100
keseimbangan ekosistem DAS. Distribusi penduduk DAS Babon dapat dilihat pada Gambar 19 dan Tabel 21.
Sumber: Studi Kualitas Air oleh GTZ
Gambar 19 Peta distribusi penduduk di DAS Babon.
101
Tabel 21 Distribusi penduduk di DAS Babon
No Sub DAS
Kecamatan Luas
Km2 Kab Kota
Pemanfaatan Penduduk
Kota Semarang
Penduduk Kabupaten
Semarang Penduduk
Kebupaten Demak
1 Bb 01
Klepu 0.861
Kab. Semarang Kebun
10 938 Ungaran
12.419 Kab. Semarang
Kebun 2
Bb 02 Ungaran
14.49 Kab. Semarang
Belukar 7 861
3 Bb 03
Ungaran 5.174
Kab. Semarang Belukar
11 094 Banyumanik
2.031 Kota Semarang
Pemukiman 4
Bb 04 Banyumanik
9.69 Kota Semarang
Permukiman 49 692
Tembalang 12.49
Kota Semarang Permukiman
5 Bb 05
Ungaran 9.94
Kota Semarang Permukiman
5 550 Mranggen
0.64 Kab. Demak
Persawahanirigasi 6
Bb 06 Tembalang
13.91 Kota Semarang
Kota Semarang 71 596
Banyumanik 6.40
Kota Semarang Kota Semarang
Ungaran 3.81
Kab. Semarang Belukar
Mranggen 0.961
Kab. Demak Persawahanirigasi
7 Bb 07
Tembalang 10.56
Kota Semarang Permukiman
71 067 Banyumanik
3.79 Kota Semarang
Permukiman Semarang U
2.052 Kota Semarang
Permukiman Pedurungan
1.49 Kota Semarang
Permukiman 8
Bb 08 Mranggen
10.13 Kota Semarang
Permukiman
409 750
Pedurungan 4.6
Kota Semarang Permukiman
Genuk 3.09
Kota Semarang Permukiman
Sayung 2.33
Kab. Demak Persawahanirigasi
9 Bb 09
Pedurungan 6.43
Kota Semarang Permukiman
60 590
Genuk 5.526
Kota Semarang Permukiman
10 Bb 10
Genuk 9.601
Kota Semarang Permukiman
30 240
Sayung 0.091
Kab. Demak Persawahanirigasi
11 Bb 11
Genuk 6.549
Kota Semarang Permukiman
11 732
Sayung 0.607
Kab. Demak Persawahanirigasi
12 Bb 12
Genuk 10.915
Kota Semarang Permukiman
252 792
101
102
No Sub DAS
Kecamatan Luas
Km2 Kab Kota
Pemanfaatan Penduduk
Kota Semarang
Penduduk Kabupaten
Semarang Penduduk
Kebupaten Demak
Semarang U 8.9
Kota Semarang Permukiman
13 Bb 13
Pedurungan 6.53
Kota Semarang Permukiman
106 690 Gayamsari
2.31 Kota Semarang
Permukiman 14
Bb 14 Candisari
6.30 Kota Semarang
Permukiman 107 329
Semarang U 4.42
Kota Semarang Permukiman
Semarang S 2.18
Kota Semarang Permukiman
Gayamsari 0.45
Kota Semarang Permukiman
G Mungkur 0.39
Kota Semarang Permukiman
Tembalang 0.018
Kota Semarang Permukiman
Distribusi Penduduk DAS BABON Tahun 2005
29 893 1 177 028
Sumber: Bappedalda Semarang dan GTZ, 2006
102
103
4.3.3. Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk di wilayah DAS Babon di sektor pertanian masih merupakan sektor yang dominan. Namun demikian, pada sebagian besar
desa sektor pertanian tidak lagi menjadi sektor yang dominan. Hal itu ditunjukkan dengan rasio rumah tangga tani terhadap jumlah rumah tangga yang menunjukkan
angka yang sangat bervariasi dimana terdapat desa yang memiliki rasio lebih dari 50. Sebagian besar rumah tangganya bergerak di bidang pertanian, namun ada
desa yang rasionya 0 atau sama sekali tidak ada yang bergerak di bidang pertanian.
Kebanyakan desa yang memiliki rasio rumah tangga tani 0 merupakan desa yang berstatus perkotaan. Desa yang ada pada wilayah perkotaan ini
memiliki industri pengolahan sebagai mata pencaharian utama penduduk setempat. Perbedaan jenis mata pencaharian penduduk baik pada desa yang
terletak di perdesaan dan di perkotaan, menyebabkan adanya perbedaan kecenderungan penggunaan lahan. Seiring dengan adanya perkembangan wilayah
maka terjadi pula pergeseran struktur mata pencaharian penduduk dan itu berarti terjadi perubahan penggunaan lahan. Aspek penggunaan lahan sangat penting
untuk diperhatikan dalam pengelolaan DAS. Penggunaan lahan yang melebihi kemampuan lahannya mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan.
Kegiatan industri merupakan kegiatan yang mempunyai hubungan yang sangat kuat terhadap kondisi lingkungan, terutama industri pengolahan. Di
wilayah DAS Babon secara keseluruhan terdapat 1 507 industri pengolahan, baik yang berskala besar maupun yang berskala kecil. Jenis industri makanan paling
banyak ditemukan pada wilayah DAS Babon, kemudian disusul oleh industri kerajinan dari kain. Jenis industri lainnya seperti kerajinan dari kulit, logam dan
keramik kurang berkembang, akan tetapi masih dapat dijumpai di beberapa desa yang memiliki industri kerajinan dari kain, namun jumlahnya sangat kecil jika
dibandingkan dengan dominasi industri pengolahan makanan. Wilayah yang paling banyak terdapat kegiatan industri pengolahan adalah di
wilayah Kecamatan Mranggen terutama di Desa Kebonbatur, Batursari, dan Menur. Pengolahan industri yang ada di wilayah Kecamatan Mranggen mencapai
815 unit yang merupakan sumber potensi terjadinya pencemaran lingkungan.
104
Pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh industri secara langsung adalah
berupa limbah pabrik, kebisingan, dan polusi udara.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Atribut Kritis Pengelolaan Air Baku DAS Babon
Penilaian atribut kritis pengelolaan air baku DAS Babon ditetapkan pada tiga dimensi keberlanjutan, yaitu: Dimensi Ekologi, Dimensi Ekonomi, dan
Dimensi Sosial dengan atribut dan nilai skoring hasil pendapat para pakar seperti yang terlihat pada Lampiran 1. Atribut yang dinilai oleh para pakar didasarkan
pada kondisi eksisting DAS. Analisis-atribut kritis dari masing-masing dimensi dapat dijelaskan sebagai berikut.
5.1.1. Atribut Kritis Dimensi Ekologi
Atribut yang diprakirakan memberikan pengaruh terhadap keberlanjutan dari dimensi ekologi terdiri atas 9 sembilan atribut, yaitu: 1 Debit air pada
musim kemarau selama lima tahun terkahir; 2 Debit air pada musim penghujan selama lima tahun terkahir; 3 Tingkat kekeruhan air; 4 Kadar BOD; 5 Kadar
COD; 6 Kandungan logam berat; 7 Kesesuaian pemanfaatan lahan DAS Babon Semarang; 8 Kondisi daerah resapan air di DAS bagian hulu; dan 9 Tingkat
pemanfaatan lahan di sekitar badan sungai Babon. Untuk mengetahui atribut-atribut kritis yang mempengaruhi keberlanjutan
pada dimensi ekologi tersebut, dilakukan analisis leverage. Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh lima 5 atribut yang sensitif terhadap keberlanjutan
dimensi ekologi, yaitu: 1 Kadar COD; 2 Debit air pada musim kemarau selama lima tahun terkahir; 3 Kandungan logam berat; 4 Kesesuaian pemanfaatan
lahan DAS Babon Semarang; dan 5 Kadar BOD. Hasil analisis leverage dapat dilihat pada Gambar 20.
106
Gambar 20 Peran masing-masing atribut aspek ekologi yang dinyatakan dalam bentuk nilai root mean square RMS.
5.1.1.1. Kadar COD
Chemical oxygen demand COD merupakan total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi
secara biologi biodegradable maupun yang sukar didegradasi non biodegradable menjadi CO
2
dan H
2
O. Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa
atribut Kadar COD memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi ekologi dengan nilai sebesar 4.47. Kondisi tersebut menggambarkan
bahwa Kadar COD terkait dengan kualitas air sungai di DAS Babon telah ”jauh di atas ambang batas”, dimana rata-rata besaran konsentrasi beban pencemar kadar
COD yang masuk ke Sungai Babon adalah sebesar 426 143.71 kgtahun, sedangkan besaran konsentrasi beban pencemar yang diperbolehkan masuk ke
Sungai Babon kgtahun adalah sebesar 167 167.5 kgtahun Bappedalda Semarang 19961997.
Penelitian lanjutan yang dilakukan oleh Bappedalda Semarang pada tahun 2005 terhadap 14 empat belas titik sampel menunjukkan bahwa sebagian besar
4.11 3.31
3.35 3.54
4.47 3.79
3.62 1.84
0.99
1 2
3 4
5 Debit air pada musim kemarau selama lima
tahun terakhir Debit air pada musim hujan selama lima
tahun terakhir Tingkat kekeruhan air
kadar BOD kadar COD
Kandungan logam berat Kesesuaian pemanfaatan lahan DAS
Kondisi daerah resapan air DAS bagian hulu Tingkat pemanfaatan lahan disekitar badan
sungai
A tt
ri bu
te
Atribut Kritis dari Aspek Ekologi