3.3. Rancangan Penelitian 3.3.1. Konversi Lahan Sawah
3.3.1.1. Model Penelitian
Model yang dipakai dalam menganalisis laju konversi lahan sawah adalah perbandingan penggunaan lahan sawah antar tahun. Luasan lahan sawah tahun
pertama dibandingkan dengan luasan lahan sawah tahun di depannya, bisa lebih dari satu tahun. Selisih luasan adalah luasan konversi. Selanjutnya terhadap lahan
sawah yang berubah ke peruntukkan lain dicari peruntukannya untuk apa? Perbandingan ini selanjutnya digunakan untuk mencari:
1 Luas lahan yang dikonversi
2 Klasifikasi tingkat konversi menggunakan uji K-means Clustering dengan
rumus, sebagai berikut :
Keterangan: d
= jarak data ke pusat cluster y1 = vektor y pada cluster 1
x1 = vektor x pada cluster 1 y2 = vektor y pada cluster 2
x2 = vektor x pada clsuter 2 yn = vektor y pada cluster 1
xn = vektor x pada cluster 2
3 Arah konversi lahan sawah kepada penggunaan lain selain sebagai lahan
sawah permukiman, perkebunan, hutan, dan lainnya.
3.3.1.2. Tehnik Pengumpulan Data
Data citra landsat tahun 1991, 1997, 2003 dan 2006 serta Peta Rupa Bumi Indonesia RBI Tahun 1997 diperoleh dari Badan Koordinasi Survey dan
Pemetaan Nasional Bakosurtanal. Data citra landsat ini dipakai untuk menganalisis konversi lahan sawah dengan alat analisis SIG.
3.3.1.3. Metode Analisis
Analisis Spasial Penggunaan Lahan Sawah menggunakan data penginderaan jauh bertujuan untuk memperoleh informasi penggunaan lahan
tahun 1991, 1997, 2003 dan 2006 serta perubahannya. Pengolahan data penginderaan jauh meliputi: koreksi radiometrik, koreksi geometrik, penajaman
citra, dan klasifikasi penggunaan lahan. Untuk lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1 Koreksi radiometrik dimaksudkan untuk meminimumkan pengaruh
gangguan atmosfer, mengingat data digital tersebut akan digunakan untuk klasifikasi multispektral dan transformasi indeks vegetasi. Metode yang
digunakan dalam koreksi radiometrik pada penelitian ini adalah metode penyesuaian histogram histogram adjustment. Metode penyesuaian
histogram dilakukan dengan melihat keseluruhan nilai yang terekam pada citra yang di ekspresikan dalam histogram. Metode ini dilakukan dengan
menggeser nilai kecerahan pantulan obyek pada citra. 2
Koreksi geometrik dimaksudkan untuk memperbaiki citra karena adanya gangguan atau distorsi selama perekaman. Koreksi geometri dapat
dilakukan dengan cara rektifikasi citra. Proses pertama kali melakukan koreksi geometrik ini memerlukan titik kontrol medan atau GCP ground
control point yang telah diketahui pada peta dengan koordinat tertentu dan
mengenali lokasi yang sama pada citra, mengingat daerahnya yang luas maka diperlukan titik kontrol yang cukup banyak lebih dari 10 GCP.
Proses selanjutnya adalah rektifikasi citra ke peta image to map rectification
. Prinsip kerja proses ini adalah menyamakan koordinat citra dengan koordinat peta. Rektifikasi ini menghasilkan citra dengan ketelitian
dan ketepatan geometri meliputi ketepatan lokasi, arah dan jarak yang cukup baik. Metode sederhana untuk mengetahui distorsi dengan melihat RMS
error yang dinyatakan dalam rata-rata yang sebaiknya kurang dari 0,5
Jensen, 1986. 3
Penajaman citra image enhancement dilakukan untuk memperoleh tampilan citra yang tajam dan jelas agar interpretasi dapat dilakukan dengan
lebih mudah. Teknik penajaman citra terdiri atas teknik colour composite dan stretching. Penajaman citra yang dilakukan adalah pembuatan komposit
warna semu yang sangat membantu dalam pengambilan sampel untuk klasifikasi training area serta membantu dalam penentuan lokasi sampel
di lapangan. Karena terdapat beberapa data digital maka sebelum dilakukan pembuatan citra komposit dilakukan perbandingan kualitas visual kedua
citra tersebut. 4
Klasifikasi dilakukan untuk memperoleh data spasial yang terklarifikasi mengenai penggunaan lahan. Metode yang digunakan: klasifikasi
terbimbing supervised dengan algoritma Maximum Likelihood. Setelah dalam penelitian ini dilakukan digitasi peta, selanjutnya dilakukan
proses tumpang tindih overlay peta. Proses overlay dilakukan dengan menumpang tindihkan Peta Status Lahan RTRK dan Peta Penggunaan Lahan
dari tahun 1991 dan tahun 1997, tahun 1997 dan tahun 2003, serta tahun 2003 dan tahun 2006 yang diperoleh dari proses analisa citra penginderaan jarak jauh.
Kategori kelas Penggunaan Lahan dibuat berdasarkan sistem Klasifikasi dari Malingreau dan Christiani Dirgahayu, 2003. Alasan pemilihan sistem ini
adalah Pembentukan kelasnya searah dengan klasifikasi penutup lahan yang diperoleh dari data indera jauh, telah membedakan daerah pertanian dan non
pertanian pada hirarki tingkat II, kemudahan pengelolaan data berhirarki dalam basis data SIG, dapat dianalogikan dengan sistem klasifikasi lain, seperti
RePPPRot dan NSASD Neraca Sumberdaya Alam Spasial Daerah untuk tujuan Evaluasi Lahan.
Overlay Matrix dua citra penggunaan lahan yang berbeda waktunya
digunakan untuk mengetahui besarnya konversi lahan dari tahun 1991 – 1997, 1997 – 2003, dan 2003 - 2006, sehingga dapat diketahui luasan penggunaan lahan
yang berkurang, bertambah dan tetap. Tabulasi hasil Overlay Matrix menunjukkan perubahan atau pembentukan kelas. Beberapa hasil overlay yang menunjukkan
perubahan Penggunaan Lahan pertanian menjadi Penggunaan Lahan lainnya atau sebaliknya ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil Overlay Matrik untuk Menunjukkan Perubahan Penggunaan Lahan
A
i
B
j
C
i →j
Keterangan 1
2 2
Perubahan sawah menjadi Permukiman 1
3 3
Perubahan sawah menjadi perkebunan 1 4 4
Perubahan Sawah
menjadi Lain-Lain
Sumber : diolah dari Maftuchah, 2004 Hasil overlay pada Tabel 3 tersebut dapat diperoleh dengan formula
Overlay Matrix sebagai berikut Barus dan Wiradisastra 2000:
C
i → j
= xA
i
– 1 + B
j
Keterangan C
i →j
: Perubahan Penggunaan Lahan kelas ke-i pada tahun ke-1 A menjadi
kelas ke-j pada tahun ke-2 B
A
i
: Penggunaan Lahan pada tahun ke-1 dengan kelas ke-i i = 1,2,.., x B
j
: Penggunaan Lahan pada tahun ke-2 dengan kelas ke-j j = 1,2,.., x x
: Jumlah kelas kategori Penggunaan Lahan
Pola penggunaan lahan secara kuantitatif dapat dinyatakan sebagai persentase luas suatu penggunaan lahan terhadap luas total suatu unit area
desakelurahan, kecamatan, atau kabupaten, sehingga dapat diketahui perimbangan lahan-lahan yang bervegetasi hutan, perkebunan, pertanian dan
non vegetasi permukiman, lahan terbuka, tubuh air. Selanjutnya setelah diketahui laju konversi lahan sawah pada
pengembangan kawasan andalan, dilakukan pengelompokan cluster untuk mengetahui kecenderungan laju konversi lahan sawah secara umum. Adapan alat
yang digunakan untuk pengelompokan adalah menggunakan K-Means Clustering. Clustering
merupakan suatu teknik data mining yang membagi-bagikan data ke dalam beberapa kelompok group atau cluster atau segmen yang tiap cluster
dapat ditempati beberapa anggota bersama-sama. Setiap obyek ditempatkan ke grup yang paling mirip dengannya. Ini menyerupai penyusunan binatang dan
tumbuhan ke dalam keluarga – keluarga yang para anggotanya mempunyai kemiripan.