Tanaman Kamandrah Design Of stbilizing pro-farmer controls of rice field conversion at special zones in Central Jawa Province

sebenarnya yang terjadi adalah abortus atau bila digunakan pada masa implantasi maka kerjanya sebagai anti implantasi, karena adanya kontraksi yang kuat pada usus dan juga uterus. Lectin dari C. tiglium dapat menginhibisi haemaglutination dan haemolysis sel darah merah pada kelinci Kalyan and Sen 1983. Yuningsih dan Laba 2007 melaporkan telah melakukan uji efek toksik dari beberapa tanaman beracun di antaranya daun lelatang Acalypha indica, biji karet Ficus elastica, biji kapok Ceiba petandra, biji jarak Ricinus communis, daun tembakau Nicotiana tabacum , daun Strychnuos nux vomica, akarbatang tuba Derris eliptica, daun tikusan Clauseva exavata, umbi gadung, kulit batang ceremai, batang kipahit Pierasma javanica , biji kamandrah C. tiglium dan biji picung Pangium edule . Dari berbagai ekstrak tanaman yang diuji, ekstrak yang paling toksik adalah ekstrak biji kamandrah dan ekstrak biji picung. Secara patologi anatomis ekstrak tanaman beracun tersebut menyebabkan pembendungan dan perdarahan umum pada paru-paru, jantung dan hati dan sebagian besar dari area mukosa lambung hanya berupa selaput tipis yang berwarna transparan karena mengalami atrofi Yuningsih 2007. Salatino et al. 2007 melaporkan bahwa tanaman dari genus croton memiliki bioaktifitas anti-hypertensive, anti-inflammatory, antimalarial, antimicrobial, antispas-modic, antiulcer, antiviral dan myorelaxant. Adapun penggunaan secara tradisional dan efek farmakologi dari bagian tanaman dari beberapa spesies Croton dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Penggunaan tradisional dan efek farmakologi beberapa spesies Croton Spesies Penggunaan Tradisional Bagian Tanaman Yang Berpegaruh dan Komponen Terisolasi Rujukan Croton arboreous Anti-inflamasi Four sesquiterpenes → Anti-inflamasi Aguilar-Guadarrama et al. 2004 Croton cajucara Diabetes, hiperkolesterole mia, pencernaan gangguan, gangguan hati, penurunan berat badan Minyak volatil kulit → penyembuhan usus lambung a, b ; anti-leishmanial c ; ekstrak kulit dengan air → penurunan berat badan dan sensitivitas yang lebih tinggi dari adiposit untuk isoprenalin dan adrenalin d ; trans-crotonin, trans – asam dehydrocrotonin, aleuritolic asetil → dan efek hipoglikemik hipolipidemik e, f ; trans- dehydrocrotonin → anti-estrogen, antikanker g ; linalool → anti-bakteri dan anti jamur h a Hiruma-Lima et al 1999 b Hiruma-Lima et al. 2002 c Rosa et al. 2003 d Grassi-Kassisse et al. 2003 e Maciel et al. 2000 f Barbosa et al. 2004 g Grynberg et al. 1999 h Alviano et al. 2005 Croton celtidifolius Peradangan, leukemia, bisul, rematik Kulit → anti-inflamasi dan anti-oksidan Nardi et al. 2003 Tabel 1. Lanjutan Spesies Penggunaan Tradisional Bagian Tanaman Yang Berpegaruh dan Komponen Terisolasi Rujukan Croton eluteria Bronkitis, demam, malaria, pencernaan, hipertension Ekstrak kulit kayu → stimulasi sekreksi lambung Appendino et al. 2003 Croton kongensis Dismenore Diterpenes Secokaurane → sitotoksik, Anti-mikobakteri dan anti-malarial Thongtan et al. 2003 Croton lechleri Hemostatik, penyembuhan luka, pencahar Getah merah → anti-inflamasi a , anti- virus b,c antibakteri, anti-leukemia d ; SP-303 → anti virus: RSV e , lesi genital dan dubur elamin simpleks f a Risco et al. 2003 b Ubillas. 1994 c Jones. 2003 d Rossi. 2003 e Barnard et al. 1993 f Orozco-Topete et al. 1997 Croton celtidifolius Peradangan, leukemia, bisul, rematik Kulit → anti-inflamasi dan anti-oksidan Nardi et al. 2003 Croton eluteria Bronkitis, demam, malaria, pencernaan, hipertension Ekstrak kulit kayu → stimulasi sekreksi lambung Appendino et al. 2003 Croton kongensis Dismenore Diterpenes Secokaurane → sitotoksik, Anti-mikobakteri dan anti-malarial Thongtan et al. 2003 Croton lechleri Hemostatik, penyembuhan luka, pencahar Getah merah → anti-inflamasi a , anti- virus b,c antibakteri, anti-leukemia d ; SP-303 → anti virus: RSV e , lesi genital dan dubur elamin simpleks f a Risco et al. 2003 b Ubillas. 1994 c Jones. 2003 d Rossi. 2003 e Barnard et al. 1993 f Orozco-Topete et al. 1997 Croton macrostachys Pencahar, diabetes Biji dan akar → pencahar Mazzanti et al. 1987 Croton malambo Nyeri, rematik, peradangan, diare, diabetes, usus lambung Ekstrak kulit → antinociceptive, anti- inflamasi Suárez et al. 2003 Croton nepetaefoilius Stomachic, perut kembung, kolik usus Minyak volatil → antispasmodic a,b,c cineole, methyleugenol → myorelaxant dan antispasmodic d a Magalhães et al. 1998 b Magalhães et al. 2003 c Magalhães et al. 2004 d Magalhães et al. 2003 Croton oblongifolius Pembesaran hati, demam dan cacing Tembak ekstrak → anti-hepatotoksik a ; diterpenes → cytotoxic b,c,d a Ahmed et al. 2002 b Sommit et al. 2003 c Roengsumran et al. 1999 d Roengsumran et al. 2004 Croton palanostigma Usus inflamasi, luka- penyembuhan, usus lambung Taspine → cytotoxic a,b a Itokawa et al. 1991 b Chen et al. 1994 Croton schiedeanus Hipertensi Ekstrak etanol dan air a,b quercetin-3,7- dimetil eter → vasorelaxant dan anti- hipertensi c a Guerrero et al. 2001 b Lahlou et al. 1999 c Guerrero et al. 2002 Croton tonkinensis Perut sakit, dispepsia, lambung dan usus duodenum, lepra, psoriasis, urtikaria Sitotoksik diterpenes Giang et al. 2005 Croton sublyratus Anthelmintik dan masalah dermatologi Plaunotol → anti-usus peptikum a,b ; antikanker c ; anti bakteri d a Ushiyama et al. 1987 b Koga et al. 2002 c Kawai et al. 2005 d Matsumoto et al. 1998 Tabel 1. Lanjutan Spesies Penggunaan Tradisional Bagian Tanaman Yang Berpegaruh dan Komponen Terisolasi Rujukan Croton urucurana Nyeri pereda, peradangan, luka infeksi, penyembuhan luka, kanker Getah kulit merah → anti-diare a ; antijamur b ; catechin, aleuritolic asetil asam → antibakteri c ; asam asetil aleuritolic → analgesik d a Gurgel et al. 2001 b Gurgel et al. 2005 c Peres et al. 1997 d Peres et al. 1998 Croton zambesicus Demam, malaria, kejang, hipertensi, infeksi mikroba, disentri Daun → sitotoksisitas; trachylobane diterpen → cytotoxic Block et al. 2002 Croton zehntneri Gangguan saraf, anorexia, gangguan pencernaan, pemanis Minyak volatile → relaksan otot usus a,b ; depressor sentral efek c ; antinociceptive d ;anethole dan estragole → relaksan otot usus e ; anethole → anti-carcinogenic f a Coelho-de-Souza et al. 1997 b Coelho-de-Souza et al. 1998 c Lazarini et al. 2000 d Oliveira et al. 2001 e Coelho-de-Souza et al. 1997 f Chainy et al. 2000 Croton pseudoniveus Insektisida Minyak volatile insektisida Perez-Amador et al.2003 Croton suberous Insektisida Minyak volatile insektisida Perez-Amador et al.2003 Croton bonplandianum Larvasida Alkaloid larvasida Jeeshna et al. 2010 Sumber : Salatino et al 2007

2.6 Ekstraksi Metode Pengempaan

Ekstraksi minyak dan lemak adalah proses pemisahan minyak dan lemak dari bahan-bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak Bailey 1950. Ekstraksi dapat dilakukan dengan cara rendering, mekanis, atau menggunakan pelarut Khan and Hanna 1983; Hui 1996; Fasina and Ajibola 1990; Owolarafe et al . 2003. Pengempaan mekanis dengan tekanan hidrolik atau screw press telah umum dilakukan dalam memproduksi minyak secara modern. Bagaimanapun, secara umum pengempaan hidrolik banyak dipakai dalam pengolahan skala kecil karena tidak padat modal dalam kaitannya dengan biaya awal dan pemeliharaan Adeeko and Ajibola 1990; Owolarafe et al. 2002. Alat pengempaan hidrolik saat ini tersedia dalam beberapa versi, namun efisiensinya kurang dari 70 . Beberapa upaya sedang dilakukan untuk meningkatkan efisiensi alat pengempaan hidrolik Babatunde et al. 1988; Badmus 1991. Hasil pengamatan di Nigeria, alat pengempaan hidrolik tersedia dalam berbagai ukuran diameter dan ukuran pori penampang bahan tanpa standar Owolarafe and Jeje 2006. Menurut Khan dan Hanna 1983, ukuran partikel, suhu pemanasan, waktu pemanasan, kadar air, besarnya tekanan dan waktu penekanan akan mempengaru- hi rendemen lemakminyak selama pengempaan berlangsung. Untuk memaksi- mumkan recovery minyak dan residu minyak yang terdapat dalam ceke diperlu- kan upaya untuk mengendalikan faktor-faktor selama proses pengempaan minyaklemak. Ketidakmampuan dalam mengendalikan faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan kegagalan dalam mendapatkan hasil yang tinggi dan mutu lemakminyak yang baik selama pengempaan. Minyak yang dihasilkan akan meningkat dengan semakin meningkatannya suhu pemanasan yaitu 60, 90 dan 120 o C Adekola 1992. Peningkatan suhu pengempaan akan menurunkan viskositas minyak dan meningkatkan aliran minyak. Adeeko and Ajibola 1990 melaporkan bahwa pengempaan pada suhu 120 o C, dengan lama waktu pemanasan lebih dari 15 menit terutama pada saat pemanasan 25 menit mengakibatkan rendemen minyak yang hilang sekitar 12,3. Rendemen minyak biji kacang tanah meningkat dengan peningkatan suhu dan waktu pemanasan. Peningkatan suhu pemanasan akan meningkatkan rendemen sampel selama pemanasan 15 dan 25 menit. Untuk sampel yang dipanaskan selama 35 dan 45 menit, tidak terdapat perbedaan rendemen minyak yang signifikan dari sampel dipanaskan pada temperatur yang berbeda. Rendemen minyak tertinggi dihasilkan dari pemanasan pada suhu 135 o C selama 15 menit dan peningkatan waktu pemanasan akan menurunkan rendemen lemakminyak. Ketika waktu pemanasan meningkat 15-25 menit, sampel yang dipanaskan pada 160 o C akan meningkat rendemen dari 33 menjadi 37. Peningkatan waktu pemanasan lebih lanjut menyebabkan terjadinya penurun- an rendemen. Hasil penelitian yang dilakukan pada kernel bunga matahari menunjukkan bahwa kernel bunga matahari yang tidak dipanaskan menghasilkan rendemen minyak yang lebih rendah bila dibandingkan dengan mengkondisikan sampel dan dipanaskan Southwell et al. 1992. Hasil investigasi yang dilaku- kan terhadap pengempaan mekanik minyak kacang conophor Tetracarpidium conophorum menunjukkan bahwa rendemen minyak kacang conophor akan meningkat pada suhu pemanasan antara 50-65 o C tetapi akan menurun dengan peningkatan suhu pemanasan sampai 110 o C Fasina and Ajibola 1990. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sampel menjadi lebih keras dengan peningkatan perlakuan panas, sehingga memberikan peningkatan resistensi aplikasi tekanan selama pengempaan, sehingga menurunkan rendemen minyak. Tabel 2. Rendemen minyak dari beberapa biji-bijian pada berbagai kondisi proses pengempaan No Bahan Perlakuan Hasil Referensi 1 Biji Rosella • Kadar air sampel halus 4,4, 6,4 dan 8,4 wb • Kadar air sampel kasar 5,14, 7,14 dan 9,14 wb • Suhu pemanasan 80, 90, 100 dan 110 o C • Lama pemanasan 15, 20, 25 dan 30 menit • Tekanan kempa 15, 22,5 dan 33,7 Mpa • Lama kempa 10, 20, 30 dan 40 menit • Rendemen minyak meningkat dari 5-6 dengan peningkatan tekanan sampai 30 Mpa, suhu sampai 100 o C dan selanjutnya menurun. • Rendemen minyak meningkat dari 7-8 dengan peningkatan kadar air. • Sampel yang digiling halus menghasilkan rendemen minyak lebih tinggi dari pada yang digiling kasar Banghoye and Adejumo 2011 2 Biji kelapa sawit • Kadar air : 4,5, 5,9, 10,4 dan 15,2 bb • Lama pemanggangan : 5, 10, 15 dan 20 menit • Suhu pemanggangan : 70, 90, 110 dan 130 o C • Rendemen minyak terus menurun dengan meningkatnya kadar air. • Peningkatan lama dan suhu pemanggangan akan meningkatkan rendemen minyak. • Rendemen minyak maksimum 47 dicapai pada kadar air 4,5, lama pemanggangan 5 menit, dan lama pemanggangan 130 O C • Rerata rendemen minyak 25,8 Akinoso et al. 2006 3 Biji kelapa sawit • Diameter tabung alat pengempa D : 80, 120, 150 mm • Diameter pori tabung alat pengempa H : 4, 6, 10 mm • Tekanan pengempaan P : 0,5, 1, 1,5 Mpa • Rendemen minyak meningkat dengan peningkatan diameter tabung alat pengempa 80-120 mm, setelah itu menurun dengan diameter tabung press menjadi 150 mm. • Rendemen dan aliran volumetri minyak meningkat dengan peningkatan diameter tabung alat pengempa 4-6 mm dan menurun pada ukuran pori menjadi 10 mm. • Peningkatan tekanan pengempaan 0,5-1,5 Mpa akan meningkatkan rendemen minyak. Owalarafe et al. 2007 4 Biji kacang mete Kadar air 4, 6 dan 8 Suhu pemanasan 70, 85, 100 dan 115 o C Lama pemanasan 15, 25, 35 dan 45 menit • Dari hasil obserfasi menunjukkan bahwa nilai tekanan minyak menurun secara signifikan dengan peningkatan kadar air, suhu pemanasan dan waktu pemanasan. Ogunsina et al. 2008