Pengembangan Kawasan Agropolitan TINJAUAN PUSTAKA

permasalahan. Di sisi lain wilayah perkotaan sebagai tujuan pasar dan pusat pertumbuhan menerima beban berlebih sehingga memunculkan ketidaknyamanan akibat permasalahan permasalahan sosial konflik, kriminal, dan penyakit dan lingkungan pencemaran dan buruknya sanitasi lingkungan permukiman. Hubungan yang saling memperlemah ini secara agregat wilayah keseluruhan akan berdampak pada penurunan produktivitas wilayah Rustiadi dan Hadi, 2006. Konsep pengembangan wilayah dengan basis pengembangan kota- kota pertanian atau yang lebih dikenal dengan Agropolitan menjadi pilihan utama Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonominya. Daerah-daerah yang berbasis pertumbuhan pada ekonomi pertanian hampir tidak banyak menderita akibat krisis ekonomi nasional. Karena itu menjadi acuan Pemerintah Daerah setelah mendapatkan kewenangan mengatur rumah tangga dan model pembangunan daerahnya secara lebih leluasa Harun, 2004. Konsep Agropolitan sebenarnya lahir sebagai respon dari munculnya ketimpangan desa-kota dan kebijakan pembangunan yang bersifat urban bias yang dalam jangka pendek merugikan bagi perkembangan kawasan perdesaan dan dalam jangka panjang merugikan tatanan kehidupan bangsa secara nasional. Agropolitan adalah suatu konsep yang berbasis pada pengembangan suatu sistem kewilayahan yang mampu memfasilitasi berkembangnya kawasan perdesaan dalam suatu hubungan desa-kota yang saling memperkuat Rustiadi et al. 2006. Menurut Rustiadi et al. 2006, Agropolitan adalah kawasan yang merupakan sistem fungsional yang terdiri dari satu atau lebih kota-kota pertanian agropolis pada wilayah produksi pertanian tertentu, yang ditunjukkan oleh adanya sistem keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan-satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis, terwujud baik melalui maupun tanpa melalui perencanaan. Agropolis adalah lokasi pusat pelayanan sistem kawasan sentra-sentra aktivitas ekonomi berbasis pertanian. Sementara itu menurut Anwar 2004, pengertian agropolitan adalah merupakan tempat-tempat pusat central places yang mempunyai struktur berhierarki, dimana agropolis mengandung arti adanya kota-kota kecil dan menengah di sekitar wilayah perdesaan Micro Urban-village yang dapat bertumbuh dan berkembang karena berfungsinya koordinasi pada sistem kegiatan-kegiatan utama usaha agribisnis, serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian di kawasan sekitarnya. Oleh karenanya kawasan agropolitan diartikan sebagai sistem fungsional satu atau lebih kota-kota pertanian pada wilayah produksi pertanian tertentu, yang ditunjukkan oleh adanya sistem hierarki keruangan spatial hierarchy satuan-satuan permukiman petani, yang terdiri dari pusat agropolitan dan pusat-pusat produksi disekitarnya. Menurut Ertur 1984, penekanan utama dalam penguatan daerah agropolitan didasarkan pada metode sebagai berikut: 1. Peningkatan produktivitas dan diversifikasi pertanian dan agroindustri. 2. Peningkatan partisipasi tenaga kerja. 3. Peningkatan permintaan barang dan jasa. 4. Peningkatan inovasi teknologi dan produksi. 5. Perluasan kapasitas untuk ekspor. Beberapa hal yang searah antara pendekatan pembangunan agropolitan dengan permasalahan dan tantangan kewilayahan dalam pembangunan perdesaan saat ini adalah : 1 Mendorong ke arah terjadinya desentralisasi pembangunan maupun kewenangan; 2 Menanggulangi hubungan saling memperlemah antara perdesaan dengan perkotaan; dan 3 Menekankan pada pengembangan ekonomi yang berbasis sumberdaya lokal dan diusahakan dengan melibatkan sebesar mungkin masyarakat perdesaan itu sendiri Rustiadi dan Hadi, 2006. Pengembangan kawasan agropolitan menekankan pada hubungan antara kawasan perdesaan dengan kawasan perkotaan secara berjenjang. Dengan demikian beberapa argumen mengemukakan bahwa pengembangan kota-kota dalam skala kecil dan menengah pada beberapa kasus justru akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan. Hal ini karena dengan tumbuhnya kota-kota kecil menengah tersebut fasilitas-fasilitas pelayanan dasar bisa disediakan dan pasar untuk produk-produk perdesaan juga bisa dikembangkan. Jadi sebenarnya semuanya sangat tergantung pada bagaimana perekonomian dari kota kecil menengah bisa dikembangkan dan bagaimana keterkaitannya dengan komunitas yang lebih luas bisa diorganisasikan. Karena itu dalam pengembangan agropolitan sebenarnya keterkaitan dengan perekonomian kota tidak perlu diminimalkan. Keterkaitan yang sifatnya berjenjang dari desa, kota kecil, kota menengah, kota besar akan lebih bisa mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Hanya saja keterkaitan inipun harus diikuti oleh kebijakan pembangunan yang terdesentralisasi, bersifat bottom up dan mampu melakukan empowerment pemberdayaan terhadap masyarakat perdesaan untuk mencegah kemungkinan kehadiran kota kecil menengah tersebut justru akan mempermudah kaum elit dari luar dalam melakukan eksploitasi sumberdaya Rustiadi dan Hadi, 2006 Menurut Rustiadi dan Hadi 2006, Pengembangan agropolitan di wilayah perdesaan pada dasarnya lebih ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian dan penjualan hasil-hasil pertanian, mendukung tumbuhnya industri agro-processing skala kecil menengah dan mendorong keberagaman aktivitas ekonomi dari pusat pasar. Segala aktivitas harus diorganisasikan terutama untuk membangun keterkaitan antara perusahaan di kota dengan wilayah suplai di perdesaaan dan untuk menyediakan fasilitas, pelayanan, input produksi pertanian, dan aksesibilitas yang mampu memfasilitasi lokasi-lokasi permukiman di perdesaaan yang umumnya mempunyai tingkat kepadatan yang rendah dan lokasinya lebih menyebar. Investasi dalam bentuk jalan yang menghubungkan lokasi-lokasi pertanian dengan pasar merupakan suatu hal penting yang diperlukan untuk menghubungkan antara wilayah perdesaan dengan pusat kota. Menurut Rustiadi dan Hadi 2006, Kawasan Agropolitan merupakan kawasan perdesaan yang secara fungsional merupakan kawasan dengan kegiatan utama adalah sektor pertanian. Dengan demikian penetapan tipologi kawasan agropolitan harus memperhatikan : 1 Pengertian sektor Pertanian ini dalam arti luas meliputi beragam komoditas yaitu : pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, maupun kehutanan; 2 Kawasan agropolitan bisa pula dilihat dari persyaratan agroklimat dan jenis lahan, sehingga dapat pula dibedakan dengan : pertanian dataran tinggi, pertanian dataran menengah, pertanian dataran rendah, pesisir dan lautan; 3 Kondisi sumberdaya, manusia, kelembagaan, dan kependudukan yang ada juga menjadi pertimbangan; 4 Aspek posisi geografis kawasan agropolitan; dan 5 Ketersediaan infrastruktur.

2.3. Teori Pusat Lokasi

Lokasi Pusat Central Place merupakan suatu tempat dimana sejumlah produsen cenderung mengelompok di lokasi tersebut untuk menyediakan barang dan jasa bagi populasi di sekitarnya. Lokasi pusat tertata dalam suatu pola yang vertikal maupun horisontal. Kepentingan relatif lokasi pusat tergantung pada jumlah dan order barang dan jasa yang disediakan Rustiadi et al., 2006. Dengan menggunakan framework yang digunakan dalam memahami wilayah yaitu adanya pembagian suatu wilayah menjadi pusat center yang dikelilingi oleh daerah belakang hinterland, pembangunan agropolitan kota kecil di lingkungan pertanian merupakan pembangunan pusat-pusat pelayanan pada kota-kota kecil. Daerah belakang merupakan suatu wilayah yang dikembangkan berdasarkan konsep pewilayahan komoditas dan menghasilkan satu komoditas utama maupun beberapa komoditas pendukung yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan. Pada daerah pusat diberikan beberapa perlengkapan infrastruktur fasilitas publik perkotaan. Fasilitas tersebut digunakan untuk mendorong keberhasilan pembangunan pertanian dan perekonomian perdesaan sehingga dapat memberikan peluang investasi dan peluang kerja. Dengan kata lain pengembangan wilayah dengan agropolitan diwujudkan sebagai pembangunan infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan yang berlokasi pada pusat-pusat central places dan diharapkan akan menjadi pusat pertumbuhan baru Anwar, 1999. Implikasi pendekatan transformasi pada pusat pertumbuhan desa adalah konstruktif dan positif. Pada tingkat hirarki terendah, pasar desa adalah titik aktivitas ekonomi dasar dimana orang desa menukar produk pertanian pada barang dan jasa yang mereka butuhkan. Dalam penyebaran aktivitas ekonomi yang berhirarki, pasar desa perkotaan adalah titik dimana aliran ke atas produksi pertanian dan jenis-jenis kerajinan diperkenalkan ke tingkat yang lebih tinggi dari sistem pasar. Juga pasar desa perkotaan adalah tujuan efektif terakhir dari pergerakan barang dan jasa yang berorientasi pada konsumsi petani. Pada waktu yang singkat ini dapat menjadi konsep sederhana sebagai fungsi pembangunan dasar ekonomi agropolitan Ertur, 1984.

2.4. Sektor Basis

Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah atau negara sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya. Nilai strategis setiap sektor dalam memacu menjadi pendorong utama prime mover pertumbuhan ekonomi wilayah berbeda- beda. Sektor ekonomi suatu wilayah dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Artinya industri basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayahdaerah. Sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya sendiri, dan kapasitas ekspor ekonomi daerah belum berkembang Rustiadi et al., 2006. Menurut Hendayana 2003, penentuan komoditas unggulan merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan mengembangkan komoditas yang memiliki keunggulan komparatif, baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh