pengetahuan-pengetahuan di tingkat know-what dan know how untuk menghasilkan penyempurnaan-penyempurnaan dan inovasi.
2.1.4 Penciptaan Pengetahuan
Faktor budaya memegang peran sangat penting dalam mendukung proses penciptaan knowledge organisasi dan keberhasilan knowledge
management di organisasi. Berbagi knowledge berarti setiap anggota
organisasi menyadari pentingnya knowledge bagi organisasi, bersama-sama ingin membangun knowledge organisasi, serta rela membagai ilmunya
dengan anggota lain. Adapun strategi membangun budaya knowledge sharing
di dalam diri SDM organisasi menurut Setiarso et al 2009 adalah sebagai berikut :
1. Merumuskan budaya knowledge sharing di organisasi
2. Membangun rasa saling percaya di antara SDM organisasi
3. Adanya sistem penghargaan reward untuk karyawan yang banyak
melakukan aktivitas berbagi knowledge. 4.
Rotasi kerja 5.
Menyediakan sarana atau media dalam melakukan aktivitas berbagi knowledge.
6. Adanya dukungan dari pemimpin dan jajaran manajemen akan
penerapan knowledge management. Menurut Nonaka dan Takeuchi Munir, 2008, terdapat empat proses
penciptaan kreasi pengetahuan yaitu sosialisasi Socialization, eksternalisasi Externalization, kombinasi Combination, dan internalisasi
Internalization. Keempat proses penciptaan ini sering disebut sebagai spiral SECI yang menunjukkan semakin sering proses konversi
pengetahuan, semakin mendalam pemahaman yang bersangkutan.
a. Sosialisasi Socialization
Sosialisasi adalah konversi pengetahuan tacit ke pengetahuan tacit dengan cara proses sharing dan melalui interaksi serta pengalaman
langsung Proses ini digunakan untuk menekankan pada pentingnya kegiatan bersama antara sumber pengetahuan dan penerima pengetahuan
dalam proses konversi pengetahuan tacit. Selain itu, proses sosialisasi
dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan dengan mengubah tacit knowledge
para trainer manjadi tacit knowledge para karyawan Setiarso et al, 2009.
b. Eksternalisasi Externalization
Eksternalisasi merupakan pengartikulasian pengetahuan tacit menjadi pengetahuan eksplisit melalui proses dialog dan refleksi.
Pengetahuan tacit diekspresikan dan diterjemahkan menjadi metafora, konsep, hipotesis, diagram, model atau prototype sehingga dapat
dimengerti oleh semua pihak.
c. Kombinasi Combination
Merujuk pada konversi pengetahuan dari pengetahuan eksplisit menjadi pengetahuan eksplisit. Proses ini mengkombinasikan berbagai
explicit knowledge yang berbeda untuk disusun ke dalam sistem
knowledge management . Pengetahuan dipertukarkan dan
dikombinasikan melalui media seperti dokumen-dokumen, rapat-rapat, percakapan telepon, dan kombinasi melalui jaringan komputer.
d. Internalisasi Internalization
Merujuk pada konversi pengetahuan eksplisit menjadi pengetahuan tacit. Semua dokumen data, informasi dan knowledge yang sudah
didokumentasikan dapat dibaca oleh orang lain. Proses ini menyebabkan terjadinya peningkatan knowledge sumber daya manusia yang didukung
oleh alat batu pencarian dan pengambilan dokumen.
2.2. Manajemen Pengetahuan
Menurut Horwitch dan Armacost Sangkala, 2007, mendefinisikan manajemen pengetahuan sebagai pelaksanaan penciptaan, penangkapan,
pentransferan, dan pengaksesan pengetahuan dan informasi yang tepat ketika dibutuhkan untuk membuat keputusan yang lebih baik, bertindak
dengan cepat, serta memberikan hasil dalam rangka mendukung strategi bisnis.
Di lain pihak, menurut Davidson dan Voss dalam Sangkala 2007 mengungkapkan bahwa manajemen pengetahuan sebagai sistem yang
memungkinkan perusahaan menyerap pengetahuan, pengalaman, dan
kreativitas para stafnya untuk perbaikan kinerja perusahaan. Manajemen pengetahuan juga merupakan suatu proses yang menyediakan cara sehingga
perusahaan dapat mengenali dimana aset intelektual kunci berada, menangkap ukuran aset intelektual yang relevan untuk dikembangkan.
Knowledge Transfer International KTI mendefinisikan manajemen
pengetahuan sebagai suatu strategi yang mengubah asset intelektual organisasi, baik informasi yang sudah terekam maupun bakat dari para
anggotanya ke dalam produktivitas yang lebih tinggi, nilai-nilai baru, dan peningkatan daya saing. Manajemen pengetahuan mampu mengajarkan
kepada organisasi, dari mulai pimpinan sampai kepada karyawan mengenai bagaiman menghasilkan dan mengoptimalkan keterampilan sebagai entitas
kolektif. The American Productivity and Quality Centre
mendefinisikan manajemen pengetahuan sebagai strategi dan proses pengidentifikasian,
menangkap, dan mengungkit pengetahuan untuk meningkatkan daya saing. Manajemen pengetahuan lebih terkait dengan hal-hal berbagi pengetahuan,
bukan demi pengetahuan itu sendiri, tetapi lebih kepada suatu sarana untuk menemukan cara yang memungkinkan anggota perusahaan menjalankan
proses bisnisnya lebih cepat, lebih baik, dan biaya yang lebih efisien.
2.2.1 Penerapan Manajemen Pengetahuan
Penerapan knowledge management pada suatu organisasi merupakan proses panjang dan lama, yang mencakup perubahan perilaku semua
karyawan. Upaya perubahan ini perlu sinkronisasi dengan keseluruhan strategi pelaksanaan organisasi. Menurut Birkinsaw dalam Setiarso et al
2009 menggarisbawahi tiga kenyataan yang sangat mempengaruhi berhasil tidaknya knowledge management, yaitu :
a. Penerapannya tidak hanya menghasilkan knowledge baru, tetapi juga
mendaur-ulang knowledge yang sudah ada. b.
Teknologi informasi belum sepenuhnya dapat menggantikan funsi- fungsi jaringan sosial antar anggota organisasi.
c. Sebagian besar organisasi tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya
mereka ketahui. Banyak knowledge penting yang harus ditemukan lewat
upaya-upaya khusus. Padahal, knowledge itu sudah dimiliki sebuah organsasi sejak lama.
Sebelum menerapkan manajemen pengetahuan, beberapa dimensi perubahan perlu dipahami. Beberapa dimensi perubahan tersebut adalah : 1
dimensi konseptual, yaitu terkait dengan kemampuan organisasi mengembangkan konstruksi yang terintegrasi untuk mendiskusikan
pengetahuan yang akan digunakan oleh organisasi, 2 dimensi perubahan itu sendiri, terkait dengan tingkat resistensi dan stabilitas ketika menerapkan
manajemen pengetahuan. 3 aspek pengukuran, yaitu terkait dengan aspek apakah penerapan manajemen pengetahuan sudah sesuai dengan jalur yang
telah ditentukan atau tidak, 4 aspek struktur organisasi, yaitu terkait dengan penyusunan peran dan tanggung jawab yang diperlukan supaya penerapan
manajemen pengetahuan efektif, 5 isi pengetahuan, yaitu pandangan mengenai pengetahuan sebagai produk, 6 dimensi alat, yaitu terkait dengan
ketersediaan sarana mendapatkan pengetahuan. Tiwana dalam Sangkala 2007 menyatakan sepuluh langkah strategi
untuk menerapkan manajemen pengetahuan dalam organisasi, antara lain : 1.
Analisis infrastruktur yang ada. 2.
Mengaitkan manajemen pengetahuan dengan strategi bisnis. 3.
Mendesain infrstruktur manajemen pengetahuan. 4.
Mengaudit asset dan sistem pengetahuan yang ada. 5.
Mendesain tim manajemen pengetahuan. 6.
Menciptakan blueprint manajemen pengetahuan. 7.
Pengembangan sistem manajemen pengetahuan. 8.
Prototype dan uji coba. 9.
Pengelola perubahan, kultur dan struktur penghargaan. 10.
Evaluasi kinerja, mengukur ROI dan perbaikan sistem manajemen pengetahuan.
2.2.2 Aktivitas dan Pentingnya Manajemen Pengetahuan pada Organisasi
Tannebaum dalam Sangkala 2007 menjelaskan mengenai beberapa karekteristik aktivitas manajemen pengetahuan yang terdiri dari :
1. Pengembangan database organisasi mengenai pelanggan, masalah yang
bersifat umum dan pemecahannya. 2.
Mengenali para ahli internal, memperjelas apa yang mereka ketahui, dan mengembangkan kamus yang menjelaskan sumber daya internal kunci
dan mengenali bagaimana menemukannya. 3.
Mendapatkan dan menangkap pengetahuan dari para ahli untuk disebarkan ke yang lain.
4. Mendesain struktur pengetahuan yang membantu mengelola informasi
dalam suatu cara yang dapat di akses dan siap diaplikasikan. 5.
Menciptakan forum bagi orang-orang yang ada di dalam perusahaan untuk berbagi pengalaman dan ide.
6. Memanfaatkan groupware sehingga memungkinkan berbagai macam
orang di lokasi yang berbeda dapat berkomunikasi untuk menyelesaikan masalah secara bersama-sama, dan mencatat informasi di dalam suatu
domain pengetahuan yang telah dipilih. 7.
Bertindak untuk mengenali, mempertahankan talenta orang-orang yang memiliki pengetahuan yang diperlakukan di dalam bidang kegiatan
utama bisnis. 8.
Mendesain pelatihan dan aktivitas pengembangan lainnya untuk menilai dan membangun pengetahuan internal.
9. Menerapkan praktik penghargaan, pengakuan dan promosi yang
mendorong berlangsungnya kegiatan berbagi informasi antaranggota maupun antarunit di dalam organisasi.
10. Membantu pekerjaan serta meyediakan alat-alat yang mendukung
kinerja sehingga memungkinkan setiap orang menilai dan menerapkan pengetahuan apabila diperlukan.
11. Memaknai database pelanggan, produk, transaksi, atau hasil dengan
mengenali kecenderungan dan menggali informasi sebanyak mungkin. 12.
Mengukur modal intelektual di dalam upaya mengelola pengetahuan yang lebih baik.
13. Menangkap dan menganalisis informasi yang terkait dengan perhatian
pelanggan, pilihan-pilihan dan kebutuhan dari lapangan, front line atau
personil bagian pelayanan didorong untuk mampu memahami dengan lebih baik terhadap kecenderungan pelanggan.
Knowledge management yang sukses tidak hanya karena komputer
yang impresif, tetapi sebaiknya ditinjau dari ketiga komponen yang kritis, yaitu :
a. Alur knowledge yang benar dan sumber yang dilimpahkan ke
organisasiinstitusi. b.
Teknologi tepat yang disimpan dan dapat mengkomunikasikan knowledge
tersebut. c.
Budaya tempat kerja yang benar, sehingga karyawan termotivasi untuk memanfaatkan knowledge.
Saat ini, banyak perusahaan atau praktisi meyakini bahwa knowledge management
telah menjadi faktor penentu keberhasilan perusahaan dan merupakan suatu hal yang penting dengan alasan sebagai berikut :
1. Era ekonomi yang baru akan mengacu pada era ekonomi pengetahuan.
Daya saing perusahaan lebih ditentukan oleh tingkat pengetahuan yang dapat diinstitusionalkan menjadi disiplin organisasi dan pengetahuan
yang digunakan oleh perusahaan itu sendiri bersumber dari manusia. 2.
Efektivitas knowledge management dipengaruhi oleh kualitas lingkungan kerja yang kondusif untuk terjadinya proses berbagi
pengetahuan dan pemaknaan sebuah informasi yang dihasilkan oleh manajemen informasi. Sedangkan teknologi informasi berperan untuk
mempermudah proses belajar, sehingga dapat mengakselerasi pertumbuhan pengetahuan organisasi dan pada akhirnya akan
mempercepat kinera perusahaan. 3.
Menurut Amidon dalam Tjakraatmadja dan Lantu 2006 knowledge management
merupakan kesimpulan akhir dari berbagai konsep manajemen dan merupakan sebuah konsep baru yang bersifat
menyeluruh dan utuh yang fokus pada penciptaan dan implementasi pengetahuan dalan organisasi.
2.3. Faktor-Faktor Pendukung Manajemen Pengetahuan
Takeuchi dan Nonaka dalam Sangkala 2007 menyatakan bahwa enabling conditioncontext
merupakan suatu ruang yang dapat menumbuhkembangkan munculnya hubungan antaranggota organisasi atau
semacam konteks organisasi yang dapat berbentuk ruang, maya, mental atau mungkin gabungan ketiganya. Hal ini dalam konteks penciptaan
pengetahuan penting karena pengetahuan merupakan sebuah dinamika, hubungan, dan berdasarkan tindakan manusia, tergantung kepada situasi dan
orang-orang yang terlibat didalamnya. Oleh karena itu, organisasi harus menyediakan kondisi yang memungkinkan karyawan dengan mudah
terdorong dan termotivasi menciptakan pengetahuan. Menurut Handzic dan Zhou 2005, enabler dari penerapan
manajemen pengetahuan adalah konfigurasi faktor lingkungan organisasi dan teknologi. Konfigurasi knowledge management tersebut sering disebut
sebagai faktor pencipta dan proses terlaksananya iklim pengetahuan dalam suatu organisasi. Adapun enabler tersebut terdiri dari : budaya organisasi,
kepemimpinan, struktur organisasi, pengukuran kinerja dan ICT Information and Communication Technology.
Sangkala 2007 menyatakan enabler condition atau faktor kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan dapat dipicu oleh tiga faktor utama,
yaitu orang sosial, organisasi, dan teknologi. Faktor manusia dalam penciptaan pengetahuan berfokus pada upaya bagaimana memicu orang
untuk melakukan apa yang dapat dilakukannya, berfokus pada kemungkinan tingkat keterampilan, dan peran karyawan yang dapat dilakukan dalam
organisasi. Kondisi sosial yang seharusnya tercipta dan dibangun terus- menerus oleh organisasi untuk mendorong penciptaan pengetahuan yaitu
perhatian, penilaian, pemberdayaan, kepercayaan, otonomi, pengungkitan kompetensi dan pekerja atau aktivis manajemen.
Kondisi organisasi yang dapat menciptakan pengetahuan adalah organisasi yang berkarakter pembelajar. Organisasi pembelajar mampu
melahirkan pengetahuan-pengetahuan baru, memiliki kemapuan
memperbaiki dan meningkatkan adaptabilitas serta kapasitasnya dalam memenuhi tuntutan lingkungan.
Setiap organisasi memiliki tujuan yang ingin dicapai. Strategi untuk menciptakan pengetahuan terlihat di dalam upaya organisasi menyusun
langkah-langkah mendapatkan, menciptakan, mengakumulasi dan menggali pengetahuan.aktivitas tersebut merupakan tugas organisasi mengaitkan
tujuan organisasi dengan pikiran dan perilaku karyawan. Berbagi pengetahuan dalam suatu organisasi, membutuhkan waktu
yang cukup banyak. Oleh karena itu, organisasi harus membantu aktivitas berbagi pengetahuan dengan memberi kemungkinan waktu yang tidak
terlalu kaku sehingga karyawan memiliki ruang yang cukup untuk mampu merefleksikan, membingkai isu-isu, dan belajar dari berbagai kompetensi
baru. Menurut Sangkala 2007, beberapa unsur penting lainnya yang perlu
diperhatikan dalam membentuk kondisi organisasi yang berkarakter pembelajar, yaitu : fluktuasi dan kekacauan kreatif yang yang merangsang
organisasi untuk berinteraksi dengan lingkungan luar, sistem yang terintegrasi ke dalam proses pekerjaan sehari-hari, redudansi yang berarti
terjadinya tumpang tindihnya informasi mengenai aktivitas bisnis, tanggung jawab manajemen, dan organisasi secara keseluruhan. Redudansi
menghasilakan pembelajaran karena bercampurnya informasi dari setiap persepsi individu. Cara ini membantu anggota organisasi memahami
kegiatannya dan berbagai perspektif, membuat pengetahuan organisasi lebih cair dan lebih mudah dipraktikkan, menanamkan visi pengetahuan,
mengelola percakapan; mengglobalkan pengetahuan local, ukuran sebagai patokan dalam menilai dan mengukur setiap aktivitas pengetahuan, pejuang
pengetahuan, iklim keterbukaan, keperluan yang beragam, komunitas, kolaborasi dan dialog.
Berdasarkan penelitian Albers 2009, unsur kondisi organisasi seperti keterbukaan, kolaborasi, dialogkomunikasi, waktu belajar, mengelola
percakapan, dan mengglobalkan pengetahuan lokal yang dipaparkan oleh Sangkala, termasuk faktor budaya pengetahuan yang mempengaruhi
kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan. Sedangkan kondisi teknologi informasi dan komunikasi hanyalah sebagai fasilitator dalam
berbagi dan menciptakan pengetahuan untuk menghubungkan orang dengan orang lain serta untuk mengeksplisitkan pengetahuan.
Tabel 3. Penggabungan dan peringkasan indikator kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan menurut Chong dan
Choi
No. Factor Research
1. Employee
training Choi 2000, Mody et al 2002, Garavan et al 2000, Hung et
al 2005, Hwang2003, Moffett et al 2003 and Salleh and
Goh 2002 2.
Employee involment
Bhatt2002, Binney 2001, Choi2000, Hall 2001, Hung et al
2005, Moffett et al 2003 and Ryan and Prybutok 2001 3.
Teamwork Choi 2000, Civi 2000, Geraint 1998, Greengard 1998,
Has 2002, Mohrman et al 1996, Phillips 1994, and Ryan and Prybutok 2001
4. Employee
empowerment Anahotu 1998, Bhatt 2002, Choi 2000, Martinez 1998,
Senge 1991, Verespej 1999 and Moffett et al 2003 5.
Top management leadership and
commitment Abell and Oxbrow 1999, Choi 2000, Civi 2000, Davenport
et al 1998, Kalling 2003, Moffett et al 2003, Pemberton et
al 2002, Ryan and Prybutok 2001 and Salleh and Goh
2002 6.
Removal of organizational
constraints Bonaventura 1997, Choi 2000, Clarke and Rollo 2001,
Demarest 1997, McCune 1999, and McDermott and O’Dell 2001
7. Information
system infrastructure
Bhatt 2001, Bontis et al 2000, Choi 2000, Davenport et al 1998, Kotorov and Hsu 2001, McCambell et al 1999,
Moffett et al 2003 and Ryan and Prybutok 2001 8.
Knowledge based performance
measurement Choi 2000, Bassi and Van Buren 1999, Beijerse 2000,
Carneiro 2001, Gooijer 2000, Martines 1998, Moffett et al 2003 and Pearson 1999
9. Knowledge
friendly culture Choi 2000, Greengard 1998, Gupta et al 2000, Jager
1999, McDermott and O’Dell 2001, Ribiere 2001, Ryan and Prybutok 2001, Skyrme and Amidon 1997, and Wild et
al 2002
10. Benchmarking
Choi 2000, Davis 1996, Day and Wendler 1998 and O’Dell and Grayson 1998
11. Knowledge
structure Choi 2000, Davenport and Klahr 1998, Greco 1999, Hsieh
et al 2002, Ulrich 1998 and Wenge and Snyder 2000
Source : Chong and Choi 2005
Menurut jurnal Chong dan Choi 2005, kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan terdiri dari sebelas indikator yang merupakan
faktor-faktor penting keberhasilan implementasi knowledge management. Sebelas indikator tersebut didapat dari peringkasan dan pengelompokkan
prinsip-prinsip knowledge management yang banyak disarankan oleh peneliti, praktisi dan konsultan. Penggabungan dan peringkasan indikator
kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan dapat dilihat pada
Tabel 3. Penggabungan dan peringkasan ini dilakukan karena aliran penelitian tentang knowledge management masih merupakan suatu teori
yang baru. Belum ada penelitian yang jelas mendefinisikan batas-batas dan kerangka tentang knowledge management karena knowledge management
melibatkan hampir setiap bidang bisnis. Sehingga, faktor-faktor keberhasilan penerapan manajemen pengetahuan yang diusulkan terfragmentasi dan
beragam. Ada sebelas indikator kunci kesuksesan penerapan manajemen
pengetahuan yang digunakan oleh Chong dan Choi dalam penelitiannya. Adapun indikator tersebut adalah pelatihan, keterlibatan karyawan, kerja tim
dan kepercayaan, pemberdayaan karyawan, kepemimpinan manajemen puncak, sistem informasi, pengukuran kinerja, budaya pengetahuan,
benchmarking pembandingan, struktur pengetahuan dan penghapusan
batasan organisasi.
2.4. Penelitian Terdahulu