62
3.4.3.5. Validasi Model
Model yang telah dibangun akan diuji keakuratannya dengan menggunakan data-data yang didapatkan dari Daerah Aliran Sungai Babon, Semarang. Validasi
dilakukan dua tahap yaitu validasi struktur model dan validasi perilaku model.Validasi struktur model dilakukan untuk melihat interaksi antara variabel.
Validasi ini dilakukan pada beberapa variabel model yang dianggap dapat mewakili kerja sistem. Validasi perilaku model dilakukan untuk mengetahui
kinerja model dalam merepresentasikan sistem nyata. Validasi dilakukan dengan menggunakan uji t dua arah two tail pada taraf nyata 5 . Jika hasilnya melebihi
5 maka dilakukan pengecekan ulang terhadap identifikasi variabel sistem.
3.4.3.6. Analisis Sensitivitas Model
Sensitivitas model adalah respon model terhadap suatu stimulus. Respon ditunjukkan dengan perubahan prilakuatau kinerja model. Stimulus diberikan
dengan memberikan perlakuan tertentu pada unsur atau struktur model. Uji sensitivitas bertujuan untuk menjelaskan sensitivitas parameter, variabel dan
hubungan antar variabel dalam model. Hasil uji sensitivitas ini dalam bentuk perubahan perilaku atau kinerja model digunakan untuk menganalisis efek
intervensi terhadap model. Pada model pengelolaan air baku air minum berbasis DAS, sensitivitas analisis dilakukan untuk existing condition DAS dan kebutuhan
serta ketersediaan air baku ke depan.
3.4.3.7. Simulasi Model
Model ini diaplikasikan dengan menggunakan data DAS Babon. Simulasi dilakukan untuk kondisi terkini dan simulasi skenario optimis pengelolaan air
baku air minum berbasis DAS. Tolok ukur desain pengelolaan air baku air minum berbasis DAS yang optimal adalah persentase konservasi yang dilakukan agar
ketersediaan air bakunya optimum. Disamping itu dilakukan pendekatan efisiensi kebutuhan air baku agar tingkat kebutuhan air baku dapat ditekan.
3.4.3.8. Analisis Kebijakan Berdasarkan Skenario
Analisis kebijakan dilakukan dengan beberapa skenario yang diambil berdasarkan analisis sensitivitas yang telah dilakukan. Skenario tersebut dibuat
63
untuk mempengaruhi kerja sistem dalam mencapai tujuan. Dalam skenario tersebut terdapat kebijakan-kebijakan agar penghematan kebutuhan air dilakukan
dan juga melaksanakan konservasi agar ketersediaan air meningkat. Dalam penyusunan skenario terdapat beberapa asumsi yaitu reuse, reduce, dan recycle
untuk kebutuhan air baku dan juga melaksanakan konservasi agar ketersediaan air baku meningkat. Kualitas air juga perlu ditingkatkan agar biaya produksi
mengolah air minum dapat ditekan. Desain yang direkomendasikan adalah desain optimum yang dapat
dihasilkan oleh model pengelolaan air baku air minum berbasis DAS. Desain optimum ini didapatkan berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan nilai
parameter input DAS Babon. Output yang diharapkan adalah terpenuhinya kebutuhan air baku, terpeliharanya kelestarian DAS dengan melakukan konservasi
dan meningkatnya kualitas air baku.
3.4.4. Analisis Willingness To Pay WTP
Analisis WTP didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan
jasa lainnya. Metode ini digunakan untuk mengetahui besarnya biaya yang mau
dikeluarkan oleh masyarakat dalam memperoleh pelayanan air minum dari PDAM. Dengan metode ini akan diperoleh gambaran berapa nilai tarif air minum
yang layak bagi masyarakat konsumen air minum. Pada prinsipnya metode ini didasarkan kepada WTP willingness to pay masyarakat dan pengguna air baku
lainnya terhadap kelestarian DAS Babon agar air bakunya dapat dimanfaatkan untuk keperluan industri, domestik, usaha komersial, serta usaha yang lainnya.
Disamping itu, WTP bertujuan untuk mengetahui dana yang dapat dikeluarkan oleh masyarakat dalam membayar tarif air minum yang air bakunya diperoleh dari
DAS Babon.
3.4.5. Menetapkan Mekanisme Kerjasama Kelembagaan
Salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk merumuskan perencanaan strategis dari suatu sistem adalah “interpretative structural modeling“ ISM,
yakni teknik pemodelan deskriptif yang merupakan alat stukturisasi untuk suatu hubungan langsung, dalam hal ini hubungan antar lembaga, yang bersangkut paut
64
dengan interpretasi dari suatu objek yang utuh atau perwakilan sistem melalui aplikasi teori grafis secara sistematis dan iteraktif Saxena et al. 1992. Eriyatno
1998 menyatakan bahwa teknik ISM merupakan suatu proses pengkajian kelompok group learning process dimana model-model struktural dihasilkan
guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis dan kalimat. Teknik ISM
terutama ditujukan untuk pengkajian suatu tim, namun biasa juga dipakai oleh seorang peneliti.
Teknik ISM dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu penyusunan hirarki dan klasifikasi sub elemen. Teknik ISM memberi basis analisis yang bisa
menghasilkan informasi yang berguna dalam merumuskan kebijakan dan perencanaan strategis. Menurut Saxena 1992 dalam Marimin 2004 program
ISM dibagi menjadi 9 sembilan elemen, yaitu: 1. Sektor masyarakat yang terpengaruhi.
2. Kebutuhan program. 3. Kendala utama.
4. Perubahan yang dimungkinkan. 5. Tujuan program.
6. Tolok ukur guna menilai tujuan. 7. Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan.
8. Ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas. 9. Lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program.
Setiap program yang dikaji dijabarkan menjadi sejumlah sub elemen menggunakan masukan dari pakar, lalu ditetapkan hubungan kontekstual antar
sub elemen yang memungkinkan pengarahan tertentu. Keseluruhan proses tahapan teknik ISM dari mulai tahap penyusunan hirarki sampai analisis dapat dilihat pada
Gambar 7. Melalui teknik ISM, model mental yang tidak jelas ditransformasikan menjadi sistem yang tampak Eriyatno 2002. Berdasarkan pertimbangan
hubungan kontekstual maka disusunlah structural self-interction matrix SSIM. Contoh matriks SSIM dapat dilihat pada Tabel 9.
65
Tabel 9 Contoh matriks SSIM
Sub Elemen Tujuan ke-j Sub Elemen Tujuan ke-i
1 2
3 4
5 6
7 8
9 1
V V
A A
O O
X V
2 O
O X
V V
V V
3 A
A X
X V
V 4
V O
O O
O 5
V V
V A
6 A
A O
7 X
X 8
O 9
Penyusunan SSIM menggunakan simbol V, A, X, dan O. Pengertian dari simbol-simbol tersebut adalah:
V : kendala 1 mempengaruhi kendala 2, tapi tidak sebaliknya. V: e
ij
= 1 dan e
ij
= 0 A : kendala 2 mempengaruhi kendala 1, tapi tidak sebaliknya. A: e
ij
= 0 dan e
ij
= 1 X : kendala 1 dan kendala 2 saling berhubungan. V: e
ij
= 1 dan e
ij
= 1 O : kendala 1 kendala 2, tidak saling mempengruhi. V: e
ij
= 0 dan e
ij
= 0 Simbol 1 adalah terdapat atau ada hubungan kontekstual, sedangkan simbol O
tidak terdapat atau tidak ada hubungan kontekstual antara elemen i dan j dan sebaliknya. Setelah SSIM terbentuk, kemudian dibuat tabel reachability matrix
dengan mengganti simbol V, A, X, dan O menjadi bilangan 1 atau 0. Klasifikasi sub elemen mengacu pada hasil olahan dari reachability matrix
RM yang telah memenuhi aturan transitivitas. Hasil olahan didapatkan nilai driver-power DP dan nilai dependence D untuk menentukan klasifikasi sub
elemen. Secara garis besar klasifikasi sub elemen digolongkan dalam 4 empat sektor, yaitu :
a. Sektor 1; weak driver
– weak dependence variabel autonomus. Sub elemen yang termasuk dalam sektor ini pada umumnya tidak berkaitan dengan
sistem, dan mungkin mempunyai hubungan sedikit, meskipun hubungan
66
tersebut bisa saja kuat. Sub elemen yang masuk pada sektor 1 jika; nilai DP ≤
0.5X dan nilai D ≤ 0.5X, X adalah jumlah sub elemen. b. Sektor 2; weak driver
– strongly dependence variabel dependent. Umumnya sub elemen yang masuk pada sektor ini adalah sub elemen yang
tindakan bebas. Sub elemen yang masuk pada sektor 2; jika nilai nilai DP ≤
0.5X dan nilai D 0.5X, X adalah jumlah sub elemen. c.
Sektor 3; strong driver – strongly dependent variabel lingkage. Sub elemen
yang termasuk dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antara sub elemen tidak stabil. Setiap tindakan pada sub elemen akan
memberikan dampak terhadap sub elemen lainnya dan pengaruh umpan baliknya dapat memperbesar dampak. Sub elemen yang masuk sektor 3; jika
nilai DP 0.5X dan nilai D 0.5X, X adalah jumlah sub elemen. d. Sektor 4; strong driver
–weak dependence variables independent. Sub elemen yang masuk dalam sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan
disebut peubah bebas. Sub elemen yang masuk sektor 4 jika: nilai nilai nilai DP 0.5X dan n
ilai D ≤ 0.5X, X adalah jumlah sub elemen. Untuk mengetahui keterkaitan antara sub elemen pada teknik ISM dapat
dilihat pada Tabel 10 dan tahapan pada teknik ISM dapat dilihat pada Gambar 7. Tabel 10 Keterkaitan antara sub elemen pada teknik ISM
No. Jenis
Interpretasi 1.
Perbandingan comparatif A lebih pentingbesarindah, daripada B.
2. Pernyataan definitive
A adalah atribut B A termasuk di dalam B
A mengartikan B 3.
Pengaruh influence A meneyebabkan B
A adalah bagian penyebab B A mengembangkan B
A menggerakkan B A meningkatkan B
4. Keruangan spatial
A adalah selatanutara B A di atas B
A sebelah kiri B 5.
Kewaktuan temporaltime scale A mendahului B
A mengikuti B A mempunyai prioritas lebih dari B
67
Secara ringkas deskripsi tahapan-tahapan teknik ISM adalah sebagai berikut:
a. Indentifikasi elemen; Elemen sistem diidentifikasi dan di daftar, yang
diperoleh melalui penelitian, brainstorming, dan sebagainya. b. Hubungan kontekstual: sebuah hubungan kontekstual antar elemen dibangun,
tergantung pada tujuan pemodelan. c.
Matriks interaksi tunggal terstruktur structural self-interaction matrixSSIM dengan menggunakan simbol V, A, X, dan O.
d. Matriks Reachability Reachability MatrixRM: Dengan mengubah simbol- simbol SSIM ke dalam sebuah matriks biner.
e. Tingkat partisipasi dilakukan untuk mengklasifikasi elemen-elemen dalam
level-level yang berbeda dari struktur ISM. f.
Matriks Coninical; Pengelompokan elemen-elemen dalam level yang sama. g. Digraph; Adalah konsep yang berasal dari Directional Graph, sebuah grafik
dari elemen-elemen yang saling berhubungan secara langsung, dan level hirarki.
h. Interpretative Structural Modeling; ISM dibangkitkan dengan memindahkan seluruh jumlah elemen dengan deskripsi elemen aktual. Oleh sebab itu, ISM
memberikan gambaran yang sangat jelas dari elemen-elemen sistem dan alur hubungannya.
68
Gambar 7 Diagram alir deskriptif teknik ISM Saxena 1992 dalam Marimin 2004.
PROGRAM
Uraikan program menjadi perencanaan program Uraikan setiap elemen menjadi sub elemen
Tentukan hubungan kontekstual antara sub elemen pada setiap elemen Susunlah SSIM untuk setiap elemen
Bentuk reachability matix setiap elemen
Uji matriks dengan aturan transtivity
Ok Modifikasi
SSIM Tidak
Tetapkan drive dan drive power setiap sub elemen
Ya Tentukan level melalui
pemilihan
Susun ISM dari setiap elemen Ubah RM menjadi
format lower triangular RM
Susun diagram dari lower triangular RM
Tentukan rank dan hirarki dari sub elemen
Tetapkan drive dependence matrix setiap elemen
Plot sub elemen pada empat sektor
Klasifikasi sub elemen pada empat peubah kategori
IV. KONDISI SUMBERDAYA ALAM DAS BABON
4.1. Letak, Batas, dan Luas
Daerah aliran sungai DAS Babon merupakan salah satu DAS di Jawa Tengah yang terletak pada lereng Utara Gunung Ungaran. Aliran Sungai Babon
berasal dari beberapa anak-anak sungai yang berasal dari Gunung Butak, di Kabupaten Ungaran. DAS Babon terdiri atas tiga sub DAS yaitu di bagian hulu
adalah Sub DAS Gung seluas 4 207 ha dan Sub DAS Pengkol seluas 3 438 ha sedangkan di bagian hilir adalah Sub DAS Babon Hilir seluas 6 712 ha yang
bagian Barat dibatasi oleh saluran Banjir Kanal Timur. DAS Babon juga berbatasan dengan DAS Garang Kota Semarang di sebelah Barat, dan sebelah
Timur berbatasan dengan DAS Tikung Kabupaten Demak. Sedangkan di sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa dan sebelah Selatan berbatasan
dengan DAS Hulu Kabupaten Semarang. DAS Babon terletak pada ketinggian antara 2 meter di atas permukaan laut di bagian Utara hilir hingga sekitar 200
meter di bagian hulu, meliputi wilayah-wilayah Kabupaten Semarang Kecamatan Ungaran dan Kecamatan Bergas, Kota Semarang Kecamatan Tembalang,
Kecamatan Banyumanik, Kecamatan Gajah Mungkur, Kecamatan Candisari, Kecamatan Semarang Selatan, Kecamatan Gayamsari, Kecamatan Semarang
Timur, Kecamatan Pedurungan, Kecamatan Genuk, dan Kecamatan Semarang Utara, dan Kabupaten Demak Kecamatan Sayung dan Kecamatan Mranggen.
Wilayah yang dilalui DAS Babon dapat dilihat pada Tabel 11.
70
Tabel 11 Wilayah kelurahan yang termasuk DAS Babon
KabupatenKota Kecamatan
Kelurahan Kabupaten
Semarang Ungaran
Bandarjo, Susukan, Mluweh, Kalikayen, Kawengen, Kalirejo, Kalongan, Leyangan, Beji
Bergas Gondoriyo
Kota Semarang Tembalang
Rowosari, Meteseh, Bulusan, Tembalang, Jangli, Tandang, Sendangguwo, Kedungmundu,
Sambiroto, Mangunharjo, Sendangmulyo, Kramas
Banyumanik Pudakpayung, Gedawang, Jabungan,
Banyumanik, Padangsari, Pedalangan, Srondol Wetan, Sumurboto, Ngesrep, Tinjomoyo
Gajah Mungkur
Karangrejo Candisari
Jatingaleh, Karanganyar, Jomblang Semarang
Selatan Lamper Kidul, Lamper Tengah, Lamper Lor,
Peterongan Gayamsari
Pandean Lamper, Gayamsari, Sambirejo, Siwalan, Sawahbesar, Kaligawe, Tambakrejo
Semarang Timur
Karangturi, Karangtempel, Sarirejo, Rejosari, Kebonagung, Bugangan, Mlatiharjo, Mlatibaru,
Rejomulyo, Kemijen Pedurungan
Gemah, Pedurungan Kidul, Plamongansari, Palebon, Pedurungan Lor, Penggaron Kidul,
Pedurungan Tengah, Kalicari, Tlogosari Kulon, Tlogosari Wetan, Tlogomulyo, Muktiharjo
Kidul
Genuk Terboyo Wetan, Terboyo Kulon, Muktiharjo
Lor, Gebangsari, Trimulyo, Genuksari, Bangetayu Kulon, Bangetayu Wetan,
Sembungharjo, Penggaron Lor, Banjardowo, Karangroto, Kudu
Semarang Utara
Tanjungmas Kabupaten Demak
Mranggen Kebonbatur, Batursari, Banyumeneng, Jamus,
Wringin Jajar Sayung
Sriwulan, Sayung, Jetaksari, Kalisari
Sumber: Pramono, 2010
4.2. Kondisi Iklim, Tanah, dan Hidrologi 4.2.1. Kondisi Iklim
Iklim merupakan kondisi rata-rata cuaca dalam jangka waktu yang lama. Kondisi iklim biasanya terkait dengan temperatur, curah hujan dan tipe iklim.
Kondisi iklim di DAS Babon berdasarkan data dari enam stasiun hujan, yaitu
71
Stasiun Pandean Lamper 6 mdpal, Susukan 330 mdpal, Ungaran 318 mdpal, Sayung 2 mdpal, Genuk 3 mdpal dan Banyumeneng 43 mdpal yang
dilakukan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika BMG Jawa Tengah. Berdasarkan analisis data iklim menunjukkan bahwa wilayah DAS Babon
mempunyai suhu udara rata-rata 27.5
o
C, dengan temperatur udara pada bulan terdingin sebesar 21.5
o
C dan temperatur udara pada bulan terpanas sebesar 35.0
o
C, sedang curah hujan rata-rata tahunan selama 15 tahun terakhir adalah 2 210 mm. Dengan demikian menurut klasifikasi iklim Koppen termasuk tipe Am.
Sementara menurut klasifikasi curah hujan Schmidt Ferguson daerah studi mempunyai jumlah rata-rata bulan kering selama 3 bulan, dan jumlah rata-rata
bulan basah 8 bulan, sehingga mempunyai tipe B dan C di bagian hilir
. D
ata curah hujan rata-rata di DAS Babon pada enam stasiun dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Curah hujan rata-rata tahunan DAS Babon mmtahun
No Tahun
Stasiun Pandean
Lamper Susukan
Ungaran Sayung
Genuk Banyu
meneng 1.
1993 2 540
2 834 3 533
2 292 3 086
3 349 2.
1994 2 965
3 555 4 201
3 126 2 872
3 426 3.
1995 2 383
2 482 3 174
2 127 1 994
4 025 4.
1996 1 968
2 305 2 715
2 191 2 282
1 856 5.
1997 1 839
2 709 2 993
2 146 2 158
1 226 6.
1998 1 919
2 269 3 120
2 805 2 410
2 856 7.
1999 1 493
2 470 3 036
1 806 1 399
2 666 8.
2000 1 858
1 839 2 815
2 476 1 653
1 958 9.
2001 1 987
1 367 2 721
2 017 2 397
1 619 10.
2002 1 792
2 186 2 446
1 419 2 661
1 626 11.
2003 1 411
2 046 744
1 922 2 157
1 797 12
2004 -
- -
- -
- 13.
2005 1 650
2 299 2 495
2 073 2 311
2 109 14.
2006 1 745
1 363 1 745
2 201 2 284
1 844 15.
2007 415
553 1 171
575 485
867 16
2008 2 295
2 621 -
2 596 2 704
2 430 Rata-rata
1 884 2 193
2 636 2 118
2 190 2 244
Sumber: Data Hujan Periode Tahun 1993-2008, BMG Jawa Tengah
72
4.2.2. Kondisi Tanah dan Tata Guna Lahan 4.2.2.1
. Kondisi Tanah
Berdasarkan data jenis tanah yang diperoleh dari Peta Tanah yang ada, menggambarkan bahwa jenis tanah yang terdapat di DAS Babon terdiri atas
aluvial hidromorf, asosiasi aluvial kelabu dan aluvial coklat kekelabuan, mediteran coklat tua, latosol coklat tua, latosol coklat kemerahan, regosol kelabu
dan grumusol kelabu tua BP-DAS Pemali-Jratun 2002. Jenis tanah aluvial hidromorf terletak pada daerah dataran dengan bahan induk liat yang mempunyai
sifat tidak peka terhadap erosi atau termasuk dalam klasifikasi kepekaan tanah terhadap erosi yang sangat rendah. Jenis tanah asosiasi aluvial kelabu dan aluvial
coklat kekelabuan tersebar di daerah dataran rendah pada kecamatan-kecamatan Genuk dan Sayung dengan bahan induk liat dan pasir, yang mempunyai sifat tidak
peka terhadap erosi atau termasuk dalam klasifikasi kepekaan tanah terhadap erosi yang sangat rendah.Tanah dengan jenis mediteran coklat tua banyak dijumpai di
wilayah Kecamatan Ungaran, Tembalang, Banyumanik dan Genuk, dengan jenis tanahnya mempunyai sifat peka terhadap erosi atau termasuk dalam klasifikasi
kepekaan tanah terhadap erosi sedang. Latosol coklat tua kemerahan banyak terdapat di wilayah Kecamatan Ungaran dan Banyumanik dengan tingkat
kepekaan tanah terhadap erosi sedang. Jenis tanah lainnya yang terdapat di DAS Babon adalah regosol kelabu dan
grumusol kelabu tua, yang tersusun dari bahan induk abupasir dan tuff intermediate serta memiliki sifat yang sangat peka terhadap erosi atau dapat
dikategorikan sebagai tanah dengan kepekaan tanah terhadap erosi tinggi. Kedua jenis tanah ini mempunyai penyebaran di Kecamatan Mranggen dan Sayung. Jenis
tanah yang ada di DAS Babon dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Jenis tanah di DAS Babon
No Jenis Tanah
Luas ha Proporsi
1. Aluvial coklat kemerahan
8 190.61 43.60
2. Latosol
4 381.15 23.32
3. Mediteran coklat
2 353.61 12.53
4. Regosol grumusol
2 757.03 14.68
5. Aluvial hidromorf
1 102.31 5.87
J u m l a h 18 784.71
100.00
Sumber: BPDAS Pemali-Jratun, 2009
73
4.2.2.2. Tata Guna Lahan
Daerah Aliran Sungai Babon mempunyai berbagai macam tipe tata guna lahan dari sawah, tegalanlahan kering, hutan negara dan permukiman yang
meliputi, pemukiman, industri, dan daerah urban. Tataguna lahan pada sub DAS Babon dapat dilihat seperti pada Gambar 8.
Gambar 8 Peta komposisi tataguna lahan DAS Babon
74
Tipe tata guna lahan berdasarkan pada data statistik tahun 2004 dalam setiap sub DAS dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Tata guna lahan DAS Babon
Sub DAS
SawahTambak TegalLahan
Kering Hutan dan
Perkebunan Permukiman
ha ha
ha ha
Bb 01 183.70
12.05 251.90
16.53 947.00
62.13 84.60
7.87 Bb 02
42.10 2.08
692.10 34.13 1 171.40
57.76 245.60
18.51 Bb 03
58.00 5.40
377.20 35.11 554.70
51.62 706.00
27.53 Bb 04
45.20 3.41
509.10 38.36 527.30
39.73 98.30
9.16 Bb 05
154.80 14.42
705.00 65.67 115.50
10.76 141.60
9.29 Bb 06
303.90 11.85 1 083.80
42.26 470.90 18.36
122.50 6.04
Bb 07 135.80
6.88 961.80
48.75 294.00 14.90
898.30 66.58
Bb 08 361.20
17.82 616.00
30.39 494.60 24.40
555.20 27.39
Bb 09 50.40
4.19 141.00
11.73 630.30 52.43
380.50 31.65
Bb 10 47.70
4.83 420.60
42.65 250.20 25.37
267.60 27.14
Bb 11 394.80
53.44 271.60
36.76 29.90
4.05 42.50
5.75 Bb 12
584.10 17.56
627.30 18.86 112.10
3.37 2 002.90 60.21
Bb 13 157.90
17.42 195.70 21.59
552.90 60.99
Bb 14 376.20
27.88 74.70
5.54 898.30
66.58
Sumber: ProLH-GTZ. 2005
Dengan diketahuinya komposisi tipe tataguna lahan di masing-masing sub DAS, dapat digunakan untuk menganalisa sumber polusi dan penyebab polusi
yang dominan di sub DAS yang bersangkutan. Dari tabel tersebut di atas, terlihat pada sub DAS Babon bagian atas masih terdapat tipe tataguna lahan
sawahtambak, tegallahan, hutan, perkebunan, dan sedikit permukiman, sedangkan pada sub DAS Babon bagian bawah di dominasi oleh tipe tataguna
lahan untuk permukiman.
4.2.3. Kondisi Hidrologi 4.2.3.1. Hidrologi Permukaan Sungai
Secara umum sistem sungai-sungai di DAS Babon dapat dikelompokkan menjadi 3 tiga sub DAS seperti disajikan peta sistem Sungai DAS Babon, yaitu:
75
a. Sub DAS Gung, yang merupakan bagian hulu DAS Babon dengan sungai
utama Sungai Gung yang bersifat perenial mengalir sepanjang tahun, beserta anak-anak sungainya: Sungai Lutung, Jaten, Porang, Klangit, dan
Sungai Sinanas. b.
Sub DAS Pengkol, yang merupakan bagian tengah DAS Babon dengan sungai utama Sungai Pengkol yang juga bersifat perenial, dengan anak-anak
sungainya: Sungai Wideng, Watukodok, dan Sungai Seketok. c.
Sub DAS Babon Hilir, yang merupakan bagian hilir DAS Babon dengan sungai utama Sungai Babon dan Banjir Kanal Timur. Banjir Kanal Timur
merupakan sedutan dari Sungai Babon di daerah Pucung. Anak-anak sungai yang masuk ke Banjir Kanal Timur antara lain: Sungai Candi, Mongkong,
dan Sungai Dungadem; sementara sungai-sungai yang langsung bermuara ke Laut Jawa, yang berada di antara Banjir Kanal Timur dan Sungai Babon
adalah: Sungai Tenggang, Siringin, Leles, Doro, Kaidin, dan Prih. Secara keseluruhan, sistem sungai-sungai yang terdapat di DAS Babon
membentuk pola aliran dendritik. Sungai Gung, Pengkol, dan Babon sendiri sebenarnya sebagai satu sungai besar, yang merupakan sungai utama di DAS
Babon. Sungai-sungai ini merupakan sungai perenial, yang mengalir sepanjang tahun, dan pada musim kemarau masih mempunyai air walaupun dalam volume
yang kecil. Berdasarkan kondisi tersebut, DAS Babon termasuk dalam kategori sungai perenial.
Aliran sungai di dalam DAS dihubungkan oleh suatu jaringan satu arah dengan cabang dan anak sungai mengalir ke dalam sungai induk yang lebih besar
dan membentuk suatu pola tertentu. Pola ini tergantung pada kondisi topografi, geologi, iklim, dan vegetasi yang terdapat di dalam DAS yang bersangkutan.
Sungai yang ada di DAS Babon membentuk pola aliran radial. Pola aliran ini biasanya dijumpai di daerah lereng gunung api atau daerah dengan topografi
berbentuk kubah. Berdasarkan SK Walikota Kepala Daerah Tingkat II Semarang No.
880.299294 menetapkan peruntukan Sungai Babon di Kota Semarang adalah sebagai berikut :
76
a. Air Sungai Babon dari bagian hulu di Kelurahan Mateseh, Kecamatan
Tembalang sampai dengan bendung Pucanggading ditetapkan sebagai air golongan B air yang dapat dipergunakan sebagai air baku untuk diolah
sebagai air minum dan keperluan rumah tangga. b.
Air Sungai Babon setelah melewati bendung Pucanggading sampai dengan bendung Karangroto ditetapkan sebagai air golongan C air yang dapat
dipergunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan. c.
Air Sungai Babon setelah melewati bendung Karangroto sampai dengan muara di pantai Utara ditetapkan sebagai air golongan C air yang dapat
dipergunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan. Evaluasi kondisi hidrologi DAS juga dapat diketahui dari pola fluktuasi air
sungainya. Sungai Babon berdasarkan pada ketersediaan airnya termasuk dalam kategori sungai perenial yaitu sungai yang airnya mengalir sepanjang tahun,
meskipun terjadi fluktuasi musiman seasonal water regime. Dengan demikian bahwa DAS Babon telah mengalami gangguan enviromental disturbances,
misalnya terjadinya perubahan polabentuk penggunaan lahan, meningkatnya erosi, menurunnya kapasitas infiltrasi tanah, dan sebagainya.
Pemanfaatan Sungai Babon selama ini selain untuk pembuangan limbah, juga untuk pengendalian banjir Kota Semarang melalui pembangunan saluran
Banjir Kanal Timur, untuk irigasi, perikanan, dan bahan baku air minum. Beberapa permukiman padat membuang limbah rumah tangga ke saluran sungai.
Gambaran mengenai daerah aliran sungai DAS Babon dapat dilihat pada Gambar 9.