Tabel 3 Hasil Overlay Matrik untuk Menunjukkan Perubahan Penggunaan Lahan
A
i
B
j
C
i →j
Keterangan 1
2 2
Perubahan sawah menjadi Permukiman 1
3 3
Perubahan sawah menjadi perkebunan 1 4 4
Perubahan Sawah
menjadi Lain-Lain
Sumber : diolah dari Maftuchah, 2004 Hasil overlay pada Tabel 3 tersebut dapat diperoleh dengan formula
Overlay Matrix sebagai berikut Barus dan Wiradisastra 2000:
C
i → j
= xA
i
– 1 + B
j
Keterangan C
i →j
: Perubahan Penggunaan Lahan kelas ke-i pada tahun ke-1 A menjadi
kelas ke-j pada tahun ke-2 B
A
i
: Penggunaan Lahan pada tahun ke-1 dengan kelas ke-i i = 1,2,.., x B
j
: Penggunaan Lahan pada tahun ke-2 dengan kelas ke-j j = 1,2,.., x x
: Jumlah kelas kategori Penggunaan Lahan
Pola penggunaan lahan secara kuantitatif dapat dinyatakan sebagai persentase luas suatu penggunaan lahan terhadap luas total suatu unit area
desakelurahan, kecamatan, atau kabupaten, sehingga dapat diketahui perimbangan lahan-lahan yang bervegetasi hutan, perkebunan, pertanian dan
non vegetasi permukiman, lahan terbuka, tubuh air. Selanjutnya setelah diketahui laju konversi lahan sawah pada
pengembangan kawasan andalan, dilakukan pengelompokan cluster untuk mengetahui kecenderungan laju konversi lahan sawah secara umum. Adapan alat
yang digunakan untuk pengelompokan adalah menggunakan K-Means Clustering. Clustering
merupakan suatu teknik data mining yang membagi-bagikan data ke dalam beberapa kelompok group atau cluster atau segmen yang tiap cluster
dapat ditempati beberapa anggota bersama-sama. Setiap obyek ditempatkan ke grup yang paling mirip dengannya. Ini menyerupai penyusunan binatang dan
tumbuhan ke dalam keluarga – keluarga yang para anggotanya mempunyai kemiripan.
Clustering tidak mensyaratkan pengetahuan sebelumnya dari grup yang
dibentuk, juga dari para anggota yang harus mengikutinya. Algoritma K-Means diperkenalkan oleh J.B. MacQueen pada tahun 1976, salah satu algoritma
clustering sangat umum yang mengelompokkan data sesuai dengan karakteristik
atau ciri-ciri bersama yang serupa. Kelompok data ini dinamakan sebagai cluster. Data di dalam suatu cluster mempunyai ciri-ciri atau fitur, karakteristik, atribut,
properti serupa dan tidak serupa dengan data pada cluster lain. Untuk mengetahui lebih jauh tentang proses analisis konversi lahan sawah
dapat dilihat pada gambar 7 berikut ini.
Gambar 7 Tahapan penelitian Konversi Lahan Sawah dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis
Data Citra Landsat 1 : 100.000 Tahun 1991, 1997, 2003, 2006
RBI Tahun 1997 Koreksi Geometrik Citra ke Citra
Dengan Acuan Koordinat UTM
Koreksi Radiometrik Kalibrasi Data Digital
Penggabungan Dua Data dan Proses Peng- croping
-an Cek Lapangan
Klasifikasi Supervised
Klasifikasi Unsupervised
Klasifikasi Citra dari Tahun 1991 – 1997 – 2003 - 2006
Diteksi Perubahan
Overlay Matrik
Menunjukkan Perubahan
Penggunaan Lahan
Data Spasial dan Luasan Penggunaan Lahan
Analisis Spasial Pola
Penggunaan Lahan
3.3.2. Pengaruh Konversi Lahan Sawah, Kontribusi PDRB Sektor Pertanian dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketercukupan Beras Kawasan
3.3.2.1. Model Penelitian
Untuk menjelaskan pengaruh konversi lahan sawah, kontribusi PDRB sektor pertanian dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketercukupan beras kawasan beras
kawasan, maka digunakanlah model matematika sebagai berikut : KTBK = fKONV, PDRB-SP, g
Keterangan : KTBK
= Ketercukupan Padi Kawasan KONV
= Konversi Lahan sawah KPDRB-SP
= Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto Sektor Pertanian g
= Pertumbuhan Ekonomi KabupatenKota f =
Fungsi
Dari persamaan tersebut di atas dijelaskan bahwa Ketercukupan Beras Kawasan Dependent Variable adalah fungsi dari Konversi Lahan Sawah, Kontribusi
PDRB Sektor Pertanian dan Peretumbuhan Ekonomi KabupatenKota Independent Variables.
Guna mengetahui adanya pengaruh independent variables terhadap dependent variable
, maka digunakan uji regresi berganda dengan model sebagai berikut :
KTBK = a0 + a1 KONV + a2 KPDRB-SP + a3 g + e0 Dimana,
KTBK = PBK : KBK KPDRB-SP = PDRB-SP : PDRB
Keterangan : KTBK
= Ketercukupan Beras Kawasan PBK
= Produksi Beras Kawasan
KBK = Kebutuhan Beras Kawasan
KONV = Konversi Lahan sawah
KPDRB-SP = Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto Sektor Pertanian
PDRB = Produk Domestik Bruto DaerahKota Non Migas
g = Pertumbuhan Ekonomi KabupatenKota
a0 =
Konstanta a1
= Koefisien Regresi Konversi Lahan Sawah a2
= Koefisien Regresi Kontribusi PDRB Sektor Pertanian a3
= Koefisien Regresi Pertumbuhan Ekonomi KabupatenKota e0
= Standar
Error
3.3.2.2. Tehnik Pengumpulan Data
Data sekunder dan data olahan yang digunakan adalah : 1
Untuk menghitung ketercukupan beras kawasan digunakan : a
Data jumlah penduduk per kelompok umur tahun 1995-2009 diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah.
b Data produksi beras tahun 1995-2009 diperoleh dari Badan Pusat
Statistik Provinsi Jawa Tengah. c
Data kebutuhan beras rumah tangga tahun 1995-2009 diperoleh dengan menghitung jumlah penduduk per kelompok umur.
Selanjutnya dengan menggunakan indeks angka kebutuhan beras per orang per hari sebagaimana dikeluarkan Departemen Pertanian 400
gram per orang per hari untuk orang dewasa, anak kecil dan lansia 200 gram per orang per hari dikalikan jumlah penduduk per kelompok
umur. 2
Untuk menghitung jumlah konversi lahan sawah digunakan data olahan konversi lahan sawah tahun 1995-2009 diperoleh dari hasil pengolahan SIG
tahun 1991, 1997, 2003 dan 2006. Selanjutnya data tersebut dinterpolasi menjadi data time series 1995-2009.
3 Data kontribusi PDRB Sektor Pertanian digunakan:
a Data PDRB Sektor Pertanian berdasarkan harga konstan tahun 1995-
2009 tahun dasar 2000. b
Data PDRB Daerah berdasarkan harga konstan tahun 1995-2009 tahun dasar 2000.
c Data kontribusi PDRB Sektor pertanian merupakan ratio PDRB
Sektor Pertanian dibagi PDRB Daerah kabupatenkota.
3.3.2.3. Metode Analisis
Untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas independent variable terhadap variabel tergantung dependent variable dan memprediksi variabel
tergantung dengan menggunakan variabel bebas. Gujarati 2006 mendefinisikan analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut
sebagai variabel yang diterangkan the explained variabel dengan satu atau dua variabel yang menerangkan the explanatory. Variabel pertama disebut juga
sebagai variabel tergantung dan variabel kedua disebut juga sebagai variabel bebas. Jika variabel bebas lebih dari satu, maka analisis regresi disebut regresi
linear berganda. Disebut berganda karena pengaruh beberapa variabel bebas akan dikenakan kepada variabel tergantung.
Tujuan menggunakan analisis regresi ialah untuk : 1
Membuat estimasi rata-rata dan nilai variabel tergantung dengan didasarkan pada nilai variabel bebas.
2 Menguji hipotesis karakteristik dependensi
3 Untuk meramalkan nilai rata-rata variabel bebas dengan didasarkan pada
nilai variabel bebas diluar jangkauan sampel. Penggunaan regresi linear sederhana didasarkan pada asumsi diantaranya
sbb: 1
Model regresi harus linier dalam parameter. 2
Variabel bebas tidak berkorelasi dengan disturbance term Error . 3
Nilai disturbance term sebesar 0 atau dengan simbol sebagai berikut: E U X = 0.
4 Varian untuk masing-masing error term kesalahan konstan
5 Tidak terjadi autokorelasi .
6 Model regresi dispesifikasi secara benar. Tidak terdapat bias spesifikasi
dalam model yang digunakan dalam analisis empiris.
7 Jika variabel bebas lebih dari satu, maka antara variabel bebas explanatory
tidak ada hubungan linier yang nyata Model kelayakan regresi linear didasarkan pada hal-hal sebagai berikut:
1 Model regresi dikatakan layak jika angka signifikansi pada ANOVA
sebesar 0.05. 2
Predictor yang digunakan sebagai variabel bebas harus layak. Kelayakan ini
diketahui jika angka Standard Error of Estimate Standard Deviation. 3
Koefesien regresi harus signifikan. Pengujian dilakukan dengan Uji T. Koefesien regresi signifikan jika T hitung T tabel nilai kritis
4 Tidak boleh terjadi multikolinieritas, artinya tidak boleh terjadi korelasi
yang sangat tinggi atau sangat rendah antar variabel bebas. Syarat ini hanya berlaku untuk regresi linier berganda dengan variabel bebas lebih dari satu.
5 Tidak terjadi autokorelasi . Terjadi autokorelasi jika angka Durbin dan
Watson DB sebesar 1 dan 3. 6
Keselerasan model regresi dapat diterangkan dengan menggunakan nilai r
2
semakin besar nilai tersebut maka model semakin baik. Jika nilai mendekati 1 maka model regresi semakin baik. Nilai r
2
mempunyai karakteristik diantaranya: 1 selalu positif, 2 Nilai r
2
maksimal sebesar 1. Jika Nilai r
2
sebesar 1 akan mempunyai arti kesesuaian yang sempurna. Maksudnya seluruh variasi dalam variabel Y dapat diterangkan oleh model
regresi. Sebaliknya jika r
2
sama dengan 0, maka tidak ada hubungan linier antara X dan Y.
7 Terdapat hubungan linier antara variabel bebas X dan variabel tergantung
Y. 8
Data harus berdistribusi normal. 9
Data berskala interval atau rasio. 10
Kedua variabel bersifat dependen, artinya satu variabel merupakan variabel bebas disebut juga sebagai variabel predictor sedang variabel lainnya
variabel tergantung disebut juga sebagai variabel respon Dalam melakukan analisis regresi berganda perlu memperhatikan uji asumsi
klasik. Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil
estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari adanya gejala heteroskedastisitas, gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi. Model
regresi akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE best linear unbiased estimator yakni tidak terdapat
heteroskedastistas, tidak terdapat multikolinearitas, dan tidak terdapat autokorelasi Sudrajat 1988. Jika terdapat heteroskedastisitas, maka varian tidak konstan
sehingga dapat menyebabkan biasnya standar error. Jika terdapat multikolinearitas, maka akan sulit untuk mengisolasi pengaruh-pengaruh
individual dari variabel, sehingga tingkat signifikansi koefisien regresi menjadi rendah. Dengan adanya autokorelasi mengakibatkan penaksir masih tetap bias
dan masih tetap konsisten hanya saja menjadi tidak efisien. Oleh karena itu, uji asumsi klasik perlu dilakukan. Pengujian-pengujian yang dilakukan adalah
sebagai berikut : 1
Uji Normalitas Uji Normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data
atau observasi yang jumlahnya kurang dari 60 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Uji yang dapat dilakukan adalah uji Kolmogorov-
Smirnov. Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat yang lain.
Penerapan pada uji Kolmogorov Smirnov adalah bahwa jika signifikansi di atas 5 bearti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara data yang akan diuji
dengan data normal baku, artinya data tersebut normal. 2
Uji Multikolinieritas Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi masalah
Multikolinieritas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar variabel bebas. Masalah ini dapat dilihat langsung melalui output komputer, dimana apabila nilai
Varian Inflaction Factor VIF 10 maka tidak ada masalah multikolinieritas.
3 Uji Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi metode penggunaan kuadrat terkecil adalah homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran
atas asumsi homoskedastisitas adalah heteroskedastisitas. Masalah heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan uji Glejser. Uji Glejser dilakukan
dengan meregresikan variabel- variabel bebas terhadap nilai absolut residualnya. Jika nilai signifikannya dari hasil uji Glejser lebih besar dari
α 5 maka tidak terdapat Heteroskedastisitas.
4 Uji Autokorelasi
Uji autokolerasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Jika kita mengabaikan adanya
autokorelasi, maka akan berdampak terhadap pengujian hipotesis dan proses peramalan. Uji paling sering digunakan dalam mendeteksi adanya autokolerasi
dalam suatu model adalah uji DW Durbin Watson Test, dan jika hasilnya mendekati 2 maka tidak ada autokolerasi Sutandi 2009.
3.3.3. Pengaruh Konversi Lahan Sawah, Kontribusi PDRB Sektor Pertanian dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Transformasi Mata
Pencaharian Petani ke Non Petani 3.3.3.1. Model Penelitian
Untuk menjelaskan pengaruh konversi lahan sawah, kontribusi PDRB sektor pertanian dan pertumbuhan ekonomi terhadap transformasi mata
pencaharian petani ke non petani, maka digunakanlah model matematika sebagai berikut :
TMP = f KONV, PDRB-SP, g
Keterangan : TMP
= Transformasi Mata Pencaharian Petani ke Non Petani KONV
= Konversi Lahan sawah
KPDRB-SP = Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto Sektor Pertanian
g = Pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota
f = Fungsi
Dari persamaan di atas, dapat dijelaskan bahwa Transformasi Mata Pencaharian Petani ke Non Petani Dependent Variable adalah fungsi dari
Konversi Lahan Sawah, Kontribusi PDRB Sektor Pertanian dan Peretumbuhan Ekonomi KabupatenKota Independent Variables.
Guna mengetahui adanya pengaruh independent variables terhadap dependent variable
, maka digunakan uji regresi berganda dengan model sebagai berikut :
TMP = b0 + b1 KONV + b2 KPDRB-SP + b3 g + e1 Dimana,
TMP = JPP : JPNP KPDRB-SP = PDRB-SP : PDRB
Keterangan : TMP
= Transformasi Mata Pencaharian Petani ke Non Petani JPP
= Jumlah Pekerja Petani JPNP
= Jumlah Pekerja Non Petani KONV
= Konversi Lahan sawah KPDRB-SP
= Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto Sektor Pertanian PDRB
= Produk Domestik Bruto DaerahKota Non Migas g
= Pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota b0
= Konstanta
b1 = Koefisien Regresi Konversi Lahan Sawah
b2 = Koefisien Regresi Kontribusi PDRB Sektor Pertanian
b3 = Koefisien Regresi Pertumbuhan Ekonomi KabupatenKota
e1 =
Standar Error
3.3.3.2. Tehnik Pengumpulan Data
Data sekunder dan data olahan yang digunakan adalah : 1
Untuk menghitung ketercukupan beras kawasan digunakan : a
Data jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani tahun 1995-2009 diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa
Tengah.
a Data jumlah penduduk yang bermata pencaharian non petani tahun
1995-2009 diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. b
Data transformasi mata pencaharian petani kepada non petani digunakan proksi berupa ratio jumlah petani dibagi jumlah non petani.
2 Untuk menghitung jumlah konversi lahan sawah digunakan data olahan
konversi lahan sawah tahun 1995-2009 diperoleh dari hasil pengolahan SIG tahun 1991, 1997, 2003 dan 2006. Selanjutnya data tersebut dinterpolasi
menjadi data time series 1995-2009. 3
Data kontribusi PDRB Sektor Pertanian digunakan : a
Data PDRB Sektor Pertanian berdasarkan harga konstan tahun 1995- 2009 tahun dasar 2000.
b Data PDRB Daerah berdasarkan harga konstan tahun 1995-2009
tahun dasar 2000. c
Data kontribusi PDRB Sektor pertanian merupakan ratio PDRB Sektor Pertanian dibagi PDRB Daerah kabupatenkota.
3.3.3.3. Metode Analisis
Pembahasan mengenai metode analisis dapat dilihat pada pembahasan tujuan regresi berganda dan uji asumsi klasik sebelumnya.
3.3.4. Pengaruh Land Rent, Ketergantungan Keluarga Terhadap Petani, Usia
Kepala Keluarga dan Pendidikan Kepala Keluarga Terhadap Konversi Lahan Sawah
3.3.4.1. Model Penelitian
Untuk menjelaskan pengaruh land rent, ketergantuangan keluarga terhadap petani, usia kepala keluarga dan pendidikan kepala keluarga terhadap konversi
lahan sawah, maka digunakanlah model matematika sebagai berikut : KONV = f LR, KKTP,UKK,PKK
Keterangan : KONV = Konversi Lahan Sawah
LR = Land Rent
KKTP = Ketergantungan Keluarga Terhadap Petani
UKK = Usia Kepala Keluarga PKK
= Pendidikan Kepala Keluarga f =
Fungsi
Dari persamaan di atas, dapat dijelaskan bahwa Konversi Lahan Sawah Dependent Variable adalah fungsi dari Land Rent, Ketergantungan Keluarga
Terhadap Petani, Usia Kepala Keluarga dan Pendidikan Kepala Keluarga Independent Variables.
Guna mengetahui adanya pengaruh independent variables terhadap dependent variable
, maka digunakan uji regresi berganda dengan model sebagai berikut :
KONV = c0 + c1 LR + c2 KKTP + c3 UKK + c4 PKK + e2
Keterangan : KONV = Konversi Lahan Sawah
LR = Land Rent
KKTP = Ketergantuangan Keluarga Terhadap Petani
UKK = Usia Kepala Keluarga
PKK = Pendidikan Kepala Keluarga
c0 =
Konstanta c1
= Koefisien
Regresi Land Rent
c2 =
Koefisien Regresi
Ketergantuangan Keluarga Terhadap Petani c3
= Koefisien
Regresi Usia Kepala Keluarga
c4 =
Koefisien Regresi
Pendidikan Kepala Keluarga e2
= Standar
Error
3.3.4.2. Tehnik Pengumpulan Data
Data primer dan hasil olahan yang digunakan untuk menganalisis adalah : 1
Untuk menghitung laju konversi lahan sawah digunakan data olahan konversi lahan sawah dari tahun 1991 - 2006 diperoleh dari hasil
pengolahan SIG tahun 1991, 1997, 2003 dan 2006. Selanjutnya data tersebut
dinterpolasi menjadi data time series 1995-2009. Kemudian dicari laju pertumbuhan rata-rata dengan menggunakan rumus pertumbuhan geometrik.
2 Data Land Rent digunakan data primer yang diperoleh dari hasil olahan data
pada tempat penelitan. 3
Data Ketergantungan Keluarga Terhadap Petani digunakan : a
Data jumlah anggota keluarga yang berprofesi sebagai petani berusia 24 – 55 tahun yang diperoleh dari responden.
b Data jumlah anggota keluarga yang berusia 24 tahun dan 55 tahun
yang diperoleh dari responden. c
Data Ketergantungan Keluarga Terhadap Petani merupakan rratio dari jumlah anggota keluarga yang berusia 24 tahun dan 55 tahun
dibagi dengan jumlah anggota keluarga. 4
Data jumlah kepala keluarga berdasarkan usia diperoleh dari responden. 5
Data jumlah kepala keluarga berdasarkan pendidikan diperoleh dari responden.
6 Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang
diambil dari 185 responden yang ditentukan secara simple random sampling
, artinya responden ditemukan secara acak sederhana, dan setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel.
Lokasi penelitian meliputi 6 Kabupaten yaitu: Kabupaten Demak, Klaten, Kendal, Sukoharjo, Boyolali dan Karanganyar. Sedangkan kecamatan
ditentukan secara proporsional mewakili kategori kecamatan yang dengan konversi lahan sawah sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat
rendah.
3.3.4.3. Metode Analisis
Pembahasan mengenai metode analisis dapat dilihat pada pembahasan tujuan regresi berganda dan uji asumsi klasik sebelumnya.
3.3.5. Faktor-Faktor Sosial Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Petani dalam Melakukan Konversi Lahan Sawah
3.3.5.1. Model Penelitian
Untuk menjelaskan pengaruh motivasi, sikap, persepsi, kemampuan, orientasi nilai budaya dan tingkat informasi terhadap perilaku petani dalam
melakukan konversi lahan sawah, maka digunakanlah model gambar 8 berikut ini.
Gambar 8 Model grafis hubungan variabel laten dengan variabel manifes.
Dari gambar di atas diketahui bahwa Perilaku adalah variabel laten Constract Laten
. Sedangkan motivasi, sikap, persepsi, kemampuan, orientasi nilai budaya dan tingkat informasi disebut variabel manives Manivest Variable.
Untuk mengetahui adanya pengaruh independent variables terhadap dependent variable
, baik langsung maupun tidak langsung, maka memanfaatkan penelitian awal yang dilakukan oleh Ratnada dan Yusuf 2003, de Haan 2001.
Model penelitian yang dilakukan Ratnada dan Yusuf dalam penelitian tentang Perilaku Petani Dalam Konservasi Lahan pada Sistem Usaha Pertanian
Padi Sawah Irigasi di Imogiri Bantul mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku petani adalah: 1 motivasi, 2 wawasan, 3 orientasi nilai
budaya, 4 keaktifan petani dalam kelompok, 5 keaktifan petani mencari informasi, 6 kepemimpinan kelompok, 7 intensitas penyuluhan, dan 8
ketersediaan input. Model awal penelitian secara matematika dapat dituliskan :
Y = f X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8
Keterangan : Y =
Perilaku X1 =
Motivasi X2 =
Wawasan X3
= Orientasi Nilai Budaya X4
= Keaktifan Dalam Kelompok X5
= Keaktifan Mencari Informasi X6 =
Kepemimpinan Kelompok
X7 = Intensitas
Penyuluhan X8 =
Ketersediaan Input
f = Fungsi
Dari kedelapan variabel tersebut terdapat empat variabel yang lebih dominan yaitu : 1 motivasi, 2 keaktifan petani mencari informasi, 3 wawasan,
dan 4 intensitas penyuluhan. Secara simultan dapat digambarkan sebagaimana gambar berikut ini :
Gambar 9 : Model Motivasi Ratnada, Ratnada dan Yusuf, 2003
De Haan dalam penelitian tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pengembangan Kecamatan mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku masyarakat dalam partisipasi pembangunan adalah: 1 persepsi, 2 sikap, 3 motivasi, 4 kemampuan, 5 peran kelompok, 6 peran
fasilitator, dan 7 peran pemerintah. Model awal penelitian secara matematika dapat dituliskan :
Y = f X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7
Keterangan : Y
= Perilaku X1
= Persepsi X2
= Sikap X3
= Motivasi X4
= Kemampuan X5
= Peran Kelompok X6
= Peran Fasilitator X7
= Peran Pemerintah f
= Fungsi
Secara simultan hubungan antara variabel dapat digambarkan sebagaimana gambar 10 berikut ini:
Gambar 10 Model Partisipasi De Haan, de Haan, 2001 Dengan melandaskan akan penelitian di atas, dan dengan mengurangi
variabel-variabel yang tidak berhubungan dengan penelitian ini, maka menganalisis hubungan antar variabel digunakan uji model struktural dengan
persamaan struktural sebagai berikut : Perilaku
=
γ3 Persepsi + γ4 Sikap + γ5 Motivasi
Motivasi =
γ3 Pers.. + γ4 Sikap
Persepsi =
γ1 Kemampuan + γ2 ONB
Sikap =
γ1 Kemampuan + γ2 ONB
Kemampuan =
γ2 ONB
+
γ6 TIK
ONB =
γ6 TIK Keterangan :
ONB = Orientasi Nilai Budaya TIK
= Tingkat Informasi Konversi Lahan Sawah γ1
= Koefisien Bobot Faktor Kemampuan
γ2
= Koefisien Bobot Faktor Orientasi Nilai Budaya
γ3
= Koefisien Bobot Faktor Persepsi
γ4
= Koefisien Bobot Faktor Sikap
γ5
= Koefisien Bobot Faktor Motivasi
γ6 = Koefisien Bobot Faktor Tingkat Informasi Konversi Lahan Sawah
3.3.5.2. Tehnik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diambil dari 185 responden yang ditentukan secara simple random sampling, artinya
responden ditemukan secara acak sederhana, dan setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Lokasi penelitian
meliputi 6 Kabupaten yaitu: Kabupaten Demak, Klaten, Kendal, Sukoharjo, Boyolali dan Karanganyar. Sedangkan kecamatan ditentukan secara proporsional
mewakili kategori kecamatan yang dengan konversi lahan sawah sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.
3.3.5.3. Metode Analisis
Menurut Hair et al. 1995 dijelaskan bahwa di dalam SEM ada beberapa
istilah penting, yaitu :
1
Konstrak Laten.
Pengertian konstrak adalah konsep yang membuat peneliti mendefinisikan ketentuan konseptual namun tidak secara langsung bersifat
laten, tetapi diukur dengan perkiraan berdasarkan indikator. Konstrak merupakan suatu proses atau kejadian dari suatu amatan yang
diformulasikan dalam bentuk konseptual dan memerlukan indikator untuk memperjelasnya.
2 Variabel Manifest.
Pengertian variabel manifest adalah nilai observasi pada bagian spesifik yang dipertanyakan maupun observasi yang dilakukan
oleh peneliti. Sebagai tambahan, Konstrak laten tidak dapat diukur secara langsung bersifat laten dan membutuhkan indikator-indikator untuk
mengukurnya. Indikator-indikator tersebut dinamakan variabel manifest. Dalam format kuisioner, variabel manifest tersebut merupakan item-item
pertanyaan dari setiap variabel yang dihipotesiskan. 3
Variabel Eksogen, Variabel Endogen, dan Variabel Error.
Variabel eksogen adalah variabel penyebab, variabel yang tidak dipengaruhi oleh
variabel lainnya. Variabel eksogen memberikan efek kepada variabel
lainnya. Dalam diagram jalur, variabel eksogen ini secara eksplisit ditandai sebagai variabel yang tidak ada panah tunggal yang menuju kearahnya.
Variabel endogen adalah variabel yang dijelaskan oleh variabel eksogen. Variabel endogen adalah efek dari variabel eksogen. Dalam diagram jalur,
variabel endogen ini secara eksplisit ditandai oleh kepala panah yang menuju kearahnya. Variabel error didefinisikan sebagai kumpulan variabel-
variabel eksogen lainnya yang tidak dimasukkan dalam sistem penelitian yang dimungkinkan masih mempengaruhi variabel endogen.
4
Diagram Jalur.
Diagram jalur adalah sebuah diagram yang menggambarkan hubungan kausal antara variabel. Pembangunan diagram
jalur dimaksudkan untuk menvisualisasikan keseluruhan alur hubungan antara variabel.
5 Koefisien Jalur.
Koefisien jalur adalah suatu koefisien regresi terstandardisasi beta yang menunjukkan parameter pengaruh dari suatu
variabel eksogen terhadap variabel endogen dalam diagram jalur. Koefisien jalur disebut juga standardized solution. Standardized solution yang
menghubungkan antara konstrak laten dan variabel indikatornya adalah faktor loading.
Yamin dan Kurniawan 2009 menjelaskan bahwa Prosedur SEM adalah sebagai berikut :
1 Spesifikasi Model
Pada tahap ini, spesifikasi model yang dilakukan oleh peneliti meliputi: a
Mengungkapkan sebuah konsep permasalahan peneliti yang merupakan suatu pertanyaan atau dugaan hipotesis terhadap suatu
masalah. b
Mendefinisikan variabel-variabel yang akan terlibat dalam penelitian dan mengkategorikannya sebagai variabel eksogen dan variabel
endogen. c
Menentukan metode pengukuran untuk variabel tersebut, apakah bisa diukur secara langsung measurable variable atau membutuhkan
variabel manifest manifest variabel atau indikator-indikator yang mengukur konstrak laten.
d Mendefinisikan hubungan kausal struktural antara variabel antara
variabel eksogen dan variabel endogen, apakah hubungan strukturalnya recursive searah, atau nonrecursive timbal balik.
2 Estimasi Model
Pada proses estimasi parameter, penentuan metode estimasi ditentukan oleh uji Normalitas data. Jika Normalitas data terpenuhi, maka metode
estimasi yang digunakan adalah metode maximum likelihood dengan menambahkan inputan berupa covariance matrix dari data pengamatan.
Sedangkan, jika Normalitas data tidak terpenuhi, maka metode estimasi yang digunakan adalah robust maximum likelihood dengan menambahkan
inputan berupa covariance matrix dan asymptotic covariance matrix dari data pengamatan Joreskog dan Sorbom, 1996. Penggunaan input
asymptotic covariance matrix akan menghasilkan penambahan uji
kecocokan model, yaitu Satorra-Bentler Scaled Chi-Square dan Chi-square Corrected For Non-Normality
. Kedua P-value uji kecocokan model ini dikatakan fit jika P-value mempunyai nilai minimum adalah 0,05 .
3 Uji Kecocokan Model
Menurut Hair et al, SEM tidak mempunyai uji statistik tunggal terbaik yang dapat menjelaskan kekuatan dalam memprediksi sebuah model.
Sebagai gantinya, peneliti mengembangkan beberapa kombinasi ukuran kecocokan model yang menghasilkan tiga perspektif, yaitu ukuran
kecocokan model keseluruhan, ukuran kecocokan model pengukuran, dan ukuran kecocokan model struktural.
Setelah evaluasi terhadap kecocokan keseluruhan model, langkah berikutnya adalah memeriksa kecocokan model pengukuran dilakukan
terhadap masing-masing konstrak laten yang ada didalam model. Pemeriksaan terhadap konstrak laten dilakukan terkait dengan pengukuran
konstrak laten oleh variabel manifest indikator. Evaluasi ini didapatkan ukuran kecocokan pengukuran yang baik apabila:
a Nilai t-statistik muatan faktornya faktor loading-nya lebih besar dari
1,96 t-tabel.
b Standardized
faktor loading completely standardized solution lambda 0,5.
3.3.6. Desain Pemantapan Pengendalian Konversi Lahan Sawah yang Berpihak Kepada Petani pada Kawasan Andalan di Provinsi Jawa
Tengah 3.3.6.1. Model Penelitian
Model hirarki desain pemantapan pengendalian konservasi lahan sawah yang berpihak kepada petani pada pengembangan kawasan Andalan dapat dilihat
pada Gambar 11.
Gambar 11 Hirarki Desain Pengendalian Lahan Sawah
Keterangan :
Level II: Kriteria
A Mengatasi dampak konversi lahan sawah
B Mengatasi penyebab konversi lahan sawah
Level III: Sub Kriteria
C Menjaga ketersediaan padi kawasan
D Meningkatkan daya tarik mata pencarian di bidang pertanian
Mengendalikan Konversi Lahan Sawah
A
F D
C
H I
J K
Level II Kriteria
Level III Sub Kriteria
Level IV Strategi
H G
N M
O Mengendalikan Konversi Lahan Sawah
A B
D E
I J
K L
Level I Ultimate Goal
Level II Kriteria
Level III Sub Kriteria
Level IV Strategi
P Q
R S
T U
E Meningkatkan land rent keuntungan usaha tani
F Menurunkan perilaku masyarakat dalam konversi lahan sawah
Level IV: Strategi G
Menekan laju pertumbuhan penduduk H Diversifikasi
Makanan I Meningkatkan
produksi padi
J Memberi insentif fiskal pada petani
K Mengendalikan perpindahan pekerjaan dari bidang pertanian
L Memberikan asuransi
kepada petani
M Membantu perolehan saprodi secara murah dan mudah
N Pembangunan infrastruktur pertanian
O Membantu pemasaran hasil panen
P Meningkatkan motivasi
Q meningkatkan persepsi
R Meningkatkan sikap
S Meningkatkan kemampuan
T Meningkatkan orientasi nilai budaya
U Meningkatkan informasi konversi lahan kawasan
3.3.6.2. Tehnik Pengumpulan Data
Data yang dipergunakan untuk penjusunan kebijakan adalah : 1
Data model hirarki yang diperoleh dari hasil diskusi kelompok para ahli yang mewakili kelompok pemerintah, pemerintah daerah, perguruan tinggi,
peneliti, lembaga swadaya masyarakat dan kelompokorganisasi petani. 2
Data pendapat ahli diperoleh melalui kuisioner yang disebarkan kepada 18 delapan belas ahli. Sampel sebanyak 18 ditentukan dengan menggunakan
metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel ditentukan oleh peneliti dengan mempertimbangkan keahlian dan pengalaman yang
bersangkutan. Keahlian ditentukan dengan kualitas pendidikan formal, sekurang-kurangnya S2. Sedangkan pengalaman ditentukan apakah yang
bersangkutan bekerja pada bidang yang mengetahui dan memahami persoalan konversi lahan sawah.
3.3.6.3. Metode Analisis
Salah satu tekhnik yang digunakan dalam pengambilan suatu keputusan adalah AHP, yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty dari Wharton School of
Business pada tahun 1970-an. Analisis AHP merupakan analisis yang digunakan untuk memformulasikan masalah-masalah yang tidak terstruktur, baik dalam
bidang ekonomi, sosial maupun ilmu pengetahuan, dan manajemen, serta masalah yang memerlukan pendapat judgment pada situasi yang kompleks atau tidak
terkerangka, pada situasi di mana data dan informasi sangat minim atau tidak ada sama sekali dan hanya bersifat kualitatif yang didasari oleh persepsi, pengalaman
atau intuisi. AHP juga banyak digunakan pada pengambilan keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya, dan penentuan prioritas dari
strategi-strategi dalam situasai konflik Saaty, 1993. Menurut Eriyatno 2007 metode AHP digunakan untuk memecahkan masalah kualitatif yang kompleks
dengan memakai perhitungan kuantitatif, melalui proses pengekspresian masalah dimaksud dalam kerangka berpikir yang terarah, sehingga memungkinkan
dilakukannya proses pengambilan keputusan secara efektif. Metode tersebut mempunyai keunggulan karena mampu menyederhanakan persoalan yang
kompleks menjadi persoalan yang terstruktur, sehingga mendorong dipercepatnya
proses pengambilan keputusan yang terkait.
Desain kebijakan pengendalian konversi lahan sawah yang berpihak kepada petani pada Kawasan Andalan melalui pendekatan AHP, merupakan upaya
penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, tetapi strategik, dan dinamis menjadi bagian-bagian serta menatanya dalam suatu hirarki yang
berbasiskan pada expertise judgement, sehingga pemilihan responden ditujukan pada responden yang benar-benar memahami permasalahannya, responden dipilih
dari kalangan pemerintah, LSM, akademisi, tokoh masyarakat, pelaku usaha dan investor. Prinsip kerja Proses Hierarki Analitik adalah sebagai berikut Marimin,
2004, seperti pada diagram alir Gambar 12.
Gambar 12 Diagram alir proses hierarki analitik
Tahapan dalam Analisis Hirarki Proses antara lain : 1
Identifikasi Sistem.
Mengidentifikasi seluruh elemenlevel dan sub didalamnya, untuk dapat dilakukan penilaian.
2
Penyusunan hirarki.
Persoalan yang akan diselesaikan perlu diuraikan menjadi unsur-unsurnya yang tersusun secara hierarki, seperti stakeholder,
faktor, tujuan dan alternatif. Alternatif atau strategi yang tersedia dalam membuat kebutuhan terletak pada tingkat yang paling bawah di dalam
sebuah diagram. Pada Gambar 11 merupakan diagram hirarki yang akan digunakan dalam penelitian ini. Penyusunan kriteria. Penyusunan kriteria
ini digunakan untuk membuat keputusan yang dengan uraian sub kriteria dan bentuk alternatif yang terkait masing-masing kriteria tersebut untuk
dipilih sebagai keputusan tercantum pada tingkatakan paling bawah. 3
Pengisian Matriks pendapat individu. Unsur-unsur yang telah tersusun
dan diagram kreteria itu dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty 1983 dalam Marimin 2004 mengatakan bahwa untuk
Keterangan: CI= Consistency Index dan CR = Consistency Ratio MULAI
Identifikasi Sistem Penyusunan Hirarkhi
Pengisian Matriks Pendapat Individu CI : CR Memenuhi 10
Revisi Pendapat
Penyusunan Matriks Gabungan Pengolahan Vertikal
Perhitungan Vektor Prioritas Sistem Pemeringkatan komponen level
tidak ya
berbagai persoalan skala 1 sampai 9 adalah terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 4 Nilai
perbandingan A dan B dalam tabel tersebut adalah 1 satu dibagi dengan nilai perbandingan B dengan A.
Tabel 4. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan pada AHP
Nilai Keterangan
1 KriteriaAlternatif A sama penting dengan KriteriaAlternatif B
3 A sedikit lebih penting dari B
5 A jelas lebih penting dari B
7 A sangat jelas lebih penting dari B
9 A mutlak lebih penting dari B
2, 4, 6, 8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
Penentuan prioritas dilakukan dengan menggunakan teknik perbandingan berpasangan pairwise comparisons untuk setiap kriteria dan alternatif.
1 CI:CR memenuhi syarat 10.
Untuk mengetahui apakah dalam penentuan prioritas itu pakar yang memberikan penilaian konsisten atau
tidak digunakan cara perhitungan CR Consistency Ratio, Bila nilai CR kurang dari 10 , berarti penilaian pakar itu konsisten dan sebaliknya.
Apabila nilai 10, maka perlu dilakukan revisi pendapat untuk menjadi konsisten.
2 Penyusunan matriks gabungan.
Matrik gabungan dilakukan untuk melihat hasil kecenderungan pendapat pakar, hal ini dilakukan setelah seluruh
responden konsisten sehingga pendapat gabungan untuk penilaian juga konsisten. Nilai-nilai perbandingan relatif tersebut diolah dengan
menggunakan matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik untuk menentukan tingkat relatif dari seluruh alternatif yang ada. Nilai rata-
rata geometrik dari semua responden dari setiap nilai pendapat yang dibandingkan.
3 Pengolahan vertikal.
Nilai-nilai yang diperbandingkan sangat mempengaruhi hasil pada level berikutnya sehingga pengolahan vertikal
untuk memberikan porsi nilai yang ditentukan pada masing-masing kriteria level dibawahnya.
4 Perhitungan vektor prioritas sistem.
Perhitungan dilakukan pada masing- masing vektorsub yang terdapat di dalam level untuk mengetahui prioritas
dominan dari pakar terhadap penilaian yang ada.
5
Pemeringkatan komponen level. Analisis ini digunakan untuk
menginterpretasi prioritas dari stakeholder, faktor, tujuan dan alternatif kebijakan yang mempengaruhi pengendalian konversi lahan sawah.
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum
Dalam bab ini, akan dipaparkan secara umum tentang 14 kabupaten dan kota yang menjadi wilayah penelitian ini. Kabupaten dan kota tersebut adalah
Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Demak,
Kabupaten Semarang, kabupaten Temanggung, Kabupaten Kendal, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga dan Kota Semarang. 14 Kabupaten dan
Kota ini semuanya terletak dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yang secara umum keberadaannya akan sangat dipengaruhi oleh keberadaan provinsi Jawa
Tengah. Ke 14 Kabupaten dan kota ini selanjutnya disebut dengan Kawasan Andalan.
Secara administratif, Provinsi Jawa Tengah terbagi dalam 29 Kabupaten dan 6 Kota. Wilayah tersebut terdiri dari 573 kecamatan dan 8576 kelurahan. Kawasan
Andalan adalah bagian dari 29 Kabupaten dan 6 Kota di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Luas Jawa Tengah pada tahun 2009 tercatat sebesar 3.25 juta hektar, atau
sekitar 25,04 dari luas pulau Jawa. Dari total luas Wilayah Propinsi Jawa Tengah, 31,23 adalah wilayah dari Kawasan Andalan, atau sekitar 1.016.444 ha.
Dari 14 kabupaten dan kota yang ada, kabupaten Grobogan memiliki luas yang paling besar dari kabupaten dan kota lainnya. Dalam tabel berikut ini dapat dilihat
tentang luas wilayah masing-masing kabupaten kota dan perbandingannya dengan luas Provinsi Jawa Tengah.
Bila ditinjau dari luas wilayahnya, terlihat bahwa dari 14 kabupaten dan kota yang ada di Kawasan Andalan, Kabupaten Grobogan memiliki luas wilayah
paling besar kemudian diikuti oleh Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali. Ketiga daerah ini memiliki luas wilayah diatas 100.000 ha. Sedangkan daerah
pada Kawasan Andalan yang memiliki luas wilayah paling kecil adalah Kota Magelang. Untuk lebih jelasnya, perbandingan luas wilayah Kawasan Andalan
dengan Provinsi Jawa Tengah secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5 Perbandingan Luas Wilayah Kawasan Andalan dengan Jawa Tengah
KabupatenKota Luas wilayah
Ha Prosentase dari luas
Prov. Jateng Kabupaten Magelang
107.945 3,32
Kabupaten Boyolali 100.558
3,09 Kabupaten Klaten
65.175 2,00
Kabupaten Sukoharjo 46.074
1,42 Kabupaten Karanganyar
81.677 2,51
Kabupaten Grobogan 196.401
6,03 Kabupaten Demak
89.338 2,75
Kabupaten Semarang 94.816
2,91 Kabupaten Temanggung
86.852 2,67
Kabupaten Kendal 98.846
3,04 Kota Magelang
1.803 0,06
Kota Surakarta 4.344
0,13 Kota Salatiga
5.655 0,17
Kota Semarang 36.960
1,14
Jumlah 1,016,444
31,23
Sumber: Hasil olahan data BPS Jawa Tengah 2009
Dari segi jumlah penduduk, pada tahun 2009, total jumlah penduduk di Kawasan Andalan adalah sebesar 12.285.849 jiwa. Di Kawasan Andalan, jumlah
penduduk laki-laki lebih sedikit dari jumlah penduduk perempuan. Sedangkan untuk faktor usia, jumlah penduduk berusia dewasa produktif memiliki jumlah
tertinggi, dibandingkan dengan usia anak-anak dan orang tua. Ini berarti bahwa untuk Kawasan Andalan, kebutuhan akan pekerjaan tinggi.
Tabel 6 Distribusi penduduk menurut jenis kelamin dan Usia
kabupatenkota Jumlah Laki-
Laki Perempuan Anak
Dewasa Tua
Kab. Magelang 1.180.217
574.236 605.981
328.581 754.419
97.217 Kab. Boyolali
943.978 457.816
486.162 255.715
603.633 84.630
Kab. Klaten 1.136.829
560.539 576.290
265.066 751.322
120.441 Kab. Sukoharjo
833.575 407.195
426.380 191.102
575.841 66.632
Kab. Karanganyar 819.186
408.389 410.797
201.605 540.926
76.655 Kab. Grobogan
1.345.879 636.320 709.559
372.235 866.756
106.888 Kab. Demak
1.042.932 510.379
532.553 289.695
698.877 54.360
Kab. Semarang 921.865
456.466 465.399
233.619 614.737
73.509 Kab. Temanggung
714.411 347.976
366.435 180.679
475.872 57.860
Kab. Kendal 965.808
501.181 464.627
253.693 654.654
57.461 Kota Magelang
137.055 65.063
71.992 32.640
93.117 11.298
Kota Surakarta 528.202
245.043 283.159
119.951 376.180
32.071 Kota Salatiga
182.226 88.647
93.579 42.122
125.161 14.943
Kota Semarang 1.533.686
741.736 791.950
377.227 1.065.969 90.490
Jumlah 12.285.849
6.000.986 6.284.863
3.143.930 8.197.464 944,455
Sumber: Data olahan BPS Jawa Tengah 2009
Dari Tabel 7 tentang kepadatan penduduk di wilyah Kawasan Andalan, terlihat bahwa Surakarta menempati tempat pertama untuk daerah dengan
kepadatan penduduk terting. Kepadatan penduduk di Surakarta mencapai 11.996km
2
, kemudian diikuti oleh kota Magelang dan kota Semarang. Tabel 7 Kepadatan penduduk di Kawasan Andalan
No KabupatenKota Luas
Km
2
Total Penduduk
Kepadatan 1 Kabupaten
Magelang 1.085,73
1.180.217 1.087,03
2 Kabupaten Boyolali
1.015,07 943.978
929,96 3 Kabupaten
Klaten 655,56
1.136.829 1.734,13
4 Kabupaten Sukoharjo
466,66 833.575
1.786,26 5 Kabupaten
Karanganyar 772,20
819.186 1.060,85
6 Kabupaten Grobogan 1.975,85
1.345.879 681,16
7 Kabupaten Demak
897,43 1.042.932
1.162,13 8 Kabupaten
Semarang 946,86
921.865 973,60
9 Kabupaten Temanggung
870,23 714.411
820,95 10 Kabupaten
Kendal 1.002,27
965.808 963,62
11 Kota Magelang
18,12 137.055
7.563,74 12 Kota Surakarta
44,03 528.202
11.996,41 13 Kota
Salatiga 52,96
182.226 3.440,82
14 Kota Semarang
373,67 1.533.686
4.104,39 Sumber: Data BPS Jawa Tengah 2009.
Kabupaten Grobogan adalah kota dengan tingkat kepadatan terendah di kawasan Andalan, dengan kepadatan 681,16, atau 681 penduduk per kilometer
persegi . Tempat kedua ada pada ada pada kabupaten Temanggung dengan kepadatan 821 penduduk per kilometer persegi, dan diikuti oleh kabupaten
Boyolali dengan kepadatan 929,96 penduduk per kilometer persegi. Tabel 8 Distribusi Penduduk menurut Pekerjaan
KabupatenKota pertanian Industri Perdagangan Jasa
lain
Kab. Magelang 256.451
87.823 119.899
63.944 72.319
Kab. Boyolali 215.055
72.494 111.984
46.423 66.678
Kab. Klaten 137.435
126.082 170.021
74.372 69.991
Kab. Sukoharjo 104.955
93.651 102.050
61.784 51.618
Kab. Karanganyar 121.970
64.931 99.165
63.749 68.023
Kab. Grobogan 417.427
32.221 129.201
63.941 77.910
Kab. Demak 210.649
65.677 96.841
43.824 77.926
Kab. Semarang 171.444
102.040 84.898
55.484 56.809
Kab. Temanggung 166.428
72.244 57.805
43.962 405.043
Kab. Kendal 241.389
59.645 88.592
54.437 45.110
Kota Magelang 1.430
6.033 21.787
17.370 9.487
Kota Surakarta 2.608
42.065 106.426
59.780 35.889
Kota Salatiga 7.014
12.365 20.528
22.398 16.363
Kota Semarang 21.363
127.304 236.244
169.976 148.715
Jumlah 2,075,618
964,575 1,445,441
841,444 1,201,881
Sumber: Data Olahan BPS Jawa Tengah 2009
Untuk distribusi penduduk menurut pekerjaan, dalam Tabel 8 dapat diketahui bahwa untuk kategori kabupaten di Kawasan Andalan, jumlah penduduk
di bidang pertanian masin lebih banyak dari jumlah penduduk yang bekerja di sektor lainl. Namun jika dibandingkan data dari tahun-tahun sebelumnya jumlah
penduduk yang bekerja di sektor pertanian ini makin berkurang dari waktu ke waktu, sedangkan untuk bidang Industri, perdagangan dan jasa, jumlah tenaga
kerjanya terus meningkat dari tahun ke tahun. Tidak diketahui dengan pasti, apakah peningkatan penduduk di sektor lain akibat dari terjadinya transformasi
mata pencaharian dari petani ke non petani. Kemungkinan lain lain adalah para pencari kerja tidak lagi melihat
pertanian sebagai bidang pekerjaan yang menjanjikan. Sebaliknya, bidang Industri, perdagangan dan jasa lebih menjanjikan masa depan yang lebih baik.
Namun asumsi ini perlu dibuktikan lebih lanjut. Tabel 9 Jenis Pengairan lahan sawah di Kawasan Andalan
No KabKota Pengairan Teknis
Ha Pengairan
setengah Teknis
Ha Pengairan
Sederhana Ha
Pengairan Desa
Non PU Ha
1 Kab. Magelang
6.623 5.412
8.667 8.264
2 Kab. Boyolali
5.137 4.653
2.114 -
3 Kab. Klaten
19.193 10.099
2.657 -
4 Kab. Sukoharjo
14.900 1.902
2.021 -
5 Kab. Karanganyar
8.029 6.356
5.041 -
6 Kab. Grobogan
19.092 1.539
1.838 7.468
7 Kab. Demak
18.398 7.864
4.208 2.437
8 Kab. Semarang
5.475 4.027
7.858 1.012
9 Kab. Temanggung
4.641 8.535
2.989 3.524
10 Kab. Kendal
15.856 1.640
5.459 2.302
11 Kota Magelang
212 -
- -
12 Kota Surakarta
42 35
- 24
13 Kota Salatiga
383 129
96 19
14 Kota Semarang 226
606 968
114
Jumlah 118,207
52,797 43,916
25,164
Sumber: Data olahan dari BPS Jateng 2009