tersebut adalah: 1 Jaminan adanya air bagi usahatani padi sawah, 2 Jaminan pemasaran beras, 3 Saprodi murah dan mudah, 4 Pembebasan Pajak Bumi dan
Bangunan PBB untuk lahan sawah, 5 Konsolidasi manajemen lahan sawah, 6 Perubahan perilaku petani lahan sawah, 7 Peningkatan usaha non sawah, dan 8
Diversifikasi makanan non beras.
8.4.2.1. Jaminan Adanya Air bagi Usahatani Padi Sawah
Salah satu persoalan utama yang dihadapi oleh seluruh petani pada Pengembangan Kawasan Andalan Provinsi Jawa Tengah adalah pasokan air untuk
usahatani sawah. Seperti diketahui, usahatani padi sawah memerlukan pasokan air yang sangat tinggi, khususnya pada saat pengolahan tanah dan tanam. Dari
kenyataan di lapangan pasokan air di beberapa daerah terganggu, karena berbagai sebab, antara lain: 1 perubahan musim, 2 berebut dengan pengguna lain, 3
terputusterisolasi karena pembangunan prasarana jalan, 4 kualitas air yang semakin menurun.
Persoalan air telah berdampak pada berkurangnya periode tanam padi sawah. Pada lokasi-lokasi tertentu penanaman padi sawah telah berkurang dari 3
kali tanam per tahun menjadi 2 kali tanam, dari 2 kali tanam menjadi 1 kali. Karena persoalan air sangat krusial bagi usahatani sawah, maka perlu
diambil langkah-langkah pembenahan terhadap system irigasi yang ada saat ini. Pembangunan irigasi baru perlu dilakukan seiring dengan rehabilitasi dan
revitalisasi terhadap sistem irigasi yang telah ada. Pembangunan dan rehabilitasi irigasi tidak bisa dilakukan oleh satu kementerian atau lembaga saja, perlu ada
kerja sama yang erat antar pemangku kepentingan. Banyaknya industri yang memanfaatkan air dan membuang limbah
pabriknya ke sungai telah berdampak pada kualitas pasokan air bagi usaha tani sawah. Dalam menjaga kuantitas dan kualitas air perlu adanya penegakkan hukum
bagi yang melakukan pelanggaran. Air adalah sumber kehidupan, oleh karena itu perlu dijaga kelestariannya. Karena jumlah air yang terbatas dan penggunanya
banyak dan cenderung terus meningkat, maka perlu adanya manajemen pengelolaan air daerah. Pada daerah aliran sungai yang melintasi beberapa daerah
perlu dibentuk Badan Kerjasama Antar Daearah Dalam Rangka Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Penggunaan air dalam usahatani padi sawah tidaklah sama dalam setiap tahapannya. Tahapan yang paling banyak membutuhkan air adalah persemaian,
pengolahan tanah dan penggenangan. Untuk itu perlu dikembangkan teknologi pengairan yang memungkinkan jumlah air yang terbatas tersebut dapat
dimanfaatkan secara optimal. Model tanaman bergilir dapat dijadikan alternatif untuk memecahkan persoalan air.
8.4.2.2. Jaminan Pemasaran Beras
Persoalan pemasaran hasil usahatani padi sawah adalah persoalan klasik yang tidak kunjung ada jalan keluarnya. Petani sering diperhadapkan dengan
kebijakan nasional, yaitu: kedaulatan pangan, Ketahanan pangan dan kemandirian pangan. Atas alasan ketiga hal tersebut petani diperhadapkan pada posisi tawar
yang rendah bila menyangkut penetapan harga output. Di saat panen raya petani tidak bisa menjual produk usaha taninya dengan harga yang tinggi. Petani
dibiarkan untuk masuk ke dalam pasar bebas. Pada kondisi ini berlaku hukum pasar, semakin tinggi jumlah barang yang ditawarkan, dengan asumsi jumlah
permintaan tetap, maka harga akan turun. Pada saat terjadi gagal panen, dimana jumlah produksi padi menurun,
seharusnya petani memperoleh harga yang lebih tinggi. Hal itu tidak pernah terjadi, karena dengan sigap pemerintah akan mengijinkan adanya impor. Impor
berarti memasukkan produk usaha tani sawah dari negara lain, yang tentunya berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah penawaran. Dengan asumsi
permintaan sama, maka petani tidak jadi mendapatkan harga output yang lebih tinggi.
Kondisi semacam itu harus segera diatasi. Petani perlu mendapatkan jaminan harga yang baik atas produksi padi sawah yang dihasilkannya. Upaya
yang dapat dilakukan untuk menjamin pemasaran hasil produksi petani padi sawah, maka perlu dilakukan bersama-sama antara pemerintah dengan swasta.
Pemerintah dapat intervensi terhadap tata niaga beras dengan tetap berpihak kepada petani dan memberikan asuransi terhadap petani. Sedangkan swasta,
khususnya para pedagang tidak boleh memanfaatkan kelemahan petani untuk keuntungan mereka secara sepihak.
Tata niaga beras di Indonesia selama ini dilakukan oleh Badan Usaha Logistik Bulog, petani belum dilibatkan secara optimal. Bulog diharapkan bisa
lebih berperan sebagai mitra petani, dimana ada hubungan yang kuat antara Bulog dengan petani. Hubungan yang erat ini dimungkinkan adanya suatu system
deteksi dini terhadap pasokan beras dan harga beras. Pada saat panen raya Bulog perlu membeli seluruh beras miliki petani dengan harga yang disepakati. Di sisi
lain, bila terjadi gagal panen Bulog membeli beras petani dengan harga yang disepakati. Dalam kata lain pendapatan petani saat panen raya dan gagal panen
diharapkan sama. Hal tersebut dimungkinkan apabila dilakukan pengaturan tata niaga beras yang lebih berpihak kepada petani. Jangan membiarkan petani masuk
pasar bebas tanpa pengawalan. Usahatani padi sawah sangat tergantung pada musim. Dalam kondisi musim
yang sering berubah secara ekstrim seperti sekarang ini, maka perlu adanya suatu jaminan dari pemerintah agar petani tetap bisa hidup dengan layak. Hidup dengan
layak adalah hidup dengan kemampuan untuk membiayai kebutuhan dasar keluarganya seperti: sandang, papan, pangan, pendidikan dan kesehatan.
Indonesia belum punya pengalaman memberikan asuransi kepeda petani. Oleh karena itu perlu adanya kajian yang lebih mendalam untuk hal ini. Belajar
dari negara lain, seperti Iran, akan sangat membantu dalam menyusun grand design
kebijakan asuransi petani. Pemberian asuransi kepada petani adalah suatu keputusan politik yang berani. Bila hal itu dilakukan maka petani tidak lagi
terjebak dalam ketidak pastian usahataninya. Asuransi petani hendaknya diarahkan kepada jaminan terhadap pemasaran hasil usahatani sawah.
Dalam rangka menjamin pemasaran hasil usahatani sawah, maka keterlibatan swasta harus diperhatikan. Dalam tata niaga beras, pedagang adalah
pihak yang paling diuntungkan. Pedagang yang memiliki akses langsung kepada petani dan konsumen akhir, memiliki posisi tawar yang tinggi dalam menentukan
harga beras di tingkat petani, maupun di tingkat konsumen akhir. Petani yang hidupnya miskin posisi tawarnya menjadi sangat rendah, apalagi bila karena