan permintaan yang lebih besar yang diinginkan. b. Teknik low ball Penawaranpersetujuan diubah menjadi lebih tidak menarik setelah orang yang menjadi target terlanjur menerimanya. Misal: konsumen ditawari sebuah mobil yang sangat menarik. Ketika sudah diterima oleh konsumen, penawaran itu ditolak oleh manajer, dengan menaikkan hargamembuat suatu perubahan yang tidak menguntungkan konsumen. Konsumen sering kali menerima penawaran tersebut. 3. Kelangkaan Orang akan lebih mudah menerima kesepakatan jika hal itu adalah hal yang langka, dibandingkan dengan yang tidak langka. Ada dua teknik kelangkaan, yaitu: a. Teknik playing hard to get jual mahal Memberikan kesan bahwa seseorang atau objek adalah langka dan sulit diperoleh. b. Teknik deadline Orang yang menjadi target diberi tahu bahwa mereka memiliki waktu yang terbatas untuk mengambil keuntungan dari beberapa tawaran atau untuk memperoleh suatu barang. 4. Timbal balikresiprositas Orang lebih mudah memenuhi permintaan dari orang yang sebelumnya telah memberikan bantuan atau kemudahan bagi kita daripada terhadap orang yang tidak pernah melakukannya. Dengan kata lain kita harus membayar apa yang telah dilakukan oleh orang lain. Ada dua teknik resiprositas yaitu: a. Teknik door-in-the-face Pemohon memulai dengan permintaan yang besar dan kemudian ketika permintaan ini ditolak, mundur ke permintaan yang lebih kecil yang sebenarnya dekat dengan yang diinginkan. b. Teknik that’s-not-all Menawarkan keuntungan tambahan kepada orang-orang yang menjadi target, sebelum mereka memutuskan apakah mereka hendak menuruti atau menolak permintaan spesifik yang diajukan efek ini berhasil untuk harga- harga yang lebih rendah. 5. Validasi sosial “Hal itulah yang dilakukan oleh orang-orang seperti kita”, bila orang itu percaya, biasanya ia akan lebih mudah menerima kesepakatan kita. Orang lebih mudah memenuhi permintaan untuk melakukan beberapa tindakan, jika tindakan tersebut konsisten dengan apa yang kita percayadipikirkan oleh orang yang mirip dengan kita. 6. Kekuasaan Orang lebih bersedia memenuhi permintaan orang yang berkuasa. Ada dua teknik kekuasaan yaitu: a. Teknik Pique Minat orang yang menjadi target distimulasi dengan permintaan yang tidak umum, sehingga mereka tidak menolak permintaan secara otomatis, karena kebiasaan mereka. b. Menempatkan seseorang dalam suasana yang baik dulu sama dengan ingratiation . Konflik tentang masalah efisiensi menyebabkan pembahasan terhadap agribisnis tetap menarik perhatian. Masalahnya bukan saja terletak pada aspek produksi, pengolahan hasil dan pemasaran saja, tetapi juga pengaruh yang lain. Dengan adanya persaingan yang ketat tentang pemasaran hasil pertanian di pasaran dunia world market, menuntut peranan kualitas produk, dan kemampuan menerobos pasar dunia menjadi semakin penting. Kemampuan mengantisipasi pasar market intelligent, juga menjadi amat penting dan untuk itu bentuk usaha yang skala kecil perlu bergabung dalam skala usaha yang lebih besar agar mampu bersaing dipasaran internasional. Untuk menjaga kelangsungan menerobos pasar ini, maka kontinuitas bahan baku pertanian perlu dijamin; bukan saja pada jumlah bahan baku yang diperlukan tetapi juga kualitas dan kontinuitasnya Soekartawi, 2003. Untuk keberhasilan pengembangan agribisnis sangat disarankan adanya mitra. Pemerintah setempat atau lokal dapat ikut terlibat dalam pengembangan ekonomi dengan berbagai cara, baik sebagai pemprakarsa aktivitas pengembangan melalui kemitraan dengan pengembangan swasta atau sebagai pemegang posisi kepemilikan yang seimbang atau juga seorang koordinator dan stimulator dari aktivitas ekonomi dalam wilayahnya Su’ud dan Sri, 2007. Konsep formal kemitraan sebenarnya telah tercantum dalam Undang- undang Nomor 9 Tahun 1995 yang berbunyi, “Kerja sama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan”. Konsep tersebut diperjelas pada Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 yang menerangkan bahwa bentuk kemitraan yang ideal adalah yang saling memperkuat, saling menguntungkan, dan saling menghidupi. Tujuan kemitraan adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumber daya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok usaha mandiri Sumardjo, dkk, 2004. Sebagai implementasi dari hubungan kemitraan tersebut dilaksanakan melalui pola-pola kemitraan Pola Inti Plasma, Pola Subkontrak, Pola Dagang Umum, Pola Keagenan, dan Pola Waralaba yang sesuai sifatkondisi dan tujuan usaha yang dimitrakan dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif, baik di dalam pembinaan maupun pelaksanaan operasionalnya. Pembinaan tersebut sangat berpengaruh terhadap kebijaksanaan yang berlaku di suatu wilayah, oleh karena itu dukungan kebijaksanaan mutlak diperlukan dalam pelaksanaan kemitraan usaha dan ditunjang operasionalisasi yang baik seperti penjabaran pelaksanaan kemitraan melalui kontrak kerjasama kemitraan dan secara konsisten mengikuti segala kesepakatan yang telah ditetapkan bersama. Kontrak kerjasama ini bukan hanya berupa Memorandum of Understanding MOU namun kontrak kerjasama yang sudah memuat perjanjian waktu, harga, dan jumlah produksi, yang dibarengi dengan sanksi yang ditetapkan apabila salah satu pihak melanggar atau merugikan pihak lain Hafsah, 2000. Kemitraan adalah suatu strategi bisnis, maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Dalam konteks ini pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan tersebut harus memiliki dasar-dasar etika bisnis yang dipahami bersama dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan. Hal ini erat kaitannya dengan peletakan dasar-dasar moral berbisnis bagi pelaku-pelaku kemitraan. Penerapan dasar-dasar etika bisnis dalam kemitraan yang diwujudkan dengan tindakan nyata identik dengan membangun suatu fondasi untuk sebuah rumah atau bangunan. Konsistensi dalam penerapan etika bisnis akan berbanding lurus dengan kemantapan atau kekokohan dalam menopang pilar-pilar di atasnya Hafsah, 2000. John L. Mariotti dalam Hafsah 2000 mengemukakan 6 dasar etika berbisnis dimana 4 yang pertama merupakan hubungan interaksi manusia dan selebihnya merupakan perspektif bisnis. Keenam dasar etika bisnis tersebut adalah: a. Karakter, Integritas dan Kejujuran b. Kepercayaan c. Komunikasi yang Terbuka d. Adil e. Keinginan Pribadi dari Pihak yang Bermitra f. Keseimbangan antara insentif dan Risiko Menurut Sumardjo, dkk 2004 pengembangan kelembagaan kemitraan dalam sistem agribisnis ternyata menimbulkan dampak positif bagi keberhasilan pengembangan sistem agribisnis dimasa depan. Dampak positif yang ditimbulkan adalah sebagai berikut. 1. Adanya keterpaduan dalam sistem pembinaan yang saling mengisi antara materi pembinaan dengan kebutuhan riil petani. Sistem pembinaan terpadu ini meliputi permodalan, sarana, teknologi, bentuk usaha bersama atau koperasi, dan pemasaran. 2. Adanya kejelasan aturan atau kesepakatan sehingga menumbuhkan kepercayaan dalam hubungan kemitraan bisnis yang ada. Kesepakatan tentang aturan, perubahan harga, dan pengambilan hasil harus dibuat adil oleh pihak-pihak yang bermitra. Jika salah satu pihak lemah maka harus ada pihak ketiga yang netral untuk melakukan pengawasan. Dengan demikian, tujuan, kepentingan, dan kesinambungan bisnis dari kedua pihak dapat terlaksana dan saling menguntungkan. 3. Adanya keterkaitan antarpelaku dalam sistem agribisnis hulu-hilir yang mempunyai komitmen terhadap kesinambungan bisnis. Komitmen ini menyangkut kualitas dan kuantitas serta keinginan saling melestarikan hubungan dengan menjalin kerja sama saling menguntungkan secara adil. 4. Terjadinya penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak dan berkesinambungan di sektor pertanian. Berdasarkan surat perjanjian kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan 2012 dapat diketahui bahwa kesepakatan tersebut mencakup 4 empat hal yaitu kesepakatan dalam subsistem agribisnis hulu kopi penyediaan input produksi, kesepakatan dalam subsistem usahatani kopi proses produksi atau budidaya, kesepakatan dalam subsistem pengolahan pasca panen kopi dan kesepakatan dalam subsistem pemasaran kopi. Kesepakatan ini tidak mengikat dan tidak ada unsur paksaan didalamnya, apabila dikemudian hari pihak petani tidak ingin melanjutkan Program Pengelolaan Perkebunan Kopi melalui Sekolah Lapang Kopi SL-Kopi dan Program Sertifikasi RFA Rain Forest Alliance tersebut maka petani dapat mengundurkan diri dengan mengajukan permohonan kepada PT. Volkopi Indonesia.

2.4 Evaluasi

Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara obyektif pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan sebelumnya. Evaluasi sebagai salah satu fungsi manajemen berurusan dan berusaha untuk mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu rencana sekaligus untuk mengukur se-obyektif mungkin hasil-hasil pelaksanaan itu dengan ukuran-ukuran yang dapat diterima pihak-pihak yang mendukung maupun yang tidak mendukung suatu rencana Aji dan M. Sirait, 1990. Menurut Mardikanto 1993 evaluasi sebagai suatu kegiatan, sebenarnya merupakan proses untuk mengetahui atau memahami dan memberikan penilaian terhadap suatu keadaan tertentu, melalui kegiatan pengumpulan data atau fakta dan membandingkannya dengan ukuran serta cara pengukuran tertentu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu setiap pelaksanaan evaluasi harus selalu memperhatikan 3 tiga landasan evaluasi yang mencakup: a. Evaluasi dilandasi oleh keinginan untuk mengetahui sesuatu. b. Menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, sehingga dalam mengambil keputusan tentang penilaian harus selalu dilandasi oleh suatu kesimpulan- kesimpulan yang diperoleh dari analisis data atau fakta yang berhasil dikumpulkan. c. Obyektif atau dapat diterima oleh semua pihak dengan penuh kepercayaan dan keyakinannya dan bukan karena adanya suatu keinginan-keinginan tertentu atau disebabkan oleh adanya tekanan-tekanan dari pihak-pihak tertentu. Menurut Rozak 2013 dalam proses pengimplementasian suatu program, tentu mempunyai perbedaan dalam evaluasi. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya perbedaan maksud dan tujuan dari suatu program. Oleh karena adanya perbedaan tersebut, muncul beberapa teknik evaluasi dalam pengimplementasian suatu program. Salah satu teknik dalam evaluasi ialah model evaluasi CIPP Context, Input, Process, Product Model evaluasi CIPP ini merupakan salah satu dari beberapa teknik evaluasi suatu program yang ada. Model ini berlandaskan pada keempat dimensi yaitu dimensi context, dimensi input, dimensi process, dan dimensi product. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi Rozak, 2013. Secara garis besar evaluasi model CIPP mencakup empat macam keputusan: 1. Perencanaan keputusan yang mempengaruhi pemilihan tujuan umum dan tujuan khusus. 2. Keputusan pembentukan atau structuring. 3. Keputusan implementasi. 4. Keputusan yang telah disusun ulang yang menentukan suatu program perlu diteruskan, diteruskan dengan modifikasi, dan atau diberhentikan secara total atas dasar kriteria yang ada Rozak, 2013. Model evaluasi CIPP dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Model Evaluasi CIPP Context, Input, Process, Product Aspek Evaluasi Tipe keputusan Jenis pertanyaan Context Evaluation Keputusan yang terencana Apa yang harus dilakukan? Input Evaluation Keputusan terstruktur Bagaimana kita melakukannya? Process Evaluation Keputusan implementasi Apakah yang dilakukan sesuai rencana? Product Evaluation Keputusan yang telah disusun ulang Apakah berhasil? Sumber : Rozak, 2013 Berikut ini akan di bahas komponen atau dimensi model CIPP yang meliputi, context, input, process, product.

a. Context Evaluation

Context Evaluation evaluasi konteks diartikan sebagai situasi yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi yang dilakukan dalam suatu program yang bersangkutan. Penilaian dari dimensi konteks evaluasi ini seperti kebijakan atau unit kerja terkait, sasaran yang ingin dicapai unit kerja dalam waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja terkait dan sebagainya. Konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program, dan merumuskan tujuan program Rozak, 2013.

b. Input Evaluation

Tahap kedua dari model CIPP adalah evaluasi input, atau evaluasi masukan. Menurut Eko Putro Widoyoko dalam Indra 2010, evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi: 1. Sumber daya manusia, 2. Sarana dan peralatan pendukung, 3. Dana atau anggaran, dan 4. Berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan.

c. Process Evaluation

Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki. Evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada “apa” what kegiatan yang dilakukan dalam program, “siapa” who orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program, “kapan” when kegiatan akan selesai. Dalam model CIPP, evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan didalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Evaluasi proses digunakan untuk menditeksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi Indra, 2010.

d. Product Evaluation

Evaluasi produk merupakan penilaian yang dilakukan guna untuk melihat ketercapaiankeberhasilan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pada tahap evaluasi inilah seorang evaluator dapat menentukan atau memberikan rekomendasi kepada evaluan apakah suatu program dapat dilanjutkan, dikembangkanmodifikasi, atau bahkan dihentikan Indra, 2010.

2.5 Landasan Teori

Tingkat pengertian mengenai agribisnis sebaiknya lebih dahulu dimengerti dan dipahami secara baik sebelum memang benar-benar ingin melakukan kegiatan ini. Keseriusan dan perencanaan serta tujuan yang jelas harus tetap dilakukan guna meminimalkan kegagalan yang mungkin saja terjadi. Untuk itu, beberapa persiapan praktis sangat perlu dilakukan bukan saja dalam hal penguasaan teknis, tetapi juga non-teknis, terutama hal-hal yang berhubungan dengan kesiapan mental dan perilaku sebagai pelaku usaha perlu dipahami Krisnamurthi dan Fausia, 2003. Paradigma agribisnis berdiri di atas lima premis dasar, yaitu bahwa usaha pertanian haruslah profit oriented; pertanian hanyalah satu komponen rantai dalam sistem komoditi sehingga kinerjanya ditentukan oleh kinerja sistem komoditi secara keseluruhan; pendekatan sistem agribisnis adalah formulasi kebijakan sektor pertanian yang logis, dan harus dianggap sebagai sistem ilmiah yang positif, bukan ideologis dan normatif; sistem agribisnis secara intrinsik netral terhadap semua skala usaha dan pendekatan sistem agribisnis khususnya ditujukan untuk negara sedang berkembang Pambudy, 2005. Strategi yang perlu ditempuh agar pengembangan agribisnis di Indonesia dapat memberikan nilai tambah kepada petani, adalah perlu diupayakan pembinaan kelembagaan usahatani secara kontiniu agar mampu berperan menjembatani dan memperjuangkan kepentingan petani, khususnya dalam menghadapi sektor swastaBUMN sebagai mitra usaha. Strategi tersebut akan mencapai tingkat yang optimal apabila keterlibatan sektor swastaBUMN dapat didorong secara dini di dalam pengembangan agribisnis diperdesaan Amang, 1995. Secara konseptual kemitraan mengandung makna adanya kerja sama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Hubungan kemitraan akan berkesinambungan jika hasil kerja sama terjadi secara berulang-ulang dan saling menguntungkan. Proses tersebut dilakukan sampai melahirkan suatu aturan atau norma hubungan bisnis dalam pola perilaku kemitraan. Dalam kondisi inilah hubungan kemitraan dapat dikatakan telah melembaga, bahkan akan berlangsung lestari Sumardjo, dkk, 2004. Persyaratan utama yang harus diperhatikan agar hubungan kerja antara swastaBUMN dengan para petani berjalan serasi dan saling menguntungkan adalah perlu dikembangkannya aturan main yang transparan yaitu adanya kejelasan serta kepastian dalam pembagian keuntungan maupun dalam pembagian resiko, dan kerjasama tersebut harus mampu mendorong petani untuk lebih mandiri Amang, 1995. Selain itu kesetaraan juga menentukan efektifitas dalam hubungan kerjasama kemitraan antara para petani dengan pelaku usaha agribisnis lainnya. Secara umum kesetaraan dapat diartikan sebagai adanya hubungan yang seimbang atau setara bagi kedua belah pihak yang menjalankan kemitraan usaha. Dengan demikian kesetaraan dapat dilihat dari batas kewenangan authority dan kekuasaan power yang dimiliki oleh petani dalam pengambilan keputusan dan resiko berkaitan dengan program kemitraan yang mereka jalankan secara bersama-sama dengan suatu perusahaan mitra. Disamping itu kesetaraan ini mencerminkan juga besarnya partisapasi dari petani dalam berbagai hal terutama dalam pengambilan keputusan dalam menjalankan kemitraan Erfit, dkk, 2010. Menurut Erfit, dkk 2010 kesetaraan pada kemitraan yang contract farming relatif tidak adanya. Hal ini terlihat dari dominasi yang sangat tinggi pada pihak perusahaan mitra dalam pengambilan berbagai keputusan yang berkaitan dengan jalannnya kemitraan. Dalam penentuan harga, penentuan jenis komoditi yang ditanam, penentuan kualitas produk, waktu tanam dan waktu panen semuannya itu ditentukan oleh pihak perusahaan mitra. Sementara pengolahan lahan dan pelaksanaan panen ditentukan oleh petani tetapi tetap disesuaikan dengan jadwal yang ditetapkan oleh perusahan mitra. Terjadinya hal ini tidak terlepas lemahnya posisi tawar petani terhadap berbagai hal dibandingkan perusahaan mitra. Dengan demikian dalam dalam contract farming tidak memberikan kesempatan kepada pihak petani mitranya untuk menentukan berbagai hal dalam menjalankan kemitraan terutama dalam hal penentuan harga. Dengan kata lain contract farming menempatkan petani dengan perusahaan mitra dalam posisi tawar yang tidak seimbang dan rendahnya partisipasi petani terhadap berbagai pengambilan keputusan yang ada. Evaluasi terhadap rencana pengembangan usaha penting dilakukan agar dapat dideteksi secara dini persoalan yang timbul dalam pengelolaan usaha. Hal ini penting dilakukan agar rencana yang tidak bisa dilaksanakan dapat segera diperbaiki dan sekaligus memperkirakan masalah apa yang mungkin akan muncul untuk diambil tindakan pencegahan. Sebuah usaha yang dirintis dari bentuk usaha yang kecil jika di masa datang dapat dikembangkan menjadi besar, biasanya akan memiliki tingkat penyesuaian yang sangat tinggi terhadap berbagai perubahan yang terjadi yang berpengaruh terhadap dunia usaha Anoraga dan D. Sudantoko, 2002.

2.6 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan Tanjung 2014 dengan judul “Persepsi Petani terhadap Kinerja Kemitraan Kelompok Tani dengan Perusahaan Eksportir Kasus: Kelompok Tani Lau Lengit, Desa Samura, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo” dari hasil penelitian dengan menggunakan metode CIPP Context, Input, Process, Product yaitu evaluasi konteks perencanaan, evaluasi input sumber- sumber yang tersedia, alternetif-alternatif yang diambil, serta prosedur kerja untuk mencapai tujuan yang dimaksud, evaluasi proses sampai sejauh mana program telah dilaksanakan, evaluasi produk keberhasilan pencapaian tujuan, menunjukkan bahwa pelaksanaan kinerja kemitraan antara Kelompok Tani Lau Lengit dengan PD Rama Putra di daerah penelitian sudah berjalan dengan baik. Berdasarkan Sinulingga 2009 dengan judul “Evaluasi terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil” dari hasil analisis data dengan menggunakan metode CIPP Context, Input, Process, Product yang telah berhasil diolah dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pola kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil adalah dana kemitraan yang bersumber dari penyisihan laba PTPN III disalurkan sebagai pinjaman berupa modal kerja untuk membiayai hal-hal yang menyangkut peningkatan produktivitas mitra binaan dan kemitraan terjalin secara non-formal artinya tidak ada perjanjian yang mengikat secara tertulis, tetapi karena adanya kepercayaan dari pihak yang bermitra; Kinerja kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil termasuk memiliki kinerja yang tinggi; PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil memiliki peran masing-masing dalam kemitraan ini; serta terdapat beberapa masalah dalam kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil.

2.7 Kerangka Pemikiran

Tanaman kopi adalah tanaman minuman penyegar yang periode panennya tidak sama, tergantung iklim dan letak geografisnya. Perbedaan pola produksi dan fluktuasi harga dapat menimbulkan resiko usaha yang cukup besar bagi petani kopi. Untuk memperkecil resiko tersebut diperlukan suatu konsep kesatuan usaha yang dapat mencakup salah satu atau seluruh kegiatan usahatani pengelolaan input dan faktor-faktor produksi dan kegiatan pemasaran output produksi. Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam artian yang luas. Yang dimaksud dengan ’adanya hubungan dengan pertanian dalan artian yang luas’ adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian. Kegiatan agribisnis, yang demikian itu dapat memacu perkembangan usahatani kopi petani, oleh karena antar kegiatan usaha pada hakekatnya merupakan suatu mata rantai yang tidak boleh terputus. Terpeliharanya hubungan mata rantai itu di dalam suatu usaha akan menjamin kelancaran masing-masing kegiatan usaha tersebut. Mengingat jangkauannya yang luas, maka keberhasilan dibidang agribisnis akan mampu memberikan keuntungan di seluruh elemen kehidupan perekonomian yang dilaluinya. Kesepakatan agribisnis kopi merupakan suatu sarana kebijaksanaan yang dapat digunakan untuk menjembatani hubungan kerja antara swasta dan petani sehingga dapat mendorong terciptanya iklim usaha yang sehat dan kontiniu. Biasanya perusahaan swasta dan petani menyepakati beberapa hal yang dapat dipermudah dengan menetapkan indikator-indikator kesepakatan yang harus dilaksanakan dalam proses produksi, pengolahan hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan tersebut. Contohnya pihak swasta berkewajiban memberikan bantuan kepada petani dalam penyediaan sarana produksi, melakukan pembinaan dan bimbingan usahatani, dan menjamin pasar dengan menampung seluruh hasil produksi dari kelompok tani sesuai harga kesepakatan. Sedangkan petani berkewajiban mengelola usahataninya sesuai dengan anjuran pihak swasta sehingga nantinya dihasilkan produk yang sesuai dengan kualitas yang diharapkan. Di lain pihak, petani mempunyai kebebasan untuk menerima atau menolak saran yang diberikan. Dengan adanya kesepakatan agribisnis yang dilakukan oleh pihak swasta dan petani, selain dapat memperkecil resiko usaha juga dapat meningkatkan kualitas kopi, pendapatan, dan kesejahteraan petani karena adanya jaminan harga yang baik. Faktor penting dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi ini adalah adanya peran aktif dari masing-masing pihak dan dalam hal ini pihak-pihak tersebut yaitu PT. Volkopi Indonesia dan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan. Pelaksanaan hal-hal yang telah disepakati merupakan inti dari kegiatan agribisnis kopi, kegiatan agribisnis yang dilaksanakan dalam kesepakatan tersebut adalah kegiatan penyediaan input produksi, proses produksi atau budidaya, kegiatan pengolahan pasca panen dan pemasaran kopi. Melalui pelaksanaan kesepakatan, petani akan difasilitasi oleh PT. Volkopi Indonesia berupa alat-alat dan bahan-bahan praktek selama melaksanakan program Sekolah Lapang Kopi SL-Kopi. Petani juga akan diedukasi sehingga terjadi alih pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pembinaan SL-Kopi, yang pada gilirannya petani-petani tersebut akan meneruskan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh kepada anggota keluarga masing-masing yang membantu dalam kegiatan produksi dan kegiatan pengolahan pasca panen. Sedangkan dalam kegiatan pemasaran PT. Volkopi Indonesia bersedia membeli gabah kopi dengan harga yang baik disesuaikan dengan kualitas kopi. Pada akhirnya, pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dan petani perlu dievaluasi agar dapat diketahui apakah telah berjalan dengan sangat baik, baik, cukup baik, tidak baik, atau sangat tidak baik. Berdasarkan uraian sebelumnya maka secara sistematis dapat digambarkan skema kerangka pemikiran seperti di bawah ini. Gambar 5. Skema Kerangka Pemikiran Evaluasi terhadap Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani Keterangan : : Menyatakan hubungan : Menyatakan dievaluasi dengan Indikator Kesepakatan Agribisnis Kopi Tanaman Kopi Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi Kesepakatan Agribisnis Kopi PT. Volkopi Indonesia Petani Kopi Model CIPP Evaluasi Sangat Tidak Baik Sangat Baik Baik Cukup Baik Tidak Baik

2.8 Hipotesis

Sesuai dengan landasan teori yang sudah dibangun, maka diajukan beberapa hipotesis yang akan diuji kebenarannya sebagai berikut. 1. Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi terbentuknya kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan. 2. Pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan adalah baik. 3. Ada beberapa masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive sengaja yaitu di Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan. Alasan pemilihan daerah penelitian ini adalah berdasarkan informasi data primer yang diperoleh dari staf sustainability fasilitator PT. Volkopi Indonesia bahwa di daerah tersebut terdapat petani kopi arabika yang menjalin kesepakatan agribisnis kopi dengan PT. Volkopi Indonesia. Data populasi petani kopi Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan yang melaksanakan kesepakatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Data Populasi Petani Kopi dalam Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani di Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2014 No. Kecamatan Desa Asosiasi Petani Kopi Populasi Petani Kopi 1. Lintongnihuta Bonan Dolok Dosroha 23 2. Lintongnihuta Habeahan Sumber Rezeki 30 3. Lintongnihuta Lobutua Marasi 32 4. Lintongnihuta Naga Saribu II Bersatu 21 5. Lintongnihuta Naga Saribu IV Maju Nauli 32 6. Lintongnihuta Naga Saribu V Lestari 36 7. Lintongnihuta Parulohan Dosroha Mandiri Sejahtera 34 29 8. Lintongnihuta Sitio Dua Martunas 17 9. Lintongnihuta Si Tolu Bahal Guri Kencana Padot 24 21 10. Lintongnihuta Tapian Nauli Tepi Jalan Maju Bersama 14 14 11. Paranginan Lobutolong Habinsaran Kompak Tani Bethesda 29 19 12. Paranginan Lobutolong Induk Anugerah 30 Total 405 Sumber : PT. Volkopi Indonesia, 2014 diolah Selain itu, Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan merupakan produsen pertama terbesar dan ketiga terbesar kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Menurut Budiman 2012 saat ini, kopi arabika menguasai 70 persen pasar kopi dunia artinya permintaan kopi arabika di pasar internasional lebih tinggi dibandingkan jenis kopi lainnya. Data luas lahan dan produksi kopi di Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan dapat dilihat pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Data Luas Lahan dan Produksi Komiditi Kopi Arabika Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Tahun 2009-2011 No. Kecamatan Tahun 2009 2010 2011 Luas Lahan Ha Produksi ton Luas Lahan Ha Produksi ton Luas Lahan Ha Produksi ton 1. Pakkat 306,00 236,00 306,50 218,50 330,0 217,50 2. Onan Ganjang 936,50 640,50 943,50 676,30 1.137,5 678,30 3. Sijamapolang 564,00 390,20 568,00 409,80 701,0 408,80

4. Lintong

Nihuta 1.620,00 1.410,00 1.647,0 1.426,10 2.949,0 1.467,91 5. Paranginan 987,00 835,50 1.002,0 859,50 1.650,0 931,61 6. Doloksanggul 1.485,00 1.120,70 1.507,0 1.208,50 3.088,0 1.353,53 7. Pollung 709,00 588,50 714,50 587,20 854,5 572,91 8. Parlilitan 180,00 102,00 180,00 113,50 249,0 123,5 9. Tarabintang 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 10. Baktiraja 219,00 182,80 221,00 180,70 262,0 180,56 Sumber : Data Statistik Humbang Hasundutan dalam Angka, 2012 Diolah. Data pada Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa jumlah produksi kopi Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan pada Tahun 2009-2011 mengalami peningkatan. Jumlah produksi kopi Kecamatan Lintongnihuta pada Tahun 2009-2011 masing-masing yaitu 1.410,00 ton; 1.426,10 ton; dan 1.467,91 ton. Jumlah produksi kopi Kecamatan Paranginan pada Tahun 2009-2011 masing-masing yaitu 835,50 ton; 859,50 ton; dan 931,61 ton.

3.2 Metode Penarikan Sampel

Metode penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling , yaitu metode penarikan sampel berdasarkan kriteria atau tujuan tertentu disengaja. Kriteria tersebut yaitu hanya petani kopi yang melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi dengan PT. Volkopi Indonesia. Adapun jumlah populasi petani kopi di daerah penelitian adalah 405 KK Kepala Keluarga dan diambil sampel sebesar 80 KK. Penetapan besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus slovin. Keterangan : n : Sampel N : Populasi � : Margin Error 10 Sevilla, 1993 n = 405 1+405 0,01 n = 80,20 = 80 KK Populasi petani kopi yang melaksanakan kesepakatan agribisnis dengan PT. Volkopi Indonesia tersebar di dua belas desa yang terdapat di Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan. Agar penarikan sampel terhadap populasi merata di setiap desa maka peneliti membagikan jumlah sampel 80 KK dengan jumlah desa 12 desa yang menjadi daerah penarikan sampel, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut yaitu 8012 = 6,67. Berdasarkan perhitungan tersebut maka peneliti mengambil 6 sampai 7 sampel di setiap desa. n = � 1+�� 2

3.3 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini diperlukan data atau keterangan dan informasi. Untuk itu penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data primer adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada daerah penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan instrument pengamatan atau observasi, kuesioner, dan wawancara. Observasi dilakukan dengan mengamati secara langsung beberapa objek yang berkenaan dengan penelitian. Kuesioner berupa rangkaian pertanyaan yang disusun secara sistematis dalam sebuah daftar pertanyaan, kemudian diberikan kepada responden untuk diisi. Wawancara dilakukan dengan tanya jawab secara langsung kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kesepakatan ini. Metode pengumpulan data sekunder adalah metode pengumpulan data yang dilakukan melalui pengumpulan bahan kepustakaan yang dapat mendukung data primer. Metode pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen studi kepustakaan dan studi dokumentasi. Data yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan bersumber dari buku-buku, karya ilmiah, serta pendapat para ahli yang relevan dengan masalah penelitian. Sedangkan data yang dikumpulkan melalui studi dokumentasi dapat diperoleh dari dokumen atau laporan yang ada pada daerah penelitian yang masih relevan dengan objek yang sedang diteliti.

3.4 Metode Analisis Data

Hipotesis 1, dianalisis secara deskriptif yaitu dengan menjelaskan apa yang melatarbelakangi terbentuknya pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan. Hipotesis 2, dianalisis secara deskriftif menggunakan Model Evaluasi CIPP Context, Input, Process, Product dengan memberikan pertanyaan mengenai pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi dan pertanyaan tersebut hanya diberikan kepada petani karena petani yang akan melakukan penilaian terhadap pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan. Setiap jawaban dari sampel tersebut diberi skor berdasarkan pemberian skor atas pelaksanaan kesepakatan tersebut. Skor penilaiannya ditentukan sebagai berikut. ℘ Skor 5 diberikan jika jawaban “a sangat baik” ℘ Skor 4 diberikan jika jawaban “b baik” ℘ Skor 3 diberikan jika jawaban “c cukup baik” ℘ Skor 2 diberikan jika jawaban “d tidak baik” ℘ Skor 1 diberikan jika jawaban “e sangat tidak baik” Tabel 7. Indikator - indikator Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani No. Model CIPP Indikator Pelaksanaan Kesepakatan 1. Context 1. Perencanaan peningkatan pengetahuan petani mengenai budidaya tanaman kopi yang berkelanjutan artinya budidaya yang berpedoman pada kelangsungan lingkungan, sosial, dan ekonomi. 2. Perencanaan peningkatan kuantitas dan kualitas komoditi kopi yang akan dihasilkan dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 3. Perencanaan harga komoditi kopi yang akan dihasilkan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 4. Perencanaan peningkatan jumlah petani kopi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 5. Perencanaan penyediaan sarana dan prasarana penunjang dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 6. Perencanaan terjalinnya hubungan yang berkesinambungan dan lestari antara PT. Volkopi Indonesia dan petani. 2. Input 1. Kesiapan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 2. Adanya kepercayaan dari pihak yang melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi. 3. Adanya komunikasi yang terbuka dari pihak yang melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi. 4. Partisipasi keikutsertaan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 5. Penyuluhan dan pelatihan yang diberikan oleh staf sustainability PT. Volkopi Indonesia melalui Sekolah Lapang Kopi SL-Kopi. 6. Suplai sarana dan prasarana penunjang dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 3. Process 1. Kepatuhan petani kopi dalam memenuhi standarisasi proses produksi. 2. Kepatuhan petani kopi dalam memenuhi standarisasi hasil produksi. 3. Kepatuhan petani dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas komoditi kopi. 4. Frekuensi PT. Volkopi Indonesia dalam memonitor, mengevaluasi dan memberikan pembinaan kepada petani kopi. 5. Kepatuhan PT. Volkopi Indonesia dalam membeli komoditi kopi yang dihasilkan petani. 6. Kepatuhan PT. Volkopi Indonesia dalam penetapan harga dan pembayaran komoditi kopi yang dihasilkan petani. 4. Product 1. Peningkatan pengetahuan petani setelah pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 2. Peningkatan kuantitas dan kualitas ekspor kopi PT. Volkopi Indonesia. 3. Kemampuan petani kopi dalam menghasilkan kopi yang sesuai dengan standarisasi PT. Volkopi Indonesia. 4. Peningkatan jumlah petani kopi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 5. Peningkatan pendapatan petani setelah pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 6. Keinginan PT. Volkopi Indonesia dan petani untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi selama pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 7. Kepuasan PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi. Sumber : Diolah berdasarkan teori yang dibangun Untuk mengetahui hasil penjumlahan skor penilaian dari masing-masing indikator pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani, dapat dilihat pada Tabel 8 berikut. Tabel 8. Skor Penilaian Indikator Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani No. Model CIPP Jumlah Parameter Skor Nilai Rentang Penilaian 1. Context 6 1 – 5 6 – 30 2. Input 6 1 – 5 6 – 30 3. Process 6 1 – 5 6 – 30 4. Product 7 1 – 5 7 – 35 Total 25 25 – 125 Sumber : Indikator-indikator pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani diolah Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa hasil penilaian menghasilkan skor, dari skor tersebut akan ditentukan bagaimana pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani. Skor pelaksanaan kesepakatan tersebut berada diantara 25 - 125, dimana panjang kelas dapat dihitung dengan range di bagi jumlah kelas. Range adalah jarak atau selisih antara data terbesar dan terkecil Subagyo, 1992. Keterangan: Skor 105 - 125 : Pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi sangat baik Skor 85 - 105 : Pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi baik Skor 65 - 85 : Pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi cukup baik Skor 45 - 65 : Pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi tidak baik Skor 25 - 45 : Pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi sangat tidak baik Hipotesis 3, dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif yaitu dengan menjelaskan masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan.

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penelitian ini, maka dibuat beberapa definisi dan batasan operasional sebagai berikut.

3.5.1 Definisi

1. Tanaman kopi adalah tanaman penyegar yang dibudidayakan oleh petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan serta memiliki nilai ekonomis. 2. Kesepakatan agribisnis kopi adalah kerjasama dalam kegiatan penyediaan input produksi, proses produksi, pengolahan pasca panen dan pemasaran kopi yang dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia dengan petani. Kegiatan- kegiatan dalam kerjasama tersebut dilaksanakan berdasarkan hal-hal yang telah disepakati sebelumnya dan harus ditaati secara bersama-sama oleh PT. Voklopi Indonesia dan petani. Inisiatif PT. Volkopi Indonesia lebih mendominasi penetapan hal-hal yang disepakati dalam kegiatan-kegiatan kerjasama tersebut, seperti penetapan harga kopi; penetapan teknik dan waktu pemangkasan, pemupukan, dan pemanenan; penetapan proses dan teknik pengolahan pasca panen; dan penetapan kualitas produk yang akan dihasilkan oleh petani. 3. PT. Volkopi Indonesia adalah perusahaan yang mengadakan kesepakatan agribisnis dengan petani dan membeli hasil produksi kopi petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan. 4. Petani kopi adalah petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan yang melakukan budidaya kopi dan mengadakan kesepakatan agribisnis dengan PT. Volkopi Indonesia. 5. Indikator kesepakatan agribisnis kopi adalah item-item penciri yang menggambarkan situasi pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan. 6. Pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi adalah kegiatan menaati dan melakukan hal-hal yang telah disepakati oleh PT. Volkopi Indonesia dengan petani kopi Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan. 7. Evaluasi adalah kegiatan penilaian oleh petani peserta kesepakatan agribisnis kopi terhadap pelaksanaan indikator kesepakatan agribisnis antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani kopi Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan. 8. Model CIPP adalah model evaluasi yang berlandaskan pada empat dimensi yaitu dimensi context, dimensi input, dimensi process, dan dimensi product dengan maksud membandingkan pelaksanaan kesepakatan dari berbagai dimensi dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi mengenai kekuatan dan kelemahan pelaksanaan kesepakatan yang dievaluasi. 9. Skor sangat baik adalah skor pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi yang berada diantara skor 105 - 125. 10. Skor baik adalah skor pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi yang berada diantara skor 85 - 105. 11. Skor cukup baik adalah skor pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi yang berada diantara skor 65 - 85. 12. Skor tidak baik adalah skor pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi yang berada diantara skor 45 - 65. 13. Skor sangat tidak baik adalah skor pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi yang berada diantara skor 25 - 45.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Lokasi penelitian adalah Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan. 2. Sampel penelitian adalah petani kopi peserta kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan. 3. Petani peserta kesepakatan yang akan melakukan penilaian terhadap pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan. Batasan ini dibuat, karena pada umumnya suatu perusahaan yang menjadi pihak yang menjalin kesepakatan bisnis dengan petani cenderung mendominasi dalam penetapan dan pelaksanaan hal-hal yang disepakati dalam kesepakatan. 4. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014 – Januari 2015.

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1 Kecamatan Lintongnihuta

4.1.1 Letak Geografis, Batas dan Luas Wilayah Daerah Penelitian

Kecamatan Lintongnihuta merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Lintongnihuta terletak di 2 °13’LU - 2°20’LU dan 98°47’BT - 98°57’BT dengan luas wilayah 18.126,03 Ha dan memiliki jumlah penduduk sebesar 67.226 jiwa. Kecamatan ini terdiri dari 22 Desa yaitu Desa Hutasoit I, Desa Hutasoit II, Desa Nagasaribu I, Desa Nagasaribu II, Desa Nagasaribu III, Desa Nagasaribu IV, Desa Nagasaribu V, Desa Lobutua, Desa Pargaulan, Desa Siharjulu, Desa Sibuntuon Parpea, Desa Sibuntuon Partur, Desa Sitolu Bahal, Desa Tapian Nauli, Desa Siponjot, Desa Dolok Margu, Desa Sitio Dua, Desa Bonan Dolok, Desa Sigompul, Desa Sigumpar, Desa Parulohan, dan Desa Habeahan. Kecamatan Lintongnihuta berada pada ketinggian 1.000 - 1.500 m di atas permukaan laut, wilayah ini berbatasan dengan: Sebelah Utara : Kecamatan Bakti Raja dan Kecamatan Muara Sebelah Selatan : Kecamatan Pagaran Kabupaten Tapanuli Utara Sebelah Barat : Kecamatan Doloksanggul Sebelah Timur : Kecamatan Paranginan dan Kecamatan Siborong-borong Secara topografis Kecamatan Lintongnihuta terdiri dari wilayah dataran tinggi, Tanah di Kecamatan Lintongnihuta merupakan tanah yang kering dan basah. Suhu udara di Kecamatan Lintongnihuta berkisar antara 16 °C - 19°C dengan curah hujan 2000 - 3000 mmtahun, curah hujan rata-rata 161,08 mm. Jarak tempuh dari Kecamatan Lintongnihuta ke ibukota Kabupaten ± 15 Km dan jarak ke ibukota Provinsi ± 60 Km. Waktu tempuh ke ibukota Kabupaten 10 menit, waktu tempuh ke ibu kota Provinsi 5 jam, dan waktu tempuh ke pusat fasilitas umum terdekat ekonomi, kesehatan, dan pemerintahan ± 5-10 menit.

4.1.2 Tata Guna Lahan

Sebagian besar lahan yang ada di Kecamatan Lintongnihuta diperuntukkan untuk kegiatan pertanian, secara rinci pola penggunaan lahan di Kecamatan Lintongnihuta dapat dilihat pada Tabel 9 berikut. Tabel 9. Keadaan Tata Guna Tanah di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013 No. Jenis Penggunaan Lahan Luas Ha Persentase 1. Tanah Sawah 1.992,00 10,99 2. Tanah Kering 15.072,73 83,16 3. Bangunan Pekarangan 374,08 2,06 4. Lainnya 687,22 3,79 Total 18.126,03 100,00 Sumber: KCDA Kabupaten Humbang Hasundutan Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa pemakaian lahan terluas adalah tanah kering dengan luas 15.190,17 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di Kecamatan Lintongnihuta umumnya bertani.

4.1.3 Keadaan Penduduk

Distribusi jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2013 dapat di lihat pada Tabel 10 berikut. Tabel 10. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013 No. Jenis Kelamin Luas Ha Persentase 1. Laki-laki 15.075 50.45 2. Perempuan 14.805 49.55 Total 29.880 100.00 Sumber: KCDA Kabupaten Humbang Hasundutan Berdasarkan data pada Tabel 10 jumlah penduduk Kecamatan Lintongnihuta terdiri dari 29.880 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 15.075 jiwa dan perempuan 14.805 jiwa.

4.1.4 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan bagian infrastruktur yang penting dalam kehidupan bermasyarakat dan berperan dalam menunjang proses pembangunan di suatu daerah. Keberhasilan pembangunan dan maju atau tidaknya suatu daerah dapat dilihat pada kelengkapan sarana dan prasarana yang terdapat di daerah tersebut. Dengan tersedianya sarana prasarana yang memadai dapat mempercepat akses informasi, meningkatkan nilai investasi, dan meningkatkan penggunaan teknologi yang tentunya bermanfaat dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Untuk mengetahui sarana dan prasarana yang terdapat di Kecamatan Lintongnihuta dapat dilihat pada Tabel 11 berikut. Tabel 11. Sarana dan Prasarana yang terdapat di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013 No. Sarana dan Prasarana Jumlah 1. Sarana Pendidikan TK 3 SD Negeri 27 SMP Negeri 5 SMA Negeri 2 SMK Negeri 2 2. Jalan Km Aspal 70,8 Diperkeras 142,6 Jalan Tanah 112,0 Jalan Setapak 114,9 3. Koperasi 19 Sumber : KCDA Kabupaten Humbang Hasundutan Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa sarana dan prasarana yang dimiliki Kecamatan Lintongnihuta cukup memadai. Sarana dan prasarana tersebut dapat digunakan untuk menopang dan mendukung setiap aktivitas penduduk di Kecamatan Lintongnihuta. Selain itu, infrastruktur yang demikian tentunya dapat membantu masyarakat dalam mengelola dan mengembangkan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimilikinya. Selain sarana dan prasarana di atas, di Kecamatan Lintongnihuta juga terdapat sarana dan prasarana yang mendukung sektor pertanian yaitu enam orang tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan PPL yang bertugas di seluruh desa Kecamatan Lintongnihuta, seratus lima Kelompok Tani namun yang aktif hanya enam puluh tujuh Kelompok Tani, tiga belas Gapoktan dan yang aktif hingga saat ini hanya delapan Gapoktan, tiga kios pupuk bersubsidi, enam jasa pengilingan kopi, serta tiga toko yang menjual alat-alat dan mesin-mesin pertanian alsintan. Pada umumnya Gapoktan yang ada di Kecamatan Lintongnihuta merupakan kumpulan kelompok tani tanaman pangan dan belum ada Gapoktan kelompok tani tanaman perkebunan khususnya tanaman kopi. Tenaga PPL yang ada di Kecamatan Lintongnihuta juga belum ada yang ditugaskan khusus dalam kegitan pembinaan, penyuluhan dan pelatihan terhadah petani kopi mengenai pengelolaan perkebunan kopi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sarana dan prasarana pendukung usahatani kopi di Kecamatan Lintongnihuta sudah cukup memadai namun penggunaan dan pemanfaatannya belum optimal. Kerjasama antara PT. Volkopi Indonesia dengan tenaga PPL sebagai jembatan informasi perlu ditingkatkan dengan cara mengingkatkan komunikasi yang intens dalam memberikan informasi mengenai pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi, bimbingan teknis, dan pelatihan teknologi pertanian yang baru kepada petani di daerah penelitian. Selain itu penambahan jumlah tenaga PPL juga diperlukan terkait dengan jumlah populasi petani kopi yang ada di daerah penelitian sehingga proses pembinaan, penyuluhan dan pelatihan terhadap petani lebih efektif dan efisien.

4.2 Kecamatan Paranginan

4.2.1 Letak Geografis, Batas dan Luas Wilayah Daerah Penelitian

Kecamatan Paranginan merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Paranginan terletak di 2 °13’LU - 2°20’LU dan 98°47’BT - 98°57’BT. Kecamatan ini terdiri dari 11 Desa yaitu Desa Paranginan Utara, Desa Lumban Sialaman, Desa Lumban Barat, Desa Lobu Tolong, Desa Sihonongan, Desa Paranginan Selatan, Desa Pearung, Desa Siborutorop, Desa Lumban Sianturi, Desa Lobu Tolong Habisaran, dan Desa Pearung Silali. Luas wilayah Kecamatan Paranginan adalah 4.778,06 Ha dengan jumlah penduduk sebesar 12.639 jiwa. Kecamatan Paranginan berada pada ketinggian 1.000 – 1.500 m di atas permukaan laut, wilayah ini berbatasan dengan: Sebelah Utara : Kecamatan Muara Sebelah Selatan : Kecamatan Siborong-borong Sebelah Barat : Kecamatan Lintongnihuta Sebelah Timur : Kecamatan Muara Secara topografis Kecamatan Paranginan terdiri dari wilayah dataran tinggi, Suhu udara di Kecamatan Paranginan berkisar antara 16 °C - 19°C dengan curah hujan 2000 - 3000 mmtahun, curah hujan rata-rata 132,33 mm. Kecamatan Paranginan ke ibukota Kabupaten ± 24 Km dan jarak ke ibukota Provinsi ± 70 Km. Waktu tempuh ke ibukota Kabupaten 20 menit, waktu tempuh ke ibu kota Provinsi 5 jam 45 menit, dan waktu tempuh ke pusat fasilitas umum terdekat ekonomi, kesehatan, dan pemerintahan ± 5-10 menit.

4.2.2 Tata Guna Lahan

Sebagian besar lahan yang ada di Kecamatan Paranginan diperuntukkan untuk kegiatan pertanian, secara rinci pola penggunaan lahan di Kecamatan Paranginan dapat dilihat pada Tabel 12 berikut. Tabel 12. Keadaan Tata Guna Tanah di Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hansundutan Tahun 2013 No. Jenis Penggunaan Lahan Luas Ha Persentase 1. Tanah Sawah 762,02 15,95 2. Tanah Kering 3.722,00 77,89 3. Bangunan Pekarangan 123,05 2,58 4. Lainnya 170,99 3,58 Total 4.778,06 100,00 Sumber: KCDA Kabupaten Humbang Hasundutan Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa pemakaian lahan terluas adalah tanah kering dengan luas 3.772 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di Kecamatan Paranginan umumnya bertani.

4.2.3 Keadaan Penduduk

Distribusi jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2013 dapat di lihat pada Tabel 13 berikut. Tabel 13. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013 No. Jenis Kelamin Luas Ha Persentase 1. Laki-laki 6.280 49.69 2. Perempuan 6.359 50.31 Total 12.639 100.00 Sumber: KCDA Kabupaten Humbang Hasundutan Berdasarkan data pada Tabel 13 jumlah penduduk Kecamatan Paranginan terdiri dari 12.639 jiwa dengan jumlah laki-laki 6.280 jiwa dan perempuan 6.359 jiwa.

4.2.4 Sarana dan Prasarana

Untuk mengetahui sarana dan prasarana yang terdapat di Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan dapat dilihat pada Tabel 14 berikut. Tabel 14. Sarana dan Prasarana yang terdapat di Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013 No. Sarana dan Prasarana Jumlah 1. Sarana Pendidikan SD 13 SMP 1 SMA 1 2. Jalan Km Aspal 52,5 Diperkeras 74,3 Jalan Tanah 83,0 Jalan Setapak 59,0 3. Koperasi 3 Sumber : KCDA Kabupaten Humbang Hasundutan Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa sarana dan prasarana yang dimiliki Kecamatan Paranginan cukup memadai. Selain sarana dan prasarana di atas, di Kecamatan Paranginan juga terdapat sarana dan prasarana yang mendukung sektor pertanian yaitu dua orang tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan PPL yang bertugas di seluruh desa Kecamatan Paranginan, enam puluh tujuh Kelompok Tani, dua kios pupuk bersubsidi, satu kilang kopi, jasa penyewaan traktor yang merupakan subsidi dari pemerintah setempat. Namun di Kecamatan Paranginan belum ada toko yang menjual mesin-mesin dan alat pertanian alsintan. Pada umumnya Gapoktan yang ada di Kecamatan Lintongnihuta merupakan kumpulan kelompok tani tanaman pangan dan belum ada Gapoktan kelompok tani tanaman perkebunan khususnya tanaman kopi. Tenaga PPL yang ada di Kecamatan Lintongnihuta juga belum ada yang ditugaskan khusus dalam kegitan pembinaan, penyuluhan dan pelatihan terhadah petani kopi mengenai pengelolaan perkebunan kopi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sarana dan prasarana pendukung usahatani kopi di Kecamatan Lintongnihuta sudah cukup memadai namun penggunaan dan pemanfaatannya belum optimal.

4.3 Karakteristik Petani Sampel

Adapun karakteristik petani sampel dalam penelitian ini meliputi luas lahan, umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman bertani. Karakteristik petani sampel dapat dilihat pada Tabel 15 berikut. Tabel 15. Karakteristik Petani Sampel Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan dalam Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi dengan PT. Volkopi Indonesia Tahun 2014 No. Karakteristik Range Rataan 1. Luas lahan Ha 0,06-2,00 0,49 2. Umur Tahun 20-76 44,34 3. Lama Pendidikan Tahun 0-16 10,41 4. Pengalaman Bertani Tahun 2-57 18,68 Sumber : Analisis data primer, Lampiran 2 Berdasarkan data pada Tabel 15 menunjukkan bahwa rataan luas lahan petani adalah 0,49 Ha, dengan range 0,06 – 2,00 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan petani sampel masih tergolong sempit. Sedangkan Umur petani sampel berada pada range 20-76 tahun dengan rataan 44,34 tahun. Data ini menjelaskan bahwa petani sampel masih berada pada kategori usia produktif. Pendidikan formal merupakan salah satu faktor penting dalam mengelola usahatani. Lama pendidikan formal petani sampel berada pada range 0-16 dengan rataan 10,41 tahun. Dengan demikian wawasan dan pengetahuan serta cara berpikir dan bertindak petani sampel dalam mengelola usahataninya sudah tergolong baik. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan petani dalam mengelola usahataninya adalah lama bertani. Rataan lama bertani atau pengalaman bertani adalah 18,68 tahun dengan range 2-57 tahun. Dapat diasumsikan bahwa petani sampel adalah petani berpengalaman.

4.4 PT. Volkopi Indonesia

PT. Volkopi Indonesia adalah perusahaan dagang tingkat eksportir yang berada di bawah naungan Volcafe yang telah berdiri sejak tahun 1995. Perusahaan ini khusus mengekspor kopi arabika dan robusta. Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor kopi antara lain USA, Korea Selatan, China, Australia, Jepang, Swiss, dan Belanda. Daerah-daerah yang menjadi tempat memasok kopi antara lain Takengon Aceh, Lintongnihuta, Simalungun, Sidikalang, dan Lampung. Kantor pusat perusahaan ini berada di jalan Pelajar Timur gang Sempurna, No. 15, Medan. Saat ini, telah dibuka kantor cabang perusahaan di empat daerah, yaitu: Takengon Aceh, Lintongnihuta, Simalungun, dan Lampung. Kantor cabang PT. Volkopi Indonesia yang terdapat di daerah penelitian adalah kantor cabang Lintongnihuta. Kantor cabang tersebut dipimpin oleh seorang manajer. Kinerja manajer didukung oleh beberapa staf yaitu staf pembelian kopi, staf sustainability fasilitator, serta staf gudang dan pengangkutan. Tugas dari masing-masing staf yaitu: 1. Staf pembelian bertugas menilai kualitas kopi dan menetapkan harga kopi; 2. Staf sustainability fasilitator bertugas mengadakan TOT Training of Trainer kepada setiap ketua Asosiasi Petani Kopi Aspek, mengedukasi, memberi pelatihan dan mendampingi petani anggota Aspek dalam mengelola kebunnya serta melakukan audit internal terhadap kebun kopi petani; 3. Staf gudang dan pengakutan bertugas mengangkut kopi dari tempat penampungan hasil kopi anggota Aspek ke gudang, kemudian menimbang kopi, menyimpan dan mengemas biji kopi ke dalam karung. Kantor cabang tersebut juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas, seperti: kantor untuk manajer dan staf, satu mess untuk staf dan karyawan, gudang, tiga kendaraan roda empat dan empat kendaraan roda dua, delapan lantai jemur. Lantai jemur tesebut dapat digunakan oleh para pedagang pengumpul ditingkat desa dan kecamatan yang disebut juga TokePanjuhar untuk menjemur biji kopi. Namun hal ini tergantung pada tinggi rendahnya produksi kopi yang dijual oleh petani setempat, jika produksi kopi sedang tinggi maka lantai jemur hanya digunakan oleh PT. Volkopi Indonesia. Tujuan awal didirikannya kantor cabang Lintongnihuta adalah untuk membeli dan menampung kopi dari para TokePanjuhar. Prosedur penjualan dan pembelian kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan TokePanjuhar, yaitu: 1. Para TokePanjuhar terlebih dahulu menawarkan kopi ke kantor cabang perusahaan. 2. Kantor cabang perusahaan akan memberitahu kantor pusat PT.Volkopi Indonesia mengenai penawaran kopi tersebut. Jika PT. Volkopi Indonesia membutuhkan kopi, perusahaan akan meminta sampel kopi TokePanjuhar tersebut. 3. TokePanjuhar menyiapkan sampel kopi yang diminta oleh PT. Volkopi Indonesia. Selanjutnya, sampel tersebut akan dikirim ke kantor pusat untuk dilakukan uji kualitas kopi. 4. Setelah dilakukan uji kualitas terhadap kopi tesebut dan lulus uji maka PT. Volkopi Indonesia akan melakukan negosiasi harga dengan TokePanjuhar. 5. PT. Volkopi Indonesia dan TokePanjuhar melakukan transaksi jual beli kopi apabila telah dicapai kesepakatan harga. PT. Volkopi Indonesia hanya akan membeli kopi dari TokePanjuhar apabila telah memenuhi standarisasi kualitas ekspor kopi perusahaan. Kopi yang dijual para TokePanjuhar harus dalam bentuk asalan artinya telah dilakukan pengolahan pasca panen yaitu pelepasan kulit ari dan penjemuran biji kopi hingga mencapai kadar air 13. Selain itu, pihak perusahaan juga bersedia membeli kopi dari petani yang tinggal disekitar lingkungan perusahaan. Namun saat ini, perusahaan hanya akan membeli kopi dari petani bukan perserta kesepakatan jika kopi yang dihasilkan oleh petani tersebut memenuhi standar kualitas ekspor kopi. Harga yang diterima oleh masing-masing petani dan TokePanjuhar berbeda disesuaikan dengan kualitas kopi. Kopi petani tersebut cenderung mendapat harga yang lebih rendah karena petani belum serius dalam menghasilkan kopi kualitas baik dan belum mengalami pengolahan pasca panen seperti yang telah dilakukan para TokePanjuhar. PT. Volkopi Indonesia memasarkan kopi melalui forum eksebisi yang dihadiri oleh beberapa calon buyer pembeli yang berasal dari berbagai negara. Ketika calon-calon buyer tersebut merasa tertarik terhadap presentasi kopi yang dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia maka mereka akan melakukan peninjauan ke lahan petani dan ke kantor cabang perusahaan agar mereka dapat melihat bagaimana mobilisasi perusahaan dalam mengarahkan dan mengkoordinasi petani dalam proses budidaya dan pengolahan pascapanen kopi. Selanjutnya, PT. Volkopi Indonesia dan calon buyer akan melakukan kontrak pembelian kopi berdasarkan kualitas, kuantitas, dan waktu yang telah disepakati dalam kontrak tersebut.

4.5 Sekolah Lapang Kopi SL-Kopi

Sekolah Lapang Kopi SL-Kopi merupakan suatu Program Pembinaan Penyuluhan dan Pelatihan yang dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia terhadap petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan mengenai pengelolaan perkebunan kopi yang berpedoman pada prinsip-prinsip pertanian kopi terpadu. Tujuan, sasaran dan prioritas PT. Volkopi Indonesia dari pengadaan Program SL-Kopi, antara lain: 1. Peningkatan pemahaman dan pengetahuan petani mengenai budidaya tanaman kopi yang berkelanjutan artinya budidaya yang berpedoman pada kelangsungan lingkungan, sosial, dan ekonomi; 2. Peningkatan produksi dan kualitas komoditi kopi; 3. Peningkatan kesejahteraan petani; dan 4. Terjalinnya hubungan yang berkesinambungan dan lestari antara perusahaan dengan petani. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi petani untuk mengikuti Program SL-Kopi, antara lain: a. Petani sedang mengusahakan minimal 300 batang kopi pada kebun kopi. b. Petani berusia maksimal 55 tahun. Jika petani telah memenuhi syarat-syarat di atas, maka petani akan dibina dalam Program SL-Kopi lebih kurang tiga bulan, selama sepuluh kali pertemuan yang diadakan setiap satu kali dalam seminggu. Petani yang telah mengikuti program tersebut tersebar di dua belas desa yang ada di Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan. Desa-desa yang terdapat petani binaan Program SL-kopi, antara lain: Desa Bonan Dolok, Desa Habeahan, Desa Lobutolong Habinsaran, Desa Lobutolong Induk, Desa Lobu Tua, Desa Naga Saribu II, Desa Naga Saribu IV, Desa Naga Saribu V, Desa Parulohan, Desa Sitio Dua, Desa Sitolu Bahal, dan Desa Tapian Nauli. Adapun materi-materi yang dipelajari oleh petani selama pertemuan pertama hingga petemuan kesepuluh pada pelaksanaan Program Pembinaan Penyuluhan dan Pelatihan melalui Program SL-Kopi mengenai kegiatan-kegiatan pengelolaan perkebunan kopi yang berpedoman pada prinsip-prinsip pertanian kopi terpadu, seperti kegiatan proses produksi atau budidaya dan kegiatan pengolahan pasca panen dapat dilihat pada Tabel 16 berikut. Tabel 16. Materi-materi Pengelolaan Perkebunan Kopi dalam Pelaksanaan Program Pembinaan Penyuluhan dan Pelatihan terhadap Petani pada Sekolah Lapang Kopi SL-Kopi Tahun 2012 Pertemuan Ke- Materi yang dipelajari Kegiatan Pengelolaan Perkebunan Kopi Kegiatan Proses Produksi atau Budidaya Kegiatan Pengolahan Pasca Panen I Ekosistem dan Agroekosistem Kopi √ II Botani dan Sistematika Tanaman Kopi √ III Persiapan Benih dan Pembibitan Kopi √ IV Perbanyakan Tanaman Kopi secara Vegetatif √ V Pohon Pelindung dan Pengelolaan Pohon Pelindung √ VI Persiapan Lahan dan Penanaman √ VII Pemangkasan Kopi √ VIII Hama dan Penyakit Kopi serta Pengendaliannya √ IX Pengelolaan Hara Tanaman Kopi √ X Penanganan Panen dan Pasca Panen Kopi √ Sumber : PT. Volkopi Indonesia, 2012 diolah Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa materi-materi yang dipelajari oleh petani melalui Program SL-Kopi dalam kegiatan proses produksi atau budidaya, yaitu: Ekosistem dan Agroekosistem Kopi, Botani dan Sistematika Tanaman Kopi, Persiapan Benih dan Pembibitan Kopi, Perbanyakan Tanaman Kopi secara Vegetatif, Pohon Pelindung dan Pengelolaan Pohon Pelindung, Persiapan Lahan dan Penanaman, Pemangkasan Kopi, Hama dan Penyakit Kopi serta Pengendaliannya, dan Pengelolaan Hara Tanaman Kopi. Ada beberapa pedoman atau standar kegiatan proses produksi atau budidaya yang harus diterapkan oleh petani pada kebunnya, antara lain: a. Perbanyakan Tanaman Tepat Perbanyakan tanaman yang dianjurkan kepada petani, yaitu: pebanyakan tanaman dapat dilakukan secara generatif dan vegetatif. Perbanyakan secara generatif harus menggunakan benih yang tidak terserang penyakit, tidak cacat dan memiliki ukuran normal dan berwarna merah kehitaman saat buah matang. Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan cara menyambung dua jaringan tanaman dan setek. Bagian tanaman yang digunakan untuk menyambung dua jaringan tanaman, bagian batang bawah harus memiliki perakaran yang kuat sedangkan bagian batang atas diambil dari tanaman yang memiliki produktivitas tinggi. Perbanyakan secara setek harus memperhatikan umur tanaman, sebab umur tanaman kopi yang semakin menua, kemampuannya untuk mengeluarkan akar akan semakin menurun. b. Penaungan Tepat Penaungan yang dianjurkan kepada petani, yaitu: penaungan terhadap tanaman kopi dilakukan sebelum kebun ditanami kopi dengan menanam pohon pelindung sementara dan pohon pelindung permanen. Pohon pelindung sementara yang dapat dipakai yaitu tanaman semusim penghasil pangan seperti jagung, tanaman ini dapat ditanam sampai tanaman kopi berumur kuang dari 3 tahun. Pohon pelindung permanen yang dapat ditanam, antara lain: lamtoro, sengon, dadap, dan cemara. c. Penanaman Tepat Proses penanaman yang dianjurkan kepada petani, yaitu: petani sebaiknya terlebih dahulu mempersiapkan lubang tanam dua bulan sebelum penanaman dengan ukuran lubang tanam 60cm x 60 cm x 60cm dan jarak tanam adalah 2,5m x 2,5m. Lubang tanam diberi kompos sebanyak 10 kg dan dolomit 20 gr ± satu sendok makan. Penanaman dilakukan pada musim penghujan bulan November sampai dengan Desember d. Pemangkasan Tepat Pemangkasan yang dianjurkan kepada petani, yaitu: pemangkasan bentuk yang dilakukan sekali dalam setahun, pemangkasan rutin terhadap tunas air atau wiwilan yang dilakukan sekali dalam tiga bulan, dan pemangkasan lepas panen untuk merangsang proses pembungaan dan pembuahan pada kopi. e. Pengendalian Hama dan Penyakit Tepat Pengendalian hama dan penyakit yang dianjurkan kepada petani, yaitu pengenlalian secara mekanis dan kimiawi. Pengedalian mekanis dapat dilakukan dengan kultur teknis yaitu dengan melakukan sanitasi terhadap pohon kopi dari biji kopi pada batang dan biji kopi yang telah jatuh di tanah sekitar tanaman yang sudah terserang hama penggerek buahBroca dan pemanfaatan musuh alamiah dengan penyemprotan jamur Beuveria bassianna. Pengendalaian kimiawi dilakukan dengan pemasangan Trap perangkap Broca yang terdiri dari larutan etanol dan metanol. f. Pemupukan Tepat Pemupukan yang dianjurkan kepada petani, yaitu: pemupukan sebaiknya dilakukan dua kali dalam setahun atau enam bulan sekali pada awal musim penghujan dan akhir musim penghujan. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kimia yaitu NPK-Phonska dengan dosis 200grpohon kopi dan pupuk kompos sebanyak 3 kgpohon kopi. Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa materi-materi yang dipelajari oleh petani melalui Program SL-Kopi dalam kegiatan pengolahan pasca panen, yaitu: Penanganan Panen dan Pasca Panen Kopi. Ada beberapa pedoman atau standar kegiatan pengolahan pasca panen yang harus diterapkan oleh petani, antara lain: a. Pemanenan Tepat Pemanenan yang dianjurkan kepada petani, yaitu: sebaiknya petani melakukan pemanenan kopi setiap satu kali dalam minggu saat produksi kopi melimpah awal bulan April hingga awal bulan Juni dan akhir bulan September hingga akhir bulan November dan 2-3 minggu sekali saat produksi kopi rendah. Buah kopi yang dipanen merupakan buah kopi yang telah matang, berwarrna merah dan tidak memungut buah kopi masak yang telah jatuh di tanah dekitar pohon kopi. b. Pengolahan Pasca Panen Tepat Pengolahan pasca panen yang dianjurkan kepada petani, yaitu: sebaiknya petani melakukan pengilingan kopi sebelum delapan jam setelah kopi dipetik, melakukan fermentasi perendaman biji kopi selama dua belas jam dan pencucian kopi dengan air bersih serta membuang kopi yang terapung di dalam wadah pencucian, melakukan penjemuran biji kopi selama 3-4 jam di tempat yang bersih. Setelah dijemur dilakukan pendinginan atau kopi dianginkan terlebih dahulu pada tempat yang bersih yang tidak dekat dengan bensin ataupun oli, karena kopi sifatnya mudah menyerap bau dari zat-zat yang ada di sekitarnya. Petani melakukan sortasi yakni pemisahan biji-biji kopi kualitas baik dengan biji-biji kopi yang kualitasnya rendah, setelah itu kopi dikemas ke dalam karung yang bersih.

4.6 Asosiasi Petani Kopi Aspek

Asosiasi Petani Kopi Aspek adalah suatu kumpulan atau gabungan dari dua orang atau lebih petani kopi sebagai wadah untuk meningkatkan produksi dan produktivitas hasil perkebunan kopi yang dilaksanakan dengan swakarsa dan swadana dari, oleh dan untuk anggota. Asosiasi tersebut memiliki pengurus yang dipilih dan ditetapkan secara bersama-sama oleh seluruh anggota. Pengurus asosiasi terdiri dari ketua, sekertaris, dan bendahara. Aspek berfungsi sebagai: 1. Wadah Sistem Dagang Bersama SDB bagi petani yang menjembatani kesepakatan agribisnis kopi dengan PT. Volkopi Indonesia; 2. Wadahtempat berbagi informasi mengenai budidaya komoditi kopi yang baik sehingga dapat meningkatkan jumlah produksi dan mutu kopi. Pembentukan Aspek pada daerah penelitian dilakukan secara bersama- sama oleh petani, PT. Volkopi Indonesia dan pemerintah daerah setempat. Tujuan utama dibentuknya Aspek tersebut yaitu untuk memudahkan mobilisasi SL-Kopi dikalangan petani. Ditiap desa dibentuk satu atau lebih Aspek yang diketuai oleh seorang petani andalan yang disebut Kader Key Farmer. Syarat-syarat menjadi anggota Aspek adalah sebagai berikut. a. Yang menjadi anggota Asosiasi adalah petani kopi yang bertempat tinggal di desa dan kecamatan setempat. b. Telah menyetujui isi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dalam ketentuan-ketentuan Asosiasi yang berlaku. c. Bertempat tinggal, bekerja dan berusaha diruang lingkup keanggotaan Asosiasi. d. Anggota yang telah terdaftar pada salah satu Asosiasi tidak dapat dimasuki oleh anggota asosiasi lainnya yang sejenis. e. Telah mengikuti program Sekolah Lapang Kopi yang diselenggarakan PT. Volkopi Indonesia atau mengikuti pembinaan pengelolaan kebun kopi oleh Kader petani kopi. Sebelum Kader dan anggota Aspek mengikuti SL-Kopi, Kader terlebih dahulu mengikuti evaluasi mengenai sejauh mana pemahamannya tentang kopi. Setelah itu, Kader akan diedukasi dan dilatih mengenai usahatani kopi yang baik oleh staf sustainability fasilitator melalui Program Training of Trainer TOT. Program TOT dilaksanakan selama satu minggu dan diakhir pelaksanaan program tersebut, dilakukan evaluasi kembali untuk mengetahui apakah pengetahuan dan kemampuan Kader mengalami peningkatan. Dengan adanya pembekalan yang dilakukan melalui Program TOT terhadap Kader tentunya akan memberikan kemudahan dalam melakukan tugas-tugasnya selama memimpin Aspek. Tugas- tugas yang akan dilaksanakan Kader dalam mengurus Aspek yang dipimpinnya, antara lain: 1. Penjembatani pihak perusahaan dengan petani; 2. Pembawa informasi mengenai budidaya komoditi kopi yang baik kepada anggota Aspeknya; 3. Bertanggung jawab mengorganisir para petani agar tetap melakukan kegiatan usahatani sesuai dengan prinsip-prinsip pertanian kopi terpadu seperti yang telah dipelajari di Sekolah Lapang Kopi SL-Kopi; 4. Menampung dan mengumpulkan biji kopi. Pelaksanaan Program TOT ini baru berjalan selama dua tahun, TOT angkatan petama menghasilkan 16 Kader. Sedangkan TOT angkatan kedua baru dilaksanakan pada tanggal 10 Juni 2014. Saat ini telah terbentuk 16 Aspek yang tersebar di dua belas desa yang ada di Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan. Aspek-aspek yang telah terbentuk tersebut dapat dilihat pada Tabel 17 berikut. Tabel 17. Data Asosiasi Petani Kopi Aspek Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Parangian Tahun 2014 No. Asosiasi Petani Kopi Aspek Alamat Aspek Jumlah Anggota Aspek 1. Dosroha Bonan Dolok 23 2. Sumber Rezeki Habeahan 30 3. Marasi Lobutua 32 4. Bersatu Naga Saribu II 21 5. Maju Nauli Naga Saribu IV 32 6. Lestari Naga Saribu V 36 7. Dosroha Parulohan 34 8. Mandiri Sejahtera Parulohan 29 9. Martunas Sitio Dua 17 10. Guri Kencana Si Tolu Bahal 24 11. Padot Si Tolu Bahal 21 12. Tepi Jalan Tapian Nauli 14 13. Maju Bersama Tapian Nauli 14 14. Kompak Tani Lobutolong Habinsaran 29 15. Bethesda Lobutolong Habinsaran 19 16. Anugerah Lobutolong Induk 30 Sumber: PT. Volkopi Indonesia, 2014 diolah

4.7 Subsistem Agribisnis Kopi dan KewajibanTugas Masing-masing PT.

Volkopi Indonesia dan Petani dalam Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi Dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani telah disepakati beberapa hal, antara lain: 1. PT. Volkopi Indonesia memfasilitasi semua alat-alat dan bahan-bahan praktek selama melaksanakan Program Sekolah Lapang Kopi SL-Kopi dalam sepuluh kali pertemuan; 2. Pihak petani bersedia menerapkan apa yang sudah dipelajari di SL-Kopi pada kebunnya; 3. Menjaga kelestarian kebun kopi; 4. Tidak mempergunakan pestisida yang dilarang WHO; 5. Memakai Alat-alat Perlindungan Diri APD pada saat penyemprotan, contoh: sepatu boot, sarung tangan, masker, kacamata, jaket pelindung; 6. Tidak memperkerjakan anak dibawah umur, menjaga sumber air dan musuh alami; 7. Bersedia diaudit internal dari PT. Volkopi Indonesia dan eksternal dari lembaga sertifikasi; 8. Pengelolaan sampah kebun kopi dengan baik; 9. Bersedia mengikuti sertifikasi oleh RFA Rain Forest Alliance; dan 10. PT. Volkopi Indonesia akan membeli gabah kopi dengan harga baik disesuaikan dengan kualitas kopi.

4.7.1 Subsistem Agribisnis Kopi dalam Pelaksanaan Kesepakatan

Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani Subsistem Agribisnis yang telah dilaksanakan dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dan petani dapat dilihat pada Tabel 18 berikut. Tabel 18. Subsistem Agribisnis dalam Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT.Volkopi Indonesia dengan Petani No. Hal-hal Kesepakatan SA A B C D 1. PT. Volkopi Indonesia memfasilitasi semua alat- alat dan bahan-bahan praktek selama melaksanakan Program Sekolah Lapang Kopi SL- Kopi dalam sepuluh kali pertemuan. √ 2. Pihak petani bersedia menerapkan apa yang sudah dipelajari di S-Kopi pada kebunnya. √ √ 3. Menjaga kelestarian kebun kopi. √ 4. Tidak mempergunakan pestisida yang dilarang WHO. √ 5. Memakai alat-alat perlindungan diri pada saat bekerja di kebun, contoh: sepatu boot, sarung tangan, masker, kaca mata, jaket pelindung. √ √ 6. Tidak memperkerjakan anak dibawah umur, menjaga sumber air dan musuh alami. √ 7. Bersedia diaudit internal dari PT. Volkopi Indonesia dan eksternal dari lembaga sertifikasi. √ 8. Pengelolaan sampah kebun kopi dengan baik. √ 9. Bersedia mengikuti sertifikasi oleh RFA Rain Forest Alliance. √ 10. PT. Volkopi Indonesia akan membeli gabah kopi dengan harga baik disesuaikan dengan kualitas kopi. √ Sumber: Surat Perjanjian Petani dengan PT. Volkopi Indonesia, 2012 diolah Keterangan: SA = Subsistem Agribisnis Kopi dalam Pelaksanaan Kesepakatan A = Subsistem Agribisnis Hulu Kopi Penyediaan Input Produksi B = Subsistem Usahatani Kopi Proses Produksi atau Budidaya C = Subsistem Pengolahan Pasca Panen D = Subsistem Pemasaran Hasil Produksi Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa subsistem agribisnis dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani ada empat, yaitu subsistem agribisnis hulu kopi penyediaan input produksi, subsistem usahatani kopi proses produksi atau budidaya, subsistem pengolahan pasca panen dan subsistem pemasaran hasil produksi. Berikut penjelasan mengenai kesepakatan dalam subsistem-subsistem agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani.

a. Kesepakatan dalam Subsistem Agribisnis Hulu Kopi

Kesepakatan dalam subsistem agribisnis hulu kopi penyediaan input produksi yaitu PT. Volkopi Indonesia memfasilitasi semua alat-alat dan bahan- bahan praktek selama melaksanakan Program Sekolah Lapang Kopi SL-Kopi dalam sepuluh kali pertemuan ± tiga bulan. Alat-alat dan bahan-bahan yang yang diberikan oleh PT. Volkopi Indonsia tersebut, antara lain: buku panduan SL- Kopi, pena, gunting pangkas, gergaji potong, biostaterbekoprima larutan pengurai, jeregen dan terpal besar. Jeregen dan terpal besar diberikan per Aspek yang ada, sedangkan alat-alat dan bahan-bahan selain jeregen dan terpal besar diberikan kepada setiap petani yang mengikuti program SL-Kopi. Selain itu, PT. Volkopi Indonesia juga membantu petani dalam pengadaan alat-alat yang akan digunakan saat bekerja di kebun kopi, seperti: sepatu boot, sarung tangan, masker, kaca mata serta jaket pelindung. Petani tidak menanggung seluruh biaya pengadaan alat-alat tersebut. PT. Volkopi Indonesia mensubsidi biaya pengadaan alat-alat tersebut sebesar 60 dari total biaya, sehingga biaya yang harus ditanggung petani hanya sebesar 40 dan pembayaran terhadap pengadaan alat-alat tersebut dapat diangsur atau dicicil oleh petani dalam jangka waktu enam bulan. Dalam hal ini, petani cukup terbantu dengan adanya keringanan pada biaya pengadaan alat-alat yang akan digunakan oleh petani dalam mengusahakan kebun kopi.

b. Kesepakatan dalam Subsistem Usahatani Kopi dan Subsistem

Pengolahan Pasca Panen Kesepakatan dalam subsistem usahatani kopi proses produksi atau budidaya yaitu petani menerapkan apa yang sudah dipelajari di SL-Kopi pada kebunnya contohnya: pemangkasan tepat, pemupukan tepat, pengendalian hama dan penyakit tepat, dan penaungan tepat, menjaga kelestarian kebun kopi, tidak menggunakan pestisida yang dilarang WHO, memakai alat-alat perlindungan diri APD pada saat bekerja di kebun, tidak memperkerjakan anak dibawah umur, menjaga sumber air dan musuh alami, audit internal dari PT. Volkopi Indonesia dan eksternal dari lembaga sertifikasi yang dilakukan dua kali dalam setahun, pengelolaan sampah kebun kopi dengan baik, mengikuti sertifikasi oleh RFA Rain Forest Alliance. Dan kesepakatan dalam subsistem pengolahan pasca panen, yaitu petani menerapkan apa yang sudah dipelajari di SL-Kopi pada kebunnya, contohnya: pemanenan tepat dan pengolahan pasca panen tepat

c. Kesepakatan dalam Subsistem Pemasaran Hasil Produksi

Kesepakatan dalam subsistem pemasaran hasil produksi yaitu PT. Volkopi Indonesia akan membeli gabah kopi dengan harga baik disesuaikan dengan kualitas kopi. Hal yang pertama kali dilakukan dalam kegiatan pemasaran kopi adalah menentukan harga kopi yang akan ditawarkan kepada petani. Harga yang akan ditawarkan kepada petani tersebut ditentukan secara bersama-sama oleh Manajer dan Staf Pembelian kopi PT. Volkopi Indonesia serta telah disesuaikan dengan kondisi harga pasar lokal pada beberapa pedagang pengumpul di tingkat kabupaten dan harga pasar internasional kopi. Dengan demikian, harga yang akan disesuaikan dengan kualitas kopi yang dihasilkan oleh petani adalah harga penawaran yang telah dibuat oleh PT. Volkopi Indonesia tersebut. Pelaksanaan kesepakatan antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani dalam subsistem pemasaran kopi mencakup lima macam kegiatan, yaitu kegiatan penghitungan kuantitas dan penilaian kualitas kopi, pemberian harga kopi, pembelian kopi, pembayaran kopi, dan pengangkutan kopi; kelima kegiatan tersebut dilakukan dalam satu hari. Pada kegiatan pemasaran kopi juga dilakukan pembuatan jadwal kegiatan pemasaran kopi pada tiap-tiap Aspek yang ditentukan secara bersama-sama oleh PT.Volkopi Indonesia dan petani karena tidak memungkinkan apabila kegiatan pemasaran kopi pada seluruh Aspek 16 Aspek yang ada dapat diselesaikan dalam satu hari. Staf pembelian, Staf Gudang dan Staf Pengangkutan PT. Volkopi Indonesia bertugas dalam melaksanakan kelima kegiatan pemasaran kopi tersebut. Tahapan-tahapan dalam kegiatan pemasaran kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani, yaitu: 1. PT. Volkopi Indonesia menawarkan harga per liter kopi yang akan diberikan kepada petani pada setiap jadwal pemasaran kopi. 2. Jika petani anggota Aspek mau menerima penawaran harga tersebut, maka Staf pembelian, Staf Gudang dan Staf Pengangkutan PT. Volkopi Indonesia akan melakukan kegiatan pemasaran kopi sesuai dengan jawdal yang telah disepakati sebelumnya. 3. Staf pembelian, Staf Gudang dan Staf Pengangkutan PT. Volkopi Indonesia melakukan penghitungan kuantitas dan penilaian kualitas terhadap kopi petani. Perhitungan kuantitas terhadap kopi petani dilakukan dengan alat peliter kopi dan setelah itu kopi ditimbang. Sedangkan penilaian kualitas terhadap kopi petani dilakukan dengan membandingkan kopi petani anggota Aspek yang satu dengan yang lain. 4. Setelah Staf Pembelian PT. Volkopi Indonesia melakukan penilaian kualitas terhadap kopi yang dihasilkan oleh petani, kemudian dilakukan pemberian harga yang disesuaikan dengan kualitas kopi tersebut. 5. Setelah itu, Staf Pembelian kopi akan melakukan pembayaran kepada petani. Pembayaran dalam kesepakatan pemasaran kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani dilakukan secara tunai atau kontan. 6. Setelah selesai dilakukan pembayaran, kopi petani diangkut dengan menggunakan sarana transportasi yang telah disedikan oleh PT. Volkopi Indonesia dari desa Aspek ke kantor cabang PT. Volkopi Indonesia yakni kantor cabang Lintongnihuta. Berdasarkan penjelasan mengenai subsistem agribisnis dapat diketahui bahwa subsistem agribisnis kopi yang lebih banyak dilaksanakan dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani adalah subsistem usahatani kopi.

4.7.2 KewajibanTugas dari Masing-masing PT. Volkopi Indonesia dan

Petani dalam Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi Sementara itu, kewajibantugas dari masing-masing PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi dapat dilihat pada Tabel 19 berikut. Tabel 19. KewajibanTugas PT.Volkopi Indonesia dan Petani dalam Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi No. Hal-hal Kesepakatan KT A B 1. PT. Volkopi Indonesia memfasilitasi semua alat-alat dan bahan-bahan praktek selama melaksanakan Program Sekolah Lapang Kopi SL-Kopi dalam sepuluh kali pertemuan. √ 2. Pihak petani bersedia menerapkan apa yang sudah dipelajari di S-Kopi pada kebunnya. √ 3. Menjaga kelestarian kebun kopi. √ 4. Tidak mempergunakan pestisida yang dilarang WHO. √ 5. Memakai alat-alat perlindungan diri pada saat bekerja di kebun, contoh: sepatu boot, sarung tangan, masker, kaca mata, jaket pelindung. √ √ 6. Tidak memperkerjakan anak dibawah umur, menjaga sumber air dan musuh alami. √ 7. Bersedia diaudit internal dari PT. Volkopi Indonesia dan eksternal dari lembaga sertifikasi. √ 8. Pengelolaan sampah kebun kopi dengan baik. √ 9. Bersedia mengikuti sertifikasi oleh RFA Rain Forest Alliance . √ 10. PT. Volkopi Indonesia akan membeli gabah kopi dengan harga baik disesuaikan dengan kualitas kopi √ Sumber: Surat Perjanjian Petani dengan PT. Volkopi Indonesia, 2012diolah Keterangan: KT = KewajibanTugas Peserta dalam Pelaksanaan Kesepakatan A = PT. Volkopi Indonesia B = Petani Kopi Kec. Lintongnihuta dan Kec. Paranginan Pada Tabel 19 dapat dilihat bahwa kewajibantugas dari PT. Volkopi Indonesia dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi, yaitu: memfasilitasi semua alat-alat dan bahan-bahan praktek selama melaksanakan Program Sekolah Lapang Kopi SL-Kopi dalam sepuluh kali pertemuan ± tiga bulan, dan memberikan sepatu boot, sarung tangan, masker, kaca mata, jaket pelindung kepada petani yang akan digunakan saat bekerja di kebun kopi serta membeli gabah kopi dengan harga baik disesuaikan dengan kualitas kopi. Sedangkan kewajibantugas dari petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis, yaitu petani bersedia menerapkan apa yang sudah dipelajari di SL-Kopi pada kebunnya, menjaga kelestarian kebun kopi, tidak menggunakan pestisida yang dilarang WHO, memakai alat-alat perlindungan diri APD pada saat bekerja di kebun, contoh: sepatu boot, sarung tangan, masker, kaca mata, jaket pelindung, tidak memperkerjakan anak dibawah umur, menjaga sumber air dan musuh alami, bersedia diaudit internal dari PT. Volkopi Indonesia dan eksternal dari lembaga sertifikasi, melakukan pengelolaan sampah kebun kopi dengan baik yakni membuat lubang sampah di kebunnya serta melakukan pemisahan antara sampah organik dan anorganik, bersedia mengikuti sertifikasi oleh RFA Rain Forest Alliance . Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan kesepakatan ini petani memiliki kewajibantugas yang lebih banyak dari pada PT. Volkopi Indonesia.

4.8 Aspek Bisnis, Aspek Sosial, dan Aspek Keberlanjutan dalam

Pelaksanaan Kesepakatan Agribsnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani

4.8.1 Aspek Bisnis dalam Pelaksanaan Kesepakatan Agribsnis Kopi antara

PT. Volkopi Indonesia dengan Petani Aspek bisnis dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani yaitu PT. Volkopi Indonesia akan membeli gabah kopi dengan harga baik disesuaikan dengan kualitas kopi yang dihasilkan oleh petani. PT. Volkopi Indonesia telah menetapkan standar-standar untuk mencapai kualitas kopi yang sesuai dengan kebutuhan ekspor kopi sehingga petani dapat memperoleh harga kopi yang lebih baik. Standar-standar yang telah ditetapkan tersebut, antara lain: standar kualitas, standar produksi, dan standar pengolahan pasca panen kopi. Standar kualitas yang ditetapkan PT. Volkopi Indonesia dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi dengan petani, yaitu: 1. Petani melakukan proses dan teknik produksi kopi yang sesuai dengan standarisasi SL-Kopi lihat standar produksi hal 79. 2. Petani melakukan proses dan teknik pemanenan yang sesuai dengan standarisasi SL-Kopi lihat standar pengolahan pasca panen hal 80. 3. Petani melakukan proses dan teknik pengolahan pasca panen yang sesuai dengan standarisasi SL-Kopi lihat standar pengolahan pasca panen hal 80. 4. Petani tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya dalam memproduksi kopinya seperti pestisida yang di larang WHO Gramoxone, Paratop, Bhen Mayer , Bravoxone, dan Supretox, dan tidak menggunakan deterjen atau zat pemutih saat pencucian biji-biji kopi. Standar proses produksi yang ditetapkan oleh PT. Volkopi Indonesia dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi dengan petani, yaitu: 1. Petani melakukan proses dan teknik penanaman pohon pelindung yang sesuai dengan standarisasi SL-Kopi. 2. Petani melakukan proses dan teknik pemangkasan yang sesuai dengan standarisasi proses produksi SL-Kopi. 3. Petani melakukan proses dan teknik pemupukan disesuaikan dengan standarisasi SL-Kopi, pemupukan dilakukan dua kali dalam setahun dosis pupuk yang diberikan 200 gr NPK Phonska dan 3 kg kompos per pohon. 4. Petani melakukan proses dan teknik pengendalian hama dan penyakit tanaman kopi sesuai dengan standarisasi SL-Kopi. 5. Petani melakukan proses dan teknik pemanenan disesuaikan dengan standarisasi SL-Kopi, pemanenan kopi dilakukan setiap satu kali dalam minggu saat produksi kopi melimpah awal bulan April hingga awal bulan Juni dan akhir bulan September hingga akhir bulan November dan 2-3 minggu sekali saat produksi kopi rendah. 6. Petani melakukan proses dan teknik pengolahan pasca panen yang sesuai dengan standarisasi SL-Kopi. 7. Petani melakukan pengelolaan sampah yakni membuat lubang sampah untuk sampah sisa-sisa pertanian organik dan anorganik seperti plastik mulsa dan botol-botol pestisida secara terpisah. 8. Petani menggunakan alat pelindung diri APD selama bekerja di kebun. Standar pengolahan pasca panen yang ditetapkan oleh PT. Volkopi Indonesia dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi dengan petani, yaitu: 1. Petani melakukan proses dan teknik pemanenan yang sesuai dengan standarisasi SL-Kopi. 2. Petani melakukan waktu pemanenan sesuai dengan dengan standarisasi SL- Kopi yaitu setiap satu kali dalam minggu saat produksi kopi melimpah awal bulan April hingga awal bulan Juni dan akhir bulan September hingga akhir bulan November dan 2-3 minggu sekali saat produksi kopi rendah. 3. Petani melakukan pengilingan kopi sebelum delapan jam setelah kopi dipetik. 4. Petani melakukan fermentasi perendaman biji kopi selama dua belas jam dan pencucian kopi dengan air bersih serta membuang kopi yang terapung di dalam wadah pencucian. 5. Petani melakukan penjemuran biji kopi selama 3-4 jam di tempat yang bersih. Setelah dijemur dilakukan pendinginan atau kopi dianginkan terlebih dahulu pada tempat yang bersih yang tidak dekat dengan bensin ataupun oli, karena kopi sifatnya mudah menyerap bau dari zat-zat yang ada di sekitarnya. 6. Petani melakukan sortasi yakni pemisahan biji-biji kopi kualitas baik dengan biji-biji kopi yang kualitasnya rendah, setelah itu kopi dikemas ke dalam karung yang bersih. Kopi yang dihasilkan oleh petani di daerah penelitian memiliki kualitas yang berbeda-beda. Adanya perbedaan kualitas tersebut menyebabkan harga yang diterima oleh petani anggota Aspek yang satu dengan yang lain berbeda-beda pula. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan harga tersebut, antara lain: 1. Adanya penyesuaian harga terhadap kualitas kopi dan adanya perbedaan kualitas kopi yang dihasilkan oleh masing-masing petani. Adanya penyesuaian harga terhadap kualitas kopi dan adanya perbedaan kualitas kopi yang dihasilkan oleh masing-masing petani menyebabkan harga yang diterima oleh masing-masing petani berbeda-beda. Harga tertinggi diberikan pada kopi petani yang paling baik kualitasnya. 2. Jadwal kegiatan pemasaran kopi pada masing-masing Aspek berbeda-beda dan adanya fluktuasi harga di pasar lokal dan di pasar internasional kopi. Adanya perbedaan jadwal kegiatan pemasaran kopi menyebabkan harga kopi yang diterima oleh Aspek yang satu dengan yang lain tidak selalu sama. Adanya fluktuasi harga di pasar lokal dan di pasar internasional kopi juga menyebabkan harga kopi yang diterima oleh Aspek yang satu dengan yang lain tidak selalu sama. Namun harga kopi yang diberikan PT. Volkopi Indonesia kepada petani cenderung berada di atas harga kopi yang berlaku pada pasar Doloksanggul pasar lokal. Contoh perbedaan harga yang diterima oleh masing-masing Aspek karena adanya perbedaan jadwal pemasaran kopi dan fluktuasi harga di pasar lokal dan di pasar internasional kopi dapat dilihat pada Tabel 20 berikut. Tabel 20. Contoh Perbedaan Harga yang Diterima oleh Masing-masing Aspek Hari Harga yang Ditawarkan per Liter Kopi Minggu I Harga yang Ditawarkan per Liter Kopi Minggu II Jadwal Pemasaran Kopi per Aspek Senin Rp 25.500,00 Rp 25.600,00 Aspek A, B, dan C Selasa Rp 25.000,00 Rp 25.100,00 Aspek D Rabu Rp 25.300,00 Rp 26.000,00 Aspek E dan F Kamis Rp 25.800,00 Rp 25.850,00 Aspek G, H, dan I Jumat Rp 25.200,00 Rp 26.300,00 Aspek J dan K Sabtu Rp 26.000,00 Rp 25.500,00 Aspek L Berdasarkan Tabel 20 di atas dapat diketahui bahwa harga kopi yang ditawarkan dalam satu minggu dan harga yang ditawarkan pada minggu I dan Minggu II berbeda-beda karena adanya fluktuasi harga di pasar lokal dan di pasar internasional kopi. Jadwal pemasaran kopi yang tidak sama antara Aspek yang satu dengan yang lainya juga menyebabkan harga yang diterima oleh tiap-tiap Aspek berbeda-beda pula. Penjelasan mengenai Tabel 20 di atas sebagai berikut. 1. Aspek A, B, dan C memperoleh harga tertinggi ketiga Rp 25.500,00 pada Minggu I dan memperoleh harga tertinggi keempat Rp 25.600,00 pada Minggu II. 2. Aspek D memperoleh harga tertinggi keenam Rp 25.000,00 pada Minggu I dan memperoleh harga tertinggi keenam Rp 25.100,00 pada Minggu II. 3. Aspek E dan F memperoleh harga tertinggi keempat Rp 25.300,00 pada Minggu I dan memperoleh harga tertinggi kedua Rp 26.000,00 pada Minggu II. 4. Aspek G, H, dan I memperoleh harga tertinggi kedua Rp 25.800,00 pada Minggu I dan memperoleh harga tertinggi ketiga Rp 25.850,00 pada Minggu II. 5. Aspek J dan K memperoleh harga tertinggi kelima Rp 25.200,00 pada Minggu I dan memperoleh harga tertinggi pertama Rp 26.300,00 pada Minggu II. 6. Aspek L memperoleh harga tertinggi pertama Rp 26.000,00 pada Minggu I dan memperoleh harga tertinggi kelima Rp 25.500,00 pada Minggu II. Contoh tersebut di atas juga terjadi pada petani kopi yang ada di daerah penelitian. Setiap petani anggota Aspek cenderung mendapatkan penawaran harga yang tidak sama, terkadang lebih rendah atau lebih tinggi dari petani anggota Aspek lainya. Adanya perbedaan kualitas kopi yang dihasilkan oleh masing-masing petani serta adanya perbedaan jadwal pemasaran kopi dan fluktuasi harga yang menyebabkan harga yang diterima oleh masing-masing petani berbeda-beda menimbulkan suatu masalah dalam pelaksanaan kesepakatan subsistem pemasaran kopi di daerah penelitian, masalah tersebut yaitu petani menaruh curiga terhadap harga yang ditawarkan oleh PT. Volkopi Indonesia dalam pelaksanaan kesepakatan. Namun masalah tersebut tidak menyebabkan petani mengundurkan diri atau keluar dari pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi dengan PT. Volkopi Indonesia karena dalam pelaksanaan kesepakatan pemasaran kopi ini petani diberi kebebasan, petani tidak harus menjual kopinya kepada PT. Volkopi Indonesia. Apabila petani menilai bahwa harga kopi yang ditawarkan PT. Volkopi Indonesia kurang memuaskan atau petani memerlukan uang sebelum tiba jadwal kegiatan pemasaran kopi maka petani dapat menjual kopinya kepada TokePanjuhar.

4.8.2 Aspek Sosial dalam Pelaksanaan Kesepakatan Agribsnis Kopi antara

PT. Volkopi Indonesia dengan Petani Pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani di daerah penelitian bukan hanya berorientasi pada Aspek Bisnis yakni ‘Bagaimana cara PT. Volkopi Indonesia membina petani dalam menghasilkan kopi kualitas terbaik sehingga diperoleh profit atau laba yang sebesar-besarnya dalam pelaksanaan kesepakatan ini dan bagaimana cara petani menghasilkan kopi kualitas baik sehingga diperoleh harga yang baik yang tentunya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan’, melainkan juga berorientasi pada Aspek Sosial. Aspek Sosial pada pelaksanaan kesepakatan ini dapat dilihat dari adanya perhatian PT. Volkopi Indonesia terhadap peningkatan pengetahuan petani, keselamatan kerja dan kesehatan petani dalam mengusahakan kebun kopi. Perhatian PT. Volkopi Indonesia terhadap peningkatan pengetahuan petani dalam mengelola dan mengusahakan kebun kopi dapat dilihat dari adanya Program Pembinaan Penyuluhan dan Pelatihan melalui Program Sekolah Lapang Kopi SL-Kopi yang dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia terhadap petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan mengenai pengelolaan perkebunan kopi yang berpedoman pada prinsip-prinsip pertanian kopi terpadu. PT. Volkopi Indonesia memfasilitasi semua alat-alat dan bahan-bahan praktek yang diperlukan dan digunakan oleh petani selama melaksanakan Program SL- Kopi dalam sepuluh kali pertemuan ± tiga bulan. Alat-alat dan bahan-bahan yang yang diberikan oleh PT. Volkopi Indonsia tersebut, antara lain: buku panduan SL-Kopi, pena, gunting pangkas, gergaji potong, biostaterbekoprima larutan pengurai, jeregen dan terpal besar. Perhatian PT. Volkopi Indonesia dalam hal keselamatan kerja petani dapat dilihat dari adanya pemberian bantuan berupa pengadaan APD Alat Pelindung Diri yang dapat digunakan oleh petani saat bekerja di kebun seperti sepatu boot, sarung tangan, masker, kacamata, dan jaket pelindung. Perhatian PT. Volkopi Indonesia kepada petani juga diwujudkan dengan adanya bantuan yang diberikan berupa alat dan bahan dalam bertani seperti larutan kimia etanol, metanol, dan Beuveria bassianna yang digunakan untuk kegiatan pengendalian kimiawi hama dan gulma yang menyerang tanaman kopi serta net pelindung pada areal pembibitan kopi agar bibit kopi terhindar dari serangan hama, gulma, dan penyakit tanaman. Sedangkan perhatian PT. Volkopi Indonesia dalam hal kesehatan petani dapat dilihat dari pengadaan program pemeriksaan kesehatan dan pengobatan petani secara gratis setiap satu kali dalam setahun serta mengadakan kegiatan edukasi tentang pentingnya keselamatan kerja dan kesehatan sehingga kesadaran petani akan pentingnya hal tersebut semakin meningkat. Program pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia bertujuan untuk mengetahui apakah petani selama mengelola atau mengusahakan kebun kopinya tercemar atau di dalam tubuhnya terkandung pestisida. Apabila petani yang diperiksa didapati tercemar pestisida maka akan diambil tindakan pengobatan terhadap petani yang bersangkutan.

4.8.3 Aspek Keberlanjutan Pelaksanaan Kesepakatan Agribsnis Kopi

antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani Persyaratan utama yang harus diperhatikan agar hubungan kerja antara swastaBUMN dengan para petani berjalan serasi dan saling menguntungkan adalah perlu dikembangkannya aturan main yang transparan yaitu adanya kejelasan serta kepastian dalam pembagian keuntungan maupun dalam pembagian resiko, dan kerjasama tersebut harus mampu mendorong petani untuk lebih mandiri. Selain itu, kesetaraan antara petani dan swasta dalam pelaksanaan kerjasama juga diperlukan artinya tidak ada pihak yang lebih mendominasi dalam penentuan dan pengambilan keputusan pelaksanaan kerjasama. Uraian mengenai kewajibantugas PT. Volkopi Indonesia dan petani menunjukkan bahwa pelaksanaan kesepakatan di daerah penelitian masih cenderung didominasi oleh PT. Volkopi Indonesia. Posisi petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi dengan PT. Volkopi Indonesia belum setara atau sejajar. Bukti dominasi PT. Volkopi Indonesia dalam pelaksanaan kesepakatan ini, antara lain: 1. PT. Volkopi Indonesia memberikan harga disesuaikan dengan kualitas kopi yang dihasilkan oleh petani tanpa adanya aturan yang transparan dalam hal penyesuaian standar kualitas dan harga kopi. 2. PT. Volkopi Indonesia menetapkan standar kualitas bagi petani dalam mengelola dan mengusahakan kebun kopinya. Sementara proses produksi dan pengolahan pasca panen kopi dilakukan dan ditentukan oleh petani tetapi tetap disesuaikan dengan standar proses produksi dan standar pengolahan pasca panen kopi yang ditetapkan oleh perusahan. Salah satu penyebab terjadinya dominasi tersebut yaitu belum adanya wadah yang membuat petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan memiliki posisi yang setara atau sejajar dengan rekan bisnisnya yaitu PT. Volkopi Indonesia. Peran Aspek Asosiasi Petani Kopi sebagai wadah yang menjembatani hubungan kerja sama petani dengan PT. Volkopi Indonesia belum cukup kuat untuk menopang dan mendukung petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis tersebut. Beberapa Aspek yang mewadahi petani kopi di daerah penelitian belum bersatu dan bergabung dalam bentuk Gapoktan. Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usaha tani bagi anggotanya dan petani lainnya. Tujuan utama pembentukan dan penguatan Gapoktan pada suatu daerah adalah untuk memperkuat kelembagaan petani yang ada pada daerah tersebut, sehingga pembinaan pemerintah kepada petani akan terfokus pada sasaran yang jelas. Pada umumnya Gapoktan yang berada di Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan merupakan kumpulan kelompok-kelompok tani tanaman pangan. Oleh sebab itu, petani di daerah penelitian perlu membentuk Gapoktan sebagai wadah yang dapat memperkuat posisi tawar petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi dengan PT. Volkopi Indonesia. Namun dominasi yang dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia terhadap petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi tersebut sejauh ini tidak membuat petani merasa ditekan dan dikuasai atau terlalu banyak dituntut oleh PT. Volkopi Indonesia karena adanya manfaat yang dirasakan oleh petani baik dalam Aspek Bisnis dan Aspek Sosial. Manfaat ekonomi dari segi Aspek Bisnis yang dirasakan oleh petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis dengan PT. Volkopi Indonesia yaitu adanya peningkatan produksi dan kualitas komoditi kopi, adanya peningkatan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan petani serta harga kopi yang diterima oleh petani lebih baik dan adanya kemudahan dalam hal pemasaran hasil produksi kopi. Manfaat sosial yang petani yang dirasakan oleh petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis dengan PT. Volkopi Indonesia melalui pengadaan Progam SL-Kopi tersebut yaitu adanya peningkatan pemahaman dan pengetahuan petani mengenai budidaya tanaman kopi yang berkelanjutan artinya budidaya yang berpedoman pada kelangsungan lingkungan, sosial, dan ekonomi sehingga petani lebih mandiri dalam mengelola kebun kopi. Selain itu, pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani telah mencerminkan adanya kerja sama antara usaha kecil dengan usaha besar yang disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha besar pada satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumberdaya manusia, dan teknologi dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. PT. Volkopi Indonesia juga memberikan kebebasan kepada petani untuk menentukan pemasaran hasil produksi kopi. Hal-hal tersebut diatas tentunya dapat menciptakan hubungan kerja sama yang membuat petani merasa nyaman dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi artinya petani tidak merasa ditekan dan dikuasai atau terlalu banyak dituntut oleh PT. Volkopi Indonesia dalam pelaksanaan kesepakatan ini, sehingga terjalinnya hubungan yang berkesinambungan dan lestari antara perusahaan dengan petani dapat dicapai atau diwujudkan. Prinsip saling memerlukan dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dan petani dapat dilihat dari adanya kebutuhan akan kopi yang dihasilkan oleh petani baik dalam hal kuantitas maupun kualitas kopi untuk memenuhi ekspor kopi PT. Volkopi Indonesia dan petani perlu bekerja sama dengan PT. Volkopi Indonesia agar dapat memperoleh jaminan dalam hal pemasaran dan harga yang lebih baik yang tentunya disesuaikan dengan kualitas hasil produksi. Sedangkan prinsip saling memperkuat dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani dapat dilihat dari adanya kolaborasi dan sinergi antara PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam menerobos pasar internasional kopi yakni dengan menjaga kontinuitas ekspor kopi bukan saja pada kuantitas tetapi kualitas kopi. PT. Volkopi Indonesia ditopang dan didukung oleh kuantitas dan kualitas hasil produksi petani dan adanya jaminan harga yang lebih baik yang disesuaikan dengan kualitas kopi yang dihasilkan oleh petani dapat menambah dan meningkatkan penerimaan dan pendapatan petani sehingga petani lebih mandiri dalam mengelola usahatani kopi dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Prinsip saling menguntungkan dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani dapat dilihat dari terpenuhinya hal yang dibutuhkan oleh PT. Volkopi Indonesia dan petani. Kebutuhan kuantitas dan kualitas ekspor kopi PT. Volkopi Indonesia dapat dipenuhi oleh petani melalui kegiatan usahatani kopi. Kebutuhan petani baik dalam membiayai usahataninya maupun meningkatkan taraf hidupnya dapat dipenuhi oleh PT. Volkopi Indonesia melalui jaminan harga kopi yang lebih baik dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi tersebut.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Latar Belakang Terbentuknya Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi

antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan Meningkatnya permintaan akan kopi kualitas baik di pasar internasional yang tidak diimbangi dengan jumlah kopi yang dapat disediakan oleh TokePanjuhar, tentunya hal ini berpengaruh terhadap peningkatan pembelian kopi dari petani kopi yang berada di daerah penelitian oleh PT. Volkopi Indonesia. Untuk itu, perusahaan melakukan sosialisasi secara foot in the door kesepakatan yang diperoleh dengan membuat orang menyetujui terhadap permintaan kecil, lalu setelah orang itu setuju, disodorkan permintaan besar, yang sebenarnya diinginkan kepada petani mengenai budidaya kopi yang dapat meningkatkan produksi dan kualitas kopi serta adanya jaminan harga yang lebih baik terhadap hasil produksi kopi petani. Seiring waktu, jumlah petani yang ingin mengikuti hai-hal yang telah dipaparkan dalam sosialisasi yang dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia semakin meningkat, tidak hanya petani kopi yang berasal dari desa yang berdekatan dengan perusahaan, tetapi juga petani dari desa-desa tetangga yang letaknya cukup jauh. Peningkatan tersebut menimbulkan keinginan dari perusahaan untuk melakukan program pembinaan terhadap petani dengan menggunakan metode Sekolah Lapang Kopi SL-Kopi dengan harapan proses sosialisasi berjalan lebih efektif dan efisien. Tahapan-tahapan sosialisasi yang dilakukan PT. Volkopi Indonesia terhadap para petani di beberapa desa yang terletak di Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan, yaitu: 1. PT. Volkopi melakukan adjustment yaitu pencocokan atau penyesuaian terhadap kopi yang dihasilkan oleh suatu daerah dengan kebutuhan kopi perusahaan. PT. Volkopi melakukan adjustment pada beberapa desa yang ada di Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan. 2. PT. Volkopi Indonesia memilih desa yang menjadi tempat penyelenggaraan kegiatan sosialisasi. 3. PT. Volkopi Indonesia meminta izin terlebih dahulu kepada Kepala Desa setempat mengenai kegiatan sosialisasi yang akan diadakan dan menunjuk salah seorang dari penduduk desa setempat sebagai koordinator yang akan mengurus hal-hal yang diperlukan sebelum kegiatan sosialisasi diselenggarakan, seperti memilih tempat kegiatan dan mengundang para petani kopi. 4. PT. Volkopi Indonesia, Kepala Desa, dan koordinator secara bersama-sama menentukan waktu pelaksanaan kegiatan sosialisasi. 5. PT. Volkopi Indonesia melakukan kegiatan sosialisasi sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan kegiatan sosialisasi dilakukan presentasi mengenai profil perusahaan, program SL-Kopi, dan syarat-syarat mengikuti program SL-Kopi serta kewajiban-kewajiban petani dalam pelaksanaan program SL-Kopi. 6. Koordinator melakukan pendataan terhadap petani yang mau mengikuti program SL-Kopi sekaligus mengadakan pemilihan pengurus seperti ketua KaderKey Farmer, sekertaris dan bendahara. Pemilihan pengurus dilakukan dari dan oleh petani desa setempat peserta program SL-Kopi. 7. PT. Volkopi Indonesia mengadakan program Training of Trainer TOT bagi Kader. 8. PT. Volkopi Indonesia mengadakan Program SL-Kopi bagi petani selama sepuluh kali pertemuan ± tiga bulan. 9. Petani mengikuti program sertifikasi RFA Rain Forest Alliance. RFA adalah suatu lembaga sertifikasi yang menekankan pada aspek pelestarian lingkungan yang diwujudkan dengan penerapan sistem budidaya pertanian berkelanjutan. Lembaga sertifikasi melakukan audit ke kebun petani setiap enam bulan sekali. Petani harus menerapkan Sepuluh Kriteria Kritis Prinsip Standar Pertanian Lestrari pada kebun kopi Lampiran 16. 10. PT. Volkopi Indonesia dan petani menandatangani surat perjanjian pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Pada awalnya, yang membuat petani tertarik untuk mengikuti program SL- Kopi adalah karena adanya jaminan harga yang lebih baik yang ditawarkan oleh PT. Volkopi Indonesia dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Harga kopi yang diterima oleh petani disesuaikan dengan kualitas kopi hasil produksi, bahkan jika kebun petani lulus sertifikasi RFA Rain Forest Alliance maka petani berhak menerima premium. Premium adalah penambahan harga sebesar Rp 1.000,00liter kopi yang diproduksi oleh petani. Pembagian premium tersebut dilakukan setiap dua kali dalam setahun per enam bulan sekali setelah kebun petani diaudit dan dinyatakan lulus sertifikasi oleh pihak lembaga sertifikasi. Akan tetapi petani tidak akan mendapat premium apabila tidak lulus sertifikasi pada audit berikutnya yang dilakukan oleh lembaga tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa yang melatarbelakangi terbentuknya kesepakatan agribinis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani, yaitu: 1. PT. Volkopi Indonesia membutuhkan kopi yang dihasilkan oleh petani untuk memenuhi kuota ekspor kopinya; dan 2. Petani merasa tertarik dengan adanya jaminan harga yang ditarwarkan dalam kesepakatan.

5.2 Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia

dengan Petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara obyektif pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan sebelumnya, melalui kegiatan pengumpulan data atau fakta serta membandingkannya dengan ukuran dan cara pengukuran tertentu yang telah ditetapkan. Evaluasi terhadap pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi di daerah penelitian dilakukan oleh petani peserta kesepakatan agribisnis kopi dengan PT. Volkopi Indonesia. Model CIPP merupakan model yang berorientasi kepada pemegang keputusan. Model ini membagi evaluasi dalam empat macam, yaitu evaluasi konteks melayani keputusan perencanaan, evaluasi input untuk menolong mengatur keputusan menentukan sumber-sumber yang tersedia, alternatif- alternatif yang diambil, serta prosedur kerja untuk mencapai tujuan yang dimaksud, evaluasi proses membantu keputusan sampai sejauh mana program telah dilaksanakan, dan evaluasi produk meninjau kembali keputusan. Keempat macam evaluasi CIPP Context, Input, Process, Product tersebut terdiri dari beberapa indikator dan dapat divisualisasi ke dalam aspek penilaian pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan. Indikator-indikator pada masing-masing dimensi model evaluasi CIPP tersebut merupakan item-item penciri yang menggambarkan situasi pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani di daerah penelitian. Penilaian terhadap pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani pada indikator context konteks dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Penilaian Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani pada Indikator Context Konteks No. Indikator Pelaksanaan Kesepakatan Nilai yang Diharapkan Nilai yang Diperoleh Ketercapaian 1. Perencanaan peningkatan pengetahuan petani mengenai budidaya tanaman kopi yang berkelanjutan artinya budidaya yang berpedoman pada kelangsungan lingkungan, sosial, dan ekonomi. 5 5.00 100.00 2. Perencanaan peningkatan kuantitas dan kualitas komoditi kopi yang akan dihasilkan dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 5 4.26 85.20 3. Perencanaan harga komoditi kopi yang akan dihasilkan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 5 3.85 77.00 4. Perencanaan peningkatan jumlah petani kopi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 5 4.01 80.20 5. Perencanaan penyediaan sarana dan prasarana penunjang dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 5 4.05 81.00 6. Perencanaan terjalinnya hubungan yang berkesinambungan dan lestari antara PT. Volkopi Indonesia dan petani. 5 3.98 79.60 Jumlah 30

25.15 503.00

Rata-rata 5

4.19 83.83

Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 5 Indikator-indikator pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani berdasarkan context konteks dapat dikatakan telah dilakukan dengan baik. Data pada Tabel 21 menunjukkan penilaian indikator tersebut, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 4.19, maka persentase ketercapaian adalah 83.83. Artinya petani menanggapi dengan baik setiap perencanaan yang telah dirumuskan dan disusun untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan kesepakatan. Indikator pertama pada context konteks pelaksanaan kesepakatan yaitu perencanaan peningkatan pengetahuan petani mengenai budidaya tanaman kopi yang berkelanjutan artinya budidaya yang berpedoman pada kelangsungan lingkungan, sosial, dan ekonomi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 5.00, maka persentase ketercapaian indikator ini adalah 100.00. Artinya petani menilai bahwa perencanaan peningkatan pengetahuan petani dalam mengelola kebun sudah sangat baik. Indikator kedua pada context konteks pelaksanaan kesepakatan yaitu perencanaan peningkatan kuantitas dan kualitas komoditi kopi yang akan dihasilkan dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 4.26, maka persentase ketercapaian indikator ini adalah 85.20. Artinya sebagian besar petani menanggapi dengan baik perencanaan tersebut, petani bersedia menghasilkan komoditi kopi yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan kebutuhan ekspor PT. Volkopi Indonesia. Indikator ketiga pada context konteks pelaksanaan kesepakatan yaitu perencanaan harga komoditi kopi yang akan dihasilkan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 3.85, maka persentase ketercapaian indikator ini adalah 77.00. Artinya sebagian besar petani menanggapi dengan cukup baik mengenai perencanaan harga komoditi yang ditetapkan oleh PT. Volkopi Indonesia dalam pelaksanaan kesepakatan. Indikator keempat pada context konteks pelaksanaan kesepakatan yaitu perencanaan peningkatan jumlah petani kopi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 4.01, maka persentase ketercapaian indikator ini adalah 80.20. Artinya sebagian besar petani menanggapi dengan baik mengenai perencanaan tersebut. Jumlah petani kopi yang mengikuti pelaksanaan kesepakatan mengalami peningkatan. Indikator kelima pada context konteks pelaksanaan kesepakatan yaitu perencanaan penyediaan sarana dan prasarana penunjang dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 4.04, maka persentase ketercapaian pada indikator ini adalah 80.80. Artinya sebagian besar petani menanggapi dengan baik, sarana dan prasarana yang akan diberikan oleh PT. Volkopi Indonesia untuk mendukung pelaksanaan kesepakatan tersebut. Indikator keenam pada context konteks pelaksanaan kesepakatan yaitu perencanaan terjalinnya hubungan yang berkesinambungan dan lestari antara PT. Volkopi Indonesia dan petani, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 3.98, maka persentase ketercapaian pada indikator ini adalah 79.60. Artinya sebagian besar petani menilai bahwa perencanaan mengenai terjalinnya hubungan yang berkesinambungan dan lestari antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani dalam pelaksanaan kesepakatan sudah cukup baik. Dari indikator context konteks dapat diketahui hasil transformasi pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani di daerah penelitian. Hasil transformasi nilai tersebut, dapat dilihat pada Tabel 22 berikut. Tabel 22. Hasil Transformasi Nilai Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani pada Indikator Context Konteks Indikator Penilaian A B C D E 1 80 100.00 2 21 26.25 59 73.75 3 68 85.00 12 15.00 4 80 100.00 5 10 12.50 64 80.00 6 7.50 6 78 97.50 2 2.50 Rata-rata 18.50

23.13 58.17

72.71 3.33

4.16 Sumber: Analisis data primer, Lampiran 5 Data pada Tabel 22 menunjukkan bahwa rata-rata petani sampel yang menyatakan bahwa perencanaan pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani sudah dilakukan dengan baik yaitu 58 orang 72.71, 19 orang 23.13 menyatakan sangat baik, dan 3 orang 4.16 menyatakan cukup baik serta tidak ada yang menyatakan tidak baik atau sangat tidak baik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perencanaan pencapaian tujuan dari pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi yang terjalin antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani di daerah penelitian sudah berjalan dengan baik. Penilaian terhadap pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani pada indikator input masukan dapat dilihat pada Tabel 23 berikut. Tabel 23. Penilaian Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani pada Indikator Input Masukan No. Indikator Pelaksanaan Kesepakatan Nilai yang Diharapkan Nilai yang Diperoleh Ketercapaian 1. Kesiapan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 5 4.39 87.80 2. Adanya kepercayaan dari pihak yang melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi. 5 3.71 74.20 3. Adanya komunikasi yang terbuka dari pihak yang melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi. 5 3.78 75.60 4. Partisipasi petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 5 3.95 79.00 5. Penyuluhan dan pelatihan yang diberikan oleh staf TOT Training of Trainer PT. Volkopi Indonesia melalui Sekolah Lapang Kopi SL-Kopi. 5 4.45 89.00 6. Suplai sarana dan prasarana penunjang yang diberikan PT. Volkopi Indonesia kepada petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 5 4.53 90.60 Jumlah 30

24.81 496.20

Rata-rata 5

4.14 82.70

Sumber: Analisi Data Primer, Lampiran 8 Indikator-indikator pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani berdasarkan input masukan dapat dikatakan telah dilakukan dengan baik. Data pada Tabel 23 memperlihatkan penilaian pada indikator tersebut, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 4.14, maka persentase ketercapaian adalah 82.70. Artinya petani menilai bahwa sumber-sumber daya yang digunakan, alternatif-alternatif yang akan diambil, dan prosedur kerja untuk pencapaian tujuan dalam pelaksanaan kesepakatan sudah terpenuhi dengan baik. Indikator pertama pada input masukan pelaksanaan kesepakatan yaitu kesiapan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 4.39, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 87.80. Artinya sebagian besar petani menilai bahwa kesiapan mereka dalam melakukan hal-hal yang telah disepakati pada pelaksanaan kesepakatan sudah baik. Indikator kedua pada input masukan pelaksanaan kesepakatan yaitu rasa saling percaya yang ada pada PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 3.71, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 74.20. Artinya petani menilai bahwa rasa percaya yang ada pada PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan hal-hal yang telah disepakati pada pelaksanan kesepakatan sudah cukup baik. Indikator ketiga pada input masukan pelaksanaan kesepakatan yaitu komunikasi yang terjalin antara PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 3.78, maka persentase ketercapaian indikator tersebut 75.60. Artinya petani menilai bahwa komunikasi yang terjalin antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani sudah cukup baik. Indikator keempat pada input masukan pelaksanaan kesepakatan yaitu partisipasi keikutsertaan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 3.95, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 79.00. Artinya petani menilai bahwa partisipasi mereka dalam pelaksanaan kesepakatan sudah cukup baik, akan tetapi mereka belum sepenuhnya melaksanakan hal-hal yang telah disepakatinya dalam kesepakatan. Indikator kelima pada input masukan pelaksanaan kesepakatan yaitu penyuluhan dan pelatihan yang diberikan kepada petani oleh staf TOT Training of Trainer PT. Volkopi Indonesia melalui sekolah lapang kopi SL-Kopi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 4.45, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 89.00. Artinya sebagian petani menilai bahwa pelatihan dan penyuluhan yang dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia terhadap petani dalam pelaksanaan kesepakatan sudah berjalan dengan baik. Indikator keenam pada input masukan pelaksanaan kesepakatan yaitu suplai sarana dan prasarana penunjang yang diberikan PT. Volkopi Indonesia kepada petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 4.53, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 90.60. Artinya sebagian petani menilai baik penyaluran sarana dan prasarana yang telah dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia dalam pelaksanaan kesepakatan. Dari indikator input masukan dapat diketahui hasil transformasi pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani di daerah penelitian. Hasil transformasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 24 berikut. Tabel 24. Hasil Transformasi Nilai Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani pada Indikator Input Masukan Indikator Penilaian A B C D E 1 37 46.25 37 46.25 6 7.50 2 0 57 71.25 23 28.75 3 0 63 78.75 17 21.25 4 5 6.25 66 82.50 9 11.25 5 36 45.00 44 55.00 6 48 60.00 26 32.50 6 7.50 Rata-rata 21.00

26.25 48.83

61.04 10.17

12.71 Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 8 Data pada Tabel 24 menunjukkan bahwa rata-rata petani sampel yang menyatakan setiap input masukan yang tersedia untuk mendukung pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani telah terpenuhi dengan baik yaitu 58 orang 72.71, 19 orang 23.13 menyatakan sangat baik, dan 3 orang 4.16 menyatakan cukup baik serta tidak ada petani sampel yang menyatakan tidak baik atau sangat tidak baik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa input masukan yang digunakan dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi sudah terpenuhi dengan baik. Penilaian terhadap pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani pada indikator process proses dapat dilihat pada Tabel 25 berikut. Tabel 25. Penilaian Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani pada Indikator Process Proses No. Indikator Pelaksanaan Kesepakatan Nilai yang Diharapkan Nilai yang Diperoleh Ketercapaian 1. Kepatuhan petani dalam memenuhi standarisasi proses produksi yang telah ditetapkan dalam Sekolah Lapang Kopi SL-Kopi. 5 4.00 80.00 2. Kepatuhan petani kopi dalam memenuhi standarisasi hasil produksi. 5

4.12 82.40

3. Kepatuhan petani dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas komoditi kopi. 5 4.10 82.00 4. Frekuensi PT. Volkopi Indonesia dalam memonitor, mengevaluasi dan memberikan pembinaan kepada petani kopi. 5

4.40 88.00

5. Kepatuhan PT. Volkopi Indonesia dalam membeli komoditi kopi yang dihasilkan petani. 5

4.38 87.60

6. Kepatuhan PT. Volkopi Indonesia mengenai penetapan harga dan pembayaran komoditi kopi yang dihasilkan petani. 5 3.88 77.60 Jumlah 30

24.88 497.60

Rata-rata 5

4.15 82.93

Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 11 Indikator-indikator pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani berdasarkan process proses dapat dikatakan telah dilakukan dengan baik. Data pada Tabel 25 memperlihatkan penilaian pada indikator tersebut, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 4.15, maka persentase ketercapaian adalah 82.93. Artinya petani menanggapi dengan baik hal-hal yang telah dilaksanakan selama ini untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan dalam pelaksanaan kesepakatan. Indikator pertama pada process proses pelaksanaan kesepakatan yaitu kepatuhan petani kopi dalam memenuhi standarisasi proses produksi yang telah ditetapkan dalam sekolah lapang kopi SL-Kopi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 4.00, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 80.00. Artinya sebagian besar petani menilai baik pelaksanaan proses produksi yang telah dilakukan dalam memenuhi kebutuhan ekspor kopi PT. Volkopi Indonesia. Indikator kedua pada process proses pelaksanaan kesepakatan yaitu kepatuhan petani kopi dalam memenuhi stadarisasi hasil produksi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 4.12, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 82.40. Artinya sebagian besar petani menilai baik proses pengolahan hasil produksi yang telah dilakukan dalam memenuhi kebutuhan ekspor kopi PT. Volkopi Indonesia. Indikator ketiga pada process proses pelaksanaan kesepakatan yaitu kepatuhan petani dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas komoditi kopi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 4.10, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 82.00. Artinya sebagian besar petani menilai bahwa kualitas dan kuantitas kopi yang dihasilkan sudah baik. Indikator keempat pada process proses pelaksanaan kesepakatan yaitu frekuensi PT. Volkopi Indonesia dalam memonitor, mengevaluasi, dan memberikan pembinaan kepada petani kopi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 4.40, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 88.00. Artinya sebagian besar petani menilai baik kegiatan monitor, evaluasi, dan pembinaan yang telah dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia. Indikator kelima pada process proses pelaksanaan kesepakatan yaitu kepatuhan PT. Volkopi Indonesia dalam membeli komoditi kopi yang dihasilkan petani, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 4.38, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 87.60. Artinya sebagian besar petani menilai bahwa kegiatan pembelian komoditi kopi yang dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia sudah berjalan dengan baik. Indikator keenam pada process proses pelaksanaan kesepakatan yaitu kepatuhan PT. Volkopi Indonesia mengenai penetapan harga dan pembayaran komoditi kopi yang dihasilkan petani, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 3.88, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 77.60. Artinya sebagian besar petani menilai bahwa kegiatan pembayaran dan penetapan harga yang dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia sudah cukup baik. Dari indikator process proses dapat diketahui hasil transformasi nilai pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani di daerah penelitian. Hasil transformasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 26 berikut. Tabel 26. Hasil Transformasi Nilai Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani pada Indikator Process Proses Indikator Penilaian A B C D E 1 8 10.00 64 80.00 8 10.00 2 20 25.00 50 62.50 10 12.50 3 15 18.75 58 72.50 7 8.75 4 32 40.00 48 60.00 5 37 46.25 36 45.00 7 8.75 6 0 70 87.50 10 12.50 Rata-rata 18.67

23.33 54.33

67.92 7.00

8.75 Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 11 Data pada Tabel 26, memperlihatkan bahwa rata-rata petani sampel yang menyatakan proses berjalannya kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani di daerah penelitian sudah dilakukan dengan baik, yaitu 54 orang 67.92, 19 orang 23.33 menyatakan sangat baik, dan 7 orang 8.75 menyatakan cukup baik serta tidak ada petani sampel yang menyatakan proses pelaksanaan kesepakatan tersebut tidak baik atau sangat tidak baik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa process proses dari pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi yang terjalin antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani di daerah penelitian sudah dilakukan dengan baik. Penilaian terhadap pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani pada indikator product produk dapat dilihat pada Tabel 27 berikut. Tabel 27. Penilaian Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani pada Indikator Product Produk No. Indikator Pelaksanaan Kesepakatan Nilai yang Diharapkan Nilai yang Diperoleh Ketercapaian 1. Peningkatan pengetahuan petani setelah adanya pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 5 4.25 85.00 2. Peningkatan kuantitas dan kualitas ekspor kopi PT. Volkopi Indonesia setelah adanya pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 5 4.01 80.20 3. Kemampuan petani kopi dalam menghasilkan kopi yang sesuai dengan standarisasi PT. Volkopi Indonesia. 5 4.15 83.00 4. Peningkatan jumlah petani kopi dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi. 5 3.70 74.00 5. Peningkatan pendapatan petani setelah melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi. 5 4.08 81.60 6. Keinginan PT. Volkopi Indonesia dan petani untuk memperbaiki kesalahan- kesalaan yang terjadi selama pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 5 4.02 80.40 7. Kepuasan PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 5 3.80 76.00 Jumlah 35

28.01 560.20

Rata-rata 5

4.00 80.03

Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 14 Indikator-indikator pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani berdasarkan product hasil dapat dikatakan telah dilakukan dengan baik. Data pada Tabel 27 memperlihatkan penilaian pada indikator tersebut, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 4.00, maka persentase ketercapaian adalah 80.03. Artinya petani menanggapi dengan baik hasil-hasil pencapaian tujuan yang telah dicapai selama pelaksanaan kesepakatan. Indikator pertama pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu peningkatan pengetahuan petani setelah pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 4.25, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 85.00. Artinya sebagian besar petani menilai baik peningkatan pengetahuan mereka setelah adanya kesepakatan. Pengetahuan petani mengenai budidaya kopi semakin meningkat setelah berpartisipasi dalam pelaksanaan kesepakatan tersebut. Indikator kedua pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu peningkatan kuantitas dan kualitas ekspor kopi PT. Volkopi Indonesia setelah adanya pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 4.01, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 80.20. Artinya sebagian besar petani menilai baik kopi yang telah mereka produksi. Kualitas dan kuantitas ekspor kopi PT. Volkopi Indonesia semakin baik setelah dilaksanakannya kesepakatan agribisnis kopi. Indikator ketiga pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu kemampuan petani kopi dalam menghasilkan kopi yang sesuai dengan standarisasi PT. Volkopi Indonesia, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 4.15, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 83.00. Artinya sebagian besar petani menilai bahwa kemampuan mereka dalam mengelola atau mengusahakan kebun kopinya semakin baik setelah berpartisipasi dalam kesepakatan agribisnis kopi dengan PT. Volkopi indonesia. Indikator keempat pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu peningkatan jumlah petani kopi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 3.70, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 74.00. Artinya sebagian besar petani menilai bahwa pelaksanaan kesepakatan dalam hal peningkatan jumlah petani sudah cukup baik. Hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan jumlah petani yang berpartisipasi dalam kesepakatan tersebut. Indikator kelima pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu peningkatan pendapatan petani setelah melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 4.08, maka persentase ketercapaian indikator tersebut 81.60. Artinya sebagian besar petani menilai bahwa pelaksanaan kesepakatan dalam hal peningkatan pendapatan petani sudah berjalan dengan baik. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan pendapatan mereka setelah berpartisipasi dalam kesepakatan tersebut. Indikator keenam pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu keinginan PT. Volkopi Indonesia dan petani untuk memperbaiki kesalahan- kesalahan yang terjadi selama pelaksanaan agribisnis kopi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 4.02, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 80.40. Artinya sebagian besar petani menilai cukup baik pelaksanaan kesepakatan tersebut, dapat dilihat dengan ada keinginan mereka untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi selama berlangsungnya kesepakatan. Indikator ketujuh pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu kepuasaan PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 3.80, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 76.00. Artinya sebagian besar petani menilai bahwa kepuasan PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi sudah cukup baik. Dari indikator product hasil dapat diketahui hasil transformasi nilai pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani di daerah penelitian. Hasil transformasi nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 28 berikut. Tabel 28. Hasil Transformasi Nilai Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani pada Indikator Product Hasil Indikator Penilaian A B C D E 1 20 25.00 60 75.00 2 7 8.75 67 83.75 6 7.50 3 13 16.25 66 82.50 1 1.25 4 0 56 70.00 24 30.00 5 8 10.00 71 88.75 1 1.25 6 3 3.75 75 93.75 2 2.50 7 0 64 80.00 16 20.00 Rata-rata 7.29

9.11 65.57

81.96 7.14

8.93 Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 14 Data pada Tabel 28 menunjukkan bahwa rata-rata petani sampel yang menyatakan product hasil dari pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani di daerah penelitian sudah baik yaitu 66 orang 81.96, 7 orang 9.11 menyatakan sangat baik, dan 7 orang 8.93 menyatakan cukup baik serta tidak ada yang menyatakan product hasil dari pelaksanaan kesepakatan tidak baik atau sangat tidak baik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa product hasil dari pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi yang terjalin antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani di daerah penelitian sudah baik. Berdasarkan indikator-indikator penilaian pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat diketahui hasil transformasi pelaksanaan kesepakatan di daerah penelitian secara keseluruhan context, input, process, dan product. Hasil transformasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 29 berikut. Tabel 29. Hasil Transformasi Nilai Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani No. Uraian Indikator Nilai Yang Diharapkan Nilai Yang Diperoleh Ketercapaian 1. Context Konteks 5 – 30 25.15 83.83 2. Input Masukan 5 – 30 24.81 82.70 3. Process Proses 5 – 30 24.88 82.93 4. Product Produk 5 – 35 28.01 80.03 Jumlah 125 102.85 82.37 Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 5,8,11,14 Berdasarkan data pada Tabel 29 dapat diketahui bahwa indikator pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani berdasarkan context konteks dengan nilai yang diharapkan 6-30 dan nilai yang diperoleh 25.15, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 83.83. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh dapat dilihat bahwa context konteks atau perencanaan pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi belum mencapai nilai optimal, tetapi telah dapat dikatakan berjalan dengan baik. Indikator pertama pada context konteks pelaksanaan kesepakatan yaitu perencanaan peningkatan pengetahuan petani mengenai budidaya tanaman kopi yang berkelanjutan artinya budidaya yang berpedoman pada kelangsungan lingkungan, sosial, dan ekonomi. Petani menilai bahwa pelaksanaan kesepakatan pada indikator ini sudah sangat baik karena perencanaan tersebut telah berpedoman pada sepuluh kriteria kritis prinsip standar pertanian lestari RFA Rain Forest Alliance. Perencanaan peningkatan pengetahuan petani yang berpedoman pada sepuluh kriteria kritis prinsip standar pertanian lestari dapat dilihat pada Tabel 30 berikut. Tabel 30. Perencanaan Peningkatan Pengetahuan Petani yang Berpedoman pada Sepuluh Kriteria Kritis Prinsip Standar Pertanian Lestari No. Sepuluh Kriteria Kritis Prinsip Standar Pertanian Lestari Perencanaan Peningkatan Pengetahuan Petani mengenai Budidaya Tanaman Kopi yang Berkelanjutan A B 1. Sosial dan Sistem Manajemen Lingkungan √

2. Konservasi Ekosistem

√ 3. Perlindungan Satwa Liar √

4. Konservasi Air

√ 5. Perlakuan Adil dan Ketentuan Bekerja Baik untuk Pekerja √ 6. Keselamatan dan Kesehatan Kerja √

7. Hubungan Masyarakat

√ 8. Manajemen Tanaman Terpadu √ 9. Manajemen dan Konservasi Tanah √ 10. Pengelolaan Limbah Terpadu √ Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 16 Keterangan: A = Budidaya yang berpedoman pada kelangsungan lingkungan B = Budidaya yang berpedoman pada kelangsungan sosial dan ekonomi Berdasarkan Tabel 30 dapat dilihat perencanaan peningkatan pengetahuan petani mengenai budidaya tanaman kopi yang berkelanjutan artinya budidaya yang berpedoman pada kelangsungan lingkungan, sosial, dan ekonomi dalam sepuluh kriteria kritis prinsip standar pertanian lestari. Perencanaan yang berpedoman pada kelangsungan lingkungan mencakup enam hal, yaitu: konservasi ekosistem; perlindungan satwa liar; konservasi air; manajemen tanaman terpadu, manajemen dan konservasi tanah, dan pengelolaan limbah terpadu. Perencanaan yang berpedoman pada kelangsungan sosial dan ekonomi mencakup empat hal, yaitu: sosial dan sistem manajemen lingkungan; perlakuan adil dan ketentuan bekerja baik untuk pekerja; keselamatan dan kesehatan kerja; dan hubungan masyarakat Lampiran 16. Indikator kedua pada context konteks pelaksanaan kesepakatan yaitu perencanaan peningkatan kuantitas dan kualitas komoditi kopi yang akan dihasilkan dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Petani menanggapi dengan baik perencanaan tersebut, petani bersedia menghasilkan komoditi kopi yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan kebutuhan ekspor PT. Volkopi Indonesia. Hasil penelitian Tanjung 2014 pada indikator mengenai perencanaan kualitas dan kuantitas komoditi hortikultura yang akan dihasilkan dalam kegiatan kemitraan juga menunjukkan bahwa sebagian besar dari petani menanggapi dengan baik mengenai kesepakatan perencanaan dengan pihak eksportir untuk dapat menghasilkan komoditi yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang bagus dan komoditas yang paling bagus kualitas dan kuantitasnya yang akan dipilih untuk kebutuhan ekspor pihak eksportir. Pada umumnya petani telah memenuhi tiga dari empat kriteria penilaian dalam perencanaan peningkatan kuantitas dan kualitas komoditi kopi yang akan dihasilkan dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Ketiga kriteria tersebut, antara lain: 1. Proses dan teknik pemanenan kopi dilakukan sesuai dengan standarisasi SL- Kopi; 2. Proses dan teknik pengolahan pasca panen dilakukan sesuai dengan standarisasi SL-Kopi; dan 3. Proses dan teknik pengendalian hama dilakukan sesuai dengan standarisasi SL-Kopi serta tidak menggunakan pestisida yang dilarang WHO World Healty Organization, contoh merek dagang: Gramoxone, Paratop, Bhen Mayer , Bravoxone, dan Supretox. Sedangkan satu dari empat kriteria penilaian yang belum sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh petani yaitu: “Proses dan teknik produksi dilakukan sesuai dengan standarisasi SL-Kopi”. Kriteria ini belum dapat dipenuhi karena minimnya modal yang dimiliki oleh petani dalam mendukung pelaksanaan proses produksi, mengingat panjangnya rangkaian kegiatan dalam proses produksi, seperti: pemeliharaan pohon pelindung, pemupukan kopi dan pemangkasan kopi. Oleh sebab itu, kebutuhan akan alat-alat dan bahan-bahan serta tingkat curahan tenaga kerja pada kegiatan ini cukup tinggi. Indikator ketiga pada context konteks pelaksanaan kesepakatan yaitu perencanaan harga komoditi kopi yang akan dihasilkan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Petani menanggapi dengan cukup baik mengenai perencanaan harga komoditi yang diberikan oleh PT. Volkopi Indonesia kepada petani dalam pelaksanaan kesepakatan. Pada umumnya petani menilai perencanaan mengenai harga komoditi kopi yang akan dihasilkan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi telah memenuhi tiga dari lima kriteria penilaian pada indikator ini. Ketiga kriteria tersebut, yaitu: 1. Harga komoditi kopi ditetapkan berdasarkan kondisi harga pasar Doloksanggul; 2. Harga komoditi kopi disesuaikan dengan kualitas kopi; dan 3. Penambahan harga komoditi kopi berupa premi sebesar Rp 1.000,00liter kopi yang diproduksinya yang dibagikan kepada petani setiap dua kali dalam setahun per enam bulan. Sedangkan satu dari empat kriteria penilaian yang belum dapat dipenuhi pada indikator ini, yaitu: “Harga komoditi kopi ditetapkan oleh PT. Volkopi Indonesia dan petani serta harga komoditi kopi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar Doloksanggul”. Kriteria mengenai harga komoditi kopi yang ditetapkan secara bersama- sama oleh PT. Volkopi Indonesia dan petani belum dapat dipenuhi dalam pelaksanaan kesepakatan ini memperlihatkan bahwa adanya dominasi PT. Volkopi Indonesia dalam hal penetapan harga. Posisi petani dalam hal penetapan harga belum setara atau sejajar dengan PT. Volkopi Indonesia artinya petani belum memiliki posisi tawar yang kuat pada kegiatan pemasaran hasil produksi kopi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi di daerah penelitian. Kriteria mengenai harga komoditi kopi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar Doloksanggul belum dapat dipenuhi. Harga kopi yang diterima petani tidak selalu lebih tinggi dari harga pasar Doloksanggul. Padahal jika dirunut dari alur tataniaga kopi, maka PT. Volkopi Indonesia bertindak sebagai eksportir. Harga kopi yang ditawarkan oleh PT. Volkopi Indonesia dalam pelaksanaan kesepakatan sudah sepatutnya lebih tinggi dari harga pasar lokal yaitu harga pedagang pengumpul di tingkat kabupaten. Petani tidak memiliki kekuatan dan kapasitas untuk ikut serta dalam penetapan harga kopi pada pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi di daerah penelitian. Indikator keempat pada context konteks pelaksanaan kesepakatan yaitu perencanaan peningkatan jumlah petani kopi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menanggapi dengan baik mengenai perencanaan tersebut. Jumlah petani kopi yang mengikuti pelaksanaan kesepakatan mengalami peningkatan. Petani menilai bahwa perencanaan peningkatan jumlah petani kopi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi telah memenuhi empat dari lima kriteria penilaian pada indikator ini. Keempat kriteria tersebut, antara lain: 1. PT. Volkopi Indonesia melakukan sosialisasi kepada para petani yang belum bergabung mengenai pelaksanaan agribisnis kopi. PT. Volkopi Indonesia melalui staf sustainability fasilitatorpendamping menargetkan beberapa daerah di Kabupaten Humbang Hasundutan sebagai langkah untuk memperluasan areal pengambilan kopi guna memenuhi kuota ekspor kopi perusahaan. PT. Volkopi Indonesia telah melakukan sosialisasi pada beberapa desa yang terdapat petani kopi yang memiliki produksi kopi yang sesuai dengan kebutuhan ekspor kopi perusahaan dan petani kopi tersebut belum bergabung dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 2. Staf pendamping PT. Volkopi Indonesia mengarahkan para kader untuk mengkoordinasi dan menghimbau anggota Aspeknya dalam menerapkan pengetahuan dan pelatihan mengenai budidaya kopi yang diperoleh dari SL- Kopi pada kebunnya, ketika hasil produksi kebun kopi semakin baik kualitas maupun kuantitasnya maka hal ini dapat menjadi daya tarik bagi petani-petani kopi yang belum mengikuti kesepakatan agribisnis kopi. 3. Pengadaan program beasiswa pendidikan bagi anak-anak dari masing-masing anggota Aspek. Beasiswa tersebut diberikan kepada setiap anak petani yang berprestasi di tingkat Perguruan Tinggi mulai dari beasiswa tersebut diberikan hingga selesai wisuda. 4. Pengadaan program pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis kepada setiap anggota Aspek. Program ini diadakan setiap satu tahun sekali. Sedangkan satu dari lima kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini yaitu: “PT. Volkopi Indonesia mengadakan program peningkatan jumlah petani kopi sebesar 10 dari jumlah anggota Aspek yang telah terbentuk dan memberikan penghargaan bagi Aspek yang jumlah anggotanya mengalami peningkatan”. Indikator kelima pada context konteks pelaksanaan kesepakatan yaitu perencanaan penyediaan sarana dan prasarana penunjang dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menanggapi dengan baik, sarana dan prasarana yang akan diberikan oleh PT. Volkopi Indonesia untuk mendukung pelaksanaan kesepakatan tersebut. Hasil penelitian Tanjung 2014 pada indikator mengenai perencanaan penyediaan sarana dan prasarana penunjang kemitraan juga menunjukkan bahwa sebagian besar petani menanggapi dengan baik kesepakatan akan ketersediaan sarana dan prasarana yang akan disediakan oleh pemerintah dan eksportir untuk mendukung pelaksanaan kegiatan kemitraan. Petani menilai bahwa perencanaan mengenai penyediaan sarana dan prasarana penunjang dalam pelaksanaan kesepakatan telah memenuhi empat dari lima kriteria penilaian pada indikator ini. Keempat kriteria tersebut, antara lain: 1. Penyediaan alat-alat dan bahan-bahan praktek dalam melaksanakan program SL-Kopi selama sepuluh kali pertemuan ± tiga bulan. 2. Penyediaan alat pelindung diri APD yang digunakan oleh petani saat bekerja di kebun kopi, contoh: sepatu boot, sarung tangan, masker, kacamata, dan mantel hujan. 3. Penyediaan transportasi untuk mengangkut hasil panen kopi dari desa ke kantor cabang PT. Volkopi Indonesia. 4. Pengadaan program pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis bagi petani satu kali dalam setahun. Sedangkan satu dari lima kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini yaitu: “Pengadaan sistem permodalan bagi petani dalam mendukung dan menopang usahatani kopi”. Indikator keenam pada context konteks pelaksanaan kesepakatan yaitu perencanaan terjalinnya hubungan yang berkesinambungan dan lestari antara PT. Volkopi Indonesia dan petani. Sebagian besar petani menilai bahwa perencanaan mengenai terjalinnya hubungan yang berkesinambungan dan lestari antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani dalam pelaksanaan kesepakatan sudah cukup baik. Perencanaan terjalinnya hubungan yang berkesinambungan dan lestari antara PT. Volkopi Indonesia dan petani pada pelaksanaan kesepakatan ini telah memenuhi dua dari empat kriteria penilaian pada indikator tersebut. Kedua kriteria tersebut, antara lain: 1. Komunikasi yang terjalin antara PT. Volkopi Indonesia dan petani bersifat terbuka atau transfaran. 2. Adanya keinginan dari PT. Volkopi Indonesia dan petani untuk terciptanya kerjasama yang menguntungkan kedua belah pihak. Sedangkan dua dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: 1. Adanya kepercayaan dari PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan kesepakatan tersebut 2. Adanya keseimbangan antara keuntungan dan risiko yang diterima oleh masing-masing PT. Volkopi Indonesia dan petani. Adapun pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani pada indikator input masukan dengan nilai yang diharapkan 6-30 dan nilai yang diperoleh 24.81, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 82.70. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, diketahui bahwa pelaksanaan kesepakatan pada indikator input masukan belum mencapai nilai optimal, tetapi dalam pelaksanaannya, dapat dikatakan sudah berjalan dengan baik. Indikator pertama pada input masukan pelaksanaan kesepakatan yaitu kesiapan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menilai bahwa kesiapan mereka dalam melakukan hal-hal yang telah disepakati pada pelaksanaan kesepakatan sudah baik. Hasil penelitian Tanjung 2014 pada indikator mengenai kesiapan kelompok tani dalam kegiatan kemitraan juga menunjukkan bahwa sebagian besar petani menilai baik untuk kesiapan yang dilakukan oleh kelompok tani dalam mengarahkan petani dalam kegiatan kemitraan dengan eksportir. Kesiapan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi telah memenuhi empat dari lima kriteria penilaian pada indikator ini. Keempat kriteria tersebut, antara lain: 1. Ada kemauan tersendiri dari petani dalam menjalin kesepakatan dengan PT. Volkopi Indonesia atau dengan kata lain bukan karena petani mendapat pengaruh dari pihak tertentu. 2. Petani tidak merasa dikuasai dan ditekan dalam melaksanakan hal-hal yang disepakati dalam pelaksanaan kesepakatan. 3. Petani bersedia mengikuti program pelatihan dan pembinaan pengelolaan kebun kopi melalui Sekolah Lapang Kopi SL-Kopi selama sepuluh kali pertemuan ± tiga bulan. 4. Petani bersedia menandatangani surat perjanjian yang isinya mencakup hal-hal yang disepakati dalam kesepakatan. Sedangkan satu dari lima kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: “Petani bersedia mendaftarkan diri sebagai anggota pada Asosiasi Petani Kopi Aspek yang ada di desanya dan mengikuti seluruh program serta kegiatan yang diadakan”. Petani memang mendaftarkan diri sebagai anggota pada Aspek yang ada di desanya tetapi tidak semua petani anggota mau terlibat dan mengikuti setiap kegiatan yang diadakan Aspek. Indikator kedua pada input masukan pelaksanaan kesepakatan yaitu rasa saling percaya yang ada pada PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menilai bahwa rasa percaya yang ada pada PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan hal-hal yang telah disepakati pada pelaksanan kesepakatan sudah cukup baik. Rasa saling percaya yang ada pada PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi telah memenuhi dua dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Kedua kriteria tersebut, antara lain: 1. PT. Volkopi Indonesia dan petani tidak mendapat pengaruh dari pihak manapun dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 2. Petani tidak merasa dikuasai oleh PT. Volkopi Indonesia baik secara Sumber Daya Alam SDA maupun Sumber Daya Manusia SDM. Sedangkan dua dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: 1. PT. Volkopi Indonesia tidak menaruh curiga terhadap petani mengenai kualitas dan kuantitas kopi yang dihasilkan oleh petani. Kecurigaan PT. Volkopi Indonesia muncul sejak adanya petani yang mencuci kopi dengan deterjen dan menjemur kopi pada tempat yang tidak bersih dan aman sehingga ditemukan urin ternak pada kopi. Oleh sebab itu, PT. Volkopi Indonesia melakukan penilaian yang sangat teliti terhadap kualitas kopi yang dihasilkan oleh petani. 2. PT. Volkopi Indonesia dan petani tidak menaruh curiga terhadap keuntungan yang diperoleh masing-masing pihak. Petani menilai bahwa PT. Volkopi Indonesia memperoleh keuntungan yang lebih besar dalam kesepakatan ini karena harga yang diterima petani masih terbilang rendah dengan pertimbangan bahwa posisi PT. Volkopi Indonesia dalam alur tataniaga kopi adalah sebagai eksportir. Harga yang diperoleh oleh eksportir adalah harga tertinggi dalam alur tataniaga kopi. Indikator ketiga pada input masukan pelaksanaan kesepakatan yaitu komunikasi yang terjalin antara PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi. Petani menilai bahwa komunikasi yang terjalin antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani sudah cukup baik. Komunikasi yang terjalin antara PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi telah memenuhi dua dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Kedua kriteria tersebut, yaitu: 1. PT. Volkopi Indonesia dan petani dapat bertindak sebagai pembicara maupun pendengar artinya komunikasi yang terjalin bersifat bebas dan terbuka dalam menyampaikan pesaninformasiidegagasanpendapat. 2. Pesan atau informasi yang akan disampaikan dalam komunikasi selama pelaksanaan kesepakatan tidak boleh menyimpang atau bahkan m hal-hal yang telah disepakati dalam kesepakatan. Sedangkan dua dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: 1. Ada jaringan komunikasi yang terbentuk selama pelaksanaan kesepakatan artinya informasi atau pesan yang disampaikan oleh PT. Volkopi Indonesia maupun petani dapat tersebarluaskan dengan cepat dan mudah. Pertemuan Aspek tidak dihadiri oleh seluruh anggota, sehingga ada beberapa penyaluran informasi yang berkenaan dengan pelaksanaan kesepakatan tidak optimal. 2. Ada umpan balik dan efek dari komunikasi yang terjalin antara PT. Volkopi Indonesia dan petani selama pelaksanaan kesepakatan artinya ada respon atau tanggap pendengar terhadap pesan yang disampaikan oleh pembicara dan ada dampak yang dirasakan oleh pendengar melalui penyampaian pesan yang dilakukan oleh pembicara tersebut. Petani tidak serentak dalam merespon pesan atau informasi yang disampaikan baik oleh PT. Volkopi Indonesia maupun petani sehingga efek atau dampak dari sebuah informasi tidak dapat dirasakan oleh seluruh petani yang terlibat dalam pelaksanaan kesepakatan. Indikator keempat pada input masukan pelaksanaan kesepakatan yaitu partisipasi keikutsertaan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menilai bahwa partisipasi keikutsertaan mereka dalam pelaksanaan kesepakatan sudah cukup baik. Partisipasi keikutsertaan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi telah memenuhi empat dari delapan kriteria penilaian pada indikator ini. Keempat kriteria tersebut, antara lain: 1. Menjaga kelestarian kebun kopi; 2. Tidak mempergunakan pestisida yang dilarang WHO; 3. Bersedia diaudit internal dari PT. Volkopi Indonesia dan eksternal dari lembaga sertifikasi; dan 4. Bersedia mengikuti sertifikasi oleh RFA Rain Forest Alliance. Sedangkan empat dari delapan kriteria yang belum terpenuhi pada indikator ini, antara lain: 1. Pihak petani bersedia menerapkan apa yang sudah dipelajari di SL-Kopi pada kebunnya. Adapun materi-materi yang dipelajari oleh petani pada Program SL-Kopi berkaitan dengan kegiatan proses produksibudidaya dan kegiatan pengolahan pasca panen. Materi-materi tersebut dijadikan pedoman atau standar dalam kegiatan proses produksi atau budidaya dan kegiatan pengolahan pasca panen. Standar dalam kegiatan proses produksi yaitu perbanyakan tanaman tepat, penaungan tepat, penanaman tepat, pemangkasan tepat, pengendalian hama dan penyakit tepat dan pemupukan tepat. Sedangkan standar dalam kegiatan pengolahan pasca panen, yaitu pemanenan tepat dan pengolahan pasca panen tepat. Sebagian besar petani belum menerapkan pedoman dan standar tersebut pada kebun kopi. 2. Memakai Alat-alat Perlindungan Diri APD pada saat penyemprotan, contoh: sepatu boot, sarung tangan, masker, kacamata, jaket pelindung. Ada beberapa petani yang masih enggan mengunakan APD secara lengkap saat melakukan penyemprotan kopi. 3. Pengelolaan sampah kebun kopi dengan baik. Ada beberapa petani yang belum melakukan pemisahan antara sampah organic dan anorganik. 4. Tidak memperkerjakan anak dibawah umur, menjaga sumber air dan musuh alami. Ada beberapa petani yang masih mengikutsertakan dan mempekejakan anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun dalam kegiatan usahatani di kebun kopi. Indikator kelima pada input masukan pelaksanaan kesepakatan yaitu penyuluhan dan pelatihan yang diberikan kepada petani oleh staf TOT Training of Trainer PT. Volkopi Indonesia melalui sekolah lapang kopi SL-Kopi. Sebagian petani menilai bahwa pelatihan dan penyuluhan yang dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia terhadap petani dalam pelaksanaan kesepakatan sudah berjalan dengan baik. Hasil penelitian Tanjung 2014 pada indikator mengenai penyuluhan dan pelatihan yang diberikan oleh petugas Penyuluhan Pertanian Lapangan PPL kemitraan juga menunjukkan bahwa sebagian besar petani menilai baik untuk penyuluhan dan pelatihan yang diberikan oleh petugas PPL dalam membantu mereka untuk dapat berusahatani dan menghasilkan komoditi yang baik dan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Kegiatan penyuluhan dan pelatihan yang diberikan kepada petani oleh staf TOT Training of Trainer PT. Volkopi Indonesia melalui sekolah lapang kopi SL-Kopi telah memenuhi tiga dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Ketiga kriteria tersebut, antara lain: 1. Materi penyuluhan dan pelatihan tersebut sesuai dengan informasi yang diperlukan oleh petani dalam mengelola kebunnya. 2. Proses penyampaian materi penyuluhan dan pelatihan dilakukan dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh petani. 3. Staf pendamping yang bertugas menyuluh dan melatih serta mendampingi petani memiliki jiwa yang bertanggung jawab, jujur, sabar, tegas, dan komunikatif sehingga mampu membuat petani nyaman dan bersifat terbuka apabila mengalami kendala di kebun. Sedangkan satu dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: “Ada dampak positif dari program penyuluhan dan pelatihan yang dapat dirasakan oleh petani terhadap kebun kopinya”. Dampak positif tersebut belum dirasakan oleh petani secara keseluruhan karena petani belum sepenuhnya melakukan hal-hal yang dipaparkan dalam kegiatan penyuluhan dan pelatihan tersebut. Keterbatasan dalam hal permodalan baik dalam hal pembiayaan tenaga kerja maupun pembiayaan yang dikeluarkan dalam membeli alat-alat dan bahan-bahan yag diperlukan selama kegitan usahatani kopi merupakan penyebab utama petani tidak dapat menerapkan hal-hal yang telah dipaparkan pada kegiatan penyuluhan dan pelatihan tersebut. Indikator keenam pada input masukan pelaksanaan kesepakatan yaitu suplai sarana dan prasarana penunjang yang diberikan PT. Volkopi Indonesia kepada petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian petani menilai baik penyaluran sarana dan prasarana yang telah dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia dalam pelaksanaan kesepakatan. Suplai sarana dan prasarana penunjang yang diberikan PT. Volkopi Indonesia kepada petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi telah memenuhi tiga dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Ketiga kriteria tersebut, antara lain: 1. Petani memperoleh alat-alat dan bahan-bahan praktek dalam melaksanakan program SL-Kopi selama sepuluh kali pertemuan ± tiga bulan. 2. Hasil panen kopi petani diangkut dari desa ke perusahaan dengan menggunakan transportasi yang disediakan oleh PT. Volkopi Indonesia. 3. Petani memperoleh pelayanan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis satu kali dalam setahun. Sedangkan satu dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: “Petani memperoleh alat pelindung diri APD yang digunakan saat bekerja di kebun, contoh: sepatu boot, sarung tangan, masker, kacamata, dan mantel hujan.” Petani tidak dapat memakai APD secara lengkap karena kualitasnya kurang baik tidak dan kurangnya perhatian petani dalam hal pemeliharaandan perawatan APD, sehingga APD cepat rusak dan tidak dapat digunakan lagi oleh petani. Data pada Tabel 29 menunjukkan bahwa indikator pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani berdasarkan process proses dengan nilai yang diharapkan 6-30 dan nilai yang diperoleh 24.88, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 82.93. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa process proses pelaksanaan kesepakatan belum mencapai nilai optimal tetapi sudah dapat dikatakan berjalan dengan baik. Indikator pertama pada process proses pelaksanaan kesepakatan yaitu kepatuhan petani kopi dalam memenuhi standarisasi proses produksi yang telah ditetapkan dalam sekolah lapang kopi SL-Kopi. Sebagian besar petani menilai baik pelaksanaan proses produksi yang telah dilakukan dalam memenuhi kebutuhan ekspor kopi PT. Volkopi Indonesia. Kepatuhan petani kopi dalam memenuhi standarisasi proses produksi yang telah ditetapkan dalam sekolah lapang kopi SL-Kopi telah memenuhi enam dari delapan kriteria penilaian pada indikator ini. Keenam kriteria tersebut, yaitu: 1. Petani melakukan proses dan teknik penanaman pohon pelindung yang sesuai dengan standarisasi SL-Kopi. 2. Petani melakukan proses dan teknik pemangkasan yang sesuai dengan standarisasi proses produksi SL-Kopi. 3. Petani melakukan proses dan teknik pemupukan disesuaikan dengan standarisasi SL-Kopi, pemupukan dilakukan dua kali dalam setahun dosis pupuk yang diberikan 200 gr NPK Phonska dan 3 kg kompos per pohon. 4. Petani melakukan proses dan teknik pengendalian hama dan penyakit tanaman kopi sesuai dengan standarisasi SL-Kopi. 5. Petani melakukan proses dan teknik pemanenan disesuaikan dengan standarisasi SL-Kopi, pemanenan kopi dilakukan setiap satu kali dalam minggu saat produksi kopi melimpah awal bulan April hingga awal bulan Juni dan akhir bulan September hingga akhir bulan November dan 2-3 minggu sekali saat produksi kopi rendah. 6. Petani melakukan proses dan teknik pengolahan pasca panen yang sesuai dengan standarisasi SL-Kopi. Sedangkan dua dari delapan kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: 1. Petani melakukan pengelolaan sampah yakni membuat lubang sampah untuk sampah sisa-sisa pertanian organik dan anorganik seperti plastik mulsa dan botol-botol pestisida secara terpisah. 2. Petani menggunakan alat pelindung diri APD selama bekerja di kebun. Indikator kedua pada process proses pelaksanaan kesepakatan yaitu kepatuhan petani kopi dalam memenuhi stadarisasi hasil produksi. Sebagian besar petani menilai baik proses pengolahan hasil produksi yang telah dilakukan dalam memenuhi kebutuhan ekspor kopi PT. Volkopi Indonesia. Kepatuhan petani kopi dalam memenuhi stadarisasi hasil produksi telah memenuhi empat dari lima kriteria penilaian pada indikator ini. Keempat kriteria tersebut, yaitu: 1. Petani melakukan proses dan teknik pemanenan yang sesuai dengan standarisasi SL-Kopi. 2. Petani melakukan waktu pemanenan sesuai dengan dengan standarisasi SL- Kopi yaitu setiap satu kali dalam minggu saat produksi kopi melimpah awal bulan April hingga awal bulan Juni dan akhir bulan September hingga akhir bulan November dan 2-3 minggu sekali saat produksi kopi rendah. 3. Petani melakukan pengilingan kopi sebelum delapan jam setelah kopi dipetik. 4. Petani melakukan fermentasi perendaman biji kopi selama dua belas jam dan pencucian kopi dengan air bersih serta membuang kopi yang terapung di dalam wadah pencucian. 5. Petani melakukan sortasi yakni pemisahan biji-biji kopi kualitas baik dengan biji-biji kopi yang kualitasnya rendah, setelah itu kopi dikemas ke dalam karung yang bersih. Sedangkan satu dari lima kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: “Petani melakukan penjemuran biji kopi selama 3-4 jam di tempat yang bersih. Setelah dijemur dilakukan pendinginan atau kopi dianginkan terlebih dahulu pada tempat yang bersih yang tidak dekat dengan bensin ataupun oli ataupun hewan ternak, karena kopi sifatnya mudah menyerap bau dari zat-zat yang ada di sekitarnya”. Ada beberapa petani yang masih belum melakukan hal ini, karena umumnya penjemuran kopi dilakukan di sekitar pekarangan rumah yang sering kali dilalui oleh hewan ternak dan masih kurangnya kesadaran petani dalam hal penjagaan kebersihan kopi. Indikator ketiga pada process proses pelaksanaan kesepakatan yaitu kepatuhan petani dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas komoditi kopi. Sebagian besar petani menilai bahwa kualitas dan kuantitas kopi yang dihasilkan sudah baik. Hasil penelitian Tanjung 2014 pada indikator mengenai kinerja petani dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas komoditi juga menunjukkan bahwa sebagian besar petani menilai baik kinerja yang sudah mereka lakukan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas komoditi yang bagus untuk dapat diekspor. Kepatuhan petani dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas komoditi kopi telah memenuhi tiga dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Ketiga kriteria tersebut, yaitu: 1. Petani melakukan proses dan teknik pemanenan yang sesuai dengan standarisasi SL-Kopi. 2. Petani melakukan proses dan teknik pengolahan pasca panen yang sesuai dengan standarisasi SL-Kopi. 3. Petani tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya dalam memproduksi kopinya seperti pestisida yang di larang WHO Gramoxone, Paratop, Bhen Mayer , Bravoxone, dan Supretox, dan tidak menggunakan deterjen atau zat pemutih saat pencucian biji-biji kopi. Sedangkan satu dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: “Petani melakukan proses dan teknik produksi kopi yang sesuai dengan standarisasi SL-Kopi”. Kriteria ini belum dapat dipenuhi karena minimnya modal yang dimiliki oleh petani dalam mendukung pelaksanaan proses produksi, mengingat panjangnya rangkaian kegiatan dalam proses produksi, seperti: pemeliharaan pohon pelindung, pemupukan kopi dan pemangkasan kopi. Oleh sebab itu, kebutuhan akan alat-alat dan bahan-bahan serta tingkat curahan tenaga kerja pada kegiatan ini cukup tinggi. Indikator keempat pada process proses pelaksanaan kesepakatan yaitu frekuensi PT. Volkopi Indonesia dalam memonitor, mengevaluasi, dan memberikan pembinaan kepada petani kopi. Sebagian besar petani menilai baik kegiatan monitor, evaluasi, dan pembinaan yang telah dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia. Hasil penelitian Tanjung 2014 pada indikator mengenai frekuensi eksportir dalam memonitor, mengevaluasi dan memberikan pembinaan kepada kelompok tani juga menunjukkan bahwa sebagian besar petani menilai baik kinerja eksportir ketika melakukan kegiatan memonitor, mengevaluasi dan pembinaan kepada petani dan kelompok tani dalam proses kegiatan kemitraan. PT. Volkopi Indonesia telah memonitor, mengevaluasi, dan memberikan pembinaan kepada petani kopi sesuai dengan jadwal yang ada yakni dua kali dalam setahun melakukan audit internal dan satu kali dalam setahun audit eksternal oleh lembaga sertifikasi pada kebun kopi petani. Audit eksternal tidak dilakukan dua kali dalam setahun pada setiap kebun petani karena lembaga sertifikasi hanya perlu mengambil beberapa petani yang akan dijadikan sampel untuk melakukan penilaian, penilaian tersebut telah dapat mewakili populasi petani yang mengikuti program sertifikasi. Indikator kelima pada process proses pelaksanaan kesepakatan yaitu kepatuhan PT. Volkopi Indonesia dalam membeli komoditi kopi yang dihasilkan petani. Sebagian besar petani menilai bahwa kegiatan pembelian komoditi kopi yang dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia sudah berjalan dengan baik. Hasil penelitian Tanjung 2014 pada indikator mengenai kinerja perusahan eksportir dalam menerima dan memasarkan komoditi hortikultura yang dihasilkan petani juga menunjukkan bahwa sebagian besar petani menilai baik kinerja yang sudah dilakukan eksportir ketika menerima komoditi yang telah dihasilkan oleh petani dan telah memasarkannya dengan baik. Kepatuhan PT. Volkopi Indonesia dalam membeli komoditi kopi yang dihasilkan petani telah memenuhi tiga dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Ketiga kriteria tersebut, antara lain: 1. PT. Volkopi Indonesia selalu membeli kopi yang dihasilkan oleh petani sejak adanya pelaksanaan kesepakatan. 2. PT. Volkopi Indonesia selalu membeli kopi petani sesuai dengan jadwal pembelian kopi. 3. PT. Volkopi Indonesia selalu menyediakan saran transportasi pengangkutan untuk mengangkut kopi yang dihasilkan oleh petani. Sedangkan satu dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: ”Proses penimbangan pada saat pembelian kopi selalu disaksikan oleh Kader dan anggota Aspek”. Pada umumnya anggota Aspek hanya menitipkan kopi yang akan dijualnya di rumah Kader, sehingga proses penghitungan kuantitas dan penilaian kualitas terhadap kopi anggota tersebut hanya disaksikan oleh Kader, tim pembelian PT. Volkopi Indonesia dan petani yang kebetulan hadir pada saat itu. Jika ditinjau dari kelangsungan sosial dan ekonomi dalam pelaksanaan kesepakatan ini, maka hal ini dapat memicu timbulnya kecurangan dan kecurigaan antara Kader dengan anggota Aspek dan Kader dengan tim pembelian PT. Volkopi Indonesia. Indikator keenam pada process proses pelaksanaan kesepakatan yaitu kepatuhan PT. Volkopi Indonesia mengenai penetapan harga dan pembayaran komoditi kopi yang dihasilkan petani. Sebagian besar petani menilai bahwa kegiatan pembayaran dan penetapan harga yang dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia sudah cukup baik. Kepatuhan PT. Volkopi Indonesia mengenai penetapan harga dan pembayaran komoditi kopi yang dihasilkan petani telah memenuhi dua dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Kedua kriteria tersebut, antara lain: 1. Harga yang diterima petani disesuaikan dengan kualitas kopi yang diproduksinya. 2. Pembayaran kopi petani dilakukan secara tunai atau kontan. Sedangkan dua dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, antara lain: 1. Harga yang diterima petani merupakan harga yang telah ditetapkan oleh PT. Volkopi Indonesia dan petani. 2. Harga yang diterima petani lebih tinggi dari harga pasar Doloksanggul. Kriteria mengenai harga komoditi kopi yang ditetapkan secara bersama- sama oleh PT. Volkopi Indonesia dan petani belum dapat dipenuhi dalam pelaksanaan kesepakatan ini memperlihatkan bahwa adanya dominasi PT. Volkopi Indonesia dalam hal penetapan harga. Posisi petani dalam hal penetapan harga belum setara atau sejajar dengan PT. Volkopi Indonesia artinya petani belum memiliki posisi tawar yang kuat pada kegiatan pemasaran hasil produksi kopi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi di daerah penelitian. Kriteria mengenai harga komoditi kopi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar Doloksanggul belum dapat dipenuhi. Harga kopi yang diterima petani tidak selalu lebih tinggi dari harga pasar Doloksanggul. Padahal jika dirunut dari alur tataniaga kopi, maka PT. Volkopi Indonesia bertindak sebagai eksportir. Harga kopi yang ditawarkan oleh PT. Volkopi Indonesia dalam pelaksanaan kesepakatan sudah sepatutnya lebih tinggi dari harga pasar lokal yaitu harga pedagang pengumpul di tingkat kabupaten. Petani tidak memiliki kekuatan dan kapasitas untuk ikut serta dalam penetapan harga kopi pada pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi di daerah penelitian. Pada indikator product hasil dapat dilihat hasil akhir dari semua tahapan yang dilaksanakan dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani. Berdasarkan data pada Tabel 29 dapat diketahui bahwa pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi pada indikator product hasil dengan nilai yang diharapkan 5-35 dan nilai yang diperoleh 28.01, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 80.03. Hasil penelitian yang telah diperoleh pada indikator ini, menunjukkan bahwa pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi sudah berjalan dengan baik walaupun belum mencapai nilai yang optimal. Indikator pertama pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu peningkatan pengetahuan petani setelah pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menilai baik peningkatan pengetahuan mereka setelah adanya kesepakatan. Peningkatan pengetahuan petani setelah pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi telah memenuhi tiga dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Ketiga kriteria tersebut, antara lain: 1. Petani mampu menerapkan sepuluh kriteria kritis prinsip standar pertanian lestari berkelanjutan di kebun kopinya. Hal ini menunjukkan bahwa petani tersebut telah menguasai dan memahami materi pembelajaran mengenai budidaya kopi yang diperoleh melalui SL-Kopi. 2. Hasil produksi kopi petani semakin baik, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. 3. Kebun kopi petani lulus sertifikasi RFA. Sedangkan satu dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: “Terjadi transfer pengetahuan mengenai budidaya kopi yang diperoleh petani melalui SL-Kopi kepada anggota keluarga yang membantu dalam mengelola kebun kopi”. Transfer pengetahuan dari petani kepada anggota keluarga lainnya belum berlangsung dengan optimal karena adanya kesibukan dari masing-masing petani dan anggota keluarganya. Proses transfer pengetahuan ini menjadi terhambat sehingga penggunaan curahan tenaga kerja yang berasal dari tenaga kerja dalam keluarga belum optimal. Indikator kedua pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu peningkatan kuantitas dan kualitas ekspor kopi PT. Volkopi Indonesia setelah adanya pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menilai baik kopi yang telah mereka produksi. Kualitas dan kuantitas ekspor kopi PT. Volkopi Indonesia semakin baik setelah dilaksanakannya kesepakatan agribisnis kopi. Peningkatan kuantitas dan kualitas ekspor kopi PT. Volkopi Indonesia telah memenuhi tiga dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Ketiga kriteria tersebut, antara lain: 1. Produksi kopi petani tidak mengalami penyusutan 30-50 dari hasil produksi normal kopi, melalui hal ini dapat diketahui bahwa petani telah memenuhi standariasi proses produksi SL-Kopi. 2. Buah kopi yang dihasilkan petani adalah buah kopi masak warna merah artinya buah kopi yang dihasilkan tidak dicampur dengan buah kopi hijau, buah kopi yang terlalu masak dan buah kopi yang terserangan hama maupun penyakit. 3. Gabah kopi yang hasilkan petani telah mengalami proses sortasi artinya telah terjadi pemisahan biji-biji kopi kualitas baik bebas dari kotoran seperti sisa- sisa kulit tanduk, kulit ari, dan debu dan biji-biji kopi yang pecah-pecah dan berukuran sangat kecil. Sedangkan satu dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: ”Biji kopi telah melalui proses penjemuran selama empat jam kadar air kopi mencapai mencapai 40-45 ”. Ada petani yang belum melakukan penjemuran selama empat, kopi yang dijual menjadi kurang kering. Sehingga petani tidak mendapat harga yang tinggi. Indikator ketiga pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu kemampuan petani kopi dalam menghasilkan kopi yang sesuai dengan standarisasi PT. Volkopi Indonesia. Sebagian besar petani menilai bahwa kemampuan mereka dalam mengelola atau mengusahakan kebun kopinya semakin baik setelah berpartisipasi dalam kesepakatan agribisnis kopi dengan PT. Volkopi indonesia. Hasil penelitian Tanjung 2014 pada indikator mengenai perubahan kemampuan kelompok tani dalam mengelola hasil produksi hortikultura juga menunjukkan bahwa sebagian besar petani menilai baik hasil dari keikutsertaan mereka dalam kegiatan kemitraan dengan terdapatnya perubahan kemampuan kelompok tani dalam mengelola hasil produksi hortikultura. Kemampuan petani kopi dalam menghasilkan kopi yang sesuai dengan standarisasi PT. Volkopi Indonesia telah memenuhi empat dari lima kriteria penilaian pada indikator ini. Keempat kriteria tersebut, antara lain: 1. Petani dapat menerapkan pelatihan mengenai proses dan teknik pemupukan kopi yang diperoleh melalui SL-Kopi. 2. Petani dapat menerapkan pelatihan mengenai proses dan teknik pemanenan kopi yang diperoleh melalui SL-Kopi. 3. Petani dapat menerapkan pelatihan mengenai proses dan teknik pengolahan pasca panen kopi yang diperoleh melalui SL-Kopi. 4. Petani dapat menerapkan pelatihan mengenai proses dan teknik pengendalian hama penyakit tanaman kopi yang diperoleh melalui SL-Kopi. Sedangkan satu dari lima kriteria penilaian yang belum dapat terpenuhi pada indikator ini, yaitu: ”Petani dapat menerapkan pelatihan mengenai proses dan teknik pemangkasan kopi yang diperoleh melalui SL-Kopi”. Petani belum dapat melakukan proses dan teknik pemangkasan secara optimal karena kegiatan pemangkasan kopi merupakan kegiatan yang menuntut ketelitian yang tinggi dalam hal mengenali percabangan yang masih produktif dengan yang tidak produktif dan dalam pengerjaannya menghabiskan banyak waktu sehingga petani cenderung enggan menerapkan kegiatan ini secara kontinui yang tentunya berdampak terhadap minimnya kemampuan petani dalam hal ini. Indikator keempat pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu peningkatan jumlah petani kopi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menilai bahwa pelaksanaan kesepakatan dalam hal peningkatan jumlah petani sudah cukup baik. Peningkatan jumlah petani kopi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi telah mencapai 6 dari jumlah anggota Aspek. Peningkatan sebesar 6 tersebut dapat dilihat pada Tabel 31 berikut. Tabel 31. Peningkatan Jumlah Anggota Asosiasi Petani Kopi Aspek pada Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani Tahun 2013 dan 2014 No. Asosiasi Petani Kopi Aspek Alamat Aspek Jumlah Anggota Aspek 2013 2014 1. Dosroha Bonan Dolok 26 23 2. Sumber Rezeki Habeahan 30 30 3. Marasi Lobutua 31 32 4. Bersatu Naga Saribu II 17 21 5. Maju Nauli Naga Saribu IV 33 32 6. Lestari Naga Saribu V 31 36 7. Dosroha Parulohan 32 34 8. Mandiri Sejahtera Parulohan 23 29 9. Martunas Sitio Dua 16 17 10. Guri Kencana Si Tolu Bahal 24 24 11. Padot Si Tolu Bahal 21 21 12. Tepi Jalan Tapian Nauli 12 14 13. Maju Bersama Tapian Nauli 11 14 14. Kompak Tani Lobutolong Habinsaran 25 29 15. Bethesda Lobutolong Habinsaran 17 19 16. Anugerah Lobutolong Induk 34 30 Jumlah 383 405 Sumber: PT. Volkopi Indonesia, 2014 diolah Perhitungan peningkatan jumlah anggota Aspek yang dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani adalah sebagai berikut. Peningkatan Jumlah = Jumlah Anggota Tahun 2014 - Tahun 2013 x 100 Anggota Aspek Jumlah Anggota Tahun 2013 = 405 – 383 x 100 383 = 5,74 = 6 Indikator kelima pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu peningkatan pendapatan petani setelah melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menilai bahwa pelaksanaan kesepakatan dalam hal peningkatan pendapatan petani sudah berjalan dengan baik. Hasil penelitian Tanjung 2014 pada indikator mengenai peningkatan pendapatan usahatani setelah memanfaatkan kegiatan kemitraan agribisnis juga menunjukkan bahwa sebagian besar petani menilai baik adanya peningkatan untuk pendapatan mereka setelah ikut berpartisipasi dalam kegiatan kemitraan yang telah mereka lakukan dengan perusahaan eksportir. Peningkatan pendapatan petani setelah melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi telah memenuhi empat dari lima kriteria penilaian pada indikator ini. Keempat kriteria tersebut, antara lain: 1. Gabah kopi yang dihasilkan petani mengalami peningkatan baik kualitas maupun kuantitas. 2. Harga komoditi kopi ditetapkan berdasarkan kondisi harga pasar Doloksanggul. 3. Harga komoditi kopi disesuaikan dengan kualitas kopi. 4. Penambahan harga komoditi kopi berupa premi sebesar Rp 1.000,00liter kopi yang diproduksinya. Sedangkan satu dari lima kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: “Harga komoditi kopi lebih tinggi dari harga pasar Doloksanggul”. Kriteria mengenai harga komoditi kopi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar Doloksanggul belum dapat dipenuhi. Harga kopi yang diterima petani tidak selalu lebih tinggi dari harga pasar Doloksanggul. Padahal jika dirunut dari alur tataniaga kopi, maka PT. Volkopi Indonesia bertindak sebagai eksportir. Harga kopi yang ditawarkan oleh PT. Volkopi Indonesia dalam pelaksanaan kesepakatan sudah sepatutnya lebih tinggi dari harga pasar lokal yaitu harga pedagang pengumpul di tingkat kabupaten. Petani tidak memiliki kekuatan dan kapasitas untuk ikut serta dalam penetapan harga kopi pada pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi di daerah penelitian. Indikator keenam pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu keinginan PT. Volkopi Indonesia dan petani untuk memperbaiki kesalahan- kesalahan yang terjadi selama pelaksanaan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menilai cukup baik pelaksanaan kesepakatan tersebut, dapat dilihat dengan ada keinginan mereka untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi selama berlangsungnya kesepakatan. Keinginan PT. Volkopi Indonesia dan petani untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi selama pelaksanaan agribisnis kopi telah memenuhi dua dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Kedua kriteria tersebut, yaitu: 1. Ada kemauan dari PT. Volkopi Indonesia dan petani untuk serius dan sepenuhnya melaksanakan hal-hal yang telah disepakati dalam kesepakatan. 2. PT. Volkopi Indonesia dan petani secara bersama-sama mencari solusi untuk pemecahan masalah-masalah yang terjadi selama pelaksanaan kesepakatan. Sedangkan dua dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: 1. PT. Volkopi Indonesia dan petani secara bersama-sama menetapkan sanksi bagi pihak yang melanggar hal-hal yang telah disepakati dalam kesepakatan. Dalam pelaksanaan kesepakatan ini, belum ada penetapan sanksi yang adil bagi pihak yang melanggar isi kesepakatan, sanksi hanya diberikan kepada petani apabila petai melakukan pelanggaran terhadap isi perjanjian kesepakatan. 2. PT. Volkopi Indonesia dan petani secara bersama-sama menetapkan untuk memberikan penghargaan bagi petani yang sungguh-sungguh melaksanakan hal-hal yang telah disepakati dalam kesepakatan. Pemberian penghargaan bagi pihak yang sungguh-sungguh dalam melaksanakan hal-hal yang telah disepakati dapat merangsang keinginan dari PT. Volkopi Indonesia dan petani untuk lebih serius dalam melaksankan kesepakatan ini. Indikator ketujuh pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu kepuasaan PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menilai bahwa kepuasan PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi sudah cukup baik. Hasil penelitian Tanjung 2014 pada indikator mengenai kepuasan petani terhadap kegiatan program kemitraan agribisnis dengan perusahaan eksportir juga menunjukkan bahwa seagian besar petani merasa adanya kepuasan bagi mereka dengan mengikuti kegiatan program kemitraan agribisnis dengan perusahaan eksportir karena membantu mereka dalam memasarkan komoditi yang telah mereka hasilkan dan memotivasi mereka untuk selalu berusahatani dan menghasilkan komoditi yang selalu berkualitas dan berkuantitas. Kepuasaan PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi dapat dilihat dari terpenuhinya dua dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Kedua kriteria tersebut, yaitu: 1. Kualitas dan kuantitas ekspor kopi PT. Volkopi Indonesia mengalami peningkatan artinya kopi yang dihasilkan petani telah memenuhi standarisasi hasil produksi SL-Kopi. 2. PT. Volkopi Indonesia dan petani memperoleh keuntungan selama pelaksanaan kesepakatan. Sedangkan dua dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: 1. Pengetahuan dan pelatihan yang diperoleh melalui SL-Kopi memberikan dampak positif bagi petani dalam mengusahakan kebun kopinya. Hal ini belum terpenuhi karena petani tidak secara kontinui dalam menerapkan pengetahuan dan pelatihan yang telah dipelajarinya melalui SL-Kopi, sehingga dampak positif bagi petani dalam mengusahakan kebun kopinya belum optimal. 2. Sarana dan prasarana yang tersedia selama pelaksanaan kesepakatan bermanfaat bagi petani. Ketersediaan dan kualitas sarana prasarana yang diberikan PT. Volkopi Indonesia serta pengalokasian sarana prasaran oleh petani yang kurang tepat sasaran tentunya berdampak terhadap daya dukung dari sarana dan prasarana tersebut terhadap pelaksanaan kesepakatan ini. Daya dukung sarana dan prasarana tersebut terhadap pelaksanaan kesepakatan ini belum optimal dan memadai. Berdasarkan data pada Tabel 29 dan uraian di atas, secara keseluruhan dapat dilihat bahwa pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani di daerah penelitian dengan nilai yang diharapkan 125 dan nilai yang diperoleh 102.85, maka persentase ketercapaian pelaksanaan kesepakatan tersebut adalah 82.37. Hal ini dapat diartikan bahwa pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani di daerah penelitian sudah berjalan dengan baik.

5.3 Masalah-masalah yang dihadapi oleh PT. Volkopi Indonesia dan Petani

Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan dalam Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi Ada beberapa masalah yang dihadapi oleh PT. Volkopi Indonesia dengan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi, antara lain sebagai berikut.

A. PT. Volkopi Indonesia

1. PT. Volkopi Indonesia mengalami kesulitan dalam memprediksi atau memperkirakan kuantitas dan kualitas ekspor kopi yang berasal dari petani peserta kesepakatan karena adanya ketidakpastian kuantitas dan kualitas kopi yang dihasilkan oleh petani. 2. Harga kopi di pasar internasional yang berfluktuasi tentunya menyebabkan harga kopi yang diterima oleh petani dari PT. Volkopi Indonesia berfluktuasi pula. Hal ini menimbulkan kecurigaan petani terhadap PT. Volkopi Indonesia bahwa harga kopi yang mereka terima tersebut tidak sesuai dengan kualitas kopi yang telah dihasilkan.

B. Petani Kopi

1. Kurangnya tenaga kerja yang mau dan mampu membantu petani dalam melakukan proses produksi pada kebun kopi seperti kegiatan pemangkasan kopi, pemupukan kopi, dan pemanenan kopi yang sesuai dengan standarisasi proses produksi yang ditetapkan oleh PT. Volkopi Indonesia. 2. Kurangnya modal untuk membeli pupuk dan membayar upah tenaga kerja sehingga kopi terlambat dipupuk, dipangkas dan dipanen.

C. PT. Volkopi Indonesia dan Petani Kopi

Masalah yang dihadapi oleh PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam pelaksanaan kesepakatan, antara lain: 1. Masih ada itikad kurang baik dari pihak PT. Volkopi Indonesia dan pihak petani kopi dalam menaati dan melaksanakan hal-hal yang tercantum pada perjanjian kesepakatan, seperti: a. PT. Volkopi Indonesia tidak melakukan penetapan harga sesuai dengan yang telah disepakati dalam kesepakatan; b. Petani tidak melakukan kegiatan pemangkasan, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan, pemanenan, dan pengolahan pasca panen sesuai dengan prinsip-prinsip pertanian kopi terpadu seperti yang telah dipelajari di Sekolah Lapang Kopi SL-Kopi secara kontiniu, tidak menggunakan alat-alat pelindung diri pada saat penyemprotan secara kontiniu dan tidak melakukan pengelolaan sampah kebun secara kontiniu. 2. Kesulitan dalam mendapatkan larutan kimia etanol dan metanol yang dibutuhkan untuk mengendalikan hama penggerek buah kopi.

5.4 Upaya-upaya yang Dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia dengan Petani

Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan dalam Mengatasi Masalah-masalah Tersebut Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia dengan petani untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi selama pelaksanaan kesepakatan, antara lain sebagai berikut.

A. PT. Volkopi Indonesia

1. PT. Volkopi Indonesia memaksimalkan kuantitas pembelian kopi dari para TokePanjuhar, baik yang ada di Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan maupun yang ada di luar daerah tersebut, yang masih berada dalam wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan. 2. Tim pembelian memberikan penjelasan kepada petani mengenai penetapan harga komoditi kopi yang dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia.

B. Petani Kopi

Untuk masalah 1, hingga saat ini belum ditemukan solusi yang tepat baik dari pihak PT. Volkopi Indonesia maupun petani. Sedangkan untuk masalah 2 diatasi dengan mengoptimalkan penggunaan pupuk organik kompos dan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga.

C. PT. Volkopi Indonesia dan Petani Kopi

Upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, yaitu: 1. Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah ketidaktaatan yang dilakukan olek PT. Volkopi Indonesia dan petani, yaitu: a. Masalah ketidaktaatan PT. Volkopi Indonesia dalam hal penetapan harga kopi yang diterima petani dalam kesepakatan, hingga saat ini belum ada solusi yang memadai untuk mengatasi masalah tersebut, petani hanya dapat menyampaikan keluhan mengenai penetapan harga tersebut melalui perantaraan Kader. b. Masalah ketidaktaatan petani dalam mengerjakan kewajibantugas yang menjadi tanggung jawabnya dalam pelaksanaan kesepakatan diatasi melalui pemberian arahan oleh staf sustainability fasilitator kepada Kader Aspek, lalu Kader mengkoordinasi anggotanya untuk menaati hal- hal yang telah disepakati dan apabila terjadi sesuatu yang cukup serius berkenaan dengan ketidaktaatan pelaksanaan hal-hal kesepakatan, maka staf tersebut akan ikut serta menghadiri rapat Aspek yang diadakan setiap satu bulan sekali untuk secara bersama-sama membahas dan mencari solusi mengenai hal tersebut. 2. PT. Volkopi Indonesia dan petani hanya melakukan pengedalian hama penggerek buah secara mekanis, yaitu sanitasi dengan memetik buah kopi yang busuk dan memungut buah kopi busuk yang ada di sekitar pohon kopi kemudian biji kopi busuk tersebut diolah menjadi kompos serta pemanfaatan musuh alamiah dengan penyemprotan jamur Beuveria bassianna.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1. Latar belakang terbentuknya kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan yaitu petani merasa tertarik dengan adanya jaminan harga yang lebih baik yang disepakati dalam pelaksanaan kesepakatan tersebut dan PT. Volkopi Indonesia membutuhkan kopi yang dihasilkan oleh petani untuk memenuhi kuota ekspornya. 2. Hasil penelitian menggunakan model CIPP Context, Input, Process, Product yaitu evaluasi konteks perencanaan, evaluasi input sumber-sumber yang tersedia, alternatif-alternatif yang diambil, serta prosedur kerja untuk mencapai tujuan yang dimaksud, evaluasi proses sampai sejauh mana program telah dilaksanakan, dan evaluasi produk hasil-hasil pencapaian tujuan, menunjukkan bahwa pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan sudah berjalan dengan baik. 3. Terdapat beberapa masalah dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan.

6.2 Saran

1. Saran untuk PT. Volkopi Indonesia dan Petani

Berdasarkan hasil penelitian mengenai masalah-masalah yang dihadapi oleh PT. Volkopi Indonesia selama pelaksanaan kesepakatan maka terdapat beberapa saran dalam penelitian ini. Adapun beberapa saran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 32 berikut. Tabel 32. Saran terhadap Masalah-masalah yang Dihadapi oleh PT. Volkopi Indonesia dalam Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi dengan Petani No. Masalah-masalah yang Dihadapi Saran 1. PT. Volkopi Indonesia mengalami kesulitan dalam memprediksi atau memperkirakan kuantitas dan kualitas ekspor kopi yang berasal dari petani peserta kesepakatan karena adanya ketidakpastian kuantitas dan kualitas kopi yang dihasilkan oleh petani. 1. PT. Volkopi Indonesia dan petani secara bersama-sama membuat suatu penetapan mengenai kuantitas dan kualitas kopi yang harus disuplai oleh petani selama pelaksanaan kesepakatan. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam penetapan mengenai kuantitas dan kualitas kopi yang harus disuplai oleh petani selama pelaksanaan kesepakatan Misalnya : a. Petani harus mensuplai hasil produksi kopinya minimal 40 dari total produksi b. Kualitas kopi yang dihasilkan oleh petani harus sesuai standarisasi ekspor kopi yang telah ditetapkan oleh PT. Volkopi Indonesia. Lanjutan Tabel 32. Saran terhadap Masalah-masalah yang Dihadapi oleh PT. Volkopi Indonesia dalam Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi dengan Petani No. Masalah-masalah yang Dihadapi Saran 2. Harga kopi di pasar internasional yang berfluktuasi tentunya menyebabkan harga kopi yang diterima oleh petani dari PT. Volkopi Indonesia berfluktusi pula. Hal ini menimbulkan kecurigaan petani terhadap PT. Volkopi Indonesia bahwa harga kopi yang mereka terima tersebut tidak sesuai dengan kualitas kopi yang telah dihasilkan. 1. PT. Volkopi Indonesia sebagai perusahaan ekspor kopi yang menjalin kesepakatan agribisnis kopi dengan petani, PT. Volkopi Indonesia dalam melakukan penetapan harga kopi harus secara transfaran. Transfaransi dalam penetapan harga dapat dilakukan dengan dua cara, yakni: a. Membuka akses bagi petani mengenai informasi harga kopi di pasar internasional sehingga melalui informasi tersebut petani dapat melakukan pembandingan harga dan menilai sendiri apakah harga yang ditetapkan oleh PT. Volkopi Indonesia telah sesuai atau tidak dengan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. b. Adanya kejelasan mengenai kriteria penetapan harga yang disesuaikan dengan standarisasi kualitas kopi yang dihasilkan oleh tiap-tiap petani, sehingga petani dapat menilai sendiri dan membandingkan harga kopi yang diterimanya telah sesuai atau tidak dengan kualitas kopi yang diproduksinya. Berdasarkan hasil penelitian mengenai masalah-masalah yang dihadapi oleh petani selama pelaksanaan kesepakatan maka terdapat beberapa saran dalam penelitian ini. Adapun beberapa saran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 33 berikut. Tabel 33. Saran terhadap Masalah-masalah yang Dihadapi oleh Petani dalam Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi dengan PT. Volkopi Indonesia No. Masalah-masalah yang Dihadapi Saran 1. 2. Kurangnya tenaga kerja yang mau dan mampu membantu petani dalam melakukan proses produksi pada kebun kopi. Kurangnya modal untuk membeli pupuk dan membayar upah tenaga kerja sehingga kopi terlambat dipupuk, dipangkas dan dipanen. 1. Ada dua saran dalam mengatasi masalah kurangnya tenaga kerja tersebut, yaitu: a. Pembentukan sistem gotong royong pada tiap-tiap Aspek dan membuat jadwal kegiatan gotong royong dalam mengusahakan atau mengelola kebun kopi setiap anggota Aspek. b. Pembukaan SL-Kopi bagi setiap buruh tani yang ada di Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan, sehingga kebutuhan tenaga kerja yang akan membantu petani dalam melakukan proses produksi pada kebun kopi dapat terpenuhi. 2. Pengadaan Micro Finance System untuk menyokong dan menopang permodalan petani dalam mengusahakan dan mengelola kebun kopi. Contoh : CU Credit Union, Koperasi dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian mengenai masalah-masalah yang dihadapi oleh PT. Volkopi Indonesia dan petani selama pelaksanaan kesepakatan maka terdapat beberapa saran dalam penelitian ini. Adapun beberapa saran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 34 berikut. Tabel 34. Saran terhadap Masalah-masalah yang Dihadapi oleh PT. Volkopi Indonesia dengan Petani dalam Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi No. Masalah-masalah yang Dihadapi Saran 1. 2. Masih ada itikad kurang baik dari pihak PT. Volkopi Indonesia dan pihak petani kopi dalam menaati dan melaksanakan hal-hal yang tercantum pada perjanjian kesepakatan. Kesulitan dalam mendapatkan larutan kimia etanol dan metanol yang dibutuhkan untuk mengendalikan hama penggerek buah kopi. 1. Ada dua saran dalam mengatasi masalah tersebut, yaitu: a. Peningkatan kapasitas dari masing- masing hal kesepakatan yang belum dipenuhi dan atau dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia dan petani. b. Adanya pendekaan sanksi bagi pihak- pihak yang tidak menaati dan melaksanakan hal-hal yang disepakati dalam perjanjian kesepakatan. 2. PT. Volkopi Indonesia dan petani serta pemerintah setempat bekerjasama dalam pemenuhan dan atau pengadaan larutan kimia tersebut.

2. Saran untuk Pemerintah

Dokumen yang terkait

Analisis Pendapatan Usahatani Kopi Arabika (Coffea arabica ) (Studi Kasus Desa Dolokmargu, Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

51 259 152

Respon Masyarakat Desa Sitio Ii Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan Terhadap Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Oleh Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul

2 59 107

Pengaruh Harga Kopi di Terminal New York Dengan Harga di Tingkat Petani dan Pendapatan Petani Kopi Arabika (Sudi Kasus: Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 10

Pengaruh Harga Kopi di Terminal New York Dengan Harga di Tingkat Petani dan Pendapatan Petani Kopi Arabika (Sudi Kasus: Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 1 1

Pengaruh Harga Kopi di Terminal New York Dengan Harga di Tingkat Petani dan Pendapatan Petani Kopi Arabika (Sudi Kasus: Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 9

Pengaruh Harga Kopi di Terminal New York Dengan Harga di Tingkat Petani dan Pendapatan Petani Kopi Arabika (Sudi Kasus: Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 12

Pengaruh Harga Kopi di Terminal New York Dengan Harga di Tingkat Petani dan Pendapatan Petani Kopi Arabika (Sudi Kasus: Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 1 2

Pengaruh Harga Kopi di Terminal New York Dengan Harga di Tingkat Petani dan Pendapatan Petani Kopi Arabika (Sudi Kasus: Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 36

Evaluasi terhadap Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dan Petani (Kasus : Agribisnis Kopi Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 74

Evaluasi terhadap Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dan Petani (Kasus : Agribisnis Kopi Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 17