Analisis Internal Rate of Return IRR

induk di desa dengan harga Rp. 2.000,-kg. Adapun fungsi yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi sortasi dan penjemuran. Hasil analisis pemasaran kelapa menunjukkan bahwa marjin total pemasaran kelapa mulai dari petani sampai konsumen adalah sebesar Rp. 700,-kg. Nilai marjin pemasaran kelapa tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan karet dan kelapa sawit karena hanya melibatkan satu lembaga perantara yaitu pedagang pengumpul. Analisis marjin tataniaga kelapa dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan analisis marjin pemasaran komoditas perkebunan pada Tabel 24 terdahulu terlihat bahwa harga yang diterima petani sebesar 72,0, sedangkan sisanya akan beralih ke pedagang pengumpul. Fenomena ini sudah agak menguntungkan petani sebab sudah proporsioal dengan resiko dan korbanan yang ditangung petani. Bagian harga yang diterima petani sebesar 72,0 juga menunjukkan petani telah memiliki bargaining position yang relatif kuat terhadap pasar.

5.5.4. Analisis Marjin Tata Niaga Kopi

Rantai pemasaran untuk komoditas kopi diidentifikasi hanya terdapat satu jalur pemasaran utama yang digunakan petani. Saluran tersebut adalah: Petani-Pedagang Pengumpul-Pedagang Besar Desa- Konsumen warungpasar desa. Setelah panen, petani yang umumnya mempunyai luas areal kebun kopi kurang dari 1 ha menjual hasil panen kepada pedagang pengumpul dengan cara pembayaran tunai. Transaksi dilakukan dengan mendatangi petani di beberapa desa kemudian mengumpulkannya dan dijual kepada pedagang besar desa di pasar induk desa. Adapun fungsi yang dilakukan oleh pedagang pengumpul ini adalah fungsi sortasi dan penjemuran. Kemudian pedagang besar desa menjual hasil kopi ini ke konsumen akhir yaitu pasar Induk desa dengan harga Rp. 13.500,-kg. Hasil analisis pemasaran kopi menunjukkan bahwa marjin total pemasaran kopi mulai dari petani sampai konsumen adalah sebesar Rp. 4.500,-kg. Nilai marjin pemasaran kopi tersebut masih relatif tinggi karena melibatkan lembaga perantara yaitu pedagang pengumpul dan pedagang besar desa. Akibatnya efisiensi pemasaran berkurang dan nilai harga di petani menjadi relatif rendah. Analisis marjin tataniaga kopi dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan analisis marjin pemasaran komoditas perkebunan pada Tabel 24 terdahulu terlihat bahwa harga yang diterima petani sebesar 66,67, sedangkan sisanya akan beralih ke pedagang pengumpul dan pedagang besar desa. Angka ini menunjukkan bahwa proporsi marjin yang diterima petani masih cukup rendah. Hasil analisis marjin tataniaga terhadap empat komoditas di Kawasan Agropolitan Kabupaten OKU memperlihatkan bahwa komoditas kelapa memiliki proporsi harga yang diterima petani paling tinggi karena harga yang diterima petani mencapai 72,00; disusul kopi sebesar 66,67; karet sebesar 65,54; dan kelapa sawit sebesar 55,00. Semakin panjang rantai pemasaran yang melibatkan banyak lembaga yang terlibat didalamnya, maka semakin kecil proporsi harga yang diterima petani share petani.

5.6. Analisis Skalogram

Keterkaitan antara aktivitas ekonomi dengan aspek lokasi dalam suatu ruang sudah mulai dipelajari sejak era Von Thunen yang menjelaskan tentang pola spasial dari aktivitas produksi pertanian. Von Thunen berangkat dari teori sederhana bahwa pola penggunaan lahan dalam suatu ruang merupakan fungsi dari perbedaan produk pertanian yang dihasilkan dan perbedaan biaya produksinya, dimana jarak dari pusat pasar merupakan faktor penentu besarnya biaya produksi. Pemikiran ini kemudian diperkaya teori pusat lokasi yang mulai menjelaskan mengapa dalam suatu wilayah bisa muncul pusat-pusat aktivitas. Menurut Christaller setiap produsen mempunyai skala ekonomi yang berbeda sehingga aktivitasnya akan menjadi efisien apabila jumlah konsumennya mencukupi. Karena itu secara lokasional aktivitas suatu produsen ditujukan untuk melayani wilayah konsumen yang berada dalam suatu jarak atau range tertentu. Dengan demikian wilayah cakupan dari produk yang dihasilkan akan sangat tergantung pada seberapa jauh keinginan konsumen melakukan perjalanan untuk memperolehnya, elastisitas demand, harga produk, biaya transport dan frekuensi penggunaannya. Area di sekitar produsen atau supplier yang memiliki tingkat demand konsumen yang mencukupi terhadap barang dan jasa yang dihasilkan disebut dengan istilah treshold. Setiap produk yang dihasilkan termasuk dalam hal ini fasilitas umum mempunyai wilayah threshold nya sendiri. Oleh karena itu, distribusi spasial dari aktivitas produksi termasuk fasilitas umum bisa diprediksi berdasarkan wilayah threshold nya. Dari sisi karakteristik suplai, aktivitas ekonomi skala besar akan berada di pusat pelayanan hirarki 1 karena wilayah threshold nya luas. Sementara dari sisi karakteristik demand, produk yang sifatnya inelastis dan frekuensi penggunaannya tidak terlalu sering juga akan berada di pusat pelayanan hirarki 1 sebagai upaya untuk mengoptimalkan keuntungan melalui maksimisasi jumlah konsumen yang harus dilayani. Distribusi spasial dari berbagai aktivitas dengan threshold yang berbeda akan mengarah pada tumbuhnya berbagai tingkatan lokasi pusat pelayanan, dan selanjutnya distribusi pusat-pusat ini akan membentuk pola spasial sistem lokasi pusat-pusat pelayanan. Analisis skalogram merupakan salah satu analisis terhadap pemusatan dalam suatu wilayah. Dengan melakukan identifikasi terhadap fasilitas- fasilitas kunci yang mempengaruhi perekonomian wilayah yang dimiliki serta pendekatan kuantitatif maka dapat ditentukan hirarki pusat-pusat pertumbuhan. Wilayah diasumsikan dalam tipologi wilayah nodal, dimana pusat atau hinterland suatu wilayah dapat ditentukan berdasarkan jumlah dan jenis fasilitas umum serta sarana dan prasarana yang ada. Unit wilayah yang mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum serta sarana dan prasarana dengan kuantitas dan kualitas yang secara relatif paling lengkap dibandingkan dengan unit wilayah yang lain akan menjadi pusat atau