Secara konseptual beberapa kriteria tersebut membangun landasan pemikiran yang kuat untuk melindungi keberadaan lahan pertanian subur dan
produktif, hasilnya akan nampak nyata apabila diimbangi dengan koordinasi kerja antar departemen baik secara vertikal maupun horizontal. Kenyataan di lapangan
menunjukkan gejala yang agak menyimpang dari konsep dasar yang telah dirumuskan, sehingga banyak lahan pertanian subur dan produktif di beberapa
perdesaan telah beralih fungsi. Menurut Steigenga, sebagaimana dikemukakan Jayadinata 1999, dalam
penggunaan tanah menunjukkan pengaruh budaya yang besar dalam adaptasi ruang, dan ia berkesimpulan bahwa ruang dapat merupakan lambang bagi nilai-
nilai sosial Misalnya: penduduk sering memberikan nilai sejarah yang besar kepada sebidang tanah. Sehubungan dengan nilai tanah, Jayadinata 1999
menggolongkan nilai tanah dalam 3 tiga kelompok, yaitu yang mempunyai: 1
Nilai keuntungan, yang dihubungkan dengan tujuan ekonomi, dan yang dapat dicapai dengan jual beli tanah di pasaran bebas;
2 Nilai kepentingan umum, yang berhubungan dengan pengaturan untuk
masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat; 3
Nilai sosial, yang merupakan hal yang mendasar bagi kehidupan misalnya sebidang tanah yang dipelihara, peninggalan, pusaka, dan sebagainya, dan
yang dinyatakan oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian, tradisi, kepercayaan dan sebagainya.
2.2.2.1. Land rent sebagai penyebab konversi lahan sawah Penyebab
Ekonomi
Land rent adalah penerimaan bersih yang diterima dari sumberdaya lahan.
Menurut Heady dan Jensen 2001 penggunaan lahan paling efisien secara ekonomi adalah hasil maksimal yang dapat diperoleh dari tingkat penggunaan
lahan. Tujuan ini dapat dicapai dengan mengalokasikan lahan bagi penggunaan yang mempunyai nilai lebih atau surplus rent dari satuan lahan marginal unit,
dari berbagai keperluan yang bersaing diantara berbagai alternatif penggunaan lahan. Lahan yang mempunyai nilai land rent yang lebih tinggi relatif lebih
mudah menekan dan mengkonversi penggunaan lahan dengan nilai land rent rendah. Berdasarkan definisinya nilai land rent adalah hasil bersih ouput
dikurangi dengan biaya input dan pajak lahan. Untuk menjelaskan berbagai dinamika produksi padi sawah dalam
pengunaan lahan digunakan pendekatan Economic Rent. Menurut Rustiadi 2006 Economic Rent
adalah surplus pendapatan yang diperoleh atas penggunaan bidang lahan yang nilainya ditentukan oleh kemampuan bidang lahan pada lokasi tertentu
untuk berproduksi sehingga menghasilkan penerimaan yang cukup besar untuk menutupi biaya produksi. Economic rent sebidang tanah dapat dibedakan atas: 1
nilai intrinsik Ricardian Rent, dan 2 nilai perbedaan lokasional Locational Rent
. Teori Ricardian Rent dan Locational Rent dijelaskan berikut ini.
2.2.2.1.1. Model Ricardian
Ricardian Rent adalah rent rente atau surplus yang timbul sebagai akibat
dari kualitas dan daya dukung fisik atau faktor intristik lahan. Nilai tanah adalah nilai sekarang sebagai nilai diskonto dari total nilai rente tanah yang diharapkan
diperoleh di masa yang akan datang. Artinya nilai tanah berkaitan erat dengan akumulasi rente tanah dalam suatu periode waktu tertentu. Konsep ini didasarkan
atas pengertian dari land rent menurut Ricardo, yakni merupakan surplus ekonomi suatu tanah yang dapat dibedakan atas: 1 surplus yang selalu tetap, dan 2 surplus
sebagai hasil dari investasi. Surplus yang selalu tetap dimaksudkan sebagai imbalan bagi pemilik tanah dimana tanahnya dibiarkan tidak berproduksi, artinya
rente adalah surplus yang selalu tetap atau mendapat hasil tanpa berusaha yang semata-mata diperoleh karena monopoli pemilikan tanah tersebut.
Surplus sebagai hasil dari investasi memandang tanah sebagai faktor produksi. Rente tanah banyak diterapkan untuk kepentingan antara lain: 1
kontrak sewa, 2 penilaian properti, 3 pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan investasi terhadap sumberdaya tanah, dan 4 pertimbangan lokasi
tanah yang optimal, Rustiadi, 2006.
2.2.2.1.2. Model Von Thunen
Model Von Thunen banyak dipakai untuk memahami locational rent. Locational rent
adalah rent atau surplus yang timbul sebagai akibat lokasi atau jarak suatu lahan relatif terhadap suatu kegiatan tertentu. Jika locational rent itu
memang ada, maka kesesuaian penggunaan lahan tidak hanya dilihat atau ditentukan oleh Ricardian Rent tetapi juga oleh Locational Rent-nya yang
ditentukan oleh: 1 Lima faktor transportation cost intrinsik, volume, sifat berat jenis, perisahability dan kebahayaannya, 2 jarak, dan 3 kemudahan transportasi.
Secara filosofis setiap gerakan dalam ruang memerlukan korbanan cost karena ada tahanan sehingga diperlukan energi untuk mengatasi tahanan tersebut.
Sifat dari transportation cost bisa continue atau discontinue. Teori Von Thunen dapat semakin dipahami dari sudut pandang analisis land rent dalam hubungannya
dengan aksesibilitas ke pusat pasar. Land rent di sini diartikan sebagai locational rent
, lihat pada gambar 4.
Gambar 4 Kurva Land Rent Von Thunen dimodifikasi dari Nelson 2002
2.2.2.1.3. Perhitungan
Land rent Lahan Sawah
Mengacu pada tulisan Rustiadi 2006, Economic Land Rent secara operasional dapat diukur sebagai pendapatan bersih yang diterima suatu bidang
lahan tiap meter persegi tiap tahun akibat dilakukannya suatu kegiatan pada
bidang lahan tersebut. Misalnya land rent dari usaha tani pada seluas 1 ha, penerimaan petani dengan dua kali musim tanam. Pendapatan bersih petani
berasal dari pendapatan kotor petani dikurangi biaya-biaya dalam hal ini termasuk biaya tunai explicit cost dan biaya total terdiri dari explicit cost dan implisit cost
atau biaya tidak tunai. Biaya tidak tunai misalnya adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga.
Peninjauan biaya tergantung kepada yang melihatnya dan karena itu terbagi menjadi: 1 Financial Analysis yaitu peninjauan biaya yang dilihat dari segi
pengelola usaha, dan 2 economics analysis yaitu bila biaya ditinjau dari sudut pandang masyarakat secara keseluruhan public.
Biaya pertanian terdiri dari biaya tenaga kerja tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga, pupuk pestisida, pajak, benih dan alat-alat pertanian
yang biasanya dihitung dari nilai depresiasinyapenurunan nilai tambahnya secara rata-rata. Sewa tanah seharusnya juga dihitung walaupun petani tidak menyewa
tanah karena petani telah mengorbankan alternatif lain untuk menanam padi. Sedangkan pajak analisis tidak dihitung karena nilai uang yang dibayarkan tidak
berpindah tangan, hanya pengelolaannya saja yang berpindah. Nilai perbandingan penerimaanbiaya bila lebih dari satu maka secara ekonomi kegiatan tersebut
layak. Cara menghitung net present value adalah sebagai berikut:
Pr 1
1
esentValue Net
NPV r
Ct Bt
n t
t
= +
−
∑
=
Keterangan : Bt
= Benefitpenerimaan pada waktu t Ct
= CostBiaya pada waktu t t
= Waktu r
= Menunjukkan perbedaan nilai saat ini dan saat yang akan datang n
= Lamanya periode analisis
Berdasarkan konsep Land Rent di atas, tingkat keuntungan yang diperoleh produsen selain ditentukan oleh selisih penerimaan dan biaya produksi
juga sangat ditentukan oleh besarnya biaya transportasi jarak. Dalam hal ini asumsinya adalah biaya produksi konstan dan harga pasar homogen. Sehingga LR
dari bidang lahan yang terletak radial terhadap Central Place dapat dihitung dengan rumus:
LR = Ym-c-Y.t.d
Keterangan : LR =
Land Rent Y =
Output per unit lahan
m = hargasatuan
output c
= Biaya produksi per satuan output t
= biaya transportasi per satuan output per satuan jarak d
= Jarak antara lokasi produksi dengan pusat pasar
Berdasarkan rumus tersebut dapat dijelaskan bahwa semakin jauh jarak lokasi produksi dengan pusat pasar, maka nilai LR-nya semakin menurun. Secara
grafis hubungan LR dengan menggunakan rumus tersebut memberikan gambaran kurva rent yang menurun gradiennya negatif. Kurva ini disebut sebagai kurva
penawaran rent. Dalam mekanisme pasar kegiatan-kegiatan yang mempunyai nilai land rent
yang lebih tinggi mampu menggeser kegiatan-kegiatan yang mempunyai land rent lebih rendah. Karena land rent yang lebih tinggi posisi tawarnya bargaining
position lebih tinggi maka timbul suatu land rent gradient ini mempengaruhi
dinamika penggunaan lahan. Aktifitas, umumnya industri, mempunyai nilai land rent
yang lebih besar, menyusul kemudian perdagangan, pemukiman, pertanian internal, pertanian eksternal dan kehutanan.
Apabila suatu wilayah berkembang tanpa perencanaan, maka pertumbuhan ekonomi akan mendorong perluasan masing-masing kegiatan, dimana kegiatan
jasa komersial biasanya paling dominan di pusat kotapelayanan.
Gambar 5 Hubungan antara land rent dan aksesbilitasjarak ke pusat pasar Dinamika konfigurasi dari pemanfaatan ruang selalu berubah-ubah akibat
diantaranya : 1
Locational monopoly lokasi dimana pembeli lebih banyak
2 Aglomeration force
adalah suatu kekuatan ekonomi yang mengakibatkan aktor-aktor ekonomi berkumpullebih berkonsentrasi pada satu titik. Hal ini
disebabkan adanya kerjasama untuk memanfaatkan skala ekonomi atau untuk menghemat biaya transport.
3 Dispersion force
terjadi bila keuntungan kurang dari normal profit, besarnya sewa semakin tinggi dan adanya kemacetan-kemacetan karena lebih banyak
orang.
2.2.2.2. Variabel Ekonomi di Luar Land Rent
Ada berbagai faktor yang menjadi penyebab konversi lahan sawah. Salah satu variabel penyebab konversi lahan sawah tersebut adalah variabel ekonomi.
Land rent yang telah dijelaskan sebelumnya adalah salah satu bagian sub dari
variabel ekonomi, disamping sub variabel lainnya. Beberapa sub variabel ekonomi A
B C
D D
LR
Jarak PL Prime Location
Keterangan : A
= JasaKomersial B
= Industri manufaktur yang berorientasi pada pasar
C = Perumahan
D = Pertanian
Intensif E =
Pertanian ekstensif
selain land rent yang dapat menjadi penyebab dari konversi lahan sawah adalah ‘Ketergantungan Keluarga Terhadap Tenaga Kerja Petani, Usia Kepala Keluarga
dan Pendidikan Kepala Keluarga’.
2.2.2.2.1. Ketergantungan Keluarga Terhadap Petani
Sejak dahulu, Indonesia dikenal sebagai sebuah negara agraris, artinya sebagian besar rakyatnya hidup dari bidang pertanian. Itu artinya, sejak awal
perekonomian Indonesia digerakkan oleh sektor pertanian. Dalam konteks yang demikian maka keberadaan para petani menjadi sangat penting. Namun diketahui
bahwa kebanyakan petani di Indonesia adalah petani kecil, yang mengusahakan lahan sawah hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari subsisten.
Soekartawi et.al 1986, mencirikan keberadaan para petani kecil sebagai berikut: 1 Berusahatani dalam lingkungan tekanan penduduk lolak yang
meningkat, 2 Mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang rendah 3 Bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang
subsisten, 4 Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan lainnya. Batasan tentang petani kecil juga telah disepakati dalam kongres petani
kecil di Jakarta tahun 1979. Dalam pertemuan tersebut, ditetapkan bahwa yang dinamakan petani kecil adalah: 1 Petani yang pendapatannya rendah, yaitu
kurang dari setara 240 kg beras per kapita per tahun, 2 Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 hektar lahan sawah di Jawa atau 0,5
hektar di luar Jawa, 3 Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas, 4 Petani yang memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamik.
Jumlah para petani kecil ini tidak diketahui dengan pasti, namun menurut Soekartawi 1986 mereka adalah golongan terbesar dalam kelompok petani
dunia, bahkan diduga bahwa sekitar 70 dari para petani ini tinggal di desa. Dari gambaran tentang petani kecil sebelumnya terlihat bahwa kondisi mereka
sangatlah tidak menyenangkan; memiliki sumberdaya yang terbatas, pendidikan dan kemampuan yang rendah, dan hampir tidak memiliki akses sama sekali dalam
mengembangkan hidupnya.
Dengan melihat kondisi yang digambarkan sebelumnya tentang petani kecil, maka dapat dikatakan bahwa mereka hidup dalam kondisi yang tidak berdaya.
Pertanian dalam hal ini usahatani merupakan tempat bergantung para petani, bahkan seluruh keluarga mereka bergantung pada hasil pertanian. Dengan
sumberdaya yang terbatas, dan ketiadaan akses untuk mengembangkan hidupnya, maka dapat dipastikan bahwa ketergantungan ekonomi keluarga terhadap pekerja
petani akan menjadi tekanan yang besar bagi petani. Pertambahan jumlah keluarga tentunya akan meningkatkan tuntutan ekonomi keluarga. Keterbatasan-
Keterbatasan yang dimiliki oleh keluarga petani, menyebabkan mereka tidak mampu untuk menyekolahkan anak-anak dengan baik, bahkan mencukupi
kebutuhan mereka yang lain. Kondisi tertekan dari sudut tuntutan kebutuhan ekonomi keluarga ini dapat
saja menyebabkan terjadinya konversi lahan sawah. Jika konversi lahan sawah lebih menguntungkan bagi petani dalam mengatasi tekanan atau tuntutan
hidupnya dan keluarga, maka dapat saja lahan sawah yang ada dikonversikan ke penggunaan lain.
2.2.2.2.2. Usia Kepala Keluarga
Robbins 2007 mengatakan bahwa paling tidak ada tiga alasan mengapa hubungan antara usia dan kinerja produktifitas menjadi penting dalam sebuah
organisasi. Alasan-alasan tersebut antara lain: 1 Terdapat kepercayaan yang luas bahwa kinerja pekerjaan menurun seiring dengan bertambahnya usia. 2 Fakta
bahwa angkatan kerja akan menua. 3 Di beberapa negara maju, seperti Amerika, ada UU yang melarang perintah pensiun.
Para pekerja yang lebih tua dalam sebuah organisasi memiliki sejumlah kualitas positif yang bermanfaat bagi sebuah organiasasi. Kualitas tersebut
meliputi pengalaman, penilaian, etika kerja yang kuat, dan komitmen terhadap kualitas. Pada sisi lain, para pekerja yang lebih tua juga dipandang kurang
memiliki fleksibilitas, dan sering menolak teknologi baru. Sering diasumsikan bahwa produktivitas seseorang menurun seiring dengan
pertambahan usia, hal ini disebabkan ketrampilan seorang individu khususnya
menyangkut kecepatan, kelincahan, kekuatan dan koordinasi berkurang. Kekurangan ini dengan sendirinya akan menurunkan produktifitas seorang pekerja
yang lebih tua. Namun dari hasil penelitian Robbins 2007, ditemukan bahwa kekurangan pada pekerja lebih tua tergantikan dengan pengalaman mereka.
Perbandingan antara sebuah toko yang mempekerjakan pekerja berusia 50 tahun ke atas dan toko dengan pekerja berusia dibawah 50 tahun menunjukkan bahwa
toko dengan karyawan yang berusia 50 tahun ke atas lebih produktif. Menurut Robbins, hal ini dikarenakan kekurangan para pekerja lebih tua ini ditutupi oleh
faktor pengalaman mereka. Hasil penelitian Robbins, mungkin dapat diterapkan pada organisasi-
organisasi yang tidak terlalu membutuhkan persyaratan tenaga kerja manual yang berat, sehingga pengalaman-pengalaman pekerja lebih tua dapat menutupi
kekurangan mereka. Namun untuk bidang pertanian yang menuntut persyaratan tenaga kerja manual yang berat dan ekstrim hasil penelitian Robbins tidak dapat
diterapkan. Pekerjaan petani, membutuhkan waktu dan tenaga yang besar dari seorang petani. Oleh karena itu asumsi bahwa makin tua seorang petani, maka
produktifitasnya makin rendah dapat digunakan dalam melihat hubungan antara usia dan produktifitas petani.
Pekerjaan petani adalah pekerjaan yang sangat membutuhkan tenaga, kekuatan seorang petani, mulai dari awal menanam hingga pasca panen. Tentunya
kemampuan, tenaga seseorang akan makin berkurang seiring dengan pertambahan usia. Seorang petani yang lebih tua mungkin memiliki pengalaman yang hebat
tentang proses mengolah lahan sawah, namun kemampuannya untuk mengusahakan lahan akan berkurang seiring pertambahan usia.
Cara pengolahan lahan sawah di Indonesia rata-rata masih menggunakan cara-cara tradisional, dimana kekuatan fisik seorang petani dibutuhkan.
Penggunaan teknologi dalam proses awal mempersiapkan lahan, menanam, memelihara, panen bahkan kegiatan pasca panen, masih sangat terbatas. Hampir
seluruh proses, masih menggunakan kekuatan fisik seorang petani. Oleh karena itu, maka usia seorang petani, kepala keluarga petani menjadi salah satu faktor
yang menentukan dalam pengolahan sawah. Produktivitas seorang petani atau
kepala keluarga yang bekerja sebagai petani akan menurun seiring dengan pertambahan usia. Jika produktifitasnya makin menurun, maka keuntungan yang
diperoleh juga makin berkurang. Pada sisi lain, ketergantungan keluarga yang tinggi terhadap seorang kepala keluarga yang bekerja sebagai petani juga makin
tinggi. Dalam konteks tersebut, maka konversi lahan ke bentuk penggunaan lain bisa saja terjadi.
2.2.2.2.3. Pendidikan Kepala Keluarga
Pendidikan memiliki peran sentral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan dapat dikatakan bahwa kualitas hidup suatu bangsa sangat
ditentukan oleh tingkat pendidikan rakyatnya. Makin tinggi tingkat pendidikan rakyat suatu bangsa, maka makin tinggi kualitas sumber daya manusianya, dan
tentunya hal ini akan memberikan dampak pada pembangunan nasionalnya. Kualitas sumber daya manusia dapat memberikan multiplier efect terhadap
pembangunan suatu negara, khususnya pembangunan bidang ekonomi. Isu mengenai sumber daya manusia human capital sebagai input
pembangunan ekonomi sebenarnya telah dimunculkan oleh Adam Smith pada tahun 1776, yang mencoba menjelaskan penyebab kesejahteraan suatu negara,
dengan mengisolasi dua faktor, yaitu; 1 pentingnya skala ekonomi; dan 2 pembentukan keahlian dan kualitas manusia. Faktor yang kedua inilah yang
sampai saat ini telah menjadi isu utama tentang pentingnya pendidikan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Khusaini, 2007. Penelitian terhadap
peranan kualitas sumberdaya manusia dalam pembangunan, khususnya dalam hubungannya dengan kesejahteraan juga dilakukan oleh Solow, Romer, Gupta,
dan Lim, menunjukkan bahwa kualitas sumberdaya manusia berhubungan dengan tingkat kesejahteraan suatu bangsa.
Penelitian Mardjajani 2007 yang ingin melihat hubungan antara kesejahteraan keluarga petani dan proses penyuluhan menunjukkan bahwa latar
belakang pendidikan petani berpengaruh terhadap tersampaikannya tujuan-tujuan dari suatu proses penyuluhan. Faktor pendidikn ini menyebabkan proses
penyuluhan pertanian berlangsung tidak sesuai dengan tujuannya. Hal ini
menunjukkan bahwa kualitas sumberdaya petani dapat menghambat proses penyuluhan pertanian, bahkan berdampak pada perilaku dan pola hidup petani
serta keluarganya. Walaupun sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di bidang pertanian,
bekerja sebagai petani, namun sebagian besar dari mereka hidup dalam garis kemiskinan. Kemiskinan ini membuat para petani hampir tidak memiliki akses
yang cukup ke bidang pendidikan, ataupun bidang-bidang lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika
sebagian besar para petani berpendidikan rendah. Hasil penelitian Mardjajani 2007 menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan petani
dengan kemampuan mereka dalam menangkap dan mengolah informasi yang disampaikan kepada mereka.
Dengan tingkat pendidikan yang rendah, maka dibutuhkan usaha atau kerja keras dari para penyuluh dalam menyampaikan berbagai informasi yang
dibutuhkan kepada petani. Berbagai informasi penting termasuk konversi lahan sawah dapat saja terdistorsi oleh karena daya tangkap yang rendah dari para
petani. Ketiadaan akses, beban hidup pribadi dan keluarga yang tinggi, kemampuan fisik yang mulai berkurang karena usia dapat saja menjadi
pertimbangan-pertimbangan utama bagi para petani dalam menentukan status lahan sawah yang mereka miliki. Jadi, tingkat pendidikan seorang petani, kepala
keluarga sangat mempengaruhi keputusan konversi lahan sawah miliknya.
2.2.2.3. Perilaku Petani Penyebab Sosial Budaya
Salah satu teori yang dapat digunakan untuk memprediksi perilaku adalah teori perilaku terencana oleh Ajzen 1988. Teori ini merupakan perluasan dan
modifikasi dari teori perilaku beralasan. Dalam teori perilaku terencana keyakinan-keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada
norma-norma subyektif, dan pada kontrol perilaku yang dihayati. Ketiga komponen tersebut berinteraksi dan menjadi determinan bagi intensi yang pada
gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak.
Ratnada dan Yusuf 2003 berpendapat bahwa perilaku petani dalam konversi lahan dipengaruhi oleh faktor-faktor: motivasi, wawasan, tingkat
informasi dan intensitas penyuluhan. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Kertamukti 2008 yang mengatakan bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor-
faktor: 1 kebudayaan seperti orientasi nilai budaya berupa sub budaya dan kelas sosial; 2 sosial seperti kelompok referensi, keluarga, peranan dan status, motivasi
persepsi, belajar serta kepercayaan dan sikap. Disamping oleh orientasi nilai budaya yang dipengaruhi oleh tingkat
informasi, maka perilaku juga dipengaruhi oleh motivasi, persepsi dan sikap. Mengutip pendapat Robert Maslow, Kertamukti 2008 mengatakan, bahwa
motivasi dimulai dengan kebutuhan-kebutuhan sosial lapar, haus, disusul kebutuhan-kebutuhan keselamatan perasaan aman, perlindungan, kemudian
kebutuhan-kebutuhan sosial perasaan menjadi anggota lingkungan dan dicintai, selanjutnya kebutuhan-kebutuhan untuk dihargai harga diri, pengakuan, status
dan mengkerucut ke kebutuhan-kebutuhan pernyataan diri pengembangan dan perwujudan diri.
Menyimpulkan pendapat di atas, maka faktor-faktor utama yang mempengaruhi keputusan petani melakukan konversi lahan sawah adalah:
motivasi, persepsi, sikap, kemampuan, orientasi nilai budaya dan tingkat informasi konversi lahan.
2.2.2.3.1. Perilaku
Ada berbagai pendapat atau pandangan tentang perilaku. Umumnya, aspek perilaku ini masuk dalam bidang kajian psikologi, yang memang mempelajari
tentang tingkah laku manusia. Notoatmodjo 1997 menjelaskan bahwa perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya. Dengan
definisi ini, maka perilaku baru nampak jika ada rangsangan. Jika tidak ada rangsangan, maka tidak akan muncul perilaku. Ini juga berarti bahwa jenis
rangsangan tertentu akan menimbulkan reaksi atau perilaku tertentu. Sri Kusmiyati dan Desminiarti dalam Sunaryo 2004 melihat perilaku sebagai
proses interaksi antara individu dengan lingkungannya
Dari berbagai definisi atau batasan tentang perilaku tersebut, maka secara sederhana dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah reaksi manusia
terhadap rangsangan yang datang dari luar dirinya. Definisi ini memunculkan persoalan, bukankah binatang juga bereaksi terhadap rangsangan yang datang dari
luar dirinya? Lalu apakah yang membedakan antara perilaku manusia dan binatang? Dalam bukunya Pengantar Umum Psikologi, Sarwono 1983,
menjelaskan bahwa ciri-ciri perilaku manusia yang membedakannya dari makhluk lain adalah kepekaan sosial, kelangsungan perilaku, orientasi pada tugas, usaha
dan perjuangan, serta keunikan tiap individu. Walaupun dikatakan bahwa perilaku manusia muncul karena adanya
stimulus dari lingkungan di luar dirinya, namun bukan berarti bahwa manusia adalah makhluk yang pasif, yang baru bereaksi jika ada rangsangan. Menurut
Sunaryo 2004, perilaku manusia sebagian ditentukan oleh kehendaknya sendiri dan sebagian bergantung pada alam. Ciri khas manusia adalah memiliki
kebutuhan yang harus selalu dipenuhinya. Dengan cipta, rasa dan karsa yang dimilikinya, manusia bahkan dapat mengatur dunia untuk kepentingan hidupnya,
sehingga timbullah kebudayaan dengan berbagai coraknya. Kebutuhan hidup manusia akan memunculkan perilaku tersendiri dalam
hidupnya. Kebutuhan hidup ini jugalah yang memunculkan perilaku yang berbeda dari setiap Individu. Dari teori-teori tentang kebutuhan seperti teori Maslow dan
McGregor, David Mcleland dengan Need of Achievement, diketahui bahwa kebutuhan manusia menjadi motif secara intrinsik individu dalam berperilaku.
Dalam uraiannya tentang dasar-dasar perilaku individu, Robbins dan Judge mengatakan bahwa aspek kemampuan manusia, baik kemampuan intelektual
maupun fisik sangat menentukan perilaku seorang individu dalam dunia kerja Robbins Judge 2009. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang
dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas mental seperti berpikir, bernalar, dan memecahkan masalah. Individu dalam sebagian besa masyarakat
menempatkan kecerdasan dan untuk alasan yang tepat pada nilai yang tinggi. Individu yang cerdas biasanya memperoleh lebih banyak uang, tingkat pendidikan
yang tinggi, dan lebih mungkin untuk menjadi pemimpin dalam masyarakat.
Jika kemampuan intelektual berhubungan dengan hal-hal yang kompleks dan rumut, maka kemampuan fisik tertentu bermakna penting bagi keberhasilan
pekerjaan yang kurang membutuhkan ketrampilan dan lebih terstandar, misalnya pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan stamina, ketangkasan fisik, dan lain-lain.
Kemampuan tiap orang berbeda-beda, dan pekerjaan juga menuntut hal yang berbeda-beda. Menurut Robbins, kinerja karyawan akan meningkat bila
terdapat kesesuaian antara kemampuan seseorang dengan pekerjaan yang tinggi. Dari sinilah Robbins dan Judge kemudian melakukan prediksi terhadap perilaku
individu di tempat kerja.
2.2.2.3.2. Motivasi
Faktor motivasi sangat sering dibahas dalam kaitan dengan perilaku organisasi ataupun dalam manjemen sumber daya manusia. Motivasi dalam
banyak literatur dikatakan sebagai salah satu unsur pokok dari perilaku seseorang. Hal ini tidak berarti bahwa motivasi kemudian menjadi satu-satunya unsur yang
bisa menjelaskan perilaku seseorang secara lengkap. Menurut Mardiyana 1998, secara umum motivasi dapat dikatakan sebagai
kemampuan untuk berbuat sesuatu. Motif adalah kebutuhan, keinginan atau dorongan dari dalam yang ada pada seseorang. Untuk meningkatkan motivasi
kerja seseorang maka perlu diketahui kebutuhan dan keinginan yang dirasakan oleh dirinya.
Barelson dan Steiner mendefinisikan istilah motif sebagai suatu keadaan didalam diri seseorang yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakkan
karenanya disebut motivasi dan mengarahkan atau menyalurkan perilaku ke arah tujuan. Dengan perkataan lain motivasi adalah istilah umum yang mencakup
keseluruhan golongan dorongan, keinginan, kebutuhan dan daya yang sejenis Harol,1986.
Menurut Paul dan Ken dalam Agus 1986, motivasi orang-orang bergantung pada kuat lemahnya motif. Motif ini adakalanya diartikan sebagai
kebutuhan, keinginan, dorongan, gerak hati dalam diri seseorang. Motif diarahkan
pada tujuan yang mungkin berada pada alam sadar atau mungkin juga pada alam bawah sadar.
Salah satu teori motivasi yang sangat terkenal dan sering digunakan adalah terori hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow. Teori ini didasarkan atas dua
anggapan dasar, yaitu: Pertama, kebutuhan manusia itu tergantung kepada apa yang telah dipunyainya. Kedua, kebutuhan itu merupakan suatu hirarki apabila
dilihat dari pentingnya kebutuhan tersebut. Menurut Hasibuan 1990, konsep motivasi perlu untuk dipahami karena
motivasi menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia untuk bekerja lebih giat atau antusias dalam rangka mencapai hasil yang optimal.
2.2.2.3.3. Sikap
Menurut Walgito 2001, sikap merupakan masalah yang penting dan menarik dalam psikologi, khususnya psikologi sosial. Bahkan ada sementara ahli
yang berpendapat bahwa psikologis sosial menempatkan masalah sikap sebagai problem sentral. Pendapat tersebut kiranya cukup beralasan bila dilihat dari segi
pentingnya masalah sikap bila dikaitkan dengan perilaku atau perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sikap yang ada pada seseorang akan memberikan
warna atau corak pada perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan terhadap sesuatu masalah atau keadaan yang dihadapkan kepadanya.
Menurut pendapat Gibson, et al 1986, sikap merupakan faktor penentu perilaku. Dikatakan demikian karena menurut mereka sikap berkaitan dengan
persepsi, kepribadian dan motivasi. Lebih lanjut dikatakan bahwa sikap merupakan pencerminnan perasaan seseorang tentang orang lain, suatu objek atau
situasi yang berhubungan dengannya. Menurut Lowis dan Charles yang dikutip oleh Saifudin 1988, sikap adalah
bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap obyek adalah perasaan mendukung atau memihak favorable ataupun perasaan tidak
mendukung unfavorable objek tersebut Syaifuddin, 1995. Sementara itu Edwards 1957, mengatakan sikap adalah derajat efek positif atau efek negatif
yang dikaitkan dengan suatu objek psikologis. Pendapat lain tentang sikap yang
disampaikan oleh Schemerhorn, et al. 1985, merupakan suatu kecenderungan predeposition melakukan tanggapan respon baik secara positif ataupun negatif
terhadap sesuatu disekitarnya. Apabila dipandang dari aliran kognitif, perilaku individu merupakan respons
dari stimulus, namun dalam diri individu itu ada kemampuan untuk menentukan perilaku yang diambilnya. Ini berarti individu dalam keadaan aktif untuk
menentukan perilaku yang diambilnya, Walgito 2001. Soejadi 1992 mengatakan bahwa perilaku manusia sebenarnya mencakup dua komponen
penting yang sudah menyatu yaitu sikap mental dan tingkah laku attitude. Ada juga yang memandang sikap sebagai suatu tingkatan afeksi baik yang
bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan okjek-objek psikologis Walgito, 2001. Afeksi baik yang positif yaitu afeksi senang dan
afeksi negatif adalah afeksi yang tidak menyenangkan. Dengan demikian objek dapat menimbulkan berbagai macam sikap, dapat menimbulkan berbagai macam
tingkatan afeksi pada seseorang saja dan belum mengkaitkan sikap dengan perilaku.
Pendapat lain yang disampaikan oleh Myers 1983, mengatakan bahwa sikap itu merupakan ” A predisposition toward some object; includes one’s belief,
feelings, and behavior tendencies concerning the object.” Dari batasan tersebut,
maka pengertian sikap mengadung komponen kognitif beliefs, komponen afektif feelings dan komponen konatif behavior tendencies.
2.2.2.3.4. Persepsi
Untuk memahami perilaku petani dalam konversi lahan sawah persepsi merupakan salah satu dari variabel psikologis yang sangat penting. Perilaku
seseorang dilandaskan pada persepsi mereka tentang apa realitas itu dan bukannya realitas itu sendiri Robins 1996. Artinya bahwa orang-orang yang berbeda
sangat mungkin akan memiliki persepsi yang berbeda tentang realitas yang dilihatnya, dirasa, atau didengarnya. Persepsi seseorang tentang apa yang baik,
tidak baik, benar dan salahpun perlu pemahaman yang tepat karena persepsi demikian akan sangat berpengaruh pada perilaku seseorang Siagian, 1989.
Indrawijaya 1990 mengatakan persepsi adalah suatu proses mengorganisasikan, menafsirkan, mengolah gejala-gejala yang dilihat atau
informasi yang diterima oleh seseorang dan biasanya proses ini mempengaruhi perilakunya. Konsep persepsi ini menyangkut tiga aspek antara lain: obyek, proses
pemikiran dan perilaku yang dipilih. Menurut Walgito 2001, persepsi merupakan suatu proses yang didahului
oleh penginderaan. Penginderaan ini adalah merupakan suatu proses diterimanya stimulus atau rangsangan oleh individu melalui alat penerima yaitu alat indera
yang kemudian diteruskan oleh syaraf dan selanjutnya proses ini disebut proses persepsi. Persepsi sebagai tanggapan yang didalamnya terkandung unsur penilaian
seseorang terhadap obyek gejala berdasarkan pengalaman dan wawasan yang dimiliki Sudjana,1990
Pengalaman yang baik tentang sesuatu akan memberikan kesan yang baik pula untuk melanjutkannya, tetapi pengalaman yang buruk seringkali kurang
memberi respon yang positif terhadap sesuatu. Persepsi dapat bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang obyek atau kejadian pada saat
tertentu. Selain itu juga persepsi dapat mencangkup kognisi pengetahuan, penafsiran obyek, atau tanda yang dimiliki orang dari sudut pengalaman yang
bersangkutan. Dengan perkataan lain persepsi mencakup penerimaan stimulus, pengorganisasian stimulus atau penafsiran stimulus yang diorganisasi dengan cara
yang dapat mempengaruhi motivasi perilaku. Menurut Walgito 2001, persepsi sosial obyek yang dipersepsi dapat
berada diluar individu yang dipersepsi dan dapat berada dalam diri orang yang mempersepsi. Bila obyek persepsi terletak diluar orang yang mempersepsi, maka
obyek persepsi dapat bermacam-macam yaitu dapat berwujud benda-benda, situasi, dan juga dapat berwujud manusia .
2.2.2.3.5. Kemampuan
Kemampuan merupakan salah satu prinsip dasar yang dipakai dalam rangka memahami sifat-sifat manusia. Nadler, Hackman dan Lawler Thoha, 1983,
mengatakan bahwa oleh karena adanya perbedaan kemampuan dalam diri manusia menyebakan perilaku mereka juga berbeda satu dengan yang lainnya.
Pendapat senada juga dikemukakan oleh Robbin 1996, bahwa sebagai akibat adanya perbedaan kemampuan, seseorang bisa lebih unggul dari yang
lainnya dalam hal melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Definisi kemampuan yang dikemukakan oleh Robin adalah kapasitas seseorang untuk mengerjakan
berbagai tugas dalam suatu pekerjaannya. Dengan kata lain menurut mereka, kemampuan menunjuk kepada potensi yang dimiliki seseorang untuk melakukan
suatu pekerjaan. Kemampuan masyarakat adalah kecakapan atau keahlian yang dimiliki
individu atau kelompok untuk tidak melakukan konversi lahan sawah. Kemampuan masyarakat mempunyai hubungan dengan pengambilan keputusan.
Selain itu juga masalah psikologi petani turut mempengaruhi keputusannya. Menurut Gibson et al. 1989, kemampuan adalah sifat yang dibawa lahir
atau dipelajari yang memungkinkan seseorang menyelesaikan pekerjaannya. Ketrampilan adalah kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan
dipergunakan oleh seseorang pada waktu yang tepat.
2.2.2.3.6. Orientasi Nilai Budaya
Sir Edward Taylor Pada tahun 1871 Horton dan Hunt, 1991 mendefinisikan kebudayaan sebagai kompleks keseluruhan dari pengetahuan,
keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan semua kemampuan dan kebiasaan yang lain yang diperoleh oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
Selanjutnya Horton dan Hunt mendefinisikan secara lebih sederhana, kebudayaan adalah segala sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh para
anggota suatu masyarakat. Seorang menerima kebudayaan sebagai bagian dari warisan sosial, dan pada gilirannya, bisa membentuk kebudayaan kembali dan
mengenalkan perubahan-perubahan yang kemudian menjadi bagian dari warisan generasi berikutnya.
Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi dalam Soekanto, 1990 merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah material culture yang diperlukan oleh manusia untuk
menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan masyarakat.
Terbentuknya kebudayaan menurut Broni Siaw Malinoski adalah karena manusia diperhadapkan dengan persoalan yang meminta pemecahan serta
penyelesaian olehnya. Terutama usaha manusia untuk mempertahankan kehidupannya survive dengan sendirinya akan terbentuklah kebudayaan
Susanto, 1979. Unsur-unsur utama dalam pembentukan kebudayaan adalah unsur
memenuhi kebutuhan minimalnya, kemudian demi mempertahankan kondisi, maka manusia membuat kondisi buatan lebih lanjut. Pengadaan unsur-unsur ini
mengadakan sekaligus standar kehidupan kebudayaan kelompok atau masyarakat yang bersangkutan. Demi mempertahankan eksistensi kelompok di dalam
lingkungannya manusia akhirnya meneruskan pemikiran serta pengalamannya kepada generasi berikutnya, maka terbentuklah tradisi.
Dengan demikian jelaslah bahwa kebudayaan tidak terlepas dari kehidupan kelompok, yaitu karena kebudayaan merupakan unsur pengorganisasi antara
individu dan membentuknya menjadi satu kelompok. Dalam kehidupan berkelompok manusia diatur oleh peraturan, ketentuan atau sanksi kelompoknya
yang meliputi: hukum, agama, kelompok primer, adat dan ikatan lain. Nilai adalah suatu bagian yang penting dari kebudayaan. Menurut Horton
dan Hunt 1991 nilai adalah gagasan mengenai apakah pengalaman berarti atau tidak. Dalam setiap masyarakat beberapa nilai memiliki penghargaan yang lebih
tinggi dari nilai-nilai lainnya. Suatu tindakan dianggap sah, artinya secara moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilai-nilai yang dapat diterima.
2.2.2.3.7. Tingkat Informasi Konversi Lahan Sawah
Berbagai informasi mengenai konversi lahan sawah didapatkan petani dari berbagai sumber, antara lain: penyuluh pertanian, perangkat desa, kelompok tani
dan komunitas lainnya. Penyuluh pertanian memiliki posisi penting dalam memberikan informasi kepada petani.
Menurut Fatah 2006, peranan penyuluh pertanian adalah membantu petani membentuk pendapat yang sehat dan membuat keputusan yang baik dengan cara
berkomunikasi dan memberikan informasi yang mereka perlukan. Pendapat petani dan keputusannnya berdasarkan kepada citra mereka tentang kenyataan hidup dan
dugaan mereka terhadap konsekuensi tindakannya. Namun dugaan itu tidaklah selalu benar karena bayangan tentang suatu kenyataan seringkali sekali tidak
sesuai dengan kenyataan itu. Ini memberi mereka pengalaman karena dari tindakan mereka kemudian diperoleh konsekuensi sesuai yang diharapkan.
Dengan seringnya mencapai konsekuensi yang diharapkan petani menjadi lebih baik penyesuaian dirinya di dalam kehidupan.
Dari uraian di atas diketahui bahwa tingkat informasi dapat mempengaruhi proses sosial. Proses sosial sangat tergantung dari kontak sosial komunikasi,
dimana proses sosial merupakan keseluruhan kegiatan pertukaran pikiran, pertukaran dan modifikasi sistem nilai, maka dapat disimpulkan bahwa proses ini
berbeda-beda untuk setiap masyarakat. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan watak. Perbedaan dalam sistem perilaku dari kelompok dan situasi total
masyarakat pada suatu saat. Dengan demikian maka komunikasi sosial suatu masyarakat sebagai suatu proses juga tidak akan terlepas dari sistem nilai
masyarakatnya, Susanto, 1979. Tingkat pengaruh informasi dapat dijelaskan melalui tingkat subyektifitas
komunikasi. Selanjutnya Susanto 1979 mengatakan bahwa tingkat subyektifitas komunikasi ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
1 Frekuensi interaksi makin sering kontak, makin kenal;
2 Teratur tidaknya interaksi yang diadakan bila teratur, maka para sosiolog
dapat meramalkan arah perkembangan; 3
Tersebar-tidaknya interaksi bergaul dengan banyak atau sedikit orang; 4
Interaksi dijalankan dengan inisiatifprakarsa searah atau tidak. 5
Interaksi dijalankan dengan langsung atau tidak face to face atau tidak.
2.2.3 Pengaruh Konversi Lahan Sawah
Menurut The International Soceity Paddy and Water Environment Engeenering PAWEES, sebagian besar penduduk bumi makanan utamanya
adalah padi atau juga biasa disebut beras. Saat ini di seluruh dunia terdapat tidak kurang dari 140 juta hektar lahan yang ditanami padi. Untuk usaha tani
dibutuhkan sumber daya yang sangat banyak, utamanya air. Uraian tersebut menggambarkan betapa pentingnya padi bagi umat manusia. Ancaman terbesar
dalam usaha tani padi adalah berkurangnya luas lahan akibat dikonversi untuk penggunaan lain. Masalah tersebut juga dialami oleh Indonesia, termasuk Pulau
Jawa yang menjadi salah satu lumbung terbesarnya. Besarnya ancaman konversi lahan dalam penelitian Irawan 2003 didekati
dengan besarnya kapasitas produksi padi sawah yang hilang akibat konversi lahan selama periode 1994-1998. Dengan pendekatan tersebut maka tingkat ancaman
konversi lahan di setiap kecamatan akan tergantung kepada luas lahan sawah yang dikonversikan per tahun, jenis lahan sawah yang dikonversi, intensitas tanam padi
per tahun atau produktivitas usahatani padi per musim panen. Dengan pendekatan demikian, maka tingkat ancaman konversi lahan yang dimaksud tidak hanya
memperhitungkan besarnya permintaan lahan sawah untuk kegiatan non pertanian di setiap kecamatan, tetapi memperhitungkan pula upaya pencegahan konversi
lahan yang dilakukan oleh birokrasi daerah. Hal ini disebabkan karena setiap kegiatan konversi lahan secara yuridis harus dilakukan melalui persetujuan
birokrasi daerah. Pola konversi lahan dapat ditinjau dari beberapa aspek. Menurut pelaku
konversi, maka dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, alih fungsi secara langsung oleh pemilik lahan yang bersangkutan. Lazimnya motif tindakan ada
tiga: 1 untuk pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal, b dalam rangka meningkatkan pendapatan melalui alih usaha, kombinasi dari 1 dan 2 seperti
misalnya untuk membangun rumah tinggal yang sekaligus dijadikan tempat usaha. Pola konversi seperti ini terjadi di sembarang tempat, kecil-kecil dan tersebar.
Dampak konversi terhadap eksistensi lahan sekitarnya baru signifikan untuk jangka waktu lama. Kedua, alih fungsi yang diawali dengan alih penguasaan.
Pemilik menjual kepada pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk usaha non sawah atau kepada makelar. Secara empiris, alih fungsi melalui cara ini terjadi
dalam hamparan yang lebih luas, terkonsentrasi dan pada umumnya berkorelasi posistif dengan proses urbanisasi pengkotaan. Dampak konversi lahan terhadap
eksistensi lahan sawah sekitarnya berlangsung cepat dan nyata.
2.2.3.1. Pengaruh Terhadap Ketercukupan Beras Kawasan
Ketercukupan beras kawasan adalah indeks kemampuan daerah atau kawasan dalam mencukupi kebutuhan beras penduduk di kawasan tersebut.
Indeks ketercukupan beras kawasan diperoleh dengan membagi antara total produksi padi kawasan dengan total kebutuhan beras yang ada di kawasan
tersebut. Indeks ketercukupan menunjukkan sejauhmana kemampuan kawasan dalam
mencukupi kebutuhan beras yang ada di kawasan tersebut. Jika indeksnya sebesar 1 satu atau lebih besar dari satu, maka itu menunjukkan bahwa produksi padi
kawasan masih dapat mencukupi kebutuhan beras penduduknya. Jika indeksnya kurang dari satu, maka itu menunjukkan bahwa produksi beras kawasan tidak lagi
mampu memenuhi kebutuhan beras penduduknya. Total produksi padi kawasan merupakan hasil total beras yang dapat
diproduksi oleh sebuah kawasan. Jika suatu kawasan mampu menghasilkan beras dalam 3 musim tanam maka total produksi diukur dari total hasil 3 kali panen.
Jika hanya 2 kali panen, maka dihitung dari total produksi 2 kali panen tersebut. Untuk beras, maka padi harus dikonversi menjadi beras.
Lahan pertanian semakin lama semakin berkurang, sebagai akibat dari beralihnya fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Tercatat penyusutan lahan
pertanian di Jawa Tengah sebesar 0.01 – 0.05 per tahun Dispertan, 2005. Sementara kebutuhan pangan terus meningkat sebagai akibat dari bertambahnya
jumlah penduduk, dan pertumbuhan industri yang menggunakan bahan baku dari beras. Laju pertumbuhan kebutuhan beras lebih cepat dibandingkan laju
produksinya. Pertumbuhan produksi selama lima tahun terakhir rata-rata 0,8 persen per tahun, sementara laju pertumbuhan impor beras mencapai 2,5 persen
per tahun, karena beras merupakan komoditas strategis, maka ketergantungan terhadap impor akan memberikan potensi masalah. Dari kondisi tersebut peluang
yang masih dapat dilakukan untuk peningkatan produksi adalah dengan perbaikan teknologi budidaya, seperti peningkatan penggunaan benih unggul, pemupukan
yang sesuai dengan anjuran teknologi. Hasil konversi dari padi menjadi beras akan menghasilkan total produksi
beras kawasan. Total produksi beras inilah yang dibagi dengan total kebutuhan maka akan diperoleh ideks ketercukupan beras kawasan. Kebutuhan beras
kawasan diperoleh dari total kebutuhan beras penduduk kawasan. Rata-Rata orang Indonesia dewasa mengkonsumsi 400 – 500 gram beras setiap harinya, sedangkan
anak dan orang tua diasumsikan mengkonsumsi setengah dari kebutuhan beras orang dewasa atau sekitar 200 gram per hari per anak. Dengan demikian, maka
untuk mengetahui kebutuhan beras pada suatu kawasan, maka untuk setiap orang dewasa dikalikan dengan 400 gram beras per orang per harinya, sedangkan untuk
anak-anak dan orang tua, kebutuhan berasnya dikalikan dengan 200 gram per orang per harinya. Dengan demikian akan ditemukan jumlah kebutuhan beras
kawasan.
2.2.3.2. Pengaruh Terhadap Transformasi Mata Pencaharian Petani
Kurniawan 2006 mengatakan bahwa, peralihan fungsi lahan sawah produktif dari pertanian ke sektor industri telah membawa masyarakat pada proses
proletarisasi. Masyarakat yang dulu bekerja dalam sektor bercocok tanam, akan memasuki sektor industri menjadi buruh pabrik ataupun sektor jasa lainnya, yang
dibayar murah tanpa ada posisi tawar bargaining position sama sekali. Transformasi mata pencaharian masyarakat dari sektor pertanian kepada
sektor non pertanian tentu akan mempengaruhi neraca pendapatan dan pengeluaran rumah tangganya. Bagi petani yang memiliki lahan kecil atau petani
tanpa lahan landless pengaruhnya tentu akan besar. Bahkan, transformasi mata pencaharian masyarakat tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat
kesejahteraannya. Dengan kata lain, transformasi mata pencaharian akan berpengaruh pada meningkatnya jumlah rumah tangga miskin.
Selain masalah di atas, konversi lahan sawah akan membawa dampak pada ketersediaan pekerja dalam bidang pertanian, khususnya petani. Dengan
sendirinya, konversi lahan sawah akan menurunkan jumlah pekerja petani, khususnya petani muda. Serikat Petani Indonesia juga mengatakan bahwa jumlah
petani muda cenderung turun jumlahnya dari waktu ke waktu. Jika jumlah petani berkurang, maka kebutuhan tenaga kerja untuk mengerjakan lahan sawah juga
akan berkurang, dan ini akan mengurangi jumlah produksi padi. Menurut Kementerian Pertanian untuk 1 hektar lahan sawah dalam 1 kali
musim tanam, dibutuhkan 211 Hari Orang Kerja hok, dengan waktu budidaya tanaman padi sekitar 140 hari. Tenaga kerja laki-laki dihitung sebesar 1 hokhari
dan perempuan 0.7 hokhari. Sedangkan penggunaan mesin pertanian dihitung 3 hokhari.
2.2.3.3. Variabel Lain yang Menyertai Konversi Lahan Sawah 2.2.3.3.1. Produk Domestik Regional Bruto PDRB Pertanian
PDRB merupakan jumlah nilai tambah value added yang timbul dari semua unit usaha di dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu atau
merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Konsep PDRB tersebut dapat pula
diturunkan menjadi Produk Domestik Regional Netto PDRN yaitu dengan cara mengeluarkanmengurangkan faktor penyusutan atau depresiasi dari nilai tambah
brutonya Pemkot.Magelang, 2010. Menurut Sumodiningrat dalam Tangkilisan, 2007, PDRB dapat
dibedakan menurut tiga pengertian, yaitu metode produksi production approach, metode pendapatan income approach, dan metode pengeluaran expenditure
approach . Pada metode produksi, PDRB diperoleh dengan menjumlahkan nilai
produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di dalam suatu daerah dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Pada
metode pendapatan, PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah
dalam jangka waktu satu tahun. Sedangkan pada metode pengeluaran PDRB diperoleh dari menjumlahkan seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk
konsumsi rumah tangga, dan lembaga swasta nirlaba, komsumsi pemerintah, pembentukan modal domestik bruto, penambahan stock dan eksport netto dalam
wilayah tertentu. Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa PDRB pertanian
adalah jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit usaha pertanian yang beroperasi dalam suatu wilayah tertentu. Dalam konteks ini, maka
yang akan dilihat adalah jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit usaha pertanian yang beroperasi pada Kawasan Andalan.
Tingkat sumbangan bidang pertanian terhadap keseluruhan PDRB kabupaten atau kota sangat bergantung pada jumlah barang yang jasa yang
dihasilkan dalam bidang pertanian. Makin tinggi produksi barang dan jasa di bidang pertanian, maka akan tinggi pula sumbangan bidang pertanian bagi total
PDRB kabupaten atau kota. Tingkat produksi barang dan jasa bidang pertanian dari suatu daerah juga sangat bergantung pada potensi pertanian daerah tersebut.
2.2.3.3.2. Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, tidak terkecuali pembangunan di sektor ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan yang lebih merata merupakan salah satu indikator dari meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Menurut Arsyad
1999, para ekonom umumnya memberikan pengertian yang sama tentang pertumbuhan ekonomi. Mereka hanya melihat pertumbuhan ekonomi sebagai
kenaikan GDPGNP tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur
ekonomi terjadi atau tidak. Produk Domestik Bruto Gross Domestic Product, GDP adalah nilai pasar keluaran total sebuah negara, yang merupakan nilai pasar
semua barang jadi dan jasa akhir yang diproduksi selama periode waktu tertentu oleh faktor-faktor produksi yang berlokasi di dalam sebuah negara
Simon Kuznet mendefenisikan pertumbuhan ekonomi suatu negara sebagai kemampuan negara itu untuk menyediakan barang-barang ekonomi yang terus
meningkat bagi penduduknya, pertumbuhan kemampuan ini berdasarkan pada kemajuan teknologi dan kelembagaan serta penyesuaian ideologi yang
dibutuhkannya Sukirno 1995. Sedangkan menurut Sukirno 1994, pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan
barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat.
Manfaat Pertumbuhan Ekonomi antara lain sebagai berikut: 1
Laju pertumbuhannya untuk mengukur kemajuan ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional Pendapatan perkapitanya dipergunakan untuk
mengukur tingkat kemakmuran penduduk, sebab semakin meningkat pendapatan perkapita dengan kerja konstan semakin tinggi tingkat
kemakmuran penduduk dan juga produktivitasnya. 2
Sebagai dasar pembuatan proyeksi atau perkiraan penerimaan negara untuk perencanaan pembangunan nasional atau sektoral dan regional. Sebagai
dasar penentuan prioritas pemberian bantuan luar negari oleh Bank Dunia atau lembaga internasional lainnya.
3 Sebagai dasar pembuatan prakiraan bisnis, khususnya persamaan penjualan
bagi perusahaan untuk dasar penyusunan perencanaan produk dan perkembangan sumbur daya - tenaga kerja dan modal. Dornbuch, R dan
Fischer, S, 1994 Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat diukur dengan melihat PDRB dan
laju pertumbuhannya atas dasar harga konstan. Menurut Darwanto 2002, setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain.
Oleh sebab itu, perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah pertama-tama perlu mengenal karakter ekonomi, sosial dan fisik daerah itu sendiri, termasuk
interaksinya dengan daerah lain. Dengan demikian, maka tidak ada strategi pembangunan ekonomi daerah yang dapat berlaku untuk semua daerah.
Dalam konteks pembangunan ekonomi ini, maka peran pemerintah daerah sangat penting, khususnya dalam mengenali dan mengidentifikasi potensi-potensi
yang mereka miliki secara tepat. Era Otonomi Daerah telah memberikan kesempatan yang luas kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi
yang dimilikinya semaksimal mungkin sehingga dapat menggerakkan berbagai aktifitas perekonomian daerah. Dengan demikian diharapkan pertumbuhan
ekonomi daerah akan berjalan baik dan mendatangkan kesejahteraan bagi rakyatnya.
2.3. Kebijakan Publik
Ada banyak pendapat tentang apa itu Kebijakan Publik. Budiarjo 1977 misalnya, mengatakan bahwa kebijakan publik adalah kegiatan dalam negara yang
menyangkut proses menentukan suatu tujuan dan melaksanakan tujuan itu. Pengambilan keputusan mengenai tujuan dari sistim politik itu menyangkut
seleksi, antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas untuk melaksanakan tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan umum public policy
yang menyangkut pembagian distribution dan alokasi. Kebijakan publik, dapat juga dikatakan sebagai hasil atau produk dari suatu
otoritas politik atau sistem politik yang berlaku dimana kebijakan tersebut diambil. Wibawa 2011 bahkan mengatakan bahwa produk utama dari sistem dan
proses politik adalah kebijakan publik. Untuk itu, Wibawa mendefinisikan kebijakan publik sebagai “setiap keputusan yang dibuat oleh suatu ‘sistem politik’
negara, provinsi, kabupaten dan desa bahkan RW dan RT”.
2.3.1. Kebijakan Publik yang Berpihak kepada Petani
Kebijakan pembangunan di Indonesia sering tidak berpihak kepada masyarakat, khususnya yang ada di desa. Lebih khusus lagi yang bermata
pencaharian sebagai petani. Noviana 2006 mengatakan bahwa sebenarnya masyarakat memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan
kehidupannya secara mandiri. Namun sering kali kebijakan menjadikan mereka justru termarjinalisasi.
Kebijakan pemerintah yang diarahkan ke desa ada yang tepat dan ada pula yang kurang tepat. Kekurangtepatan tersebut bisa ada di aras perencanaan,
pelaksanaan maupun pemanfaatannya. Sebagai contoh, rejim pemerintah di Indonesia seringkali mengedepankan pertumbuhan ekonomi untuk memajukan
tingkat kesejahteraan. Namun Damanhuri 2000 mengatakan, bahwa pertumbuhan ekonomi tidak selamanya berujung pada kesejahteraan yang lebih
merata. Kontribusi komoditas pertanian, termasuk beras, terhadap tingkat inflasi sangat kecil. Artinya barang non pertanian semakin bertambah murah
dibandingkan barang non pertanian. Dan hal ini tentu saja menurunkan tingkat kesejahteraan petani.
Rahayu, et al 2001 mencoba menggali potret pelaksanaan di lapangan dari tiga program peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengentasan kemiskinan yang
dananya diperoleh dari hasil pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak BBM, yaitu: 1 Program Dana Tunai yang dikelola oleh Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, 2 Program Dana Bergulir yang dikelola oleh Kantor Menteri Negara
Urusan Koperasi dan Usaha kecil dan Menengah serta 3 Program Pemberdayaan Masyarakat Prasarana yang dikelola oleh Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah. Kesimpulannya bahwa program peningkatan kesejahteraan yang baik sekalipun banyak ditemukan adanya masalah-masalah serius.
Informasi tentang sebuah masalah, atau hal yang akan diambil kebijakannya perlu diketahui secara persis oleh pengambil kebijakan atau pejabat pembuat
kebijakan. Ini untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam pengambilan kebijakan, serta menjamin bahwa kebijakan tersebut akan berguna dalam pengatur
tertib hidup bersama. Pembangunan yang lebih mengedepankan pertumbuhan seringkali justru
mengancam keberadaan lingkungan Ismalina, 2000. Dia menyimpulkan bahwa semakin meningkat laju pertumbuhan ekonomi, semakin meningkat pula laju
kerusakan lingkungan. Dalam mengambil kebijakan, maka tidak boleh ada pihak yang diabaikan,
seluruh komponen yang akan terlibat dalam kebijakan tersebut haruslah diperhitungkan. Ini berlaku untuk semua kebijakan yang akan diambil. Demikian
pula yang seharusnya terjadi dalam dunia pertanian, berbagai komponen yang
akan terlibat seharusnya menjadi pertimbangan dari pengambil kebijakan, tidak terkecuali petani.
Petani adalah bagian terpenting dalam sistem pertanian Indonesia. Bagian terbanyak dari para petani ini adalah golongan petani kecil yang rata-rata memiliki
luas sawah kurang dari 0,25 ha. Karena kecilnya lahan yang dipunyai, maka sebagian besar usaha tani yang dilakukan hanya sekedar untuk memenuhi
kebutuhan hidup para petani ini. Oleh karena itu, tidak terlalu mengherankan apabila terjadi konversi lahan sawah. Faktor-faktor ekonomi, juga cara pandang
para petani ini turut menentukan perilaku mereka dalam mengkonversi lahan sawah.
Sebagai bagian penting dalam sistem pertanian Indonesia, maka sudah selayaknya jika para petani ini dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan di
sektor pertanian. Seharusnya mereka juga turut menentukan apa yang terbaik bagi mereka, apa yang bisa mereka lakukan dalam rangka menekan laju konversi lahan
sawah. Perhatian pemerintah terhadap berbagai persoalan yang terjadi di petani menjadi bagian penting dalam menekan laju konversi lahan.
Sebagai sebuah negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup pada pertanian, maka sudah selayaknya kalau kebijakan-
kebijakan yang diambil dalam dunia pertanian perlu melibatkan dan berpihak pada para petani.
Pertanyaannya, apakah yang bisa dilakukan bagi petani, atau dunia pertanian dalam upaya menekan laju konversi lahan? Sehubungan dengan
kebijakan publik, dalam point berikut akan diuraikan beberapa usulan strategi, dan diharapkan dapat menopang kehidupan petani.
2.3.2. Desain Pemantapan Pengendalian Konversi Lahan Sawah yang
Berpihak Kepada Petani
Kebijakan Pengembangan Kawasan Andalan seharusnya dalam penyusunannya mengikutsertakan seluruh komponen masyarakat, termasuk
petani. Karena merekalah yang akan akan mengalami akibat dan dampak langsung dari setiap kebijakan publik yang dilakukan. Apalagi hal tersebut menyangkut tata
ruang wilayah dalam penggunaan lahan. Dalam berbagai kasus, petani justru kurang terlibat dalam pengambilan keputusan Wibowo, 2004. Keberadaan
penyuluh atau fasilitator yang seharusnya bertugas untuk memberdayakan petani, justru beralih menjadi pelayan yang siap menggantikan petani dalam pengambilan
kebijakan Syarif, 2010. Salah satu rumusan Konperensi Nasional Perhimpunan Ekonomi Pertanian
Indonesia PERHEPI ke XIV di Jakarta, 28-29 Mei 2004 dalam Wibowo, 2004 ialah :
”Rekonstruksi dan restrukturisasi pertanian Indonesia akan sangat tergantungpada bagaimana pemimpin bangsa mendudukkan
pertanian dalam kerangka pembangunan nasional. Harus ada pandangan normatif pemimpin bangsa yang berani mengambil posisi
yang jelas dengan sikap”.
Dalam penyusunan kebijakan, seorang pemimpin yang dibantu oleh para birokrasi di bawahnya harus berpihak kepada kesejahteraan rakyat. Dengan
demikian penyusunan desain pemantapan pengendalian konversi lahan sawah perlu berpihak kepada petani. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam desain
kebijakan pengendalian lahan sawah yang berpihak kepada petani adalah: 1 penyebab terjadinya konversi, 2 dampak dari konversi lahan sawah, 3 kriteria
kebijakan yang berpihak kepada petani, dan 4 alternatif strategi prioritas yang dipilih.
2.3.2.1. Pengendalian Laju Pertumbuhan Penduduk
Pada dasarnya dalam negara yang mengedepankan pertumbuhan ekonomi, maka pencegahan konversi lahan sawah tidak bisa dicegah, namun bisa
dikendalikan untuk mengatasi dampak negatifnya Addhitama, 2009. Selanjutnya dikatakan bahwa faktor penting yang berhubungan dengan konversi lahan sawah
adalah laju pertumbuhan penduduk. Hal tersebut senada dengan apa yang diungkapkan oleh Irawan 2005.
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki penduduk besar di dunia. Hingga kini, penduduk dunia telah mencapai 7 milyar jiwa, telah menjadikan
Indonesia sebagai negara keempat terbesar penyumbang pertumbuhan penduduk