Isu yang berkembang dalam pengelolaan sumberdaya saat ini Analisis strategi pengelolaan

142 langsung berarti pula pemahaman nelayan tangkap tentang pengelolaan sumberdaya pantai cukup baik. Hasil analisis PCA terhadap nelayan tangkap diperoleh gambaran bahwa dengan menggunakan 7 variabel yang telah direduksi, yaitu: Persepsi Terhadap Kondisi Sumberdaya Perikanan KSI, Pentingnya Pengelolaan Sumberdaya Ikan PPI, Partisipasi Masyarakat dalam konservasi PKS, Persepsi nelayan terhadap hasil tangkapan SHT, Partisipasi masyarakat dalam konservasi sumberdaya pantai PKP, Persepsi masyarakat terhadap sumber pencaharian SPN, serta Partisipasi dalam perumusan kebijakan PPK, diperoleh ragam sumbu utama pertama hingga keempat mencapai 76,79 . Hal ini berarti 76,79 dari data hasil analisis dapat diterangkan hingga sumbu utama keempat. Sementara ragam sumbu pertama dan kedua masing-masing sebesar 31,223 dan 19,909. Komponen utama pertama hingga keempat secara berurutan memiliki akar ciri eigenvalue 2,185575; 1,393678; 1,002124 dan 0,793932. Sedangkan untuk nelayan pemandu wisata dengan menggunakan 7 variabel memperlihatkan hasil yang lebih menyebar yaitu ragam pada sumbu utama pertama hingga keempat mencapai 83,09 . Hal ini berarti 83,09 dari data hasil analisis dapat diterangkan hingga sumbu utama keempat. Ragam sumbu utama pertama dan kedua untuk nelayan pemandu wisata, masing-masing adalah: 34,789 dan 17,995 . Komponen utama pertama hingga keempat secara berurutan memiliki akar ciri eigenvalue 2,435283; 1,259687; 1,146587 dan 0,974523

7.3.3 Isu yang berkembang dalam pengelolaan sumberdaya saat ini

Berdasarkan hasil studi lapangan, maka ditemukan berbagai isu antara lain: 1 Konflik pemanfaatan ruang 2 Pelanggaran tata ruang 3 Reklamasi pantai tak terkendali 4 Pencemaran perairan 5 Permukiman kumuh 6 Hilangnya sempadan pantai dan mangrove 7 Rawan banjir

7.3.4 Analisis strategi pengelolaan

Untuk merumuskan strategi pengelolaan pantai utara Jakarta dilakukan analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman SWOT yaitu analisis alternatif yang digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk memformulasikan suatu strategi. Analisis SWOT merupakan pemilihan 143 hubungan atau interaksi antar unsur-unsur internal, yaitu kekuatan dan kelemahan serta terhadap unsur-unsur eksternal, yaitu peluang dan ancaman. Strategi pengelolaan sumberdaya pesisir yang disusun, didasari atau mempertimbangkan empat dimensi pembangunan berkelanjutan, yaitu aspek teknis-ekologis, sosial- ekonomi-budaya, sosial politik, dan hukum dan kelembagaan. Suatu strategi yang baik hendaknya disusun melalui penelaahan kondisi dan kenyataan di lapangan, untuk menggali unsur-unsur kekuatan, kelemahan dan peluang serta ancaman yang ada. Selain itu, perlu pula mencermati unsur-unsur tersebut yang mungkin atau diperkirakan akan muncul di kemudian hari. Dengan demikian, strategi yang diformulasikan bersifat antisipatif terhadap perubahan- perubahan yang terjadi seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan hasil penelitian, maka analisis tiap aspek disajikan berikut ini. 1 Aspek teknis ekologis Secara teknis ekologis, unsur yang dapat menjadi kekuatan dalam pengelolaan pantai utara Jakarta secara terpadu dan berkelanjutan adalah ketersediaan lahan yang secara geografis sangat strategis. Ketersediaan lahan ini merupakan suatu kekuatan didalam mengelola wilayah pantai pesisir utara Jakarta. Dengan letaknya yang strategis, jika dikelola secara bijaksana, akan memberikan manfaat yang optimal baik secara sosial ekonomi maupun ekologis. Sebaliknya, karena sifat alamiah dari suatu sistem pantaipesisir yang begitu cepat dan berubah-ubah merupakan suatu kelemahan yang harus diantisipasi manakala ingin mengelola wilayah tersebut secara berkelanjutan. Kelemahan tersebut adalah degradasi sumberdaya berupa pencemaran perairan, hilangnya sempadan pantai dan mangrove serta rawan banjir Segenap upaya yang dilakukan harus mempertimbangkan karakteristik dari suatu kawasan pantaipesisir, dimana baik secara biofisik maupun sosial budaya masyarakat berbeda dengan wilayah daratan. Dilihat dari sisi peluang, pertumbuhan perekonomian Kotamadya Jakarta Utara yang begitu pesat adalah peluang bagi pengembangan wilayah pantaipesisir utara Jakarta. Hal ini menuntut upaya pengelolaan sumberdaya pantaipesisir utara Jakarta secara berkelanjutan guna meraih peluang tersebut secara optimal. Pengembangan beberapa kawasan sebagai kawasan pengembangan ekonomi dapat memberikan kontribusi bagi pengelolaan pantai utara Jakarta secara 144 berkelanjutan. Sementara itu, dilihat dari sisi ancaman konflik antar kegiatan pembangunan juga perlu dicermati dari aspek teknis ekologis.. Hal ini berarti, diperlukan alokasi ruang yang proporsional bagi setiap peruntukan sehingga tidak terjadi tumpang tindih pemanfaatan ruang. 2 Aspek sosial, ekonomi dan budaya Secara sosial, ekonomi dan budaya yang menjadi kekuatan adalah masyarakat pantai uatara Jakarta yang secara langsung terkait dengan beberapa aktivitas pemanfaatan sumberdaya pantaipesisir utara Jakarta memiliki kepedulian dan pemahaman yang baik terhadap pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan. Berdasarkan hasil analisis, masyarakat di pantai utara Jakarta umumnya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan dan pemandu wisata, yang menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara masyarakat dan lingkungannya. Pemahaman yang tinggi dari masyarakat terhadap hubungan antara mata pencaharian mereka dengan kelestarian sumberdaya di pantai utara Jakarta merupakan suatu kekuatan dalam upaya mengelola sumberdaya pesisir yang berkelanjutan. Dari aspek sosial ekonomi dan budaya yang perlu dicermati adalah konflik kepentingan antar masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya pesisir guna meningkatkan kesejahteraan mereka. Hal ini tentunya menjadi kelemahan bagi pengelolaan sumberdaya pesisir berkelanjutan. Kondisi ini dikuatirkan memberikan dampak negatif terhadap upaya-upaya pengelolaan sumberdaya pesisir yang berkelanjutan. Berdasarkan hasil analisis terhadap karakteristik masyarakat pantai utara Jakarta, pada umumnya masyarakat pantai merasa hasil tangkap tidak mampu memberikan pendapatan yang maksimal. Hal ini dikuatirkan mendorong mereka untuk melakukan konversi ekosistem mangrove menjadi lahan usaha guna meningkatkan pendapatan mereka. Upaya yang perlu dilakukan adalah memberikan pelatihan keterampilan pengolahan hasil kepada nelayan setempat untuk meningkatkan nilai tambah hasil tangkapan mereka. 3 Aspek sosial politik Secara sosial politik, diberlakukannya PP 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang. Pemerintahan Daerah merupakan peluang 145 bagi Pemerintah Daerah untuk mengembangkan pengelolaan pantai pesisir secara berkelanjutan. Salah satu isu pengelolaan adalah tumpang tindih perencanaan. Hal ini menandakan kurangnya koordinasi antara sektor-sektor yang ada. Apabila perencanaan dilakukan oleh masing-masing sektor, maka akan muncul ego sektoral yang akan berdampak pada pengelolaan pantai utara Jakarta. Untuk mengatasi ego sektoral ini, maka diperlukan suatu mekanisme koordinasi antara sektor-sektor pembangunan dikawasan Teluk Jakarta. Kepedulian berbagai komponen masyarakat di dalam proses pengelolaan sumberdaya alam pesisir merupakan suatu kekuatan guna menunjang upaya pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan. Berbagai kelompok swadaya masyarakat yang secara kritis memberikan masukan bagi implementasi pengelolaan berkelanjutan. Perencanaan dan implementasi yang melibatkan setiap unsur masyarakat stakeholders akan memberikan pengakuan yang lebih luas dan kuat. 4 Aspek Hukum dan Kelembagaan Secara hukum dan kelembagaan, adanya berbagai peraturan dan perundangan merupakan peluang bagi pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan. Beberapa peraturan dan perundangan yang ada pada tingkat nasional seperti UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi, UU No. 24 tentang Tata Ruang, Kepres 32 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung merupakan peluang bagi pelaksanaan pengelolaan pesisir secara berkelanjutan. Disamping itu, juga terdapat beberapa peraturan daerah yang relevan. Pelimpahan kewenangan pengelolaan laut kepada daerah otonom menjadi langkah awal untuk mengintegrasikan wilayah pesisir dan laut merupakan suatu kesatuan ekologis yang harus dikelola secara terpadu. Upaya kearah pengelolaan yang lebih baik dilakukan melalui revis i dokumen RTRW kota, dengan mempertimbangkan perkembangan yang ada termasuk pemberlakuan UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Kekuatan yang ada ini, sering diikuti oleh kelemahan-kelemahan. Hasil studi menemukan adanya inkonsistensi di dalam implementasi tata ruang kawasan pantai utara Jakarta. Penyimpangan terhadap 146 RTRW yang telah disepakati kadang terjadi pada saat implementasi program pembangunan. Pada Tabel 40 disajikan hasil identifikasi peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang dijadikan acuan dalam merumuskan strategi pengelolaan pantai utara Jakarta. Tabel 40 Identifikasi unsur kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman No Aspek Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman 1. Teknis ekologis Potensi lahan dan perairan yang secara geografis sangat strategis Degradasi sumberdaya Permintaan terhadap lahan yang tinggi Konflik antar kegiatan 2 Sosial ekonomi budaya Penduduk dengan pemahaman yang baik terhadap pengelolaan pesisir Keterbatasan pendapatan Dukungan program pengelolaan pesisir yang besar Tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya 3 Sosial politik Kepedulian stakeholders terhadap sumberdaya Belum ada pelibatan semua stakeholders Adanya PP No 69 Tahun 1996 Ego sektoral 4 Hukum dan kelembagaan Tersedianya dukungan peraturan perundangan RTRW yang berorientasi ke daratan UU No 32 tahun 2004 Ego sektoral 7.4 Pembahasan 7.4.1 Penyusunan strategi pengelolaan pantaipesisir