20 kopepoda dan meningkatkan sedimentasi. Eutrofikasi juga dapat meningkatkan
risiko bloom algae beracun yang dapat menyebabkan perubahan warna perairan, terbentuknya buih-buih, kematian fauna laut dan ikan-ikan atau peningkatan
keracunan pada manusia. Peningkatan pertumbuhan dan dominansi macroalgae filamentik
yang sangat cepat pada area perairan dangkal adalah akibat lain dari berlebihnya nutrient yang akan mengubah ekosistem perairan pantai, peningkatan
risiko penipisan oksigen lokal dan menurunkan biodiversitas dan tempat pemijahan ikan. Pengaruh utama eutrofikasi adalah :
1 Perubahan struktur dan fungsi ekosistem marin. 2 Penurunan biodiversitas.
3 Penurunan sumberdaya alam dari jenis-jenis ikan demersal dan kerang- kerangan.
4 Penurunan masukan dari budidaya laut atas jenis ikan dan kerang. 5 Penurunan jumlah rekreasi dan pemasukan dari turisme.
6 Peningkatan risiko keracunan atas hewan dan manusia dari algae beracun EEA, 2001:8,9.
2.3 Analisis Dampak
Dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup no.23 tahun 1997 dampak lingkungan hidup didefinisikan sebagai pengaruh perubahan pada
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan, sementara itu yang dimaksud analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha danatau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha danatau kegiatan. Dampak pembangunan terhadap lingkungan mempunyai dua arti. Pertama
adalah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang diperkirakan akan ada dampak setelah pembangunan, kedua perbedaan antara
kondisi lingkungan yang diperkirakan akan ada dampak tanpa adanya pembangunan dan yang diperkirakan akan ada dampak setelah adanya
pembangunan. Jadi dampak di sini bisa bersifat negatif dan bisa bersifat positif. Hal ini seperti yang dinyatakan Sorensen et al. 1990 didalam Ismail 2000,
21 bahwa antar sektor-sektor kegiatan pemanfaatan yang ada di wilayah pesisir dan
lautan dapat saling mempengaruhi dan menimbulkan dua jenis dampak, yaitu dampak positif dan negatif.
Bengen 2002, memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem pantaipesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan
habitat yang beragam, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pantaipesisir juga merupakan ekosistem
yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan
terhadap ekosistem pantaipesisir. Pengukuran dampak dilakukan dengan mempertimbangkan: 1 Jumlah
manusia yang akan terkena dampak; 2 Luas wilayah persebaran dampak; 3 Intensitas dan lamanya dampak berlangsung; 4 Banyaknya komponen
lingkungan lainnya yang terkena dampak; 5 Sifat kumulatif dampak; dan 6 Dapat kembali dampak negatif reversible atau tidak dapat kembalinya dampak
negatif irreversible. Isu pokok dampak yang diakibatkan pembangunan pantai adalah; 1
Permasalahan penyesuaian penggunaan tanah akibat penataan ruang sepanjang pantai yang telah dibangun. Penyesuaian peruntukan penggunaan tanah beserta
intensitas pemanfaatan ruang akan menimbulkan perubahan mendasar terhadap rencana masing-masing kegiatan usaha yang sudah berlangsung, diantaranya
rencana pengembangan Pantai Mutiara, perumahan elit dan pusat pariwisata bahari di lokasi hasil reklamasi pantai. Sosialisasi rencana pengembangan
pantura Jakarta akan menimbulkan berbagai macam persepsi masyarakat; 2 Perubahan mendasar dinamika kelautan yang potensial menimbulkan perubahan
pola abrasi dan sedimentasi. Pembangunan tanggul pantai dari reklamasi selain mengakibatkan perubahan garis pantai juga mengakibatkan perubahan bathimetri
dasar laut dan alur pelayaran serta akibat perubahan pola arus dan gelombang; 3 Permasalahan penyediaan dan pengangkutan bahan-bahan reklamasi yang
volumenya relatif besar, jangka waktu panjang dan dilaksanakan secara simultan. Pada tahap pra-kontruksi, kegiatan penyediaan bahan akan berkaitan dengan
upaya para pemasok untuk mendapatkan proyek tersebut dan pada tahap kontruksi
22 pengangkutan pasir laut sebagai bahan urug akan menimbulkan gangguan
terhadap sirkulasi pelayaran angkutan di perairan pantai dan perairan laut; 4 Perubahan tata air permukaan mendatar yang potensial menimbulkan penambahan
daerah-daerah genangan air dan rawan banjir serta menuntut evaluasi dan pengembangan sistem drainase. Daratan yang ada terletak hampir rata dan
memiliki elevasi lebih rendah dari permukaan laut serta dengan rencana reklamasi pantai akan mengakibatkan bergesernya muara sungai sehingga rawan terjadi
banjir; 5 Permasalahan berkaitan dengan penyediaan air bersih untuk memenuhi kebutuhan tahap kontruksi dan tahap operasi reklamasi pantai. Hingga saat ini
PDAM DKI Jakarta hanya mampu memasok ± 50 kebutuhan air bersih masyarakat Jakarta, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tahap kontruksi dan
tahap operasi yang sangat besar sumber air tawar tersebut tidak mencukupi; 6 Perubahan mendasar pola tata ruang pemukiman lama oleh kegiatan perbaikan
lingkungan dan peremajaan kota yang tidak membawa manfaat bagi masyarakat di lokasi pantai. Kemungkinan tersisihnya masyarakat berpenghasilan rendah
harus diantisipasi dalam pembangunan pantura; 7 Perubahan kualitas air permukaan, kualitas air laut yang bersifat mendasar akibat berbagai aktifitas
perkotaan pada tahap operasi reklamasi pantai utara. Degradasi lingkungan kawasan pantai akibat pencemaran harus dikendalikan dan diatasi; dan 8
Perubahan pranata sosial dan budaya masyarakat di lingkungan hunian dan sekitarnya. Hubungan dan penyesuaian sistem kepranataan harus diarahkan
kepada bentuk yang positif dan serasi. Saat ini, lebih dari separuh penduduk dunia terkonsentrasi di kawasan pantai
hingga sekitar 60 km dari tepi pantai Yunis, 2001. Berbagai aktivitas dilakukan di kawasan ini, baik jenis kegiatan pemanfaatan sumber daya alam secara
langsung maupun kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan berupa pemanfaatan lahan darat dan perairan. Kelompok stakeholder yang tergantung dan menikmati
kawasan ini antara lain nelayan, petambak, kalangan pelaku bisnis industri, pariwisata, organisasi pemerintahan dan lain-lain. Intensitas pemanfaatan ruang
di kawasan ini menyebabkan lokasi sejenis ini rawan konflik di antara para stakeholder
. Selain itu, kawasan ini merupakan sumber penghasilan sekaligus penerima buangan atau limbah. Jenis limbah utama yang berpengaruh langsung
23 terhadap kualitas perairan adalah polutan cair yang masuk melalui saluran
drainage, kanal dan sungai. Pada akhirnya, polutan tersebut akan tersebar di perairan sesuai dengan kondisi arus air alamiah.
Kondisi di atas terjadi di kawasan pantai Jakarta dimana yang menerima semua konsekuensi dari dinamika pembangunan yang berlangsung di kawasan
darat di pantai dan kawasan pedalaman yang lebih jauh dari pantai Bogor dan sekitarnya. Sudah dapat dipastikan bahwa dinamika pembangunan tersebut tidak
lepas dari kebijakan pengelolaan yang diterapkan oleh otoritas wilayah, yaitu Pemerintah DKI Jakarta. Kebijakan pemerintah daerah biasa dijadikan acuan para
pelaksana pembangunan, termasuk kelompok masyarakat yang berinisiatif memenuhi kebutuhannya tanpa terlalu banyak mengandalkan intervensi otoritas.
Beberapa konsekuensi tersebut ada yang bersifat positif maupun negatif, tergantung pada perspektif yang dipakai. Konsekuensi positif umumnya adalah
dampak yang sesuai dengan harapan sementara konsekuensi negatif adalah dampak yang tidak diharapkan. Konsekuensi tersebut, tidak hanya terhadap
kondisi kelompok masyarakat yang memanfaatkan lahan darat, tetapi juga kelompok masyarakat yang memanfaatkan perairan laut di hadapannya.
Contoh kelompok masyarakat pemanfaat laut yang akan terkena dampak negatif akibat degradasi lingkungan perairan, konversi lahan darat, dan
pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berlebihan adalah stakeholder perikanan. Dampak negatif lingkungan perairan, baik secara langsung maupun
tidak langsung, terkait dengan konsumsi dan dorongan sosial social drivers yang terbangun property right yang berlaku, karakteristik sumberdaya, teknologi yang
diterapkan practices, pengetahuan dan persepsi masyarakat terhadap ekosistem pantai, aspirasi masyararakat, kelembagaan politik dan sosial, mekanisme pasar,
akses terhadap kapital Noronha et al. 2002. Social drivers tersebut terbangun oleh adanya primary drivers yang mempengaruhi karakteristik demografi dalam
wujud jumlah, pertumbuhan, migrasi ekonomi, pembangunan, kebijakan makro dan sektoral, serta interaksi global.
Secara ideal, pembangunan seyogianya sedapat mungkin menghasilkan dampak negatif yang sangat minimum. Pembangunan demikian membutuhkan
kebijakan dan strategi pembangunan optimal yang berdampak positif terhadap
24 keberkelanjutan sehingga kerusakan sumberdaya perikanan dan ekosistem pantai
di wilayah pantai dapat diperbaiki karena potensi dapat pulih renewability terpelihara. Strategi pembangunan kawasan pantai yang memperhatikan aspek
keberlanjutan tersebut dikenal sebagai pengelolaan pesisir terpadu integrated coastal management, ICM
. Penerapan strategi ICM ini sejalan dengan kepentingan global sebagaimana yang tertuang dalam: Agenda 21 1992,
Convention on Biological Diversity 1992, Barbados Action Plan 1994, Global
Programme of Action for the Protection of the Marine Environment from Land Based Activities
GPA 1995, Code of Conduct for Responsible Fishing 1995 serta Plan of Implementation for the World Summit on Sustainable Development
2002. Cicin-Sain dan Kench 1998 menjelaskan bahwa pengelolaan pesisir
terpadu integrated coastal management, ICM bertujuan mengurangi kerentanan wilayah pantai dan masyarakatnya terhadap kerusakan alam, menciptakan kondisi
ekosistem pantai yang berkelanjutan, memperbaiki kualitas hidup masyarakat yang berkelanjutan, dan memperbaiki proses tata kelola governance.
Berdasarkan tujuan tersebut, maka ICM mempunyai fungsi: 1 Perencanaan penggunaan lahan di wilayah pesisir area planning, baik
daratan maupun daratan didekatnya, baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.
2 Pengembangan kegiatan ekonomi economic development promotion dalam rangka mendorong pemanfaatan sumberdaya pesisir dan perikanan
yang tepat. 3 Perlindungan sumberdaya alam stewardship of resources untuk menjaga
fungsi ekologis, melestarikan keragaman biologis, dan menjamin keberlanjutan pemanfaatannya.
4 Penanganan konflik conflict resolution untuk menyelaraskan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya saat ini dengan potensinya.
5 Perlindungan keselamatan masuarakat protection of public safety yang tinggal di wilayah pantai.
Keragaan ICM selanjutnya dapat dinilai dalam konteks kemampuan ICM mencapai tujuan di atas dan bagaimana ICM tersebut berfungsi. ICM dapat juga
25 dilihat sebagai proses tata kelola governance dalam kerangka pressure-state-
response PSR. Dalam perspektif ini, ICM merupakan rangkaian respons yang
terintegrasi dan terkoordinasi untuk mengelola tekanan aktivitas sumberdaya manusia terhadap sumberdaya pantai Gambar 3. Selanjutnya, keberhasilan ICM
ini dapat dilihat dari indikator seperti kualitas lingkungan, sosial-ekonomi, dan tata kelola Belfiore et al. 2003.
Gambar 3 Kerangka PSR dan siklus ICM ICAM, 2003 Noronha, et al. 2002 mengemukakan suatu pendekatan penelitian dengan
menggunakan kerangka analisis sosial dan ekologis terpadu yang disebut Driver- Pressure-State-Impact-Response
DPSIR untuk menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya tekanan terhadap ekosistem di wilayah pantai. Model
pendekatan ini telah sukses diterapkan di beberapa negara. Noronha et al 2002 menggunakan model yang sama di wilayah pantai Goa-India. Secara skematis
pendekatan DPSIR sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 1.
2.4 Sistem Informasi Geografi