65.57 7.14 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Indikator ketujuh pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu kepuasaan PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi, dengan nilai yang diharapkan 5.00 dan nilai yang diperoleh 3.80, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 76.00. Artinya sebagian besar petani menilai bahwa kepuasan PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi sudah cukup baik. Dari indikator product hasil dapat diketahui hasil transformasi nilai pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani di daerah penelitian. Hasil transformasi nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 28 berikut. Tabel 28. Hasil Transformasi Nilai Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani pada Indikator Product Hasil Indikator Penilaian A B C D E 1 20 25.00 60 75.00 2 7 8.75 67 83.75 6 7.50 3 13 16.25 66 82.50 1 1.25 4 0 56 70.00 24 30.00 5 8 10.00 71 88.75 1 1.25 6 3 3.75 75 93.75 2 2.50 7 0 64 80.00 16 20.00 Rata-rata 7.29

9.11 65.57

81.96 7.14

8.93 Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 14 Data pada Tabel 28 menunjukkan bahwa rata-rata petani sampel yang menyatakan product hasil dari pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani di daerah penelitian sudah baik yaitu 66 orang 81.96, 7 orang 9.11 menyatakan sangat baik, dan 7 orang 8.93 menyatakan cukup baik serta tidak ada yang menyatakan product hasil dari pelaksanaan kesepakatan tidak baik atau sangat tidak baik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa product hasil dari pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi yang terjalin antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani di daerah penelitian sudah baik. Berdasarkan indikator-indikator penilaian pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat diketahui hasil transformasi pelaksanaan kesepakatan di daerah penelitian secara keseluruhan context, input, process, dan product. Hasil transformasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 29 berikut. Tabel 29. Hasil Transformasi Nilai Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani No. Uraian Indikator Nilai Yang Diharapkan Nilai Yang Diperoleh Ketercapaian 1. Context Konteks 5 – 30 25.15 83.83 2. Input Masukan 5 – 30 24.81 82.70 3. Process Proses 5 – 30 24.88 82.93 4. Product Produk 5 – 35 28.01 80.03 Jumlah 125 102.85 82.37 Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran 5,8,11,14 Berdasarkan data pada Tabel 29 dapat diketahui bahwa indikator pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani berdasarkan context konteks dengan nilai yang diharapkan 6-30 dan nilai yang diperoleh 25.15, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 83.83. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh dapat dilihat bahwa context konteks atau perencanaan pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi belum mencapai nilai optimal, tetapi telah dapat dikatakan berjalan dengan baik. Indikator pertama pada context konteks pelaksanaan kesepakatan yaitu perencanaan peningkatan pengetahuan petani mengenai budidaya tanaman kopi yang berkelanjutan artinya budidaya yang berpedoman pada kelangsungan lingkungan, sosial, dan ekonomi. Petani menilai bahwa pelaksanaan kesepakatan pada indikator ini sudah sangat baik karena perencanaan tersebut telah berpedoman pada sepuluh kriteria kritis prinsip standar pertanian lestari RFA Rain Forest Alliance. Perencanaan peningkatan pengetahuan petani yang berpedoman pada sepuluh kriteria kritis prinsip standar pertanian lestari dapat dilihat pada Tabel 30 berikut. Tabel 30. Perencanaan Peningkatan Pengetahuan Petani yang Berpedoman pada Sepuluh Kriteria Kritis Prinsip Standar Pertanian Lestari No. Sepuluh Kriteria Kritis Prinsip Standar Pertanian Lestari Perencanaan Peningkatan Pengetahuan Petani mengenai Budidaya Tanaman Kopi yang Berkelanjutan A B 1. Sosial dan Sistem Manajemen Lingkungan √

2. Konservasi Ekosistem

√ 3. Perlindungan Satwa Liar √

4. Konservasi Air

√ 5. Perlakuan Adil dan Ketentuan Bekerja Baik untuk Pekerja √ 6. Keselamatan dan Kesehatan Kerja √

7. Hubungan Masyarakat

√ 8. Manajemen Tanaman Terpadu √ 9. Manajemen dan Konservasi Tanah √ 10. Pengelolaan Limbah Terpadu √ Sumber : Analisis Data Primer, Lampiran 16 Keterangan: A = Budidaya yang berpedoman pada kelangsungan lingkungan B = Budidaya yang berpedoman pada kelangsungan sosial dan ekonomi Berdasarkan Tabel 30 dapat dilihat perencanaan peningkatan pengetahuan petani mengenai budidaya tanaman kopi yang berkelanjutan artinya budidaya yang berpedoman pada kelangsungan lingkungan, sosial, dan ekonomi dalam sepuluh kriteria kritis prinsip standar pertanian lestari. Perencanaan yang berpedoman pada kelangsungan lingkungan mencakup enam hal, yaitu: konservasi ekosistem; perlindungan satwa liar; konservasi air; manajemen tanaman terpadu, manajemen dan konservasi tanah, dan pengelolaan limbah terpadu. Perencanaan yang berpedoman pada kelangsungan sosial dan ekonomi mencakup empat hal, yaitu: sosial dan sistem manajemen lingkungan; perlakuan adil dan ketentuan bekerja baik untuk pekerja; keselamatan dan kesehatan kerja; dan hubungan masyarakat Lampiran 16. Indikator kedua pada context konteks pelaksanaan kesepakatan yaitu perencanaan peningkatan kuantitas dan kualitas komoditi kopi yang akan dihasilkan dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Petani menanggapi dengan baik perencanaan tersebut, petani bersedia menghasilkan komoditi kopi yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan kebutuhan ekspor PT. Volkopi Indonesia. Hasil penelitian Tanjung 2014 pada indikator mengenai perencanaan kualitas dan kuantitas komoditi hortikultura yang akan dihasilkan dalam kegiatan kemitraan juga menunjukkan bahwa sebagian besar dari petani menanggapi dengan baik mengenai kesepakatan perencanaan dengan pihak eksportir untuk dapat menghasilkan komoditi yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang bagus dan komoditas yang paling bagus kualitas dan kuantitasnya yang akan dipilih untuk kebutuhan ekspor pihak eksportir. Pada umumnya petani telah memenuhi tiga dari empat kriteria penilaian dalam perencanaan peningkatan kuantitas dan kualitas komoditi kopi yang akan dihasilkan dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Ketiga kriteria tersebut, antara lain: 1. Proses dan teknik pemanenan kopi dilakukan sesuai dengan standarisasi SL- Kopi; 2. Proses dan teknik pengolahan pasca panen dilakukan sesuai dengan standarisasi SL-Kopi; dan 3. Proses dan teknik pengendalian hama dilakukan sesuai dengan standarisasi SL-Kopi serta tidak menggunakan pestisida yang dilarang WHO World Healty Organization, contoh merek dagang: Gramoxone, Paratop, Bhen Mayer , Bravoxone, dan Supretox. Sedangkan satu dari empat kriteria penilaian yang belum sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh petani yaitu: “Proses dan teknik produksi dilakukan sesuai dengan standarisasi SL-Kopi”. Kriteria ini belum dapat dipenuhi karena minimnya modal yang dimiliki oleh petani dalam mendukung pelaksanaan proses produksi, mengingat panjangnya rangkaian kegiatan dalam proses produksi, seperti: pemeliharaan pohon pelindung, pemupukan kopi dan pemangkasan kopi. Oleh sebab itu, kebutuhan akan alat-alat dan bahan-bahan serta tingkat curahan tenaga kerja pada kegiatan ini cukup tinggi. Indikator ketiga pada context konteks pelaksanaan kesepakatan yaitu perencanaan harga komoditi kopi yang akan dihasilkan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Petani menanggapi dengan cukup baik mengenai perencanaan harga komoditi yang diberikan oleh PT. Volkopi Indonesia kepada petani dalam pelaksanaan kesepakatan. Pada umumnya petani menilai perencanaan mengenai harga komoditi kopi yang akan dihasilkan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi telah memenuhi tiga dari lima kriteria penilaian pada indikator ini. Ketiga kriteria tersebut, yaitu: 1. Harga komoditi kopi ditetapkan berdasarkan kondisi harga pasar Doloksanggul; 2. Harga komoditi kopi disesuaikan dengan kualitas kopi; dan 3. Penambahan harga komoditi kopi berupa premi sebesar Rp 1.000,00liter kopi yang diproduksinya yang dibagikan kepada petani setiap dua kali dalam setahun per enam bulan. Sedangkan satu dari empat kriteria penilaian yang belum dapat dipenuhi pada indikator ini, yaitu: “Harga komoditi kopi ditetapkan oleh PT. Volkopi Indonesia dan petani serta harga komoditi kopi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar Doloksanggul”. Kriteria mengenai harga komoditi kopi yang ditetapkan secara bersama- sama oleh PT. Volkopi Indonesia dan petani belum dapat dipenuhi dalam pelaksanaan kesepakatan ini memperlihatkan bahwa adanya dominasi PT. Volkopi Indonesia dalam hal penetapan harga. Posisi petani dalam hal penetapan harga belum setara atau sejajar dengan PT. Volkopi Indonesia artinya petani belum memiliki posisi tawar yang kuat pada kegiatan pemasaran hasil produksi kopi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi di daerah penelitian. Kriteria mengenai harga komoditi kopi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar Doloksanggul belum dapat dipenuhi. Harga kopi yang diterima petani tidak selalu lebih tinggi dari harga pasar Doloksanggul. Padahal jika dirunut dari alur tataniaga kopi, maka PT. Volkopi Indonesia bertindak sebagai eksportir. Harga kopi yang ditawarkan oleh PT. Volkopi Indonesia dalam pelaksanaan kesepakatan sudah sepatutnya lebih tinggi dari harga pasar lokal yaitu harga pedagang pengumpul di tingkat kabupaten. Petani tidak memiliki kekuatan dan kapasitas untuk ikut serta dalam penetapan harga kopi pada pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi di daerah penelitian. Indikator keempat pada context konteks pelaksanaan kesepakatan yaitu perencanaan peningkatan jumlah petani kopi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menanggapi dengan baik mengenai perencanaan tersebut. Jumlah petani kopi yang mengikuti pelaksanaan kesepakatan mengalami peningkatan. Petani menilai bahwa perencanaan peningkatan jumlah petani kopi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi telah memenuhi empat dari lima kriteria penilaian pada indikator ini. Keempat kriteria tersebut, antara lain: 1. PT. Volkopi Indonesia melakukan sosialisasi kepada para petani yang belum bergabung mengenai pelaksanaan agribisnis kopi. PT. Volkopi Indonesia melalui staf sustainability fasilitatorpendamping menargetkan beberapa daerah di Kabupaten Humbang Hasundutan sebagai langkah untuk memperluasan areal pengambilan kopi guna memenuhi kuota ekspor kopi perusahaan. PT. Volkopi Indonesia telah melakukan sosialisasi pada beberapa desa yang terdapat petani kopi yang memiliki produksi kopi yang sesuai dengan kebutuhan ekspor kopi perusahaan dan petani kopi tersebut belum bergabung dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 2. Staf pendamping PT. Volkopi Indonesia mengarahkan para kader untuk mengkoordinasi dan menghimbau anggota Aspeknya dalam menerapkan pengetahuan dan pelatihan mengenai budidaya kopi yang diperoleh dari SL- Kopi pada kebunnya, ketika hasil produksi kebun kopi semakin baik kualitas maupun kuantitasnya maka hal ini dapat menjadi daya tarik bagi petani-petani kopi yang belum mengikuti kesepakatan agribisnis kopi. 3. Pengadaan program beasiswa pendidikan bagi anak-anak dari masing-masing anggota Aspek. Beasiswa tersebut diberikan kepada setiap anak petani yang berprestasi di tingkat Perguruan Tinggi mulai dari beasiswa tersebut diberikan hingga selesai wisuda. 4. Pengadaan program pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis kepada setiap anggota Aspek. Program ini diadakan setiap satu tahun sekali. Sedangkan satu dari lima kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini yaitu: “PT. Volkopi Indonesia mengadakan program peningkatan jumlah petani kopi sebesar 10 dari jumlah anggota Aspek yang telah terbentuk dan memberikan penghargaan bagi Aspek yang jumlah anggotanya mengalami peningkatan”. Indikator kelima pada context konteks pelaksanaan kesepakatan yaitu perencanaan penyediaan sarana dan prasarana penunjang dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menanggapi dengan baik, sarana dan prasarana yang akan diberikan oleh PT. Volkopi Indonesia untuk mendukung pelaksanaan kesepakatan tersebut. Hasil penelitian Tanjung 2014 pada indikator mengenai perencanaan penyediaan sarana dan prasarana penunjang kemitraan juga menunjukkan bahwa sebagian besar petani menanggapi dengan baik kesepakatan akan ketersediaan sarana dan prasarana yang akan disediakan oleh pemerintah dan eksportir untuk mendukung pelaksanaan kegiatan kemitraan. Petani menilai bahwa perencanaan mengenai penyediaan sarana dan prasarana penunjang dalam pelaksanaan kesepakatan telah memenuhi empat dari lima kriteria penilaian pada indikator ini. Keempat kriteria tersebut, antara lain: 1. Penyediaan alat-alat dan bahan-bahan praktek dalam melaksanakan program SL-Kopi selama sepuluh kali pertemuan ± tiga bulan. 2. Penyediaan alat pelindung diri APD yang digunakan oleh petani saat bekerja di kebun kopi, contoh: sepatu boot, sarung tangan, masker, kacamata, dan mantel hujan. 3. Penyediaan transportasi untuk mengangkut hasil panen kopi dari desa ke kantor cabang PT. Volkopi Indonesia. 4. Pengadaan program pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis bagi petani satu kali dalam setahun. Sedangkan satu dari lima kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini yaitu: “Pengadaan sistem permodalan bagi petani dalam mendukung dan menopang usahatani kopi”. Indikator keenam pada context konteks pelaksanaan kesepakatan yaitu perencanaan terjalinnya hubungan yang berkesinambungan dan lestari antara PT. Volkopi Indonesia dan petani. Sebagian besar petani menilai bahwa perencanaan mengenai terjalinnya hubungan yang berkesinambungan dan lestari antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani dalam pelaksanaan kesepakatan sudah cukup baik. Perencanaan terjalinnya hubungan yang berkesinambungan dan lestari antara PT. Volkopi Indonesia dan petani pada pelaksanaan kesepakatan ini telah memenuhi dua dari empat kriteria penilaian pada indikator tersebut. Kedua kriteria tersebut, antara lain: 1. Komunikasi yang terjalin antara PT. Volkopi Indonesia dan petani bersifat terbuka atau transfaran. 2. Adanya keinginan dari PT. Volkopi Indonesia dan petani untuk terciptanya kerjasama yang menguntungkan kedua belah pihak. Sedangkan dua dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: 1. Adanya kepercayaan dari PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan kesepakatan tersebut 2. Adanya keseimbangan antara keuntungan dan risiko yang diterima oleh masing-masing PT. Volkopi Indonesia dan petani. Adapun pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani pada indikator input masukan dengan nilai yang diharapkan 6-30 dan nilai yang diperoleh 24.81, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 82.70. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, diketahui bahwa pelaksanaan kesepakatan pada indikator input masukan belum mencapai nilai optimal, tetapi dalam pelaksanaannya, dapat dikatakan sudah berjalan dengan baik. Indikator pertama pada input masukan pelaksanaan kesepakatan yaitu kesiapan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menilai bahwa kesiapan mereka dalam melakukan hal-hal yang telah disepakati pada pelaksanaan kesepakatan sudah baik. Hasil penelitian Tanjung 2014 pada indikator mengenai kesiapan kelompok tani dalam kegiatan kemitraan juga menunjukkan bahwa sebagian besar petani menilai baik untuk kesiapan yang dilakukan oleh kelompok tani dalam mengarahkan petani dalam kegiatan kemitraan dengan eksportir. Kesiapan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi telah memenuhi empat dari lima kriteria penilaian pada indikator ini. Keempat kriteria tersebut, antara lain: 1. Ada kemauan tersendiri dari petani dalam menjalin kesepakatan dengan PT. Volkopi Indonesia atau dengan kata lain bukan karena petani mendapat pengaruh dari pihak tertentu. 2. Petani tidak merasa dikuasai dan ditekan dalam melaksanakan hal-hal yang disepakati dalam pelaksanaan kesepakatan. 3. Petani bersedia mengikuti program pelatihan dan pembinaan pengelolaan kebun kopi melalui Sekolah Lapang Kopi SL-Kopi selama sepuluh kali pertemuan ± tiga bulan. 4. Petani bersedia menandatangani surat perjanjian yang isinya mencakup hal-hal yang disepakati dalam kesepakatan. Sedangkan satu dari lima kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: “Petani bersedia mendaftarkan diri sebagai anggota pada Asosiasi Petani Kopi Aspek yang ada di desanya dan mengikuti seluruh program serta kegiatan yang diadakan”. Petani memang mendaftarkan diri sebagai anggota pada Aspek yang ada di desanya tetapi tidak semua petani anggota mau terlibat dan mengikuti setiap kegiatan yang diadakan Aspek. Indikator kedua pada input masukan pelaksanaan kesepakatan yaitu rasa saling percaya yang ada pada PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menilai bahwa rasa percaya yang ada pada PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan hal-hal yang telah disepakati pada pelaksanan kesepakatan sudah cukup baik. Rasa saling percaya yang ada pada PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi telah memenuhi dua dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Kedua kriteria tersebut, antara lain: 1. PT. Volkopi Indonesia dan petani tidak mendapat pengaruh dari pihak manapun dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. 2. Petani tidak merasa dikuasai oleh PT. Volkopi Indonesia baik secara Sumber Daya Alam SDA maupun Sumber Daya Manusia SDM. Sedangkan dua dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: 1. PT. Volkopi Indonesia tidak menaruh curiga terhadap petani mengenai kualitas dan kuantitas kopi yang dihasilkan oleh petani. Kecurigaan PT. Volkopi Indonesia muncul sejak adanya petani yang mencuci kopi dengan deterjen dan menjemur kopi pada tempat yang tidak bersih dan aman sehingga ditemukan urin ternak pada kopi. Oleh sebab itu, PT. Volkopi Indonesia melakukan penilaian yang sangat teliti terhadap kualitas kopi yang dihasilkan oleh petani. 2. PT. Volkopi Indonesia dan petani tidak menaruh curiga terhadap keuntungan yang diperoleh masing-masing pihak. Petani menilai bahwa PT. Volkopi Indonesia memperoleh keuntungan yang lebih besar dalam kesepakatan ini karena harga yang diterima petani masih terbilang rendah dengan pertimbangan bahwa posisi PT. Volkopi Indonesia dalam alur tataniaga kopi adalah sebagai eksportir. Harga yang diperoleh oleh eksportir adalah harga tertinggi dalam alur tataniaga kopi. Indikator ketiga pada input masukan pelaksanaan kesepakatan yaitu komunikasi yang terjalin antara PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi. Petani menilai bahwa komunikasi yang terjalin antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani sudah cukup baik. Komunikasi yang terjalin antara PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi telah memenuhi dua dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Kedua kriteria tersebut, yaitu: 1. PT. Volkopi Indonesia dan petani dapat bertindak sebagai pembicara maupun pendengar artinya komunikasi yang terjalin bersifat bebas dan terbuka dalam menyampaikan pesaninformasiidegagasanpendapat. 2. Pesan atau informasi yang akan disampaikan dalam komunikasi selama pelaksanaan kesepakatan tidak boleh menyimpang atau bahkan m hal-hal yang telah disepakati dalam kesepakatan. Sedangkan dua dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: 1. Ada jaringan komunikasi yang terbentuk selama pelaksanaan kesepakatan artinya informasi atau pesan yang disampaikan oleh PT. Volkopi Indonesia maupun petani dapat tersebarluaskan dengan cepat dan mudah. Pertemuan Aspek tidak dihadiri oleh seluruh anggota, sehingga ada beberapa penyaluran informasi yang berkenaan dengan pelaksanaan kesepakatan tidak optimal. 2. Ada umpan balik dan efek dari komunikasi yang terjalin antara PT. Volkopi Indonesia dan petani selama pelaksanaan kesepakatan artinya ada respon atau tanggap pendengar terhadap pesan yang disampaikan oleh pembicara dan ada dampak yang dirasakan oleh pendengar melalui penyampaian pesan yang dilakukan oleh pembicara tersebut. Petani tidak serentak dalam merespon pesan atau informasi yang disampaikan baik oleh PT. Volkopi Indonesia maupun petani sehingga efek atau dampak dari sebuah informasi tidak dapat dirasakan oleh seluruh petani yang terlibat dalam pelaksanaan kesepakatan. Indikator keempat pada input masukan pelaksanaan kesepakatan yaitu partisipasi keikutsertaan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menilai bahwa partisipasi keikutsertaan mereka dalam pelaksanaan kesepakatan sudah cukup baik. Partisipasi keikutsertaan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi telah memenuhi empat dari delapan kriteria penilaian pada indikator ini. Keempat kriteria tersebut, antara lain: 1. Menjaga kelestarian kebun kopi; 2. Tidak mempergunakan pestisida yang dilarang WHO; 3. Bersedia diaudit internal dari PT. Volkopi Indonesia dan eksternal dari lembaga sertifikasi; dan 4. Bersedia mengikuti sertifikasi oleh RFA Rain Forest Alliance. Sedangkan empat dari delapan kriteria yang belum terpenuhi pada indikator ini, antara lain: 1. Pihak petani bersedia menerapkan apa yang sudah dipelajari di SL-Kopi pada kebunnya. Adapun materi-materi yang dipelajari oleh petani pada Program SL-Kopi berkaitan dengan kegiatan proses produksibudidaya dan kegiatan pengolahan pasca panen. Materi-materi tersebut dijadikan pedoman atau standar dalam kegiatan proses produksi atau budidaya dan kegiatan pengolahan pasca panen. Standar dalam kegiatan proses produksi yaitu perbanyakan tanaman tepat, penaungan tepat, penanaman tepat, pemangkasan tepat, pengendalian hama dan penyakit tepat dan pemupukan tepat. Sedangkan standar dalam kegiatan pengolahan pasca panen, yaitu pemanenan tepat dan pengolahan pasca panen tepat. Sebagian besar petani belum menerapkan pedoman dan standar tersebut pada kebun kopi. 2. Memakai Alat-alat Perlindungan Diri APD pada saat penyemprotan, contoh: sepatu boot, sarung tangan, masker, kacamata, jaket pelindung. Ada beberapa petani yang masih enggan mengunakan APD secara lengkap saat melakukan penyemprotan kopi. 3. Pengelolaan sampah kebun kopi dengan baik. Ada beberapa petani yang belum melakukan pemisahan antara sampah organic dan anorganik. 4. Tidak memperkerjakan anak dibawah umur, menjaga sumber air dan musuh alami. Ada beberapa petani yang masih mengikutsertakan dan mempekejakan anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun dalam kegiatan usahatani di kebun kopi. Indikator kelima pada input masukan pelaksanaan kesepakatan yaitu penyuluhan dan pelatihan yang diberikan kepada petani oleh staf TOT Training of Trainer PT. Volkopi Indonesia melalui sekolah lapang kopi SL-Kopi. Sebagian petani menilai bahwa pelatihan dan penyuluhan yang dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia terhadap petani dalam pelaksanaan kesepakatan sudah berjalan dengan baik. Hasil penelitian Tanjung 2014 pada indikator mengenai penyuluhan dan pelatihan yang diberikan oleh petugas Penyuluhan Pertanian Lapangan PPL kemitraan juga menunjukkan bahwa sebagian besar petani menilai baik untuk penyuluhan dan pelatihan yang diberikan oleh petugas PPL dalam membantu mereka untuk dapat berusahatani dan menghasilkan komoditi yang baik dan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Kegiatan penyuluhan dan pelatihan yang diberikan kepada petani oleh staf TOT Training of Trainer PT. Volkopi Indonesia melalui sekolah lapang kopi SL-Kopi telah memenuhi tiga dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Ketiga kriteria tersebut, antara lain: 1. Materi penyuluhan dan pelatihan tersebut sesuai dengan informasi yang diperlukan oleh petani dalam mengelola kebunnya. 2. Proses penyampaian materi penyuluhan dan pelatihan dilakukan dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh petani. 3. Staf pendamping yang bertugas menyuluh dan melatih serta mendampingi petani memiliki jiwa yang bertanggung jawab, jujur, sabar, tegas, dan komunikatif sehingga mampu membuat petani nyaman dan bersifat terbuka apabila mengalami kendala di kebun. Sedangkan satu dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: “Ada dampak positif dari program penyuluhan dan pelatihan yang dapat dirasakan oleh petani terhadap kebun kopinya”. Dampak positif tersebut belum dirasakan oleh petani secara keseluruhan karena petani belum sepenuhnya melakukan hal-hal yang dipaparkan dalam kegiatan penyuluhan dan pelatihan tersebut. Keterbatasan dalam hal permodalan baik dalam hal pembiayaan tenaga kerja maupun pembiayaan yang dikeluarkan dalam membeli alat-alat dan bahan-bahan yag diperlukan selama kegitan usahatani kopi merupakan penyebab utama petani tidak dapat menerapkan hal-hal yang telah dipaparkan pada kegiatan penyuluhan dan pelatihan tersebut. Indikator keenam pada input masukan pelaksanaan kesepakatan yaitu suplai sarana dan prasarana penunjang yang diberikan PT. Volkopi Indonesia kepada petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian petani menilai baik penyaluran sarana dan prasarana yang telah dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia dalam pelaksanaan kesepakatan. Suplai sarana dan prasarana penunjang yang diberikan PT. Volkopi Indonesia kepada petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi telah memenuhi tiga dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Ketiga kriteria tersebut, antara lain: 1. Petani memperoleh alat-alat dan bahan-bahan praktek dalam melaksanakan program SL-Kopi selama sepuluh kali pertemuan ± tiga bulan. 2. Hasil panen kopi petani diangkut dari desa ke perusahaan dengan menggunakan transportasi yang disediakan oleh PT. Volkopi Indonesia. 3. Petani memperoleh pelayanan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis satu kali dalam setahun. Sedangkan satu dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: “Petani memperoleh alat pelindung diri APD yang digunakan saat bekerja di kebun, contoh: sepatu boot, sarung tangan, masker, kacamata, dan mantel hujan.” Petani tidak dapat memakai APD secara lengkap karena kualitasnya kurang baik tidak dan kurangnya perhatian petani dalam hal pemeliharaandan perawatan APD, sehingga APD cepat rusak dan tidak dapat digunakan lagi oleh petani. Data pada Tabel 29 menunjukkan bahwa indikator pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani berdasarkan process proses dengan nilai yang diharapkan 6-30 dan nilai yang diperoleh 24.88, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 82.93. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa process proses pelaksanaan kesepakatan belum mencapai nilai optimal tetapi sudah dapat dikatakan berjalan dengan baik. Indikator pertama pada process proses pelaksanaan kesepakatan yaitu kepatuhan petani kopi dalam memenuhi standarisasi proses produksi yang telah ditetapkan dalam sekolah lapang kopi SL-Kopi. Sebagian besar petani menilai baik pelaksanaan proses produksi yang telah dilakukan dalam memenuhi kebutuhan ekspor kopi PT. Volkopi Indonesia. Kepatuhan petani kopi dalam memenuhi standarisasi proses produksi yang telah ditetapkan dalam sekolah lapang kopi SL-Kopi telah memenuhi enam dari delapan kriteria penilaian pada indikator ini. Keenam kriteria tersebut, yaitu: 1. Petani melakukan proses dan teknik penanaman pohon pelindung yang sesuai dengan standarisasi SL-Kopi. 2. Petani melakukan proses dan teknik pemangkasan yang sesuai dengan standarisasi proses produksi SL-Kopi. 3. Petani melakukan proses dan teknik pemupukan disesuaikan dengan standarisasi SL-Kopi, pemupukan dilakukan dua kali dalam setahun dosis pupuk yang diberikan 200 gr NPK Phonska dan 3 kg kompos per pohon. 4. Petani melakukan proses dan teknik pengendalian hama dan penyakit tanaman kopi sesuai dengan standarisasi SL-Kopi. 5. Petani melakukan proses dan teknik pemanenan disesuaikan dengan standarisasi SL-Kopi, pemanenan kopi dilakukan setiap satu kali dalam minggu saat produksi kopi melimpah awal bulan April hingga awal bulan Juni dan akhir bulan September hingga akhir bulan November dan 2-3 minggu sekali saat produksi kopi rendah. 6. Petani melakukan proses dan teknik pengolahan pasca panen yang sesuai dengan standarisasi SL-Kopi. Sedangkan dua dari delapan kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: 1. Petani melakukan pengelolaan sampah yakni membuat lubang sampah untuk sampah sisa-sisa pertanian organik dan anorganik seperti plastik mulsa dan botol-botol pestisida secara terpisah. 2. Petani menggunakan alat pelindung diri APD selama bekerja di kebun. Indikator kedua pada process proses pelaksanaan kesepakatan yaitu kepatuhan petani kopi dalam memenuhi stadarisasi hasil produksi. Sebagian besar petani menilai baik proses pengolahan hasil produksi yang telah dilakukan dalam memenuhi kebutuhan ekspor kopi PT. Volkopi Indonesia. Kepatuhan petani kopi dalam memenuhi stadarisasi hasil produksi telah memenuhi empat dari lima kriteria penilaian pada indikator ini. Keempat kriteria tersebut, yaitu: 1. Petani melakukan proses dan teknik pemanenan yang sesuai dengan standarisasi SL-Kopi. 2. Petani melakukan waktu pemanenan sesuai dengan dengan standarisasi SL- Kopi yaitu setiap satu kali dalam minggu saat produksi kopi melimpah awal bulan April hingga awal bulan Juni dan akhir bulan September hingga akhir bulan November dan 2-3 minggu sekali saat produksi kopi rendah. 3. Petani melakukan pengilingan kopi sebelum delapan jam setelah kopi dipetik. 4. Petani melakukan fermentasi perendaman biji kopi selama dua belas jam dan pencucian kopi dengan air bersih serta membuang kopi yang terapung di dalam wadah pencucian. 5. Petani melakukan sortasi yakni pemisahan biji-biji kopi kualitas baik dengan biji-biji kopi yang kualitasnya rendah, setelah itu kopi dikemas ke dalam karung yang bersih. Sedangkan satu dari lima kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: “Petani melakukan penjemuran biji kopi selama 3-4 jam di tempat yang bersih. Setelah dijemur dilakukan pendinginan atau kopi dianginkan terlebih dahulu pada tempat yang bersih yang tidak dekat dengan bensin ataupun oli ataupun hewan ternak, karena kopi sifatnya mudah menyerap bau dari zat-zat yang ada di sekitarnya”. Ada beberapa petani yang masih belum melakukan hal ini, karena umumnya penjemuran kopi dilakukan di sekitar pekarangan rumah yang sering kali dilalui oleh hewan ternak dan masih kurangnya kesadaran petani dalam hal penjagaan kebersihan kopi. Indikator ketiga pada process proses pelaksanaan kesepakatan yaitu kepatuhan petani dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas komoditi kopi. Sebagian besar petani menilai bahwa kualitas dan kuantitas kopi yang dihasilkan sudah baik. Hasil penelitian Tanjung 2014 pada indikator mengenai kinerja petani dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas komoditi juga menunjukkan bahwa sebagian besar petani menilai baik kinerja yang sudah mereka lakukan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas komoditi yang bagus untuk dapat diekspor. Kepatuhan petani dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas komoditi kopi telah memenuhi tiga dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Ketiga kriteria tersebut, yaitu: 1. Petani melakukan proses dan teknik pemanenan yang sesuai dengan standarisasi SL-Kopi. 2. Petani melakukan proses dan teknik pengolahan pasca panen yang sesuai dengan standarisasi SL-Kopi. 3. Petani tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya dalam memproduksi kopinya seperti pestisida yang di larang WHO Gramoxone, Paratop, Bhen Mayer , Bravoxone, dan Supretox, dan tidak menggunakan deterjen atau zat pemutih saat pencucian biji-biji kopi. Sedangkan satu dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: “Petani melakukan proses dan teknik produksi kopi yang sesuai dengan standarisasi SL-Kopi”. Kriteria ini belum dapat dipenuhi karena minimnya modal yang dimiliki oleh petani dalam mendukung pelaksanaan proses produksi, mengingat panjangnya rangkaian kegiatan dalam proses produksi, seperti: pemeliharaan pohon pelindung, pemupukan kopi dan pemangkasan kopi. Oleh sebab itu, kebutuhan akan alat-alat dan bahan-bahan serta tingkat curahan tenaga kerja pada kegiatan ini cukup tinggi. Indikator keempat pada process proses pelaksanaan kesepakatan yaitu frekuensi PT. Volkopi Indonesia dalam memonitor, mengevaluasi, dan memberikan pembinaan kepada petani kopi. Sebagian besar petani menilai baik kegiatan monitor, evaluasi, dan pembinaan yang telah dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia. Hasil penelitian Tanjung 2014 pada indikator mengenai frekuensi eksportir dalam memonitor, mengevaluasi dan memberikan pembinaan kepada kelompok tani juga menunjukkan bahwa sebagian besar petani menilai baik kinerja eksportir ketika melakukan kegiatan memonitor, mengevaluasi dan pembinaan kepada petani dan kelompok tani dalam proses kegiatan kemitraan. PT. Volkopi Indonesia telah memonitor, mengevaluasi, dan memberikan pembinaan kepada petani kopi sesuai dengan jadwal yang ada yakni dua kali dalam setahun melakukan audit internal dan satu kali dalam setahun audit eksternal oleh lembaga sertifikasi pada kebun kopi petani. Audit eksternal tidak dilakukan dua kali dalam setahun pada setiap kebun petani karena lembaga sertifikasi hanya perlu mengambil beberapa petani yang akan dijadikan sampel untuk melakukan penilaian, penilaian tersebut telah dapat mewakili populasi petani yang mengikuti program sertifikasi. Indikator kelima pada process proses pelaksanaan kesepakatan yaitu kepatuhan PT. Volkopi Indonesia dalam membeli komoditi kopi yang dihasilkan petani. Sebagian besar petani menilai bahwa kegiatan pembelian komoditi kopi yang dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia sudah berjalan dengan baik. Hasil penelitian Tanjung 2014 pada indikator mengenai kinerja perusahan eksportir dalam menerima dan memasarkan komoditi hortikultura yang dihasilkan petani juga menunjukkan bahwa sebagian besar petani menilai baik kinerja yang sudah dilakukan eksportir ketika menerima komoditi yang telah dihasilkan oleh petani dan telah memasarkannya dengan baik. Kepatuhan PT. Volkopi Indonesia dalam membeli komoditi kopi yang dihasilkan petani telah memenuhi tiga dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Ketiga kriteria tersebut, antara lain: 1. PT. Volkopi Indonesia selalu membeli kopi yang dihasilkan oleh petani sejak adanya pelaksanaan kesepakatan. 2. PT. Volkopi Indonesia selalu membeli kopi petani sesuai dengan jadwal pembelian kopi. 3. PT. Volkopi Indonesia selalu menyediakan saran transportasi pengangkutan untuk mengangkut kopi yang dihasilkan oleh petani. Sedangkan satu dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: ”Proses penimbangan pada saat pembelian kopi selalu disaksikan oleh Kader dan anggota Aspek”. Pada umumnya anggota Aspek hanya menitipkan kopi yang akan dijualnya di rumah Kader, sehingga proses penghitungan kuantitas dan penilaian kualitas terhadap kopi anggota tersebut hanya disaksikan oleh Kader, tim pembelian PT. Volkopi Indonesia dan petani yang kebetulan hadir pada saat itu. Jika ditinjau dari kelangsungan sosial dan ekonomi dalam pelaksanaan kesepakatan ini, maka hal ini dapat memicu timbulnya kecurangan dan kecurigaan antara Kader dengan anggota Aspek dan Kader dengan tim pembelian PT. Volkopi Indonesia. Indikator keenam pada process proses pelaksanaan kesepakatan yaitu kepatuhan PT. Volkopi Indonesia mengenai penetapan harga dan pembayaran komoditi kopi yang dihasilkan petani. Sebagian besar petani menilai bahwa kegiatan pembayaran dan penetapan harga yang dilakukan oleh PT. Volkopi Indonesia sudah cukup baik. Kepatuhan PT. Volkopi Indonesia mengenai penetapan harga dan pembayaran komoditi kopi yang dihasilkan petani telah memenuhi dua dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Kedua kriteria tersebut, antara lain: 1. Harga yang diterima petani disesuaikan dengan kualitas kopi yang diproduksinya. 2. Pembayaran kopi petani dilakukan secara tunai atau kontan. Sedangkan dua dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, antara lain: 1. Harga yang diterima petani merupakan harga yang telah ditetapkan oleh PT. Volkopi Indonesia dan petani. 2. Harga yang diterima petani lebih tinggi dari harga pasar Doloksanggul. Kriteria mengenai harga komoditi kopi yang ditetapkan secara bersama- sama oleh PT. Volkopi Indonesia dan petani belum dapat dipenuhi dalam pelaksanaan kesepakatan ini memperlihatkan bahwa adanya dominasi PT. Volkopi Indonesia dalam hal penetapan harga. Posisi petani dalam hal penetapan harga belum setara atau sejajar dengan PT. Volkopi Indonesia artinya petani belum memiliki posisi tawar yang kuat pada kegiatan pemasaran hasil produksi kopi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi di daerah penelitian. Kriteria mengenai harga komoditi kopi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar Doloksanggul belum dapat dipenuhi. Harga kopi yang diterima petani tidak selalu lebih tinggi dari harga pasar Doloksanggul. Padahal jika dirunut dari alur tataniaga kopi, maka PT. Volkopi Indonesia bertindak sebagai eksportir. Harga kopi yang ditawarkan oleh PT. Volkopi Indonesia dalam pelaksanaan kesepakatan sudah sepatutnya lebih tinggi dari harga pasar lokal yaitu harga pedagang pengumpul di tingkat kabupaten. Petani tidak memiliki kekuatan dan kapasitas untuk ikut serta dalam penetapan harga kopi pada pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi di daerah penelitian. Pada indikator product hasil dapat dilihat hasil akhir dari semua tahapan yang dilaksanakan dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani. Berdasarkan data pada Tabel 29 dapat diketahui bahwa pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi pada indikator product hasil dengan nilai yang diharapkan 5-35 dan nilai yang diperoleh 28.01, maka persentase ketercapaian indikator tersebut adalah 80.03. Hasil penelitian yang telah diperoleh pada indikator ini, menunjukkan bahwa pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi sudah berjalan dengan baik walaupun belum mencapai nilai yang optimal. Indikator pertama pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu peningkatan pengetahuan petani setelah pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menilai baik peningkatan pengetahuan mereka setelah adanya kesepakatan. Peningkatan pengetahuan petani setelah pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi telah memenuhi tiga dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Ketiga kriteria tersebut, antara lain: 1. Petani mampu menerapkan sepuluh kriteria kritis prinsip standar pertanian lestari berkelanjutan di kebun kopinya. Hal ini menunjukkan bahwa petani tersebut telah menguasai dan memahami materi pembelajaran mengenai budidaya kopi yang diperoleh melalui SL-Kopi. 2. Hasil produksi kopi petani semakin baik, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. 3. Kebun kopi petani lulus sertifikasi RFA. Sedangkan satu dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: “Terjadi transfer pengetahuan mengenai budidaya kopi yang diperoleh petani melalui SL-Kopi kepada anggota keluarga yang membantu dalam mengelola kebun kopi”. Transfer pengetahuan dari petani kepada anggota keluarga lainnya belum berlangsung dengan optimal karena adanya kesibukan dari masing-masing petani dan anggota keluarganya. Proses transfer pengetahuan ini menjadi terhambat sehingga penggunaan curahan tenaga kerja yang berasal dari tenaga kerja dalam keluarga belum optimal. Indikator kedua pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu peningkatan kuantitas dan kualitas ekspor kopi PT. Volkopi Indonesia setelah adanya pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menilai baik kopi yang telah mereka produksi. Kualitas dan kuantitas ekspor kopi PT. Volkopi Indonesia semakin baik setelah dilaksanakannya kesepakatan agribisnis kopi. Peningkatan kuantitas dan kualitas ekspor kopi PT. Volkopi Indonesia telah memenuhi tiga dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Ketiga kriteria tersebut, antara lain: 1. Produksi kopi petani tidak mengalami penyusutan 30-50 dari hasil produksi normal kopi, melalui hal ini dapat diketahui bahwa petani telah memenuhi standariasi proses produksi SL-Kopi. 2. Buah kopi yang dihasilkan petani adalah buah kopi masak warna merah artinya buah kopi yang dihasilkan tidak dicampur dengan buah kopi hijau, buah kopi yang terlalu masak dan buah kopi yang terserangan hama maupun penyakit. 3. Gabah kopi yang hasilkan petani telah mengalami proses sortasi artinya telah terjadi pemisahan biji-biji kopi kualitas baik bebas dari kotoran seperti sisa- sisa kulit tanduk, kulit ari, dan debu dan biji-biji kopi yang pecah-pecah dan berukuran sangat kecil. Sedangkan satu dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: ”Biji kopi telah melalui proses penjemuran selama empat jam kadar air kopi mencapai mencapai 40-45 ”. Ada petani yang belum melakukan penjemuran selama empat, kopi yang dijual menjadi kurang kering. Sehingga petani tidak mendapat harga yang tinggi. Indikator ketiga pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu kemampuan petani kopi dalam menghasilkan kopi yang sesuai dengan standarisasi PT. Volkopi Indonesia. Sebagian besar petani menilai bahwa kemampuan mereka dalam mengelola atau mengusahakan kebun kopinya semakin baik setelah berpartisipasi dalam kesepakatan agribisnis kopi dengan PT. Volkopi indonesia. Hasil penelitian Tanjung 2014 pada indikator mengenai perubahan kemampuan kelompok tani dalam mengelola hasil produksi hortikultura juga menunjukkan bahwa sebagian besar petani menilai baik hasil dari keikutsertaan mereka dalam kegiatan kemitraan dengan terdapatnya perubahan kemampuan kelompok tani dalam mengelola hasil produksi hortikultura. Kemampuan petani kopi dalam menghasilkan kopi yang sesuai dengan standarisasi PT. Volkopi Indonesia telah memenuhi empat dari lima kriteria penilaian pada indikator ini. Keempat kriteria tersebut, antara lain: 1. Petani dapat menerapkan pelatihan mengenai proses dan teknik pemupukan kopi yang diperoleh melalui SL-Kopi. 2. Petani dapat menerapkan pelatihan mengenai proses dan teknik pemanenan kopi yang diperoleh melalui SL-Kopi. 3. Petani dapat menerapkan pelatihan mengenai proses dan teknik pengolahan pasca panen kopi yang diperoleh melalui SL-Kopi. 4. Petani dapat menerapkan pelatihan mengenai proses dan teknik pengendalian hama penyakit tanaman kopi yang diperoleh melalui SL-Kopi. Sedangkan satu dari lima kriteria penilaian yang belum dapat terpenuhi pada indikator ini, yaitu: ”Petani dapat menerapkan pelatihan mengenai proses dan teknik pemangkasan kopi yang diperoleh melalui SL-Kopi”. Petani belum dapat melakukan proses dan teknik pemangkasan secara optimal karena kegiatan pemangkasan kopi merupakan kegiatan yang menuntut ketelitian yang tinggi dalam hal mengenali percabangan yang masih produktif dengan yang tidak produktif dan dalam pengerjaannya menghabiskan banyak waktu sehingga petani cenderung enggan menerapkan kegiatan ini secara kontinui yang tentunya berdampak terhadap minimnya kemampuan petani dalam hal ini. Indikator keempat pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu peningkatan jumlah petani kopi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menilai bahwa pelaksanaan kesepakatan dalam hal peningkatan jumlah petani sudah cukup baik. Peningkatan jumlah petani kopi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi telah mencapai 6 dari jumlah anggota Aspek. Peningkatan sebesar 6 tersebut dapat dilihat pada Tabel 31 berikut. Tabel 31. Peningkatan Jumlah Anggota Asosiasi Petani Kopi Aspek pada Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani Tahun 2013 dan 2014 No. Asosiasi Petani Kopi Aspek Alamat Aspek Jumlah Anggota Aspek 2013 2014 1. Dosroha Bonan Dolok 26 23 2. Sumber Rezeki Habeahan 30 30 3. Marasi Lobutua 31 32 4. Bersatu Naga Saribu II 17 21 5. Maju Nauli Naga Saribu IV 33 32 6. Lestari Naga Saribu V 31 36 7. Dosroha Parulohan 32 34 8. Mandiri Sejahtera Parulohan 23 29 9. Martunas Sitio Dua 16 17 10. Guri Kencana Si Tolu Bahal 24 24 11. Padot Si Tolu Bahal 21 21 12. Tepi Jalan Tapian Nauli 12 14 13. Maju Bersama Tapian Nauli 11 14 14. Kompak Tani Lobutolong Habinsaran 25 29 15. Bethesda Lobutolong Habinsaran 17 19 16. Anugerah Lobutolong Induk 34 30 Jumlah 383 405 Sumber: PT. Volkopi Indonesia, 2014 diolah Perhitungan peningkatan jumlah anggota Aspek yang dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani adalah sebagai berikut. Peningkatan Jumlah = Jumlah Anggota Tahun 2014 - Tahun 2013 x 100 Anggota Aspek Jumlah Anggota Tahun 2013 = 405 – 383 x 100 383 = 5,74 = 6 Indikator kelima pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu peningkatan pendapatan petani setelah melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menilai bahwa pelaksanaan kesepakatan dalam hal peningkatan pendapatan petani sudah berjalan dengan baik. Hasil penelitian Tanjung 2014 pada indikator mengenai peningkatan pendapatan usahatani setelah memanfaatkan kegiatan kemitraan agribisnis juga menunjukkan bahwa sebagian besar petani menilai baik adanya peningkatan untuk pendapatan mereka setelah ikut berpartisipasi dalam kegiatan kemitraan yang telah mereka lakukan dengan perusahaan eksportir. Peningkatan pendapatan petani setelah melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi telah memenuhi empat dari lima kriteria penilaian pada indikator ini. Keempat kriteria tersebut, antara lain: 1. Gabah kopi yang dihasilkan petani mengalami peningkatan baik kualitas maupun kuantitas. 2. Harga komoditi kopi ditetapkan berdasarkan kondisi harga pasar Doloksanggul. 3. Harga komoditi kopi disesuaikan dengan kualitas kopi. 4. Penambahan harga komoditi kopi berupa premi sebesar Rp 1.000,00liter kopi yang diproduksinya. Sedangkan satu dari lima kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: “Harga komoditi kopi lebih tinggi dari harga pasar Doloksanggul”. Kriteria mengenai harga komoditi kopi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar Doloksanggul belum dapat dipenuhi. Harga kopi yang diterima petani tidak selalu lebih tinggi dari harga pasar Doloksanggul. Padahal jika dirunut dari alur tataniaga kopi, maka PT. Volkopi Indonesia bertindak sebagai eksportir. Harga kopi yang ditawarkan oleh PT. Volkopi Indonesia dalam pelaksanaan kesepakatan sudah sepatutnya lebih tinggi dari harga pasar lokal yaitu harga pedagang pengumpul di tingkat kabupaten. Petani tidak memiliki kekuatan dan kapasitas untuk ikut serta dalam penetapan harga kopi pada pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi di daerah penelitian. Indikator keenam pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu keinginan PT. Volkopi Indonesia dan petani untuk memperbaiki kesalahan- kesalahan yang terjadi selama pelaksanaan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menilai cukup baik pelaksanaan kesepakatan tersebut, dapat dilihat dengan ada keinginan mereka untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi selama berlangsungnya kesepakatan. Keinginan PT. Volkopi Indonesia dan petani untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi selama pelaksanaan agribisnis kopi telah memenuhi dua dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Kedua kriteria tersebut, yaitu: 1. Ada kemauan dari PT. Volkopi Indonesia dan petani untuk serius dan sepenuhnya melaksanakan hal-hal yang telah disepakati dalam kesepakatan. 2. PT. Volkopi Indonesia dan petani secara bersama-sama mencari solusi untuk pemecahan masalah-masalah yang terjadi selama pelaksanaan kesepakatan. Sedangkan dua dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: 1. PT. Volkopi Indonesia dan petani secara bersama-sama menetapkan sanksi bagi pihak yang melanggar hal-hal yang telah disepakati dalam kesepakatan. Dalam pelaksanaan kesepakatan ini, belum ada penetapan sanksi yang adil bagi pihak yang melanggar isi kesepakatan, sanksi hanya diberikan kepada petani apabila petai melakukan pelanggaran terhadap isi perjanjian kesepakatan. 2. PT. Volkopi Indonesia dan petani secara bersama-sama menetapkan untuk memberikan penghargaan bagi petani yang sungguh-sungguh melaksanakan hal-hal yang telah disepakati dalam kesepakatan. Pemberian penghargaan bagi pihak yang sungguh-sungguh dalam melaksanakan hal-hal yang telah disepakati dapat merangsang keinginan dari PT. Volkopi Indonesia dan petani untuk lebih serius dalam melaksankan kesepakatan ini. Indikator ketujuh pada product hasil pelaksanaan kesepakatan yaitu kepuasaan PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi. Sebagian besar petani menilai bahwa kepuasan PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi sudah cukup baik. Hasil penelitian Tanjung 2014 pada indikator mengenai kepuasan petani terhadap kegiatan program kemitraan agribisnis dengan perusahaan eksportir juga menunjukkan bahwa seagian besar petani merasa adanya kepuasan bagi mereka dengan mengikuti kegiatan program kemitraan agribisnis dengan perusahaan eksportir karena membantu mereka dalam memasarkan komoditi yang telah mereka hasilkan dan memotivasi mereka untuk selalu berusahatani dan menghasilkan komoditi yang selalu berkualitas dan berkuantitas. Kepuasaan PT. Volkopi Indonesia dan petani dalam melaksanakan kesepakatan agribisnis kopi dapat dilihat dari terpenuhinya dua dari empat kriteria penilaian pada indikator ini. Kedua kriteria tersebut, yaitu: 1. Kualitas dan kuantitas ekspor kopi PT. Volkopi Indonesia mengalami peningkatan artinya kopi yang dihasilkan petani telah memenuhi standarisasi hasil produksi SL-Kopi. 2. PT. Volkopi Indonesia dan petani memperoleh keuntungan selama pelaksanaan kesepakatan. Sedangkan dua dari empat kriteria penilaian yang belum terpenuhi pada indikator ini, yaitu: 1. Pengetahuan dan pelatihan yang diperoleh melalui SL-Kopi memberikan dampak positif bagi petani dalam mengusahakan kebun kopinya. Hal ini belum terpenuhi karena petani tidak secara kontinui dalam menerapkan pengetahuan dan pelatihan yang telah dipelajarinya melalui SL-Kopi, sehingga dampak positif bagi petani dalam mengusahakan kebun kopinya belum optimal. 2. Sarana dan prasarana yang tersedia selama pelaksanaan kesepakatan bermanfaat bagi petani. Ketersediaan dan kualitas sarana prasarana yang diberikan PT. Volkopi Indonesia serta pengalokasian sarana prasaran oleh petani yang kurang tepat sasaran tentunya berdampak terhadap daya dukung dari sarana dan prasarana tersebut terhadap pelaksanaan kesepakatan ini. Daya dukung sarana dan prasarana tersebut terhadap pelaksanaan kesepakatan ini belum optimal dan memadai. Berdasarkan data pada Tabel 29 dan uraian di atas, secara keseluruhan dapat dilihat bahwa pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani di daerah penelitian dengan nilai yang diharapkan 125 dan nilai yang diperoleh 102.85, maka persentase ketercapaian pelaksanaan kesepakatan tersebut adalah 82.37. Hal ini dapat diartikan bahwa pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani di daerah penelitian sudah berjalan dengan baik.

5.3 Masalah-masalah yang dihadapi oleh PT. Volkopi Indonesia dan Petani

Dokumen yang terkait

Analisis Pendapatan Usahatani Kopi Arabika (Coffea arabica ) (Studi Kasus Desa Dolokmargu, Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

51 259 152

Respon Masyarakat Desa Sitio Ii Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan Terhadap Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Oleh Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul

2 59 107

Pengaruh Harga Kopi di Terminal New York Dengan Harga di Tingkat Petani dan Pendapatan Petani Kopi Arabika (Sudi Kasus: Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 10

Pengaruh Harga Kopi di Terminal New York Dengan Harga di Tingkat Petani dan Pendapatan Petani Kopi Arabika (Sudi Kasus: Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 1 1

Pengaruh Harga Kopi di Terminal New York Dengan Harga di Tingkat Petani dan Pendapatan Petani Kopi Arabika (Sudi Kasus: Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 9

Pengaruh Harga Kopi di Terminal New York Dengan Harga di Tingkat Petani dan Pendapatan Petani Kopi Arabika (Sudi Kasus: Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 12

Pengaruh Harga Kopi di Terminal New York Dengan Harga di Tingkat Petani dan Pendapatan Petani Kopi Arabika (Sudi Kasus: Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 1 2

Pengaruh Harga Kopi di Terminal New York Dengan Harga di Tingkat Petani dan Pendapatan Petani Kopi Arabika (Sudi Kasus: Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 36

Evaluasi terhadap Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dan Petani (Kasus : Agribisnis Kopi Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 74

Evaluasi terhadap Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dan Petani (Kasus : Agribisnis Kopi Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 17