Setelah seleksi terhadap data yang bersifat outlier dan melakukan transformasi data ternyata p-value variabel konversi lahan dan land rent lebih
besar dari 0,05. Dengan demikian kedua variabel ini dinyatakan normal. Tabel 32 Hasil Uji Kolgomorov Smirnov
Variabel Uji Kolgomorov Smirnov
sebelum transformasi data Uji Kolgomorov Smirnov
setelah transformasi data Land Rent
0,019 0,852
Pendidikan 0,081 0,081
Usia 0,061 0,061
Tanggungan 0,064 0,064
Konversi Lahan 0,021
0,28 Sumber : Data Olahan, 2011
6.2.1.2. Uji heteroskedastisitas
Untuk menguji apakah variabel-variabel yang dipakai pada penelitian ini terindikasi masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan melakukan uji Glejser.
Uji Glejser dilakukan dengan meregresikan variabel-variabel bebas terhadap nilai absolut residualnya Gujarati, 2004. Pada Tabel 33 berikut dapat dilihat apakah
variabel-variabel independen terkena masalah heteroskedastisitas atau tidak. Suatu variabel mengalami masalah heteroskedastisitas jika variabel tersebut
mempengaruhi absolut residual secara signifikan p 0,05.
Tabel 33 Hasil uji heteroskedastisitas
Variabel Signifikansi Keterangan Land Rent
0,954 Bebas heterokedastisitas
Pendidikan
0,779
Bebas heterokedastisitas
Usia 0,105
Bebas heterokedastisitas
Tanggungan 0,058
Bebas heterokedastisitas Sumber : Data Olahan, 2012
Pada tabel 33 di atas ternyata tidak satu pun variabel yang mempengaruhi nilai residual secara signifikan p-value 0,05. Dengan demikian dapat
dismpulkan bahwa variabel-variabel yang akan diuji tersebut bebas dari masalah heteroskedastisitas.
6.2.1.3. Uji Multikolineritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas independen. Dalam model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Uji Multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation
factor VIF dari hasil analisis. Apabila nilai tolerance value lebih tinggi daripada
0,10 atau VIF lebih kecil daripada 10 maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas.
Tabel 34 Hasil Uji Multikolineritas
Variabel Tolerance VIF
Keputusan Land Rent
1,033 0,968
Bebas Multikolinearitas Pendidikan 1,210
0,827 Bebas
Multikolinearitas Usia 1,013
0,987 Bebas
Multikolinearitas Tanggungan 1,243
0,804 Bebas
Multikolinearitas Sumber : Data Olahan, 2012
Nilai VIF dan tolerance dari semua variabel yang diuji masih di bawah batas ambang yang ditentukan sehingga dengan demikian keempat variabel
independen tersebut bebas dari masalah multikolineritas.
6.2.1.4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pada periode t-1 sebelumnya. Autokorelasi menjadi masalah ketika nilai Durbin-Watson DW lebih besar dari 2.Dari pengujian diperoleh DW
sebesar 1,879 yang berarti bahwa nilai terletak antara du dan 4 – dU. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa tidak dijumpai masalah autokorelasi
yang serius.
6.2.2. Analisa Pengaruh
Land Rent, Ketergantungan Keluarga terhadap Pekerja Petani, Usia Kepala Keluarga dan Pendidikan Kepala
Keluarga terhadap Konversi Lahan Sawah
Nilai land rent secara sederhana merupakan pengembalian ekonomi dari lahan yang dapat bertambah atau akan bertambah akibat penggunaannya dalam
proses produksi. Penentuan nilai land rent pada penelitian ini menggunakan pendekatan Locational Land Rent dimana nilai land rent dilihat dari nilai
produktifitas, harga, biaya produksi dan biaya transportasi. Pengukuran land rent pada penelitian ini diambil di 49 kecamatan dari 6
kabupaten yang berada dalam kawasan andalan. Berikut rata-rata nilai komponen pembetuk land rent menurut kabupaten di kawasan andalan.
Tabel 35 Rata-Rata Land Rent dan Komponen Pembentuk Land Rent Menurut Kabupaten pada Kawasan Andalan
Kabupaten Y tonha
M Rpha
C Rpton
T Rptonkm
d km
Land Rent Rpha
Boyolali 3,01 8.353.558,67
2.754.224,49 34.489,80
7,30 3.421.713,67
Demak 5,29 13.738.230,59
5.328.117,65 37.500
13,53 2.737.352,93 Karanganyar 3,09
7.967.618,18 2.366.969,70
36.030,30 15,18
4.305.786,21 Kendal 1,74
4.963.113,64 2.316.845,45
26.363,64 21,36
2.231.250,91 Klaten
2,93 10.692.791,67 3.305.926,39
27.777,78 11,85 3.745.605,06
Sukoharjo 3,69 9.761.514,29
4.224.285,71 24.761,90
11,62 5.770.425,83
Rerata Kawasan 3,21
9420554,03 3223569,32
35170,27 11,93
3806893,46
Sumber: Data Olahan 2011 Keterangan :
KONV= Konversi Lahan Sawah LR =
Land Rent Y
= Output per unit lahan m
= hargasatuan output c
= Biaya produksi per satuan output t
= biaya transportasi per satuan output per satuan jarak d
= Jarak antara lokasi produksi dengan pusat pasar
Produktifitas lahan sawah di Pengembangan Kawasan Andalan adalah sebesar 3,21 tonha. Produktifitas tertinggi dicapai petani dari kabupaten Demak
sebesar 5,29 tonha.
Uji regresi berganda dilakukan untuk mengukur pengaruh land rent, usia, tanggungan dan pendidikan terhadap konversi lahan sawah. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa keempat variabel independen yang diuji berpengaruh negatif terhadap konversi lahan. Artinya jika salah satu dari variabel independen tersebut
meningkat maka konversi lahan akan turun. Ln-konversi = 5,373 – 0,09 ln Landrent – 0,012 Usia – 0,107 ketergantungan
keluarga – 0,083 Pendidikan R
2
= 0,42 Ketiga variabel independen yang diuji berpengaruh negatif terhadap
konversi lahan sawah. Pengaruhnya tergolong signifikan karena nilai p-value dari ke empat variabel independen ini lebih kecil dari 0,05. Sumbangan pengaruh
terhadap konversi lahan sawah dari keempat variabel independen ini sebesar 42. Setiap kenaikan dari salah satu variabel ataupun seluruh variabel
independen akan menurunkan konversi lahan sawah. Sebaliknya, setiap penurunan pada keempat variabel independen berakibat pada naiknya konversi
lahan sawah. Untuk meningkatkankan land rent, langkah-langkah yang perlu dilakukan
adalah: 1 meningkatkan produksi pertanian dengan cara meningkatkan produktivitas dan menambah luas lahan, 2 menekan biaya produksi, 3
meningkatkan harga produksi, 4 meningkatkan aksesibilitas, dan 5 mengurangi biaya transportasi pemasaran hasil panen.
6.3. Analisa Pengaruh Faktor Sosial Budaya Terhadap Perilaku Konversi Lahan Sawah
6.3.1 Analisa Pengaruh Faktor Sosial Budaya Terhadap Perilaku Konversi Lahan Sawah Dengan Menggunakan Structural Equation Modeling
Perilaku konversi lahan sawah diduga memiliki kaitan erat dengan berbagai faktor sosial budaya. Pengaruh faktor sosial budaya dapat bersifat langsung direct
effect ataupun tidak langsung indirect effect. Oleh karena itu pada penelitian ini
sebuah model dibangun untuk mengukur pengaruh faktor-faktor sosial budaya terhadap perilaku konversi lahan sawah. Pengaruh faktor-faktor sosial budaya
yakni kemampuan, tingkat informasi konversi lahan, orientasi nilai budaya, sikap,
persepsi dan motivasi terhadap perilaku akan diukur dengan SEM Structural Equation Modeling
. Pengujian pertama menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa hubungan
variabel yang tidak signifikan. Nilai t pada beberapa beberapa jalurpath mempunyai nilai t yang lebih kecil dari 1,96. Jika nilai t lebih kecil dari 1,96 maka
hubungan antara variabel tersebut tidak signifikan dan perlu dilakukan reestimasi.
Gambar 20 Model Struktural Reestimasi Pengaruh Faktor-Faktor Sosial Budaya Terhadap Perilaku Konversi Lahan Sawah
Pengujian ulang model sebagaimana tampak pada gambar 20 menunjukkan bahwa hubungan variabel–variabel dalam model adalah signifikan
karena mempunyai nilai t di atas 1,96. Pengaruh langsung direct effect dari variabel-variabel sosial budaya terhadap perilaku konversi seperti yang tampak
bahwa perilaku dipengaruhi secara langsung oleh motivasi dan sikap. Motivasi dan sikap secara langsung mempengaruhi perilaku konversi dala arah positif.
Dengan demikian hasil penelitian ini mendukung temuan Ratnada dan Yusuf 2003 yang menyatakan motivasi berpengaruh pada perilaku konversi.
Perilaku petani dalam melakukan konversi lahan sawah, paling kuat dipengaruhi oleh motivasi. Dimana motivasi petani tersebut adalah dorongan atau
keinginan yang ada di dalam diri petani untuk melakukan konversi lahan sawah. Motivasi dapat terlihat dalam keinginan petani untuk meningkatkan pendapatan,
membagi lahan, memenuhi tekanan, membiayai hidup, membangun rumah, pindah rumah dan beralih profesi. Semakin tinggi keinginan petani untuk
melakukan hal-hal tersebut di atas, maka semakin tinggi pula perilaku petani untuk melakukan konversi lahan sawah.
Disamping motivasi, perilaku petani dalam melakukan konversi lahan sawah dipengaruhi oleh sikap. Dimana sikap petani tersebut adalah tanggapan
petani terhadap konversi lahan sawah. Sikap dapat dilihat dari tanggapan petani atas konversi lahan, berbagai peraturan yang ada, kebijakan-kebijakan pemerintah,
pelestarian lingkungan, program-program pro petani dan ketahanan pangan. Semakin tinggi sikap petani untuk tidak melakukan berbagai peraturan dan
kebijakan yang berkaitan dengan konversi lahan sawah, maka semakin tinggi pula perilaku petani dalam melakukan konversi lahan sawah.
Selain itu variabel-variabel sosial budaya dalam model juga secara langsung mempengaruhi satu sama lain. Tingkat informasi konversi lahan secara
langsung mempengaruhi kemampuan. Kemampuan selanjutnya mempengaruhi persepsi dan sikap secara positif. Selain kemampuan, persepsi juga dipengaruhi
secara negatif oleh orientasi nilai budaya. Sikap bukan variabel yang berdiri sendiri secara kuat. Sikap dipengaruhi
oleh kemampuan petani. Adapun kemampuan petani adalah potensi atau ketrampilan yang dimiliki petani dalam mengambil keputusan. Sikap petani
meliputi: potensi untuk merencanakan kegiatan usaha tani, menentukan harga jual padi, memproduksi padi, memasarkan hasil produksi, melakukan tawar-menawar
serta mempertahankan lahan sawahnya. Semakin rendah kemampuan petani maka semakin rendah pula sikap petani dalam memberikan tanggapan terhadap
lingkungannya, khusus yang berkaitan dengan konversi lahan sawah. Disamping mempengaruhi sikap, kemampuan petani juga mempengaruhi
pembentukan persepsi petani itu sendiri. Persepsi adalah pemahaman petani tentang konversi lahan sawah, berbagai peraturan yang ada, kebijakan pemerintah,
pelestarian lingkungan, program-program pro petani dan ketahanan pangan. Semakin rendah kemampuan petani, maka semakin rendah pula persepsi dia.
Selanjutnya persepsi mempengaruhi sikap petani untuk memberikan tanggapan. Persepsi petani dipengaruhi oleh nilai budaya yang dimilikinya. Nilai
budaya adalah sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial dan mengikat. Berkaitan dengan konversi lahan sawah nilai budaya tercermin dalam
tanggapan petani atas, hal-hal sebagai berikut: sanksi hukum, ketentuan agama, sanksi kelompok dan ketentuan adat istiadat. Semakin rendah ikatan petani
terhadap nilai-nilai budaya yang dianutnya, maka semakin rendah pula persepsi mereka tentang konversi lahan sawah.
Faktor yang mempengaruhi kemampuan petani adalah sejauh mana konsep dan kebijakan tentang konversi lahan sawah diberikan kepada mereka. Tingkat
informasi konversi lahan sawah adalah kekuatan pesan yang disampaikan tentang konversi lahan sawah. Tingkat informasi dapat terlihat dari: frekuensi interaksi
petani, keteraturan dalam melakukan interaksi, luasan interaksi, metode interaksi yang tidak searah, interaksi langsung atau tidak langsung. Semakin rendah tingkat
informasi diterima oleh petani maka kemampuan yang bersangkutan juga akan rendah.
Perilaku konversi lahan secara tidak langsung dipengaruhi oleh kemampuan, orientasi nilai budaya, persepsi dan tingkat informasi konversi lahan.
Keempat variabel ini secara tidak langsung mempengaruhi perilaku konversi lahan secara positif. Besar pengaruh keempat variabel ini dapat dilihat pada Tabel
36 berikut ini. Tabel 36 Indirect Effect Variabel-Variabel Sosial Budaya Terhadap Perilaku
Konversi Lahan
Perilaku Konversi Lahan
Kemampuan 0,08 Orientasi Nilai Budaya
0,07 Persepsi 0,12
Tingkat Informasi Konversi Lahan 0,03
Sumber: Data olahan
Secara total, pengaruh motivasi terhadap perilaku konversi lahan sawah paling tinggi dibanding variabel lain. Sikap juga berpengaruh besar terhadap