27
faktor internal dari dalam sistem maupun faktor eksternal dari luar sistem. Sistem dinamis adalah sistem yang memiliki variabel yang dapat berubah
sepanjang waktu sebagai akibat dari perubahan asupan dan interaksi antar elemen- elemen sistem. Dengan demikian nilai luaran sangat tergantung pada nilai
sebelumnya dari variabel asupan Djojomartono 2000.
Menurut Manetsch dan Park 1977 model adalah suatu penggambaran
abstrak dari sistem dunia nyata riil, yang akan bertindak seperti dunia nyata untuk aspek tertentu. Model dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu model
kuantitatif, kualitatif, dan ekonik Aminullah 2003. Model yang baik akan memberikan gambaran perilaku dunia nyata sesuai dengan permasalahan dan akan
meminimalkan perilaku yang tidak signifikan dari sistem yang dimodelkan. Salah satu cara untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks dengan
pendekatan sistem adalah menggunakan konsep model simulasi sistem dinamis. Dengan menggunakan simulasi maka model akan mengkomputasikan jalur waktu
dari variabel model untuk tujuan tertentu dari asupan sistem dan parameter model. Karena itu model simulasi akan dapat memberikan penyelesaian dunia nyata yang
kompleks. Model juga dapat digunakan untuk keperluan optimasi, dimana suatu kriteria model dioptimalkan terhadap asupan atau struktur sistem alternatif.
Karena itu, model dapat dibangun dengan basis data data base atau basis pengetahuan knowledge base Eriyatno 2003.
Langkah pertama dalam menyusun model sistem dinamis adalah dengan menentukan struktur model. Struktur model akan memberikan bentuk pada sistem
dan sekaligus memberi ciri yang mempengaruhi perilaku sistem. Perilaku tersebut dibentuk oleh kombinasi perilaku simpal umpan balik causal loops yang
menyusun struktur model. Semua perilaku model, bagaimanapun rumitnya dapat disederhanakan menjadi struktur dasar yaitu mekanisme dari asupan, proses,
luaran, dan umpan balik. Menurut Muhammadi et al. 2001 mekanisme tersebut akan bekerja menurut perubahan waktu atau bersifat dinamis yang dapat diamati
perilakunya dalam bentuk unjuk kerja level dari suatu model sistem dinamis. Menurut Muhammadi et al. 2001, untuk memahami struktur dan perilaku
sistem yang akan membantu dalam pembentukan model dinamika kuantitatif formal digunakan diagram sebab akibat causal loop dan diagram alir flow
28
chart. Diagram sebab akibat dibuat dengan cara menentukan variabel penyebab yang signifikan dalam sistem dan menghubungkannya dengan menggunakan garis
panah ke variabel akibat, dan garis panah tersebut dapat berlaku dua arah jika dua variabel saling mempengaruhi.
Pada sistem dinamis, diagram sebab akibat digunakan sebagai dasar untuk membuat diagram alir yang disimulasikan dengan menggunakan program model
sistem dinamis. Misalnya, Program Steella untuk memberikan gambaran tentang perilaku sistem dan dengan simulasi dapat ditentukan alternatif terbaik dari
sistem yang kita bangun. Setelah itu, dilakukan analisis untuk mendapatkan kesimpulan, dan kebijakan yang harus dilakukan untuk mengantisipasi atau
mengubah perilaku sistem yang terjadi. Perilaku model sistem dinamis ditentukan oleh keunikan dari struktur model
yang dapat dipahami dari hasil simulasi model. Dengan simulasi akan didapatkan perilaku dari suatu gejala atau proses yang terjadi dalam sistem, sehingga dapat
dilakukan analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan. Menurut Muhammadi et al. 2001 tahapan untuk melakukan simulasi
model adalah sebagai berikut: 1. Penyusunan konsep
Pada tahap ini dilakukan identifikasi variabel yang berperan dalam menimbulkan gejala atau proses. Variabel tersebut saling berinteraksi, saling
berhubungan, dan saling tergantung. Kondisi ini dijadikan sebagai dasar untuk menyusun gagasan atau konsep mengenai gejala atau proses yang akan
disimulasikan. 2. Pembuatan model
Gagasan atau konsep yang dihasilkan pada tahap pertama selanjutnya dirumuskan sebagai model yang berbentuk uraian, gambar atau rumus.
3. Simulasi Simulasi dilakukan dengan menggunakan model yang telah dibuat. Pada
model kuantitatif, simulasi dilakukan dengan memasukkan data ke dalam model, sedangkan pada model kualitatif, simulasi dilakukan dengan
menelusuri dan melakukan analisis hubungan sebab-akibat antar variabel
29
dengan memasukkan data atau informasi yang dikumpulkan untuk memahami perilaku gejala atau proses model.
4. Validasi hasil simulasi Validasi bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil simulasi dan
gejala atau proses yang ditirukan. Model dapat dinyatakan baik jika kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala atau proses yang
terjadi di dunia nyata relatif kecil. Hasil simulasi yang sudah divalidasi tersebut digunakan untuk memahami perilaku gejala atau proses serta
kecenderungan di masa depan, yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi pengambil keputusan untuk merumuskan suatu kebijakan di masa mendatang.
2.4. Pembangunan Berkelanjutan
Bond et al. 2001 menyatakan bahwa istilah berkelanjutan sustainability didefinisikan sebagai pembangunan dari kesepakatan multidimensional untuk
mencapai kualitas hidup yang lebih baik untuk semua orang. Pemahaman lain terhadap konsep berkelanjutan dikemukakan oleh Roderic et al. 1997, bahwa
berkelanjutan memerlukan pengelolaan tentang skala keberlanjutan ekonomi terhadap dukungan sistem ekologi, pembagian distribusi sumberdaya dan
kesempatan antara generasi sekarang dan yang akan datang secara berimbang serta adil, serta efisiensi dalam pengalokasian sumberdaya.
Menurut World Commision on Environment and Development WCED 1987, pembangunan berkelanjutan atau sustainable development adalah
pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Greenland dan Szabalcs 1992, menyatakan bahwa kebutuhan masa mendatang tergantung pada cara keterkaitan antara pertumbuhan penduduk, pengelolaan
sumberdaya energi dan proteksi lingkungan secara harmonis. Konsep pembangunan berkelanjutan adalah konsep kegamangan terhadap pola
pembangunan industri yang memuja efisiensi dan pengembangan besar-besaran modal, tanpa memperhitungkan atau hanya sedikit sekali mempertimbangkan
kerusakan alam Setiadi 2004. Pembangunan berkelanjutan adalah kerangka berpikir yang telah menjadi
wacana secara internasional. Kerangka berpikir ini pada tahun 1992 dalam
30
Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Jeneiro disepakati oleh semua negara di dunia termasuk Indonesia untuk digunakan sebagai panduan. Program aksi
dunia hasil konferensi Rio tersebut dikenal sebagai Agenda 21. Dalam agenda tersebut Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan UNDP 2000
menyatakan, bahwa kerangka berpikir pembangunan berkelanjutan pada intinya adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa harus
menghalangi pemenuhan kebutuhan generasi masa datang. Melalui kerangka berpikir pembangunan berkelanjutan, maka setiap negara, wilayah dan daerah
dapat mengembangkannya sendiri, baik cara maupun prioritas permasalahan yang akan diatasi dan potensi yang akan dikembangkan.
Menurut Marten 2001, pembangunan berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai pemenuhan kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kecukupan
kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan tidak berarti berlanjutnya pertumbuhan ekonomi, karena tidak mungkin pembangunan dalam
konteks ekonomi tumbuh jika tergantung pada keterbatasan kapasitas sumber daya alam yang ada. Salim 2004 menyatakan bahwa prasyarat bagi tercapainya
pembangunan berkelanjutan adalah bahwa setiap proses pembangunan mencakup tiga aspek utama yaitu ekologi, ekonomi, dan sosial. Tiga aspek
tersebut dalam pembangunan harus berada dalam sebuah keseimbangan tanpa saling mendominasi. Lebih jauh Salim 2004 membuat matriks pembangunan
berkelanjutan seperti pada Tabel 3. Tabel 3 Matriks pembangunan berkelanjutan
Ekonomi Sosial
Lingkungan Ekonomi
Quitable growth Ekonomi input sosial
Ekonomi input lingkungan
Sosial Sosial input ekonomi
Berantas Kemiskinan Sosial input
lingkungan Lingkungan
Lingkungan Input ekonomi
Lingkungan Input sosial
Lestarikan ekosistem
Sumber: Salim 2004.
Dari berbagai definisi tersebut secara umum dapat diartikan bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan suatu pendekatan pembangunan yang
tidak bertentangan antara tujuan dan sasaran dalam kebijakan pembangunan ekonomi dan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang memenuhi
kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi mendatang.
31
Konsep pembangunan berkelanjutan tidak sekedar sebuah terobosan baru yang dihasilkan para ahli pada dekade tahun 1970-an. Pembangunan berkelanjutan
tersebut telah menempatkan kebijakan pelestarian lingkungan hidup menjadi suatu keniscayaan dan kebutuhan dalam pembangunan ekonomi Arief 2001. Dengan
kata lain, kebijakan pelestarian lingkungan hidup adalah salah satu variabel tetap fixed variable dalam proses pembangunan ekonomi suatu bangsa. Prinsip
pembangunan berkelanjutan sebenarnya sederhana, tidak kompleks dan mudah dicerna. Bermula dari kenyataan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi itu ada
batasnya dan bahwa perekonomian yang terlalu mengandalkan pada hasil ekstrasi sumberdaya alam tidak akan bertahan lama. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
tidak akan berarti apa-apa jika degradasi lingkungan yang ditimbulkannya tidak diperhitungkan Arief 2001.
Menurut Mitchell 1997, ada 2 dua prinsip keberlanjutan, yaitu sebagai berikut:
1. Prinsip lingkunganekologi: pertama, melindungi sistem penunjang
kehidupan; kedua, memelihara integritas ekosistem dan; ketiga,
mengembangkan dan menerapkan strategi preventif dan adoptif untuk menanggapi ancaman perubahan lingkungan global.
2. Prinsip sosial politik: pertama, mempertahankan skala fisik dari kegiatan
manusia di bawah daya dukung atmosfer; kedua, mengenali biaya lingkungan dari kegiatan manusia; dan ketiga, menyakinkan adanya
kesamaan sosial, politik, dan ekonomi dalam transisi menuju masyarakat yang berkelanjutan.
Fauzi dan Anna 2005 menyatakan bahwa konsep pembangunan sumberdaya yang berkelanjutan mengandung aspek :
1. Ecological sustainability keberlanjutan ekologi. Dalam pandangan ini
pemanfaatan sumberdaya alam hendaknya tidak melewati batas daya dukungnya. Peningkatan kapasitas dan kualitas ekosistem menjadi hal yang
utama. 2.
Socioeconomic sustainability keberlanjutan sosial-ekonomi. Konsep ini mengandung
makna bahwa
pembangunan perlu
memperhatikan
32
keberlanjutan dari kesejahteraan pemanfaat sumberdaya alam pada tingkat individu.
3. Comunity sustainability, mengandung makna bahwa keberlanjutan
kesejahteraan dari sisi komunitas atau masyarakat perlu menjadi perhatian pembangunan yang berkelanjutan
4. Institusional sustainability keberlanjutan kelembagaan. Dalam kerangka
ini keberlanjutan kelembagaan yang menyangkut memelihara aspek finansial dan administrasi yang sehat merupakan prasyarat dari ketiga
pembangunan berkelanjutan di atas. Ada 4 empat prinsip pengelolaan sumberdaya alam guna mencapai
pembangunan yang berkelanjutan, yaitu: 1.
Optimalisasi pemanfaatan sosial ekonomi; Bahwa pengembangan sumberdaya
alam harus
didasarkan pada
strategi yang
dapat mengoptimalkan manfaat sosial dan ekonomi jangka panjang dari
sumberdaya alam yang dapat diperbarui. 2.
Koordinasi antar bidang sektoral; Ekosistem sumberdaya alam wajib dikelola dengan memadukan kebijakan-kebijakan sektoral, perencanaan dan
strategi pengelolaan guna mengoptimalisasi pemanfaatannya. Optimalisasi manfaat sosial ekonomi dapat dicapai dengan peningkatan koordinasi yang
lebih baik dalam proses perencanaan atas kebutuhan pemanfaatan sumberdaya alam.
3. Multiguna sumberdaya alam; Dalam mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya, kegiatan perencanaan dan manajemen sumberdaya alam dilakukan dengan mengambil berbagai kegunaan yang dimiliki oleh
sumberdaya alam yang tersedia dan dapat diperbarui. 4.
Memperhatikan kapasitas ekosistem; Pemanfaatan sumberdaya alam akan sangat bergantung pada kemampuan ekosistem sumberdaya alam tersebut
dalam menyediakan sumberdaya guna memenuhi permintaan.
2.5. Kelembagaan
Kelembagaan atau institusi merupakan suatu sistem yang kompleks, rumit, dan abstrak yang mencakup ideologi, hukum, adat istiadat, aturan dan kebiasaan